Anda di halaman 1dari 15

Pemberongsongan Buah di Pohon Mempengaruhi Kualitas Jambu yang

Dipanen pada Tahap Pematangan Berbeda Selama Musim Panas

Nadeem Akhtar Abbasi, Muhammad Amjad Chaudhary, Malik Ikram Ali, Azhar
Hussain dan Irfan Ali
Publikasi: Int. J. Agric. Biol., 16: 543549
http://www.fspublishers.org

Abstrak

Infestasi lalat buah merugikan tanaman jambu terutama pada musim panas
dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan. Teknik pemberongsongan
dapat melindungi buah dari hama dan mengurangi residu pestisida, sehingga
meningkatkan kualitas buah. Dalam penelitian ini, bahan pemberongsong buah di
pohon yang berbeda digunakan untuk meningkatkan kualitas buah (kantong
koran/newspaper bags, kantong plastik berlubang/perforated polyethylene bags,
kantong kain kasa/muslin clothing bags dan kantong kain jaring/netted cloth
bags). Pematangan buah tetap berlangsung normal pada buah yang diberongsong
dan tidak diberongsong kecuali kantong koran, yang tertunda secara signifikan.
Buah yang diberongsong menunjukkan kerusakan akibat serangan lalat buah,
hama dan penyakit lain yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol yang
tidak diberongsong, dimana tidak ada buah yang tanpa serangan hama. Kantong
plastik berlubang mengurangi kerusakan oleh lalat buah sampai batas maksimum
diikuti oleh kantong koran dan kantong kain kasa. Analisis ekonomi menunjukkan
bahwa semua teknik pemberongsongan efektif biaya. Namun, buah yang
diberongsong dengan kantong plastik berlubang/perforated polyethylene bags
menunjukkan BCR (benefit cost ratio) maksimum dengan kualitas buah yang
lebih baik. Selain itu, pemberongsongan dengan kantong koran menunjukkan
susut bobot buah yang terendah (2.72%), kekerasan buah maksimum (84.1N) dan
pH tertinggi (4.35) selama penyimpanan. Buah yang tidak diberongsong memiliki
nilai susut bobot buah yang tertinggi (5.46%), sedangkan nilai kekerasan buah
50.3 N. Nilai tertinggi untuk gula pereduksi (3.45%), gula non-pereduksi (3.03%)

Jurnal Original: Abbasi NA, Chaudhary, Ali MI, Hussain A, Irfan A. 2014. On Tree Fruit Bagging
Influences Quality of Guava Harvested at Different Maturity Stages during Summer. Int. J. Agric.
Biol., 16: 543549 1
dan total gula (7.34%) terdapat pada buah yang diberongsong menggunakan
kantong plastik berlubang/perforated polyethylene bags. Di antara berbagai
perlakuan pemberongsongan dengan kantong plastik berlubang diketahui
mempunyai hasil evaluasi sensorik terbaik. Dalam hal kematangan panen, buah
pada tahap kuning masak menunjukkan karakteristik organoleptik yang lebih baik
pada saat pematangan tetapi memiliki masa simpan terpendek dibandingkan
dengan tahap hijau matang dan hijau kekuningan, karena itu hanya cocok untuk
pasar lokal.
Kata kunci: Jambu; pemberongsongan buah; kualitas buah; lalat buah; tanaman
musim panas; keamanan pangan

Pendahuluan

Jambu (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah yang penting dari
daerah tropis dan subtropis di dunia. Negara penghasil jambu utama antara lain
Afrika Selatan, India, Brazil, Mesir, Meksiko, Venezuela, Columbia dan Pakistan.
Di Pakistan, jambu tumbuh di atas lahan seluas 62 300 hektar dan menghasilkan
512 300 ton jambu (Hassan et al. 2012). Ini peringkat kelima setelah jeruk,
mangga, pisang dan apel di Pakistan.
Provinsi Punjab memberikan kontribusi utama produksi jambu sebesar 49
700 ha (80%) dan 422 300 ton (82%) (Anonim 2011). Sentra jambu utama di
Pakistan antara lain daerah Kasur, Lahore, Sheikhupura, Sanglah Hills,
Gujranawala, Kohat, Haripur, Larkana dan Hyderabad (Hassan et al. 2012).
Jambu adalah salah satu tanaman buah yang paling bergizi dari sub benua
Indo-Pak. Tergantung pada spesiesnya, buah ini mengandung vitamin C (lebih
dari 200 mg 100-1 g) 4 kali lebih banyak dari jeruk, vitamin A, vitamin B,
magnesium, kalium, dan dianggap sebagai makanan rendah kalori (Jimenez-
Escrig et al. 2001). Buah ini juga mengandung kelompok antioksidan utama
seperti polifenol dan karotenoid yang bertanggung jawab pada tingginya nilai gizi
(Hassimotto et al. 2005). Asam lemak omega-3 dan omega-6 yang termasuk
kelompok asam lemak tak jenuh dan serat makanan merupakan salah satu unsur
yang paling penting pada biji jambu (Anonim 2009). Buah jambu biji memiliki

2
permintaan tinggi tapi infestasi serangan lalat buah selama musim panas oleh
Anastrepha striata Schiner dan Bactrocera zonata Saunders sangat buruk
menyebabkan kehilangan hasil. Lalat buah lebih memilih jambu biji sebagai
inang/host dan larva yang disuntikkan menyebabkan kerusakan utama dengan
memakan bagian dalam buah selama pertumbuhan dan perkembangan buah
(Stonehouse et al. 2005).
Serangan hama lalat buah yang berlebihan membuat buah gugur dan tidak
bisa dimakan. Sebagian besar, para petani menggunduli pohon jambu selama
musim panas agar tidak berbunga karena pada saat itu serangan lalat buah sangat
besar, hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan buah pada musim dingin. Para
petani yang memanen buah pada musim panas biasanya menyemprotkan pestisida
untuk membatasi serangan lalat buah, yang menyebabkan tingginya residu kimia
pada buah.
Pemberongsongan merupakan teknik perlindungan secara fisik, tidak hanya
melindungi buah dari hama dan penyakit, tetapi juga mempengaruhi kualitas
produk dengan mengubah lingkungan mikro buah selama perkembangan buah
(Son dan Lee 2008). Pemberongsongan pada buah yang berbeda selama
perkembangannya dapat mengurangi kemungkinan kerusakan fisik, memperbaiki
warna pada saat panen (Byers dan Carbaugh 1995, Muchui et al. 2010) dan
kualitas buah yang tinggi (Kitagawa et al. 1992). Beberapa negara telah
mengadopsi teknik ini untuk mengontrol kerusakan yang disebabkan oleh lalat
buah. Perlakuan pemberongsongan sebelum panen mengurangi efek residual
agrokimia, mencegah kulit buah terbakar, mengurangi kerusakan mekanis dan
mengendalikan kerusakan hama serangga pada buah (Amarante et al. 2002a). Di
Taiwan praktek ini secara teratur digunakan untuk melindungi buah yang berbeda
(mangga, markisa dan jambu biji) dari lalat buah oriental Bactrocera dorsalis
(Lee 1988).
Kualitas buah juga berhubungan dengan tahap kematangan buah saat panen.
Jambu dipanen pada tiga tingkat kematangan yang berbeda yaitu hijau matang,
hijau kekuningan dan kuning masak (Silva et al. 1998). Serangan lalat buah dan
burung meningkat seiring dengan peningkatan pelunakan dan pematangan buah.
Masa simpan buah matang pohon pendek tapi kualitasnya lebih unggul sementara

3
tahap pematangan yang lebih awal menghasilkan kualitas buah yang masih bisa
dikompromikan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan teknik
pemberongsongan untuk melindungi buah jambu yang dihasilkan pada musim
panas dari efek buruk serangan lalat buah. Selain itu, tahap kematangan buah yang
tepat untuk menghasilkan kualitas buah optimal juga ditentukan.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada kebun jambu "Riaz Farm" di Dhok Gujjran
(lintang utara 3358'-timur 73o05'), Rawalpindi, Punjab, Pakistan. Untuk evaluasi
kualitas buah, buah yang dipanen dibawa ke Laboratorium pascapanen,
Departemen Hortikultura, PMAS-Arid Agriculture University, Rawalpindi. Tiga
puluh pohon jambu dipilih yang seragam berusia sepuluh tahun untuk penelitian
ini, dua pohon sebagai unit ulangan. Sepuluh pohon di setiap blok/ulangan yang
dipilih dan diberi perlakuan pemberongsongan (kontrol / tanpa pemberongsongan,
kantong koran, kantong plastik berlubang, kantong kain kasa dan kantong kain
jaring) secara acak untuk setiap pohon. Lima puluh buah berukuran seragam di
setiap pohon diberongsong sebagai perlakuan, kecuali pada enam pohon kontrol.
Seribu dua ratus buah dari perlakuan pemberongsongan yang berbeda dipanen,
dicuci dengan air suling, dikeringanginkan dan dipisahkan menjadi tiga kelompok
sesuai dengan tahap kematangan berdasarkan perbedaan warna kulit dan
kekerasan buah seperti yang dijelaskan oleh Silva et al. (1998), yaitu tahap I =
hijau matang dan tekstur keras; Tahap II = hijau kekuningan dan tekstur semi-
keras; dan tahap III = kuning masak dan tekstur lunak. Buah dibiarkan matang
selama 15 hari pada suhu 15C untuk mengevaluasi/uji kualitas buah baik dengan
pengujian laboratorium dan pengujian organoleptik. Parameter kualitas dipelajari
dan dijelaskan berikut ini.
Persentase kehilangan/susut bobot buah ditentukan pada tahap pematangan
dengan persamaan berikut:

% susut bobot =

4
Kekerasan buah, tiga buah tiap perlakuan tiap ulangan dipilih. Kekerasan
buah diukur dengan mengupas buah menjadi 2 bagian ekuatorial dan perhitungan
kekerasan buah (N) dengan rata-rata nilai dari Wagner Fruit Firmness Tester
(Model FT-327 Japan) yang dilengkapi dengan plunger 8 mm. Buah yang
digunakan untuk menentukan kekerasan buah kemudian dipotong-potong kecil
dan jus diekstraksi dengan juicer untuk menganalisis kandungan ascorbic acid,
asam tertitrasi, pH, padatan terlarut total dan gula. Kadar ascorbic acid (mg 100
ml-1 jus) ditentukan pada setiap tahap pemanenan sesuai dengan metode yang
dijelaskan oleh Hans (1992).
Asam tertitrasi, 10 ml sari jambu dicampur dengan 40 ml air suling, dan
tambahkan 2-3 tetes fenolftalein. 10 ml alikuot dimasukkan ke dalam labu titrasi
dan dititrasi menggunakan 0,1 N NaOH sampai dihasilkan larutan warna merah
muda permanen muncul. Tiga bacaan berturut-turut diambil dan persen keasaman
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

pH jus buah diukur dengan menggunakan digital pH meter (Model: Knick


646) menggunakan metode No.981.12-b dari Association of Official Analytical
Chemist (AOAC).
Padatan terlarut total (total soluble solid/TSS) yang diukur berdasarkan
metode AOAC (1990) menggunakan hand refraktometer pada suhu kamar.
Gula total dan gula pereduksi diperkirakan dengan metode Hortwitz (1960)
dan gula non-pereduksi dihitung menggunakan rumus berikut:

Gula non-pereduksi (%) = [gula total (%) gula pereduksi (%)] 0,95

Evaluasi secara organoleptik buah untuk peubah warna pulp, rasa, aroma,
cita rasa dan tekstur dilakukan dengan metode skala hedonik dari Peryam dan
Pilgrim (1957).
Secara ekonomi perlakuan bahan pemberongsongan yang berbeda
ditentukan oleh BCR (benefit cost ratio). Jika BCR lebih dari 1 pada beberapa

5
bahan pemberongsongan, itu berarti bahwa bahan tersebut yang paling hemat
biaya dan menguntungkan bagi petani. BCR dihitung dengan rumus: BCR = TR /
TC, dimana TR dan TC merupakan total pendapatan dari buah jambu dan total
biaya yang digunakan oleh masing-masing teknik pemberongsongan.

Analisis statistik

Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)


faktorial dan data yang dikumpulkan untuk dianalisis menggunakan MSTAT-C
software (Michigan State University 1988). Rata-rata nilai dibandingkan dengan
Least Significant Difference (LSD) test atau Uji Beda Nyata Terkecil pada tingkat
probabilitas 5% (Steel et al. 1997).

Hasil

Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada kematangan


buah
Buah dari masing-masing ulangan (pohon) dipanen ketika warna buah
berubah menjadi hijau muda mengkilat. Pengaruh perlakuan pemberongsongan
pada saat pematangan buah jambu disajikan pada Tabel 1. Pemberongsongan
dengan kantong koran membutuhkan waktu untuk matang komersial selama 98
hari setelah buah terbentuk. Sedangkan pada kontrol, kantong plastik berlubang,
kantong kain kasa dan kantong kain jaring, buah membutuhkan waktu 91 hari
untuk menjadi dewasa.

Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada kerusakan akibat


lalat buah
Diantara berbagai perlakukan pemberongsongan buah, penggunaan kantong
plastik berlubang menunjukkan kerusakan buah minimum akibat lalat buah
(3.93%), diikuti oleh kantong koran (5.71%) dan kantong kain kasa (7.65%), dan
serangan maksimum terjadi pada kontrol (buah tanpa diberongsong) (96,02%).

6
Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada kerusakan fisik /
bercak/serangan penyakit
Perlakuan pemberongsongan secara signifikan menurunkan kerusakan, noda
dan serangan penyakit dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Kantong plastik
berlubang dan kantong koran menyebabkan serangan penyakit minimum (7.69%,
7.88%). Sedangkan kerusakan maksimum (93,94%) diamati terjadi pada buah
kontrol.
Tabel 1. Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada kerusakan
akibat serangan lalat buah dan penyakit
Days to Fruit fly Physical damage/
Treatments
maturity damage disease attack
Control 91 96.02 a 93.94 a
Newspaper bags 98 5.71 d 7.88 d
Perforated
91 3.93 e 7.69 d
polyethylene bags
Netted cloth bags 91 7.65 c 19.65 c
Muslin cloth bags 91 32.61 b 29.52 b
LSD 1.673 2.549
Rerata dengan huruf yang sama pada kolom yang sama secara statistik menggunakan Uji BNT

Pengaruh kematangan buah dan perlakuan pemberongsongan pada kualitas


buah jambu pada tahap pematangan
Buah kuning masak mencapai pada tahap matang setelah 3 hari, hijau
kekuningan setelah 7 hari dan hijau matang setelah 15 hari dari waktu panen.

Susut Bobot Buah


Buah yang diberongsong menggunakan kantong plastik berlubang di pohon
dipanen pada tahap hijau matang-tekstur keras menunjukkan susut bobot tertinggi
(5.44%), yang setara dengan buah kontrol (5.22%). Buah yang berkembang di
dalam kantong koran lebih rendah susut buahnya secara signifikan (2.88%) diikuti
oleh buah yang berkembang dalam kantong kain kasa (3.87%) dan kantong jaring
(4.22%). Buah dipanen pada tahap hijau kekuningan dan tekstur semi-keras, baik
buah yang tidak diberongsong dan buah yang diberongsong dengan kantong
plastik berlubang menunjukkan kerugian susut bobot buah signifikan lebih tinggi

7
(5.46%, 5.28%), sedangkan susut bobot terkecil diamati terjadi pada buah yang
berkembang dalam kantong koran (3.76%). Pada tahap buah kuning matang dan
tekstur lunak, susut bobot yang tertinggi (4.18%) terjadi pada perlakuan kontrol
dan kantong kain jaring, sementara susut bobot terendah teramati pada perlakuan
kantong koran (2.72%) dan kantong kain kasa (3.05%) (Tabel 2). Hasil penelitian
jelas menunjukkan bahwa buah yang diberongsong dengan kantong koran
menunjukkan susut bobot buah paling rendah tergantung kematangan panen.

Kekerasan Buah
Nilai kekerasan buah menurun selama penyimpanan dan pematangan buah
jambu terlepas dari perlakuan pemberongsongan. Kekerasan buah secara
signifikan lebih tinggi pada buah yang diberongsong dibandingkan dengan buah
kontrol tanpa diberongsong. Tabel 2 mencerminkan bahwa nilai maksimum dalam
tiga tahap pematangan (hijau matang, hijau kekuningan dan kuning masak) yang
ditunjukkan oleh buah di pohon yang diberongsong dengan kantong koran (84.1
N, 81.1 N dan 66.5 N, masing-masing) sementara kekerasan buah terendah
ditunjukkan pada perlakuan kontrol (58.1, 50.3 dan 46.8 N) pada tahap matang
sempurna.

Kadar Ascorbic acid


Kadar ascorbic acid tertinggi (Tabel 2) diamati pada buah yang
diberongsong dengan kantong koran di pohon (265.6, 266.2, 263.4 mg/100 ml)
untuk ketiga tahap pematangan buah masing-masing, diikuti oleh kantong kain
kasa, kantong plastik berlubang dan kantong kain jaring, sedangkan kadar
terendah diamati pada buah kontrol (261.4, 261.9 dan 258.0 mg/100 ml).

Asam Tertitrasi
Buah yang berkembang dalam kantong koran dan dipanen selama tahap
hijau matang dan hijau kekuningan memiliki nilai keasaman yang nyata lebih
tinggi (0.66 dan 0.68%) masing-masing dibandingkan dengan perlakuan kontrol
atau perlakuan tanpa pemberongsongan buah (0.54 dan 0.55%). Adapun buah
kuning matang dan tekstur lunak, asam tertitrasi yang tertinggi 0.67% diamati

8
pada buah yang berkembang di dalam kantong plastik berlubang dan terendah
pada kantong jaring (0.55%).

pH Juice Buah
pH tertinggi diamati pada buah yang diberongsong dengan kantong koran di
pohon. pH pada masing-masing tahap adalah 4.34, 4.34 dan 4.35 pada buah hijau
matang, hijau kekuningan dan kuning masak, sedangkan yang terendah diamati
pada buah dalam kantong jaring dengan pH 4.23, 4.20 dan 4.20 pada tiga tingkat
kematangan berbeda (Tabel 2).

Total Padatan larut


Kandungan padatan terlarut total (total soluble solid/TSS) tertinggi diamati
pada buah yang diberongsong dengan kantong plastik berlubang. Nilai TSS
sebesar 8.62, 9.40, 4.45 Brix, sedangkan TSS terendah diamati pada buah kontrol
dengan nilai-nilai 7.42, 8.23 dan 4.19 Brix masing-masing dalam tahap hijau
matang, tahap hijau kekuningan dan tahap kuning matang.

Gula Pereduksi (%)


Dari data yang disajikan dalam Tabel 2, jelas membuktikan bahwa
kandungan gula pereduksi tertinggi diamati pada buah yang berkembang dalam
kantong plastik berlubang di pohon sebelum panen (3.45%, 3.44% dan 3.2%) dan
diikuti oleh buah yang tidak diberongsong (3.12%, 3.11% dan 3.26%) masing-
masing pada tahap matang hijau, hijau kekuningan dan tahap kuning masak.
Kandungan gula pereduksi terendah diamati pada bahan pemberongsong buah
dengan kantong kain kasa masing-masing dengan nilai 2.40%, 2.39% dan 2.51%
dalam tiga tahap pematangan buah.

Gula Non-Pereduksi
Kandungan gula non-pereduksi tertinggi diamati pada buah yang
diberongsong dengan kantong plastik berlubang di pohon (2.69, 3.03 dan 2.90%)
masing-masing pada tahap matang hijau, tahap hijau kekuningan dan tahap kuning
masak. Kandungan gula non-pereduksi terendah diamati pada perlakuan buah

9
kontrol (2.17%, 2.44% dan 2.35%) dan buah yang diberongsong dengan kantong
kain kasa (masing-masing 2.27%, 2.55% dan 2.46%).
Tabel 2. Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada parameter
kualitas buah yang berbeda pada tahap pematangan*
Treatments Maturity FWL Fruit AA TSS TA pH RS NRS TS
stages (%) firmness (mg/100mg) (0Brix) (%) (%) (%) (%)
(N)
Control Mature green 5.22a 58.7e 261.4c 7.42d 0.54c 4.27ab 3.12b 2.17c 6.76e
Green yellow 5.46a 50.3e 261.9c 8.23c 0.55b 4.26ab 3.11b 2.44c 6.77e
Yellow ripe 4.18a 46.8d 258.0b 4.19c 0.65a 4.26b 3.26ab 2.35c 6.92e
Newspaper bags Mature green 2.88c 84.1a 265.6a 7.94bc 0.66a 4.35a 2.82c 2.42b 6.97c
Green yellow 3.76d 81.1a 266.2a 8.80b 0.68a 4.34a 2.81c 2.73b 6.99c
Yellow ripe 2.72c 66.5a 263.4a 4.34ab 0.63ab 4.34a 2.94bc 2.62b 7.13c
Perforated Mature green 5.44a 61.7d 262.7bc 8.62a 0.58bc 4.28ab 3.45a 2.69a 7.18a
polyethylene bags Green yellow 5.28a 57.6d 263.2bc 9.40a 0.59ab 4.25ab 3.44a 3.03a 7.20a
Yellow ripe 3.58b 52.0c 259.2b 4.45a 0.67a 4.25bc 3.42a 2.90a 7.34a
Muslin cloth bags Mature green 3.87b 74.0b 263.7b 7.76c 0.63ab 4.32ab 2.40e 2.27c 6.86d
Green yellow 4.17c 74.0b 264.2b 8.43c 0.63ab 4.30a 2.39e 2.55c 6.88d
Yellow ripe 3.05c 62.8ab 259.3b 4.31ab 0.59ab 4.31ab 2.51d 2.46c 7.03d
Netted cloth bags Mature green 4.22b 66.6c 261.7c 8.07b 0.62ab 4.23b 2.61d 2.53b 7.07b
Green yellow 5.04b 66.5c 262.3c 9.06b 0.65a 4.20b 2.60d 2.85b 7.09b
Yellow ripe 3.92ab 60.5b 257.9b 4.20c 0.55b 4.20c 2.73cd 2.73bc 7.24b
LSD values 0.3841 0.4164 2.116 0.3917 0.0863 0.0865 0.2151 0.1527 0.0530

Hijau matang setelah 15hari, hijau kekuningan setelah 7 hari dan kuning matang setelah 4 hari
Rerata dengan huruf yang sama pada kolom yang sama secara statistik menggunakan Uji BNT
FWL= susut bobot buah; AA= Ascorbic Acid; TSS=padatan terlarut total; TA= asam tertitrasi;
RS=gula pereduksi; NRS= gula non-pereduksi; TS= gula total

Total Gula
Kandungan gula total tertinggi diamati pada buah yang diberongsong
dengan kantong plastik berlubang di pohon (7.18%, 7.20% dan 7.34%) pada tiga
tahap panen. Kandungan gula total terendah diamati pada buah yang tidak
diberongsong dengan nilai 6.76%, 6.77% dan 6.92% berurutan pada tiga tahap
pematangan tersebut (Tabel 2).

Evaluasi Organoleptik
Diantara semua perlakuan, pemberongsongan buah dengan kantong plastik
berlubang secara signifikan memiliki skor lebih tinggi dari segi rasa, citarasa,
tekstur, aroma dan warna pulp, diikuti oleh buah yang diberongsong dengan
kantong koran (Tabel 3). Namun, buah kontrol memiliki nilai terendah untuk
karakteristik organoleptik. Tahap kuning masak secara signifikan memiliki nilai
organoleptik lebih tinggi diikuti oleh tahap hijau kekuningan dan hijau matang.

10
Tabel 3. Pengaruh perlakuan pemberongsongan yang berbeda pada evaluasi
organoleptik buah jambu biji pada tahap pematangan *

Treatments Maturity stages Flavor Aroma Taste Texture Pulp colour


Control Mature green 6.17 d 5.96 d 5.21 d 6.10 e 5.80 c
Green yellow 6.52 cd 6.50 cd 6.77 b 6.50 e 6.56 bc
Yellow ripe 6.62 c 6.40 e 7.15 c 6.66 e 6.83 c
Newspaper bags Mature green 6.68 b 6.70 ab 6.44 ab 6.45 d 6.03 b
Green yellow 7.00 b 6.88 b 7.14 a 7.13 b 6.92 b
Yellow ripe 7.18 ab 7.07 b 7.39 b 7.11 b 6.99 bc
Perforated Mature green 7.05 a 7.02 a 6.70 a 7.14 a 6.22 a
polyethylene bags Green yellow 7.47 a 7.34 a 7.40 a 7.39 a 7.31 a
Yellow ripe 7.64 a 7.58 a 7.85 a 7.59 a 7.66 a
Muslin cloth bags Mature green 6.51 bc 6.48 bc 6.20 bc 6.74 b 5.61 d
Green yellow 6.40 d 6.42 d 6.52 b 6.69 d 6.71 bc
Yellow ripe 6.95 bc 6.63 d 6.82 e 6.73 d 7.81 b
Netted cloth bags Mature green 6.28 cd 6.20 cd 5.95 c 6.59 c 5.83 c
Green yellow 6.72 bc 6.71 bc 6.68 b 6.91 c 6.49 c
Yellow ripe 6.86 bc 6.79 c 6.96 d 6.92 c 6.89 c
LSD values 0.39 0.23 0.22 0. 65 0.38

hijau dewasa setelah 15 hari, hijau kekuningan setelah 7 hari dan matang kuning setelah 4 hari
Rerata dengan huruf yang sama pada kolom yang sama secara statistik menggunakan Uji BNT

Analisis Ekonomi Penggunaan Bahan Pemberongsong


BCR mengindikasikan bahwa penggunaan biaya yang efektif pada semua
teknik pemberongsongan, menguntungkan petani, tanaman berproduksi dengan
keuntungan yang optimal dan menimbulkan biaya yang lebih rendah untuk petani.
Indikator BCR bervariasi pada teknik pemberongsongan. BCR tertinggi pada
penggunaan kantong plastik berlubang (21.02) diikuti oleh pemberongsongan
dengan kantong koran (BCR 4.53).

Tabel 4. Analisis ekonomi penggunaan bahan pemberongsongan pada lahan


seluas 1 hektar

Technique/ Fixed Variable Total Yield Yield Price Total Profit TR- Benefit
control cost cost cost per per acre (Rs./kg) return/TR TC(Rs.) cost
(Rs.) (Rs.) (Rs.) tree (kg) (Rs.) ratio
(kg) (BCR)
Control 2000 11070 13070 14.08 1591.04 30 47731.2 34661.2 3.65
Perforated 2500 21686 24186 56.25 6356.25 80 508500 484314 21.02
polyethylene
bags
Newspaper 2500 102535 105035 56.25 6356.25 75 476718.75 371683.75 4.53
bags
Netted cloth 2500 203663 206163 56.25 6356.25 75 476718.75 270555.75 2.31
bags
Muslin cloth 2500 130073 132573 56.25 6356.25 75 476718.75 344145.75 3.60
bags

11
Diskusi
Pemberongsongan pada buah-buahan merupakan salah satu teknik yang
diperlukan untuk memproduksi buah-buahan berkualitas dan telah diadopsi secara
universal dalam produksi buah (Zhai et al. 2006). Hampir semua spesies lalat
buah merupakan hama karantina (Abbasi et al. 2009). Sebagian besar negara-
negara pengimpor buah mewajibkan buah harus diberongsong (Qin et al. 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah yang diberi perlakukan secara
signifikan mengurangi kejadian kerusakan akibat serangan lalat buah dan penyakit
yang menyebabkan kerusakan langsung dengan ditusuknya kulit buah untuk
meletakkan telur lalat. Buah diberongsong dengan kertas biasa digunakan di
beberapa negara Asia untuk kontrol lalat buah. Hasil ini sejalan dengan temuan
Jackson (1980) yang melaporkan bahwa pemberongsongan digunakan pada
varities mangga untuk mengontrol masalah hama serangga. Hasil menunjukkan
bahwa kantong pembungkus bertindak sebagai penghalang fisik antara lalat buah
dan buah, sehingga meminimalkan serangan lalat buah dan kehilangan pada buah.
Selain itu, juga dilaporkan bahwa tingkat kerusakan dapat dikurangi 15-100%
dengan pemberongsongan (Allwood 2001). Demikian pula, Sierra et al. (2001)
menjelaskan bahwa metode pemberongsongan efektif untuk mengontrol lalat
buah, hingga mencapai 100% pada buah belimbing dua musim.
Sejumlah besar perubahan fisiologis, biokimia dan struktural terjadi selama
pematangan buah yang meliputi degradasi pati atau polisakarida lain yang
tersimpan, produksi gula, sintesis pigmen dan senyawa volatil dan larutan parsial
dinding sel (Dhawan et al. 2003). Semua perubahan ini mneyebabkan epidermis
lebih lemah dan akhirnya terjadi kehilangan air dari buah. Susut bobot buah paling
kecil selama pascapanen buah yang sebelumnya diberongsong dengan kantong
koran di pohon mungkin disebabkan karena buah lebih kencang/keras dan ditunda
pematangannya.
Pelunakan dan susut bobot buah dianggap sebagai isu utama selama
penyimpanan buah. Dalam studi terakhir, perlakuan pemberongsongan secara
signifikan mengurangi tingkat pelunakan buah, susut bobot buah dan aktivitas
fisiologis dan biokimia buah selama pematangan. Bekas tusukan pada buah akibat
lalat buah sangat umum terjadi pada jambu yang mempercepat pelunakan seperti

12
kerusakan fisik yang merangsang produksi etilen. Pemberongsongan telah terbukti
untuk melindungi buah dari serangan serangga (Amarante et al. 2002b), yang
mungkin bisa menjadi alasan utama pemeliharaan kekerasan buah dengan diberi
perlakuan pemberongsongan. Pemberongsongan buah menurunkan kekerasan
buah pada tahap pascapanen pisang (Berill 1956), sementara itu tidak berpengaruh
pada kekerasan buah saat panen meskipun hal ini meningkatkan kehilangan
kekerasan buah selama penyimpanan dingin (cold storage) untuk pir (Amarante et
al. 2002a). Hasil yang berbeda dilaporkan bahwa efek pemberongsongan pada
kekerasan buah saat panen dan pascapanen mungkin berbeda tergantung kultivar
tanaman, jenis kantong pembungkus, lamanya pemberongsongan dan kondisi
penyimpanan. Pada mangga, kantong plastik putih buram mempercepat pelunakan
kulit buah, sedangkan kantong kertas tahan air berwarna putih tidak memiliki efek
ini (Joyce et al. 1997).
Hal ini jelas terlihat dari data bahwa sebagai perubahan buah dari hijau
matang menuju kuning masak, ada sedikit peningkatan dalam kandungan ascorbic
acid dan akhirnya terjadi penurunan pada keseluruhannya. Khusus berkaitan
dengan jambu biji banyak mengandung ascorbic acid dibandingkan dengan
kebanyakan buah-buahan. Ascorbic acid dalam buah jambu biji tahap hijau
matang pada musim semi-musim panas meningkat selama penyimpanan setelah
itu menurun pada buah yang terlalu matang/overripe (Silva et al. 1998).
Kandungan ascorbic acid buah yang disimpan menurun karena penggunaan asam
organik selama respirasi (Kader 2002). Terjadi sedikit perubahan ascorbic acid
dan asam tertitrasi dalam buah-buahan yang diberongsong menunjukkan fakta
bahwa pada buah-buahan yang diberongsong, aktivitas metabolisme lebih lambat
karena atmosfer yang dimodifikasi dan pada gilirannya menghambat pematangan.
Selama pematangan buah, karbohidrat mengalami transformasi metabolik, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Pati dihidrolisis menjadi glukosa, fruktosa
dan sukrosa dalam buah-buahan klimakterik termasuk apel, mangga dan pisang
sebagai akibat proses pematangan (Mattoo et al. 1975; Tafera et al. 2008).
Padmavathamma dan Hulamani (1996) juga menemukan bahwa gula bervariasi
secara signifikan dalam buah delima yang diberi perlakuan pemberongsongan
dengan polyethylene yang berbeda.

13
Gula dan keasaman seringkali digunakan sebagai penanda kematangan
(Bhattacharya 2004). Buah dengan keasaman tinggi dapat mempertahankan rasa
(Ulrich 1970). Asam organik yang ditemukan dalam buah antara lain malat, sitrat
dan quinic acid yang mempengaruhi rasa dan aroma buah. Dengan berlalunya
waktu, asam organik dan gula digunakan pada proses respirasi selama pematangan
dan pada akhirnya mempengaruhi rasa dan aroma buah. Selama periode
penyimpanan teramati bahwa keasaman menurun seiring peningkatan
pematangan. Ramana et al. (1979) mengamati bahwa selama penyimpanan,
perubahan keasaman terjadi karena peningkatan aktivitas metabolik dari jaringan
hidup. Hal ini juga dipelajari bahwa asam malat mendegradasi gula pertama kali
diikuti oleh asam sitrat, akhirnya mengurangi asam tertitrasi (Mattoo et al. 1975;
Salunkhe dan Desai 1984).
Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa perlakuan pemberongsongan
signifikan mempertahankan sifat fisiko-kimia yang pada akhirnya
mempertahankan karakteristik organoleptik. Alasan yang mungkin adalah
perubahan lingkungan mikro buah yang disebabkan oleh perlakuan
pemberongsongan pada pohon menyebabkan aktivitas metabolisme selama
penyimpanan menjadi lambat. Degradasi AA hasil dari jalur aerobik dan
anaerobik (Huelin et al. 1953; Johnson et al. 1995) dan tergantung pada banyak
faktor seperti paparan sinar matahari (Robertson dan Samaniego 1986), suhu
penyimpanan dan waktu penyimpanan (Fellers 1988; Gordon dan Samaniego-
Esguerra 1990). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberongsongan
dengan kantong koran mempertahankan kadar AA yang lebih tinggi yang
mungkin disebabkan karena buah terlindungi dari cahaya, sedangkan pada
pemberongsongan dengan kantong plastik berlubang dan kantong kain jaring
tidak bisa melindungi buah, meskipun buah diberongsong dengan perlakuan
tersebut tetap terjadi penurunan AA secara signifikan seperti dengan kontrol.
Dari hasil jelas bahwa buah kuning masak disukai oleh konsumen karena
karakteristik sensual yang lebih baik, namun karena masa simpan buah kuning
masak yang pendek sehingga hanya diterima pada pasar lokal. Di sisi lain, buah
hijau kekuningan dan hijau matang lebih baik masa simpannya. Disimpulkan

14
bahwa buah hijau kekuningan dan hijau matang merupakan tahap ideal untuk
transportasi buah ke pasar yang jauh.
Kantong koran merupakan bahan pemberongsong yang murah tapi daya
tahannya lebih rendah dibandingkan dengan kantong plastik berlubang. Dalam hal
ini, penggunaan kantong kertas dilakukan berulang (meningkatkan kebutuhan
bahan serta biaya tenaga kerja) karena setiap kali digunakan dapat dengan mudah
robek oleh hujan dan angin, sehingga meningkatkan biaya dibandingkan dengan
kantong plastik (Tabel 4). Biaya keseluruhan dari perlakuan pemberongsongan
terjangkau dan manfaatnya yang lebih besar, karena jika tidak diberi perlakuan
pemberongsongan maka kualitas buah buruk dan tidak diinginkan konsumen.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik pemberongsongan menggunakan
kantong plastik berlubang pada pohon memberikan perlindungan maksimal dari
serangan berat lalat buah selama musim panas yang menghasilkan kualitas buah
jambu biji yang lebih baik dengan BCR rasio maksimal. Penelitian lebih lanjut
tentang manajemen kanopi dengan pemangkasan dapat membantu untuk
memfasilitasi pelaksanaan pemberongsongan. Teknik ini sangat membantu untuk
produksi buah-buahan organik. Adapun tentang kematangan panen buah, tahap
hijau kekuningan dengan tekstur semi-kokoh/keras lebih dapat diterima saat buah
akan disimpan.

15

Anda mungkin juga menyukai