Oleh :
Kelas : 3B
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan pada sebuah industri, yaitu penanganan limbah yang
dihasilkan dari proses produksi dimana limbah tersebut sebelum ke lingkungan harus dapat
memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Selain itu, limbah yang
dibuang perlu diperhatikan apakah mengandung bahan beracun dan berbahaya atau tidak.
Dikarenakan hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Reublik Indonesia
Nomor 101 Tahun 2014.
Pengolahan limbah di industri sangatlah penting guna menjamin kelestrasian
lingkungan sekitarnya agar tetap terjaga dan tidak menimbulkan pencemaran. Salah satu
teknologi pengolahan limbah yang dapat dijumpai di industri, yaitu teknologi pengolahan
air limbah dengan teknologi membran.Teknologi membran yang digunakan dapat berbagai
macam bergantung pada ukuran pori membran tersebut.
Salah satunya teknologi membran reverse osmosis yang merupakan pengolahan
proses fisika dengan memberikan dorongan atau tekanan, menahan semua ion, melepaskan
air murni dan membuang air kotor. Penggunaaan teknologi reverse osmosis dapat
menghilangkan bakteri, pirogen, juga koloid.(Metclaf and Eddy.2004)
Penggunaan teknologi ini dapat ditemukan pada pengolahan industri minyak bumi
dimana limbah yang dihasilkan yang disebut air terproduksi dilewatkan pada teknologi
membrane untuk mengatasi limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
Dengan karakteristik tertentu lainnya, pengolahan limbah air industri dapat
digunakan pada industri serta pengolahan air murni lainnya guna memenuhi baku mutu
lingkungan serta pengolahan bahan beracun dan berbahaya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Menghitung persen zat terlarut yang ditolak (% Reject).
1.2.2 Membuat kurva/grafik hubungan antara TDS, DHL, kekeruhan, dan pH di aliran
permeat dan konsentrat terhadap waktu
1.2.3 Menentukan korelasi antara konsentrasi zat-terlarut yang dinyatakan dalam DHL dan
TDS terhadap laju alir selama proses reverse osmosis berlangsung.
BAB II
DASAR TEORI
Gambar 1. (a) Skema fenomena osmosis ; (b) Skema fenomena reverse osmosis
Menuurut Maulana dan Widodo (t.t. :2) , sistem RO umumnya terdiri dari 4
proses, sebagai berikut.
1. Pengolahan Awal
2. Pemberian Tekanan
3. Separasi Membran
4. Stabilisasi
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Reverse Osmosis
Dalam proses filtrasi dengan menggunakan membrane reverse osmosis, terdapat
beberapa faktor-faktor yang saling berkaitan sehingga akan mempengaruhi pula kualitas
air hasil filtrasi. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tekanan
Menurut Heimann (dalam Yusuf, t.t. :8), tekanan mempengaruhi laju alir bahan pelarut
yang melalui membran itu. Laju alir meningkat dengan terus meningkatnya tekanan,
dan mutu air olahan (permeate) juga semakin meningkat.
Tekanan memegang peranan penting bagi laju permeate yang terjadi pada proses
membran. Semakin tinggi tekanan suatu membrane, maka semakin besar pula fluks
yang dihasilkan permeate (Nasaa dan Dewi, 2004).
2. Temperatur/suhu
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8), standar temperature yang digunakan dari
70 F (21 C), tetapi umumnya yang digunakan mulai dari 85 (29C).
3. Kepadatan/kerapatan membran
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8), semakin rapat membran, maka semakin
baik air olahan yang dihasilkan.
4. Flux(fluks)
Nasa dan Dewi (dalam Yusuf, t.t. :8 ), gerakan air yang terus menerus. Untuk
menentukan fluks dapat diperoleh dengan menghitung laju alir permeate per satuan luas
membrane.
5. Recovery Factor
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8),semakin tinggi faktor perolehan maka
semakin baik konsentrasi garam pada proses pengolahan air payau yang didapat.
Umumnya factor recovery mempunyai Batasan 75 95 %.
6. Salt Rejection (rejeksi garam-garam)
Nasa dan Dewi (dalam Yusuf, t.t. :8 ),garam rejeksi tergantung dari tipe dan
karakteristik pemilihan membrane. Namun juga sangat tergantung pada kondisi
operasi, konsentrasi larutan umpan dan debit aliran. Nilai rejeksi merupakan angka
mutlak.
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8), umumnya nilai rejeksi dari 85-99.5%
dengan 95% yang lebih sering digunakan.
7. Ketahanan membrane
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8), membran hanya dapat bertahan sebentar
(akan cepat rusak) apabila terlalu banyak komponen-komponen yang tidak diinginkan
ikut masuk di dalam air umpan, seperti bakteri, jamur, phenol, dan bahkan nilai pH
terlalu tinggi atau rendah. Biasanya membrane dapat bertahan selama 2 tahun dengan
perubahan pada efisiensinya.
8. pH
pH pada membran yang sering digunakan memiliki batasan operasi antara 6 7.7
(Yusuf, t.t.)
9. Kekeruhan (Turbidity)
Menurut Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8), reverse osmosis digunakan untuk
memindahkan atau menyingkirkan kekeruhan dari umpan (air masuk).
10. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Preatreatment merupakan proses awal yang dilakukan untuk menambah daya tahan
penggunaan membran serta mengurangi partikel dengan berat molekul yang lebih
tinggi masuk ke membrane (Yusuf, t.t.)
1. Membran sensitive atau tidak sensitive tidak efisien bila digunakan berlebihan
2. Air umpan harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan partikulat-partikulat
3. Operasi RO membutuhkan material dan alat dengan kualitas standar yang tinggi
4. Ada kemungkinan terjadi pertumbuhan bakteri pada membrane itu sendiri.
(Maulana dan Widodo, t.t.)
2.5 Perbandingan Membran Reverse Osmosis dengan Membran Lainnya
Selain gambar di atas perbedaan struktur berbagai membran dapat dilihat pada tabel
berikut.
2.7 Korelasi Nilai TDS Tiap Waktu Pada Reverse Osmosis Dalam Grafik
Gambar 3. Grafik TDS terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air
baku 6,27
METODOLOGI PERCOBAAN
15 15 18,89 6,81 4,22 2,07 303 0,557 8,13 6,28 2,09 0,7
30 0 18,94 6,91 4,36 1,94 295 0,571 8,49 7,09 1,92 0,68
45 0 26,61 6,36 4,74 1,81 315 0,595 7,94 6,42 1,95 0,72
60 0 33,6 6,53 4,34 1,95 309 0,596 8,80 6,76 1,89 0,68
75 0 39,7 6,62 4,15 1,94 317 0,636 8,49 6,62 1,87 0,7
90 0 41,9 6,35 4,51 2,15 316 0,787 7,90 6,72 1,80 0,71
BAB IV
Pada praktikum kali ini, tujua yang hendak dicapai, yaitu menentukan nilai parameter
hasil proses reverse osmosis yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik. Penentuan
parameter tersebut dilakukan dengan pengamatan setiap 15 menit hingga diperoleh 6 titik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut.
98
97
96
95
94
93
92
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
% Rejection diamati berdasarkan besarnya selisih TDS influent dengan TDS pada
permeat di setiap waktu. Pada grafik di atas teramati bahwa % rejection pada proses reverse
osmosis berkisar pada 93% - 100 %. Nilai tersebut telah sesuai dengan yang disampaikan
oleh Eckenfelder (dalam Yusuf, t.t. :8) dimana % rejeksi berkisar pada 85% -99,5 %.
Pada titik awal ke titik keduaa diperoleh peningkatan persentase rejeksi yang
mengindikasikan bahwa sedang berlangsungnya proses filtrasi menggunakan membran
reverse osmosis hingga diperoleh nilai TDS nol pada aliran permeat.
4.2 Membuat kurva/grafik hubungan antara TDS, DHL, kekeruhan, dan pH di aliran permeat
dan konsentrat terhadap waktu
200
150 Permeat
100 Konsentrat
50
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Pada grafik di atas diperoleh hasil TDS yang konstan di aliran permeat dan
fluktuatif di aliran konsentrat. Pada aliran permeat diperoleh TDS bernilai nol pada titik
kedua hingga titik terakhir pengamatan. Hal tersebut mengindikasiskan bahwa proses
pada tiap filter pada alat reverse osmosis berjalan dengan baik hingga tidak terdapat
padatan padatan pada aliran keluar permeatnya.
500
400 Permeat
300
Konsentrat
200
100
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Pada grafik di atas teramati nilai DHL pada aliran permeat dan konsentrat di
tiap waktunya. Teramati bahwa baik pada permeat maupun konsentrat memiliki nilai
DHL yang cenderung naik. Nilai DHL pada permeat terukur 18,89 41,9 S/cm.
Nilai DHL pada konsentrat terukur 0,571 0,787 mS/cm .
Sama halnya dengan TDS, besarnya DHL pada setiap waktu akan mengalami
penurunan karena telah melewati membran reverse osmosis, namaun hasil
pengamatan menunjukkan hasil sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah
ion yang terfilter dalam membran ikut masuk dalam air keluaran permeat dan
konsentrat dikarenakan telah melebihi batasan jumlah ion yang dapat terfilter
sehingga ketika proses terus berjalan ion akan memaksa ikut keluar dengan air.
Pada setiap titiknya teramati bahwa nilai DHL konsentrat lebih tinggi
dibandingkan permeat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi yang lebih
rendah tetap diperoleh pada permeat sebagai pelarut murni (air) seperti yang
disampaikan aspiyanto..
C. Kekeruhan terhadap Waktu
2.05
2
1.95 Kekeruhan Permeat
1.9
Kekeruhan Konsentrat
1.85
1.8
1.75
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
6.7
6.6 pH Permeat
6.5 pH Konsentrat
6.4
6.3
6.2
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Pada grafik di atas teramati pH yang fluktuatif selama proses reverse osmosis
baik pada permeat maupun pada konsentrat. pH permeat pada 6.35 6,91 sedangkan pH
konsentrat pada 6,28 7,09. Nilai tersebut menunjukan keadaaan netral pada masing-
masing keluaran . Hasil pH tersebut juga telah sesuai dengan yang disampaikan Yunus,
bahwa pH dari proses reverse osmosisini berkisar 6 7,7.
4.3 Menentukan korelasi antara konsentrasi zat-terlarut yang dinyatakan dalam DHL dan
TDS terhadap laju alir selama proses reverse osmosis berlangsung.
6
5
4 Permeat
3 Konsentrat
2
1
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
Laju alir permeat dan konsentrat diamati setiap 15 menit dengan hasil seperti grafik di
atas. Hasil diatas menunjukkan bahwa laju ali permeat dan konsentrat mengalami perubahan,
namun tidak terlalu signifikan dimana laju alir permeat di kisaran 4,22 4.51 ml/s sementara
laju alir konsentrat di kisaran 1,80 2,09 ml/s. Dari nilai dan grafik tersebut teramati bahwa
laju alir permeat dan konsentrat pada setiap waktunya konstan sehingga besarnya laju alir tidak
memmpengaruhi besaran lainnya yang diperoleh.
BAB V
KESIMPULAN
Ariyanti, D dan I.N. Widiasa. 2011. Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis Untuk Pemurnian Air
Skala Rumah Tangga. Semarang : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
Aspiyanto. 2015. Potensi dan Aplikasi Diafiltrasi Bidang Pangan, Perkebunan, dan
Peternakan. Tanggerang Salatan: Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Eckenfelder, W Wisley, Jr. 2000. Industrial water Pollution Control. Third edition. M Graw-
Hill, New York.
Ghozali, Mukhtar. 2008. Reverse Osmosis (RO). Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
Kaliappan,S, dkk.2005. Recovery and Reuse of Water from Effluents of Cooling. J indian
Institute of Science, Vol.85.Hal 215-221.
Maulana da Widodo. t.t. Pengolahan Air Produk Reverse Osmosis Sebagai Umpan Boiler
Dengan Menggunakan Ion Exchange. Semarang : Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Universitas Diponegoro.
Metclaf and Eddy.2004. Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse. Fourth edition,
Mc- Graw- Hill, inc. New York. St. Fransisco, Aukland.
Nur,M.R.. 2013.Pengolahan Air Sumur Menjadi Air Minum Menggunakan Membran Reverse
Osmosis: pengaruh Rasio Volume Permeat Dengan Volume Total Terhadap Kinerja
Membran, sjripsi, Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Lambung
Mangkurat, BanjarBaru.
R.A., Azfah, dkk. T.T.. Studi Awal Reverse Osmosis Tekanan Rendah Untuk Air Payau Dengan
Kadar Salinitas dan Suspended Solid Rendah. Jurusan Teknik Lingkungan. Institut
Sepuluh Nopember.
Yustikasari, Artati dkk. T.T.. Studi Skala Pilot Pengolahan Air Asam Tambag (ATT)
Menggunakan Membran Reverse Osmosis (RO): Pengaruh pH Dan Tekanan
Terhadap Kinerja RO. Kalimantan Selatan. UTM
Yusuf, Etikasari dkk. t.t. Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih Dengan Menggunakan
Membran Reverse Osmosis. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran
LAMPIRAN
Penentuan %Rejection
( )
% = 100%
b. Penentuan %Rejection saat t=30 menit, t=45menit, t=60 menit, t=75 menit, dan t=90
menit
Karena besarnya TDS pada t=30 menit, t=45menit, t=60 menit, t=75 menit, dan t=90
menit adalah sama, maka besarnya %Rejection pun sama.
( )
% = 100%
(210 0)
% = 100%
210
% = 100 %