menggunakan teori ekonomi neoklasik yang tidak memperhatikan prinsip ekonomi kerakyatan. REVIEW JURNAL : The Publicness of
Public Administr...
Dalam bukunya Alfred Marshall, Principles of Economic (1890) menyebutkan prinsip ekonomi
hanya bertujuan untuk mencapai efisiensi dan menemukan keseimbangan yang optimal. Kajian Perkembangan Ilmu Administrasi Publik
di Negara Be...
tentang ilmu ekonomi sebagai sudut pandang pembuat kebijakan hanya berdasar pada prinsip
efisiensi riil. Kelemahan teori ekonomi Neo-Klasik adalah tidak memperhatikan aspek social PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK
BUNGA RAMPAI PERJALA...
sebagai sebuah ekternalitas yang harus dimasukkan dalam mengkaji masalah ekonomi public.
Padahal teori Neoklasik sudah di tentang dan berusaha diruntuhkan oleh ilmuan ekonomi ANALISIS KEBIJAKAN
MENANGGULANGI KEMACETANDI
modern. Diawali oleh Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest, and JAKAR...
mooney (1936) menyatakan bahwa pernanan ekonomi dan filosofis politik tidak dapat dipisahkan.
Prakata
Politik dalam hal ini dapat disederhanakan menjadi social atau kerakyatan. Perjuangan Keynes
dilanjutkan oleh Gunnar Myrdal dengan bukunya The Political Element in Development of
Economic Theory (1975) bersama Galbraith dengan bukunya Economic and the Public Purpose
(1971) menyatakan fungsi ilmu ekonomi adalah menerangkan satu proses ekonomi dimana
perorangan memperoleh pelayanan.
Analisis dapat dimulai dari populasi kendaraan bermotor di Jakarta yang merunut data
jumlah populasinya tidak terkontrol. Dari data salah satu portal berita nasional Antara News
(6/01/2015) jumlah kendaraan bermotor hingga akhir 2014 di Jakarta sebanyak 17.523.967 unit
dengan rincian 13.084.372 unit sepeda motor, 3.226.009 unit mobil pribadi, 673.661 unit mobil
barang, 362.066 unit bus, dan 137.859 kendaraan khusus. Berdasarkan data Direktorat Lalu
Lintas Polda Metro Jaya jumlah kendaraan bermotor di Jakarta bertambah sebanyak 5.500
hingga 6.000 unit kendaraan perhari (data berdasarkan jumlah STNK yang dikeluarkan samsat).
Dapat disimpulkan dengan jumlah 13jt an unit dan bertambah 6.000 an unit perhari dalam
setahun volume kendaraan bermotor di Jakrata naik 12% pertahun, sungguh sebuah jumlah
yang fantastis untuk kota metropolitas yang kepadatan penduduknya sangat tinggi. Masih dari
sumber data yang sama pertummbuhan infrastruktur berupa jalan di Jakarta hanya 0,01 %
pertahun. Pertumbuhan jalan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan.
Sesuai dengan teori yang digunakan diawal, pemerintah tidak ikut campur dalam mengontrol
populasi jumlah kendaraan yang ada di Jakarta, sepenuhnya dilepaskan pada mekanisme pasar.
Demand yang tinggi dari penduduk Jakarta akan kendaraan bermotor pribadi dibebaskan oleh
pemerintah dengan Suplay dari pihak privat. Salah satu kebijakan yang mendasari analisa
tersebut adalah kebijakan pemerintah tentang mobil murah dengan dalih Low Cost Green Car
(LCGC). Dengan diberlakukan kebijakan tersebut demand akan kendaran bermotor semakin
meningkat dan meningkatkan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor secara signifikan. Di lain
sisi peningkatan pelayanan di bidang infrastruktur dan transportasi umum tidak dibenahi.
Sehingga masyarakat lebih nyaman bepergian menggunakan kendaraan pribadi masing-masing
dan kemacetanpun tidak terhindarkan. Pelayanan Bus Transjakarta yang masih kurang dapat
dilihat hanya dapat menjangkau daerah-daerah utama dan masih belum tertibnya pengguna jalan
yang masih menggunakan jalus Bus Transjakarta menyebabkan Bus tidak bisa On Time.
Disediakannya Communter line memberikan sedikit angin segar untuk mengurangi pengguaan
kendaraan pribadi. Masalahnya Commuter Line sama seperti Bus Transjakarta yang hanya bisa
menjangkau daerah-daerah utama. Tidak disediakan transportasi umum/khusus untuk digunakan
dari post-pos pemberhentian Busway dan Commuterline menyisakan masalah tersendiri bagi
penggunanya. Bus Kota dan Kopaja semakin hari semakin kehilangan kepercayaan dari
pengguna. Fasilitas yang tidak nyaman dan keamanan yang tidak terjamin merupakan alasan
bagi masyarakat untuk enggan menggunakannnya.
BAB II
MASALAH KEBIJAKAN
Sebelum memecahkan sebuah masalah, maka langkah yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah merumuskan masalah. Menurut Dunn perumusan masalah dapat dipandang
sebagai proses empat fase yang saling tergantung, yaitu pencarian masalah (problem search),
pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification) dan
[1]
pengenalan masalah (problem sensing).
1. Situasi Masalah
Dari data yang telah penulis sampaikan di muka bahwa jumlah kendaraan bermotor
hingga akhir 2014 di Jakarta sebanyak 17.523.967 unit dengan rincian 13.084.372 unit sepeda
motor, 3.226.009 unit mobil pribadi, 673.661 unit mobil barang, 362.066 unit bus, dan 137.859
kendaraan khusus. Berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya jumlah kendaraan
bermotor di Jakarta bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan perhari (data
berdasarkan jumlah STNK yang dikeluarkan samsat). Dapat disimpulkan dengan jumlah 13jt an
unit dan bertambah 6.000 an unit perhari dalam setahun volume kendaraan bermotor di Jakrata
naik 12% pertahun, sungguh sebuah jumlah yang fantastis untuk kota metropolitan yang
kepadatan penduduknya sangat tinggi. Masih dari sumber data yang sama pertummbuhan
infrastruktur berupa jalan di Jakarta hanya 0,01 % pertahun. Pertumbuhan jalan yang tidak
sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Itulah yang menjadi permasalahan yang
menyebabkan kemacetan yang parah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Masalah tersebut harus
segera ditangani dengan kebijakan yang tepat sasaran agar kemacetan di Jakarta bisa diatasi
secara efektif dan efisien.
2. Meta Masalah
Berdasarkan situasi masalah di atas ditemukakan beberapa permasalahan pokok yakni:
a. Sistem transportasi umum belum baik : Busway, Commuterline, Kopaja, Bemo,
Taksi, dll .
b. Populasi transportasi privat terlalu banyak.
c. Masalah penataan wilayah perekonomian : Jakartasentris
3. Masalah Substansif
Berdasarkan situasi masalah dan meta masalah, maka ditemukan masalah substantifnya
adalah tidak seimbangnya pertumbuhan kendaraan bermotor dengan pertumbuhan infrastruktur
menyebabkan kemacetan yang parah.
4. Masalah Formal
Berdasarkan hasil penelusuran mulai dari situasi masalah, meta masalah, dan masalah
substantif, maka ditemukan masalah formalnya yakni pada bagaimana formulasi kebijakan
pemerintah menekan jumlah populasi kendaraan bermotor dan membenahi sistem
transportasi umum untuk mengatasi masalah kemacetan lalulintas.
5. Tujuan Kebijakan
Bertolak dari pemahaman tentang situasi masalah, meta masalah, masalah substantif
dan masalah formal, maka dapat dirumuskan tujuan kebijakannya adalah sebagai berikut:
1. Membuat formulasi yang dapat menganalisa akar permasalahan sehingga
Mengatasi kemacetan
2. Menekan penggunaan kendaraan pribadi
3. Memperbaiki sistem transportasi umum
BAB III
ALTERNATIF KEBIJAKAN
Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang analisis kebijakan setelah
merumuskan masalah kebijakan ialah menetukan alternatif kebijakan. Melakukan sebuah
penentuan alternatif kebijakan bukan merupakan hal mudah, kerena pembuat kebijakan dituntut
untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
(Subasono,2005). Sehingga output alternatif kebijakan sangat tergantung seorang analisis
kebijakan yang melakukan analisis terhadap suatu kebijakan. Dalam melakukan analisis,
terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, yakni:
1. Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang telah ditetapkan.
2. Menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan tersebut.
3. Melakukan evaluasi terhadap kriteria agar dapat memilih diantara alternatif tersebut sebagai
tindakan kebijakan (Dunn,2003)
Alternatif kebijakan (Policy Alternatives ) adalah arah tindakan yang secara potensial tersedia
yang dapat memberikan sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah
kebijakan (Dunn, 2003).
Ada 2 Teknik pokok di dalam memformulasikan alternative kebijakan, yakni :
1. Memodifikasi solusi / Kebijakan yang berlaku
2. Melakukan feasible manipulation yaitu merumuskan alternatif kebijakan dengan
cara mencari atau dengan cara merekayasa berdasarkan input yang diperoleh
sehingga kita bisa menyusun alternatif dengan menyusun variabel kebijakan dan
menentukan tingkat rekayasa.
Penentuan beberapa alternative kebijakan didasarkan atas masukan- masukan dari
stakeholders yang ada dan atau berdasarkan pengalaman kebijakan yang pernah dibuat
sebelumnya terhadap permasalahan yang sama atau hampir sama.
Berdasarkan dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan pada
bab sebelumnya, maka penyusun mengajukan empat alternative kebijakan yang nantinya
dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria yang relevan dengan kebijakan yang akan dihasilkan.
Adapun keempat alternatif kebijakan yang akan diajukan, sebagai berikut:
1. Status Quo
Status quo merupakan salah satu alternatif kebijakan, dimana yang dimaksud
dengan status quo ialah tetap menerapkan kebijakan saat ini.. alternative status quo
dimaksudkan untuk membandingkan kebijakan yang sudah ada dengan alternative kebijakan
baru yang ditawarkan.
2. Kebijakan tentang perbaikan pelayanan transportasi umum
Kebijakan tentang perbaikan pelayanan transportasi umum harus segera dilakukan dengan cara
:
a. Transjakarta dan Commuterline dibebaskan tarif atau diminimalkan biaya
dengan menggunakan alokasi dana dari pajak kendaraan bermotor.
b. Pajak kendaraan umum dan retribusi seperti Kopaja dan Bis Kota di bebaskan
agar tariff penggunaan kendaraan umum menjadi rendah dan terjangkau
masayarakat. Hal itu bisa memicu pemilik Kopaja dan Bis kota melakukan
perbaikan pelayanan.
c. Memberikan subsidi BBM pada kendaraan umum.
d. Setiap perusahaan atau industry yang karyawannya banyak wajib memberikan
fasilitas bis kantor yang menjemput para pegawai.
BAB IV
ALTERNATIF KEBIJAKAN TERPILIH
1. Status Quo
Memberlakukan kebijakan yang sudah ada.
2. Kebijakan tentang perbaikan pelayanan transportasi umum harus segera dilakukan dengan
cara :
e. Transjakarta dan Commuterline dibebaskan tarif atau diminimalkan biaya dengan
menggunakan alokasi dana dari pajak kendaraan bermotor.
f. Pajak kendaraan umum dan retribusi seperti Kopaja dan Bis Kota di bebaskan agar
tariff penggunaan kendaraan umum menjadi rendah dan terjangkau masayarakat.
Hal itu bisa memicu pemilik Kopaja dan Bis kota melakukan perbaikan pelayanan.
g. Memberikan subsidi BBM pada kendaraan umum.
h. Setiap perusahaan atau industry yang karyawannya banyak wajib memberikan
fasilitas bis kantor yang menjemput para pegawai.
3. Kebijakan yang paling urgent untuk dilakukan adalah menekan laju pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor di Jakarta. Untuk mengurangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor
dapat dilakukan beberapa kebijakan,yaitu :
a. Mencabut kebijakan Low Cost Green Car atau mobil murah.
b. Meningkatkan pajak kendaraan bermotor.
c. Memperketat aturan tentang pembelian kendaraan bermotor.
d. Melarang atau meningkatkan pajak pembelian kendaraan bermotor secara kredit.
e. Memperketat dan meningkatkan standart pengeluaran SIM.
4. Memindahkan Pusat Pemerintahan / memisahkan pusat pemerintahan dengan
pusat ekonomi.
Kepadatan penduduk di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sudah pada tahap menghawatirkan.
Hal ini terjadi karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian.
Untuk mengurangi kepadatan ada alternative kebijakan untuk memisahkan atau
memindahkan ibu kota Negara.
Tabel Evaluasi[2]
ALTERNATIF
Menekan laju
Memisahkan
KRITERIA Perbaikan pertumbuhan
Status pelayanan jumlah
Pusat
Quo transportasi umum kendaraan Pemerintahan
bermotor dengan Ekonomi
Politik 7 12 10 4 33
Biaya 10 7 13 1 31
Implementasi 5 13 9 1 28
Legalitas 6 11 10 3 30
StakeHolder 5 12 9 1 27
Waktu 6 9 12 1 28
Keamanan 6 13 12 4 35
212
ALTERNATIF
Memisahkan
Menekan laju
KRITERIA Pusat
Perbaikan pelayanan pertumbuhan
Status Quo transportasi umum jumlah kendaraan
Pemerintahan
bermotor dengan
Ekonomi
ALTERNATIF Weighted
KRITERI
Bobot
A
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 A1 A2 A3 A4
Politik 0.131 0.18 0.32 0.26 0.24 0.02 0.04 0.03 0.03
Biaya 0.133 0.29 0.20 0.37 0.14 0.04 0.03 0.05 0.02
Implemen 0.191
0.15 0.38 0.26 0.21 0.03
tasi 0.07 0.05 0.04
Legalitas 0.127 0.16 0.29 0.26 0.29 0.02 0.04 0.03 0.04
StakeHol 0.169
0.14 0.34 0.26 0.26 0.02
der 0.06 0.04 0.04
Waktu 0.148 0.19 0.28 0.38 0.16 0.03 0.04 0.06 0.02
Keamana 0.100
0.14 0.30 0.27 0.30 0.01
n 0.03 0.03 0.03
0.18 0.31 0.29 0.22
Data ini merupakan penilaian Alternatif dengan pembobotan. Data penilaian Alternatif dengan
pembobotan tiap stakeholder terlampir.
Dengan demikian berdasarkan hasil penilaian yang menggunakan metode AHP, maka
alternatif kebijakan terpilih adalah alternatif II yang menunjukkan angka paling besar dan
merupakan alternatif terpilih yang akan digunakan yakni perbaikan pelayanan transportasi
umum.
BAB V
Rencana Implementasi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Analitik
Hierarki Proses (AHP) , maka dihasilkan alternative kebijakan yang terbaik dari empat pilihan
alternative kebijakan yakni perbaikan pelayanan transportasi umum. Perbaikan pelayanan
transportasi umum dimaksudkan agar warga Jakarta banyak yang bepergian menggunakan
transportasi dapat mengatasi kemacetan yang terjadi di ibu kota. Kebijakan ini dipilih
berdasarkan pertimbangan dengan tujuh kriteria yaitu : dari segi politik, biaya, kemudahan
pengimplementasian, kemungkinan legalitas kebijakan, pengakomodasian kepentingan stake
holder, waktu menjalankan kebijakan, dan keamanan apabila kebijakan tersebut dilaksanakan.
Dari ketujuh kriteria yang ada setelah melalui survey akhirnya dapat diketahui urutan hierarki
untuk kriteria yaitu:
1. Implementasi
2. Peran dan pengamodasian stake holders
3. Waktu
4. Biaya
5. Politik
6. Legalitas
7. Keamanan
Sehingga kriteria yang paling mempengaruhi pemilihan kebijakan adalah bisa tidaknya
kebijakan itu diimplementasikan oleh pemerintah dan keamanan merupakan kriteria paling
rendah bobotnya.
Langkah- langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kemacetan adalah
mengimplementasikan kebijakan altertanif Kebijakan tentang perbaikan pelayanan transportasi
umum. Kebijakan tentang perbaikan pelayanan transportasi umum harus segera dilakukan
dengan cara :
a. Transjakarta dan Commuterline dibebaskan tarif atau diminimalkan biaya
dengan menggunakan alokasi dana dari pajak kendaraan bermotor.
b. Pajak kendaraan umum dan retribusi seperti Kopaja dan Bis Kota di bebaskan
agar tarif penggunaan kendaraan umum menjadi rendah dan terjangkau
masayarakat. Hal itu bisa memicu pemilik Kopaja dan Bis kota melakukan
perbaikan pelayanan.
c. Memberikan subsidi BBM pada kendaraan angkutan umum. Hal ini
diberlakukan agar biaya operasional kendaraan umum menurun sehingga tariff
yang diberlakukan menajdi rendah dan dapat memicu minat warga
menggunakan kendaraan umum.
d. Pemda DKI harus memberlakukan kebijakan yang menjadikan kendaraan
umum menjamin kenyamanan dan keamanan penumpang. Kebijakan ini bisa
dengan memperketat seleksi penerimaan sopir dan awak bis.
e. Setiap perusahaan atau industri yang karyawannya banyak wajib memberikan
fasilitas bis kantor yang menjemput para pegawai.
[1] Dunn, William N, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua),Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. Hal 226
[2] Data ini merupakan penilaian akumulasi dari 4 stakeholder. Data penilaian tiap stakeholder
terlampir.
[3] Data ini merupakan penilaian akumulasi dari 2 Ahli Analis. Data penilaian tiap
stakeholder terlampir.
Akumulasi ini menggunakan rumus Geometric Mean : x1+x2+xn (Rumus saaty)
dimana x adalah penilaian pakar n
Labels: AHP, Analisis Kebijakan Publik, Analytical Hierarchy Process, Menanggulangi Kemacetan, Public Policy
Analys, Saaty
No comments:
Post a Comment