Anda di halaman 1dari 5

URBANISASI PASKA HARI RAYA DI JAKARTA

DISUSUN OLEH:

NOPIANI (10011181621018)

NEYSA ASTIZA 10011181621056)

PUTRI FEBRIYENI 10011381621086)

LINSY ANGGRAINI PUTRI (10011381621109)

RIZKA QOMARIYAH 10011381621091)

INDAS DARA NANDA (10011381621119)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
URBANISASI PASKA HARI RAYA DI JAKARTA

Urbanisasi merupakan sebuah fenomena yang sudah menjadi tradisi di


masyarakat Indonesia. Dalam definisinya, urbanisasi merupakan perpindahan
penduduk dari desa ke kota baik dengan tujuan menetap atau sementara. Tradisi
urbanisasi terbesar biasanya dilakukan setelah hari raya Idul Fitri bersamaan
dengan para pemudik yang akan kembali ke kotanya masing-masing. Dengan
harapan untuk memperbaiki kualitas hidup, berbondong-bondong ke Ibu kota dan
kota-kota besar lainnya sudah menjadi kebiasaan unik negara Indonesia. Tradisi
ini bahkan terus meningkat setiap tahun mengingat semakin melimpahnya usia
produktif di negara Indonesia.
Motif ekonomi menjadi faktor pendorong terbesar dalam masalah
urbanisasi. Selain karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan di desa, usia
produktif di daerah pedesaan ingin meningkatkan taraf hidup keluarga ke arah
yang lebih mapan dengan cara mencari pekerjaan di daerah perkotaan.
Perpindahan masyarakat daerah ke Jakarta dalam lima tahun terakhir
meningkat. Kecenderungannya, masyarakat daerah lain masuk Jakarta
memanfaatkan momentum mudik Lebaran. Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Disdukcapil) Pemerintah DKI Jakarta mengantongi data jumlah pemudik
setiap tahun. Data itu akan dibandingkan dengan jumlah arus balik setelah ebaran
untuk mengetahui angka pendatang baru.
Berdasarkan data Disduk capil, pada 2012 sebanyak 6.004.344 orang
mudik dari Jakarta. Saat arus balik, yang masuk Jakarta sebanyak 6.052.176
orang. Dari data itu, diperkirakan pendatang baru di Jakarta pada 2012 mencapai
47.832. Pada 2013, pemudik dari Jakarta sebanyak 6.442.205. Saat arus balik,
warga yang datang ke Jakarta 6.496.962. Pendatang baru diperkirakan 54.757.
Setahun kemudian, jumlah pemudik menurun menjadi 3.616.744. Namun ada
penambahan saat arus balik sebanyak 68.537. Pada 2015, ada sebanyak 6.544.631
pemudik. Tahun 2016 lalu, pendatang baru di Jakarta sekira 68.763. Sebab, saat
mudik sebanyak 6.179.833, sedangkan arus balik 6.248.596.Kepala Dinas
Disdukcapil DKI Jakarta Edison Sianturi memprediksi pendatang baru di Jakarta
naik setelah lebaran 2017. Prediksinya berdasarkan selisih jumlah keberangkatan
saat mudik dan arus balik. Data arus mudik 2017 6.414.000 orang dengan arus
balik 6.485.000 yang artinya kenaikan ada 70.000 lebih.
Fenomena urbanisasi ini tentunya mempunyai dampak positif dan negatif
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dampak positif urbanisasi
diantaranya adalah dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kota, banyak di
antara penduduk desa yang telah ber-urbanisasi ke kota tergolong orang yang
berhasil membawa dampak positif bagi pembangunan desa, meningkatkan taraf
hidup keluarga yang ditinggalkan di desa, dinamika kehidupan kota bertambah
ramai seperti kegiatan perdagangan, kesempatan membuka usaha-usaha baru
semakin luas.
Tidak hanya dampak positif, urbanisasi juga menimbulkan dampak negatif
yaitu melonjaknya jumlah penduduk sehingga persebaran penduduk tidak merata
yang menimbulkan kesenjangan sosial, mendorong terjadinya kemacetan lalu
lintas, mendorong meningkatnya harga lahan di kota sehingga sulit dijangkau oleh
masyarakat kecil, banyaknya yang tinggal di kota menyebabkan persediaan tenaga
kerja lebih besar daripada kesempatan kerja sehingga terjadilah pengangguran,
banyaknya pengangguran dapat mendorong meningkatnya kriminalitas, padatnya
penduduk di kota menyebabkan timbulnya permukiman permukiman kumuh.
Dilihat dari dampak negatif urbanisasi, urbanisasi mengakibatkan
melonjaknya penduduk yang akan mengakibatkan banyak masalah yang akan
menjadi bom waktu untuk pembangunan negeri ini, kepesatan pembangunan di
negeri ini dengan kondisi urban bias berakibat kota-kota mengalami permasalahan
lebih berat, yakni makin membesarnya jumlah penduduk di satu sisi, serta
penyediaan lapangan kerja dan daya tampung kota makin terbatas yang berunjuk
pemerintah kota kesulitan menyediakan sarana dan prasarana umum serta
pelayanan sosial yang baik.
Selain dari masalah masalah bom waktu kependudukan masalah urbanisasi
membuat pemerintah kota sulit memecahkan masalah kesehatan. Dari masalah itu
akhirnya pemerintah sulit mengendalikan laju kependudukan yang akhirnya
bermuara pada kesehatan. Daya dukung kota sulit mengikuti proses urbanisasi
yang menimbulkan ledakan jumlah penduduk di perkotaan karena lahan kosong
sangat sulit ditemui, banyak ruang terbuka yang beralihfungsi menjadi lapak
pedagang kaki lima (PKL), tempat parkir, bahkan perumahan warga. Banyak DAS
(daerah aliran sungai) yang berubah fungsi menjadi permukiman warga dan
kawasan industri ilegal.
Para penduduk yang melakukan urbanisasi tidak semuanya mempunyai
skill maupun pendidikan yang cukup untuk bersaing di kehidupan perkotaan, di
pihak lain tidak mudah untuk mendapatkan perumahan legal diperkotaan dengan
kondisi ekonomi yang minim, dengan segala keterbatasan ini mereka mendiami
tempat atau tanah yang sudah selayaknya ilegal untuk dihuni seperti pinggiran
sungai, kolong jembatan atau pinggir rel kereta api. Yang menjadi perhatian
utama penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya
sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk bertahan hidup. Sehingga
tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan dan kesehatan, menjadi terabaikan
dan kurang diperhatikan. Kondisi seperti itu menyebabkan mereka mudah
terserang penyakit menular. Perkampungan kumuh ini umumnya sangat minim
sarana dan prasaran, seperti air minum, listrik, fasilitas pelayanan mandi, cuci,
kakus (MCK), sistem pembuatan sampah, fasilitas kesehatan dan sebagainya.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2007), menunjukkan
hanya 65,7% penduduk perkotaan memiliki WC dengan septic tank, dan hanya
42,7% yang menggunakan sumber air minum dari sumur/ledeng yang terlindung.
Sulitnya mendapatkan pelayanan air bersih yang murah mendorong penduduk
perkotaan yang bermukim di tepi sungai menggunakan sungai untuk mandi, cuci,
kakus, dan tempat membuang sampah. Keadaan ini diperburuk oleh ulah pabrik
industri yang membuang limbah di daerah aliran sungai (DAS).
Apabila permasalahan urbanisasi ini tidak segera ditangani maka masalah
urbanisasi dan kesehatan akan terus menjadi tantangan bagi pemerintah
kedepannya, apalagi masalah kesehatan penduduk bukan lah masalah yang ringan,
karena menangani masalah kesehatan penduduk perlu fokus dan terintegrasi. Ini
bukan hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga badan lainnya, kesadaran dan
kepekaan masyarakat terhadap lingkungan serta kesehatan juga harus
ditingkatkan. Dengan urbanisasi yang terus meningkat setiap tahunnya ke Jakarta
pasca hari raya maka perlu adanya pemberdayaan masyarakat agar bisa bertahan
di tengah keras nya ibu kota.

Anda mungkin juga menyukai