Puji syukur penulis panjatkatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.
Penulis menyadari sepenuh hati bahwa dalam pembuatan tugas karya tulis
yang dibuat oleh penulis jauh dari kesempurnaan yang diharap kan dalam semua pihak,
khususnya pembaca. Untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca,
agar karya tulis yang dibuat oleh penulis menjadi sempurna dan bermanfaat bagi semua.
Terima kasih,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pentingnya Pembukaan
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
1.2. Pembahasan
1.3. Pendapat Para Ahli
BAB III PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam
bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga
unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Quran dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan
aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bidah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang
semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak
pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu
mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi
kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di
jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari
ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di
akhirat.
Pentingnya Pembukaan
Tujuan
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.
Untuk mengetahui pengertian syariah, serta karakteristiknya di dalam
Islam.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.
Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang
kerangka dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah dengan syariat
Menjelaskan tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh
hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah dengan akhlak
Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Aqidah
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata Aqoda, Yaqidu, Aqdan-Aqidatan
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis
aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya
di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut
ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh
Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari
segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi
manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh
Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek
hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah
itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat,
zakat, puasa
Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya)
. Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat,
dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59)
menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan
haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan
jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286),
dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam
syariah (3:103, 8:46).
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar
ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syariah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syariah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syariah. Keduanya
ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
Berikut ulasannya, Syariah terdiri dari dua bagian yaitu:
(1). Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2). Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang
dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti paham dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syariah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian
yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan
yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang
bersumber dari nash yang zanni.
Akhlaq
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jamanya adalah
akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk
(manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas
akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku
yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul al-
madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi
dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq
terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi
dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari
akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga,
terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran
tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu
Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat
dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama
Islam diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia (HR Malik).
Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi
Muhammad saw.
2. Islam menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah
mereka yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan Orang-orang
beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan
manusia yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya (hadits
shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu terdapat juga hadist
yang artinya :
Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat
orang yang bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya. Jadi, Kemuliaan
akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya akan
mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda,
Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan kepada Allah
SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia masuk
neraka adalah mulut dan kemaluan. (hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, At-
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
3. Islam telah mentakrifkan Addin dengan akhlak yang baik. Dalam
hadist telah dinyatakan bahwa telah bertanya kepada Rasulullah
SAW. Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini berarti bahwa akhlak itu
dianggap sebagai rukun Islam samalah keadaannya dengan wukuf dipandang Arafah
dalam bulan Haji.Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, Haji itu (amal
haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang Arafah adalah dianggap
sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga keadaannya pada akhlak.
4. Di dalam Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat
memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam hadist
Rasulullah SAW yang artinya : Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan
selain akhlak yang baik (Shahih Jami). Dari hadist tersebut kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita diakhirat dapat ditambah beratnya
dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak dan takwa sama kedudukannya dari
sudut ini, yang mana kedua-duanya merupakan perkara paling berat yang
diletakkan dalam neraca akhirat. Selain itu, Rasulullah pernah bersabda,
Kebajikan itu adalah akhlak yang baik (HR Muslim). Jadi, akhlak yang mulia adalah
inti dari suatu kebajikan.
5. Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi
kasih sayang Rasulullah SAW pada hari akhirat ialah orang yang paling baik
akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda Yang paling aku kasihi di antara
kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat adalah orang yang paling
baik akhlaknya di antara kamu.
6. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai
manusia yang memiliki akhlak tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki
Beliau SAW semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana pernyataan
Ummul Mukminin Khadijahra, Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu
selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan silaturrahim, berbicara benar,
memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya, menyuguhkan penghormatan
untuk tamu dan membantu mereka yang terkena musibah (HR Bukhari). Selain
itu terdapat juga dalam firman Allah Surah Al-Qalam ayat 4 Sesungguhnya engkau
mempunyai akhlak yang luhur. Walau begitu Beliau SAW tetap sering berdoa
Tuhanku, tunjukilah aku akhlak yang paling baik.
7. Syiar-syiar ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai
akhlak yang mulia. Shalat misalnya, dimaksudkan untuk mentarbiyah dan
mendidik manusia agar berhenti dari segala perbuatan keji dan munkar (QS Al-
Ankabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan untuk menggapai tingkatan taqwa (QS
Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah puasa ini, Rasulullah SAW bersabda,
Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong), maka tidak ada
keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya sekadar meninggalkan makan
dan minum (HR Bukhari). Zakat, infak dan sedekah, di antara rahasianya adalah
untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai sifat buruk dan tercela (QS At-Taubah:
103). Sedangkan ibadah haji difardhukan oleh Allah agar orang yang beribadah
haji terlatih untuk tidak berkata kotor, tidak berbuat fasik, dan tidak
banyak berdebat kusir (QS Al-Baqarah: 197).
Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara (Al-Quran dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara menilainya demikian.
Rasulullah bersabda:
Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia
berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat
baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah
pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau
mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu. (HR. Turmuzi)
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan
segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti
benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.[5]
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha
illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat
kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah.
Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi
mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan manusia.
1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang
berpandangan sempit dan berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam
harkatnya sebagai manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke
dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan
percaya teguh kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh
kepada hukum-hukum Allah.[6]
Zuhdi (1987), pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya
untuk hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar imam, baik yang berkaitan
dengan aqidah, amaliyah, dan yang berkaitan dengan akhlak.
Pengertian Aqidah Menurut Para Ahli
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat
beralih dari padanya.
aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-
tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh
dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan.
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya yang enam.Berarti
menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan ataukepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kaitan antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat
akar, batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi
kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa
aqidah, syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas
satu sama lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak
akan kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk
memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.
Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan
yang dapat membangun penulisan makalah ini.
Dalam buku Majmuu'ul Fataawaa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga
disebutkan definisi ibadah. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa ibadah adalah suatu
nama yang mencakup setiap apa-apa yang Allah SWT cintai dan ridhai dari ucapan-
ucapan dan perbuatan-perbuatan yang zhahir maupun yang bathin. Maksud dari
perbuatan zhahir adalah ibadah yang nampak yang bisa disaksikan oleh kita. Contoh dari
ibadah ini adalah membaca Al-Qur`an, shalat dan sebagainya. Sedangkan maksud
dari perbuatan yang bathin adalah ibadah yang berkaitan dengan amalan hati seperti cinta
kepada Allah SWT, takut, berharap, tawakkal kepada-Nya dan lain-lain.
Pembagian Ibadah
Dengan melihat beberapa definisi ibadah yang telah disebutkan di atas, maka
ibadah itu sendiri dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian. Menurut Yazid bin
Abdul Qadir Jawaz, ibadah dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : ibadah
hati, ibadah lisan, dan ibadah anggota badan. Menurut beliau, rasa khauf (takut), raja
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati), sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati).
Disamping itu, beberapa ulama juga berpendapat bahwa ibadah terbagi dalam
lima macam, yaitu :
'Ibaadah I'tiqaadiyyah
Seorang muslim meyakini bahwasanya Allah SWT 'Azza wa Jalla adalah
Pencipta, Pemberi Rizki, Yang Mematikan, Yang Menghidupkan, Yang Mengatur
seluruh urusan hamba-hamba-Nya. Selain itu, 'Ibaadah I'tiqaadiyyah juga meyakini
bahwasanya Dia adalah Dzat yang berhak diibadahi satu-satunya yang tidak ada
sekutu bagi-Nya, dari do'a, menyembelih, nadzar dan sebagainya, serta Dia adalah
Dzat yang disifati dengan sifat-sifat kemuliaan, kesempurnaan, kesombongan,
keagungan, dan yang lainnya dari macam-macam keyakinan tentang Allah SWT,
agama-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan
taqdir yang baik maupun yang buruk.
'Ibaadah Lafzhiyyah
'Ibaadah Lafzhiyyah adalah ibadah yang berkaitan dengan ucapan lisan,
seperti melafazhkan/mengucapkan dua kalimat syahadat, membaca Al-Qur`an,
berdo'a, membaca dzikir-dzikir Nabawiyyah dan lain-lainnya dari jenis-jenis ibadah
lafzhiyyah.
'Ibaadah Badaniyyah
'Ibaadah Badaniyyah merupakan ibadah yang berkaitan dengan badan, seperti
berdiri, ruku' dan sujud di dalam shalat, shaum, amalan-amalan haji, hijrah, jihad dan
yang lainnya dari ibadah-ibadah badaniyyah.
'Ibaadah Maaliyyah
'Ibaadah Maaliyyah adalah ibadah yang berkaitan dengan harta, seperti zakat,
shadaqah dan lainnya.
'Ibaadah Tarkiyyah
Pengertian dari ibadah ini adalah seorang muslim meninggalkan seluruh hal-
hal yang haram, kesyirikan dan bid'ah dalam rangka melaksanakan syari'at Allah
SWT, sehingga menurut ibadah ini diri seorang muslim akan mendapatkan pahala
jika ia meninggalkan sesuatu yang haram jika dalam pelaksanaannya dalam rangka
mengharapkan ridha Allah SWT.
Pilar-Pilar Ubudiyyah
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu : hubb (cinta),
khauf (takut), raja (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri,
sedangkan khauf harus diimbangi dengan raja. Dalam setiap ibadah harus terkumpul
ketiga unsur ini. Allah SWT berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
Artinya
:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya), lagi Maha Mengetahui. [QS. Al-Maa-idah: 54]
Artinya :
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-
Nya (niscaya mereka menyesal). [QS. Al-Baqarah: 165]
Artinya :
Maka Kami memperkenankan do'anya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya
dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-
orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang
yang khusyu' kepada Kami. [QS. Al-Anbiya: 90]
Sebagian Salaf berkata, Siapa yang beribadah kepada Allah SWT dengan rasa
cinta saja, maka ia adalah zindiq, siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja saja,
maka ia adalah murji. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf,
maka ia adalah haruriy. Barang siapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf,
dan raja, maka ia adalah mukmin muwahhid. Maksud dari zindiq adalah orang yang
munafik, sesat, dan mulhid. Pengertian dari murji adalah orang murjiah, yaitu golongan
yang menyatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.
Sedangkan pengertian dari haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama
kali muncul di Harura, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar
adalah kafir
Artinya :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku [QS. Adz-Zariyat: 56]
Artinya :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
SWT Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
[QS. Adz-Dzaariyaat : 56-58]
Artinya :
Mereka tidak menyombongkan diri kepada Makhluq-Ku
Sehingga esensi shalat seseorang akan diterima oleh Allah SWT SWT ketika
orang tersebut hatinya bersih dari penyakit yang bernama sombong. Disisi lain,
kebahagiaan kita di akhirat kelak, pada hari dimana tidak ada perlindungan kecuali
perlindungan Allah SWT, akan sangat sangat ditentukan oleh kwalitas kebersihan hati
itu.
Allah SWT berfirman :
Artinya :
Pada hari dimana tidak lagi berguna harta kekayaan, tidak lagi bermanfaat
anak keturunan, kecuali mereka yang datang keharibaan Allah SWT dengan
membawa hati yang bersih .
[QS. Assyuara : 88 89]
Tahliyyah
Tujuan dari pelaksanaan ibadah kita adalah hiasan. Ibadah yang kita lakukan
harus mampu menumbuh kembangkan sikap dan perilaku yang baik dalam
kehidupan. Dengan sering dan rajinnya kita shalat, maka muncullah ketawadhuan
dalam pergaulan, dengan seringnya kita puasa, maka tumbuhlah sifat pemaaf kita,
tambah sayang kepada fakir miskin, dan sebagainya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa yang menyebabkan manusia masuk
kedalam surga itu bukan karena amal yang banyak, karena amal kita sebanyak
apapun tidak sebanding dengan kenimatan surga yang Allah SWT sediakan.
Rasulullah SAW melanjutkan bahwa berhak atau tidaknya seseorang masuk kedalam
surga adalah karena semata mata rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT. Rahmat
Allah SWT itu hanya akan bisa kita dapatkan, ketika kita memiliki nilai nilai akhlaqul
karimah, kualitas moral dan kasih sayang kepada sesama.
Syarat-syarat Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyariatkan berarti bidah mardudah (bidah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW yang artinya :
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak. [HR. Muslim dan Ahmad]
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Adapun syarat-syarat ibadah
adalah sebagai berikut :
Niat
Niat merupakan hal penting sebelum melaksanakan sesuatu. Hal ini juga untuk
membedakan antara amal ibadah dengan amalan adat, dan antara niat karena Allah SWT
dengan niat karena yang lain-lain. Supaya setiap perlakuan menjadi ibadah, maka kita
harus berniat dengan benar, yaitu niat karena menuruti perintah Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW yang artinya :
Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalannya.
Pelaksanaan
Perlaksanaan ibadah harus mengikuti peraturan supaya kita benar-benar
mengikuti syariat. Dalam pelaksanaannya harus mengikuti landasan yang telah Allah
SWT tetapkan. Allah SWT memberi peringatan melalui firman-Nya :
Artinya :
Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya
Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya Allah SWT beserta
orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al Ankabut: 69]
Artinya :
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya
aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui [QS. Az Zumar: 39]
Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan tata cara yang ditentukan. Beberapa kategori yang termasuk dalam muamalat
yakni : jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan,
dan lain-lain. Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan sedikit mengenai muamalat jual
beli.
Artinya :
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka,
Syuaib. Ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari
Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.
[QS. Al Araf : 85]
Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat
barang dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Lawan sifat jujur
adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas,
kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.
Hadis lain meriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu
kepada rasulullah SAW sebagai berikut Katakanlah kepada si penjual, jangan
menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan
menipu.(HR Muslim)
Khiar
Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan
(akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan
transaksi jual beli). Khiar ada tiga macam yaitu :
Khiar Majelis
Khiar majelis adalah si pembeli dan penjual boleh memilih antara
meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap
ditempat jual beli. Khiar majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.
Khiar Syarat
Khiar syarat adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan
jual beli setelah mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang
ditentukan tiba, maka jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau
diurungkan. Masa khiar syarat selambat-lambatnya tiga hari
Khiar Aib (cacat)
Khiar aib (cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya, apabila barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah
ada sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis
Nabi Muhammad SAW, yang artinya : Jika dua orang laki-laki mengadakan
jual beli, maka masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar,
kemudian mereka sepakat dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian
itu sah. (HR Mutafaqun alaih)
Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan
larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti
menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
Di dalam Agama Islam, terdapat istilah ibadah dan muamalah, namun apa arti kedua istilah
tersebut? Apa hukumnya dalam Agama Islam dan apakah yang bias kita dapatkan, sebagai
penganut Agama Islam, apabila kita melakukan kegiatan yang terkategorikan ke dalam Ibadah
dan Muamalah?
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut
syara (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-
Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah,
ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyariatkan-Nya, maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah). Dan barangsiapa yang beribadah
kepada-Nya hanya dengan apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Kemudian, apakah yang dimaksud dengan muamalah? Muamalah adalah hal-hal yg termasuk
urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk
social yang berinteraksi dengan sesamanya dan berhubungan satu sama lain. Maka dari itu,
terciptalah suatu bentuk kemasyarakatan yang digunakan untuk memperjelas batas dan aturan
dalam lingkup sosial tersebut.
Hukum muamalat Islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Pada
dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukanlain oleh Al quran dan
sunah Rasul. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur- unsur paksaan.
Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat danmenghindari madharat
dalam hidup masyarakat. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan,
menghindariunsur-unsur penganiayaan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Dari penjelasan kedua istilah tersebut (ibadah dan muamalah), terlihat jelas perbedaan ruang
lingkup antara ibadah dan muamalah, karena memang pada dasarnya kedua istilah tersebut
merupakan istilah untuk dua ruang lingkup yang berbeda. Namun, kedua istilah tersebut
memiliki hikmah apabila kita melaksanakannya sesuai dengan aturan Islam yang telah ada.
Hikmah beribadah tentu saja yang paling utama adalah mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Selain itu, dengan beribadah, sesungguhnya membuat kita jauh dari perbuatan keji dan mungkar.
Beribadah juga melatih hawa nafsu kita, untuk senantiasa menyadari bahwa kita sebagai manusia
tidak ada apa-apa nya dibandingkan dengan Allah SWT. Beribadah disini tidak hanya beribadah
dalam hal shalat, membaca Al-Quran, ataupun bersedekah saja. Pada dasarnya ,segala sesuatu
yang baik dan berguna, apabila dijalani atas nama Allah SWT merupakan ibadah juga.
Dari hal ini kemudian bias kita kaitkan kepada muamalah. Dalam hal bersyerikat dan
bersosialisasi, tentu saja akan terdapat perbedaan pendapat dan terjadi tegangan. Namun, apabila
semua dijalankan dengan kepala dingin dan tidak berdasarkan hawa nafsu saja, setelah dilatih
oleh ibadah, tentu proses muamalah akan semakin afdol dan mengarah menuju kebaikan. Sikap
jujur, tawaddu, ramah, pemaaf, dan pemikiran yang rasional sudah sepatutnya menjadi tolak ukur
kita dalam mengamalkan nilai-nilai muamalah kedalam kehidupan sosial kita sehari-hari.
Dengan muamalah yang saling tenggang rasa, saling menghargai, dan saling membantu satu
sama lain, secara tidak langsung kita sudah melaksanakan ibadah karena kita melaksanakan
sesuatu yang baik, dan berdasarkan nama Allah SWT. Namun perlu diingat bahwa ibadah wajib
tetap wajib hukumnya dilaksanakan. Karena dengan menegakkan tiang agama dengan
menunaikan shalat, bertilawah Al-Quran, menunaikan zakat dan bersedekah, sesungguhnya
hikmah utama yang kita akan raih adalah hati yang bersih dan jauh dari perbuatan keji dan
mungkar.
Kita tidak dapat mengklaim bahwa kita sudah memenuhi kalimat tiada Ilah selain Allah
artinya kita sudah berakidah benar, terhindar dari kemusyrikan dalam beribadah, dan semua
pengadilan kita sudah menerapkan syariat Allah bila kita masih saja terbelakang dalam
bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, peradaban, moral, sosial dan pemikiran. Kemudian kita
diam berpangku tangan dan tidak berusaha mengubah keadaan. Kalimat tiada Tuhan selain
Allah menyuruh kita melepaskan semua belenggu itu. Berbagai arahan Allah dan Rasul-Nya
dalam masalah ini cukup jelas dan harus ditaati umat Islam, baik secara individu maupun
kelompok (Muhammad Quthb)
Seringkali ketika membicarakan kemurnian dan urgensi makna akidah, kita hanya akan
menariknya pada satu kutub: penyucian jiwa dan porsinya lebih besar pada aspek ruhiyah dan
ibadah mahdhah. Tidak sepenuhnya salah memang, namun untuk memurnikan (tashil) berarti
kita harus mengembalikan sesuatu pada asalnya, membuka kembali apa yang menutupinya, dan
membersihkan dari segala sesuatu yang menodainya. Oleh karena itu, bila akidah hanya
dipahami semata-mata sebagai aspek penyucian jiwa pribadi yang tidak terimplementasi dalam
aspek kehidupan lain, maka yang terjadi bukan pemurnian, melainkan degradasi dan
penyempitan makna.
Oleh karena itu Muhammad Quthb dalam pernyataannya di atas hendak membuka kembali tabir
makna akidah yang telah disempitkan dalam bilik-bilik ruhani yang sebenarnya kosong dan
gersang dalam implementasi (jafaaf ruuhi). Sebagaimana seorang Jamaluddin al-Afghani pernah
menyindir kita saat melancong ke negara yang nonmuslimnya mayoritas, Saya melihat Islam di
sini walaupun tidak melihat banyak orang Islam. Sementara di negara mayoritas muslim, saya
lihat banyak orang Islam tapi tidak melihat Islam.
Artinya, selama ini akidah kita miskin implementasi dan diterapkan secara parsial. Padahal, ia
seharusnya bukan hanya mencakup masalah ruhiyah, tapi juga manhajiyah, fikriyah bahkan
implementasi jasadiyah. Akidah kita, yang secara ringkas terangkum dalam dua kalimat
syahadat, belum mampu menjadi asasul inqilab (dasar-dasar perubahan) yang signifikan dalam
kehidupan dari level individu hingga umat. Padahal, inilah urgensi terbesar dari kekuatan akidah.
Itu pula yang dahulu mengubah tatanan sosial masyarakat Islam secara revolusioner dan
progresif tanpa melupakan masalah kekhusyukan ruhani.
Dr. Yusuf Qardhawi pernah menulis dalam bukunya, Al-Iman wal Hayat, Pengaruh iman bagi
pembaharuan jiwa sesungguhnya tidak diragukan lagi. Berbagai kejadian cukup menjadi saksi.
Ahli-ahli sejarah kagum melihat perubahan besar yang dialami bangsa Arab sesudah mereka
disinari cahaya iman. Dari suku-suku berpecah belah menjadi umat yang bersatu. Dari lemah
menjadi kuat. Dari penggembala binatang ternak, menjadi bangsa-bangsa dan pembentuk
kebudayaan baru. Perubahan yang luar biasa ini terjadi dalam masa singkat. Bukan berpuluh
tahun dan bukan berpuluh abad, melainkan dalam masa yang tidak lebih dari 23 tahun.
Perubahan ini adalah karena pengaruh iman, yang ditanamkan oleh Nabi Besar Muhammad
Saw dalam jiwa sahabat dan pengikut-pengikutnya. Mereka berpindah dari masa jahiliyah ke
zaman Islam. Dari memuja berhala kepada menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Dari suku-suku
bangsa yang terpencil menjadi umat yang menulis sejarah baru dengan tinta keemasan.
Jadi seharusnya, iman itu berdampak bukan hanya pada ketenangan jiwa, tapi terasa dan terlihat
dalam kehidupan sosial, bahkan yang sifatnya kerja-kerja duniawi. Di antaranya, Yusuf
Qardhawi menulis bahwa akidah, iman, dan tauhid itu bisa memperbesar prestasi kerja, di antara
indikatornya adalah meningkatkan produksi, mengerjakan sesuatu dengan ihsan, menghargai
waktu, produktifitas tinggi tanpa alasan terhambat ibadah, dan mampu memakmurkan bumi
dengan kerja-kerja kita.
Muhammad Quthb juga menulis bahwa sebenarnya akidah, kalimat la ilaha illallah,
mengandung tuntutan-tuntutan yang sebenarnya telah ditunjukkan dalam sirah. Tuntutan itu
mulai dari yang mahdhah sampai ghairu mahdhah. Dari tuntutan keimanan, penyembahan,
legislasi, moral, pemikiran, peradaban, bahkan sampai ekpresi seni.
Lalu mengapa kita sering terjebak pada penyempitan makna akidah? Muhammad Quthb
memaparkan beberapa faktor utamanya dalam buku Laa Ilaha IllaLlah: sebagai Aqidah Syariah
dan Sistem Kehidupan. Pertama, pandangan yang hanya menganggap bahwa iman terbatas hanya
pada pembenaran hati yang dikukuhkan lisan, sementara amal sering diabaikan dalam cakupan
iman. Kedua, perilaku sufisme yang fatalistik, menafikkan bahwa Islam merupakan agama amal
dan perjuangan dalam kehidupan nyata, agama jihad dan pengorbanan untuk menegakkan
sistem Rabbani dalam dunia nyata. Ketiga, invasi pemikiran yang dilakukan pihak eksternal
yang khawatir bila Islam akan kembali bangkit jika akidah umatnya terimplementasi sempurna.
Oleh karenanya, Muhammad Quthb menegaskan bahwa kebangkitan Islam dituntut untuk
menghidupkan kembali vitalitas dan efektifitas kalimat tiada Tuhan selain Allah seperti dulu,
di samping juga membersihkan noda-noda yang mengotori kalimat syahadat ini selama berabad-
abad lalu. Dulu kalimat ini berdampak nyata dalam kehidupan umat Islam dan menjadi pelita
yang menerangi seluruh umat manusia, sehingga mereka keluar dari kegelapannya, bahkan
orang-orang yang belum masuk ke dalam Islam banyak mengambil manfaat darinya. Kalimat
syahadat ini terpelihara dalam Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Saw. karena memang Allah
yang bertanggung jawab memeliharanya. Tugas kita adalah membukakan pintu hati kita terhadap
kalimat itu dan memenuhi segala tuntutannya. Wallahu alam.
Daftar Pustaka
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/abdussalam/pidato/toleransi.shtml
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/Makna.htm
DAFTAR PUSTAKA