Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mungucapkan terima kasih kepada :

Pak Drs. H. M. Ali Noer ,Ma. sebagai guru pembimbing


Teman-teman yang ikut berpartisifasi
Dan orang tua murid yang sudah membantu dan mendukung dalam pembuatan
tugas makalah ini.
Berkat beliaulah sehingga tugas makalah ini dapat di selesaikan dengan baik dan
benar.

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa dalam pembuatan tugas karya tulis
yang dibuat oleh penulis jauh dari kesempurnaan yang diharap kan dalam semua pihak,
khususnya pembaca. Untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca,
agar karya tulis yang dibuat oleh penulis menjadi sempurna dan bermanfaat bagi semua.

Terima kasih,

Pekanbaru, 03 September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pentingnya Pembukaan
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
1.2. Pembahasan
1.3. Pendapat Para Ahli
BAB III PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam
bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga
unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Quran dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan
aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bidah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang
semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak
pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu
mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi
kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di
jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari
ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di
akhirat.

Pentingnya Pembukaan

Tujuan
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat mempelajari aqidah.
Untuk mengetahui pengertian syariah, serta karakteristiknya di dalam
Islam.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara pembentukan akhlaq.

Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang
kerangka dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah dengan syariat
Menjelaskan tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh
hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah dengan akhlak
Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Aqidah
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata Aqoda, Yaqidu, Aqdan-Aqidatan
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis
aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya
di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau
tersimpul di dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut
ketentuan bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut Syaikh
Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari
segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh
keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi
manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh
Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.

Upaya Memperkokoh Aqidah


Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan
kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini
sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk
mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah
SWT.

Fungsi dan Sumber Aqidah


Fungsi Aqidah : Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau pondasi mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kuat dan kokoh
pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu akan roboh dan ambruk. Tak
ada bangunan tanpa dasar/pondasi.
Dalam ajara Islam, Aqidah-Akhlaq-Syariah (Ibadah dan Muamalah), tidak bisa
dipisahkan, satu sama lain saling terkait.
Jika seseorang memiliki aqidah yang kuat pasti memiliki akhlaq yang mulia,
melaksanakan ibadah sebagaimana tuntunan dan bermuamalah sebaimana di syariatkan
Allah SWT. Juga, jika seseorang berakhlaq mulia, pasti ia kuat aqidahnya, ibadahnya dan
bermuamalahnya-pun bagus dan seterusnya.
Sumber Aqidah Islam adalah Al-Quran dan as Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Quran dan oleh Rasulullah SAW dalam as
Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan diamalkan).

Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek
hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah
itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat,
zakat, puasa
Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya)
. Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat,
dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24 :51, 4:59)
menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan
haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan
jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286),
dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan
yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam
syariah (3:103, 8:46).
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar
ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syariah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syariah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syariah. Keduanya
ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
Berikut ulasannya, Syariah terdiri dari dua bagian yaitu:
(1). Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2). Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya (binatang
dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti paham dan secara istilah adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu Syariah yang terdiri dari
ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian
yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan
yang bersumber dari nash yang qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang
bersumber dari nash yang zanni.

Ibadah dan Muamalah dalam Kehidupan Manusia


Syariah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan ridha
Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam
kepada manusia juga memiliki tujuan yang sangat mulia. Pertama, memelihara atau
melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih
antara beriman atau tidak, karena, Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam
(QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, ...Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat
menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mumin
tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan
kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan
seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh
keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman
seseorang.
Yang kedua, melindungi jiwa. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan
jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum
qishash. Di dalam Islam dikenal ada tiga macam pembunuhan, yakni pembunuhan
yang disengaja, pembunuhan yang tidak disengaja, dan pembunuhan seperti
disengaja. Hal ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya
berbeda. Jika terbukti suatu pembunuhan tergolong yang disengaja, maka pihak
keluarga yang terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum
qishash/mati atau membayar Diyat(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus
pembunuhan yang tidak disengaja atau yang seperti disengaja, di mana Hakim harus
mendahulukan tuntutan hukum membayar Diyat (denda) sebelum qishash. Bahwasanya
dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita
simak dari firman Allah SWT: Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, perlindungan terhadap keturunan. Islam sangat melindungi
keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum Dera seratus kali bagi pezina ghoiru
muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri,
duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (An Nuur, 24:2).
Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan.
Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja
termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya
kehidupan ini.
Yang keempat, melindungi akal. Permasalahan perlindungan akal ini sangat
menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan,
Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama
baginya. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya.
Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak
berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam
Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa.
Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau yang
bisa menggunakan akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh
karena itu kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal
tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik
dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan
eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap
berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman
atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang
diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas
minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar
adalah, setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah
SWT menyatakan, Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang
dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka
tergolong syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, melindungi harta. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk
bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan
hukum potong tangan bagi pencuri. Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al Maa-
idah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang
memakan harta milik orang lain dengan zalim, Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam)
(QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, melindungi kehormatan seseorang. Termasuk melindungi nama
baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar
biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau Dera delapan
puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya
kepada orang lain. Allah SWT berfirman: Dan orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik (QS. An Nuur,
24:4). Juga dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan
keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing
terhadap sesama mumin (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, melindungi rasa aman seseorang. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan. Allah SWT berfirman: Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS. Al Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam
menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan kudeta
terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam dengan cara yang Islami.
Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara
bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan
keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, Apabila
datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya.

Akhlaq
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jamanya adalah
akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk
(manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas
akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan dengan
alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku
yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul al-
madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi menjadi
dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT dan akhlaq
terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang dibagi menjadi
dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap manusia terdiri dari
akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga,
terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran
tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu
Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).

Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang tinggi di dalam Islam, hal ini dapat
dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama
Islam diturunkan. Hal ini terdapat dalam sabda Rasulullah Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia (HR Malik).
Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi
Muhammad saw.
2. Islam menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah
mereka yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan Orang-orang
beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan
manusia yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya (hadits
shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu terdapat juga hadist
yang artinya :
Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat
orang yang bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya. Jadi, Kemuliaan
akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya akan
mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda,
Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan kepada Allah
SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia masuk
neraka adalah mulut dan kemaluan. (hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, At-
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
3. Islam telah mentakrifkan Addin dengan akhlak yang baik. Dalam
hadist telah dinyatakan bahwa telah bertanya kepada Rasulullah
SAW. Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini berarti bahwa akhlak itu
dianggap sebagai rukun Islam samalah keadaannya dengan wukuf dipandang Arafah
dalam bulan Haji.Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, Haji itu (amal
haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang Arafah adalah dianggap
sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga keadaannya pada akhlak.
4. Di dalam Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat
memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam hadist
Rasulullah SAW yang artinya : Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan
selain akhlak yang baik (Shahih Jami). Dari hadist tersebut kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita diakhirat dapat ditambah beratnya
dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak dan takwa sama kedudukannya dari
sudut ini, yang mana kedua-duanya merupakan perkara paling berat yang
diletakkan dalam neraca akhirat. Selain itu, Rasulullah pernah bersabda,
Kebajikan itu adalah akhlak yang baik (HR Muslim). Jadi, akhlak yang mulia adalah
inti dari suatu kebajikan.
5. Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi
kasih sayang Rasulullah SAW pada hari akhirat ialah orang yang paling baik
akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda Yang paling aku kasihi di antara
kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat adalah orang yang paling
baik akhlaknya di antara kamu.
6. Keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai
manusia yang memiliki akhlak tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki
Beliau SAW semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana pernyataan
Ummul Mukminin Khadijahra, Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu
selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan silaturrahim, berbicara benar,
memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya, menyuguhkan penghormatan
untuk tamu dan membantu mereka yang terkena musibah (HR Bukhari). Selain
itu terdapat juga dalam firman Allah Surah Al-Qalam ayat 4 Sesungguhnya engkau
mempunyai akhlak yang luhur. Walau begitu Beliau SAW tetap sering berdoa
Tuhanku, tunjukilah aku akhlak yang paling baik.
7. Syiar-syiar ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai
akhlak yang mulia. Shalat misalnya, dimaksudkan untuk mentarbiyah dan
mendidik manusia agar berhenti dari segala perbuatan keji dan munkar (QS Al-
Ankabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan untuk menggapai tingkatan taqwa (QS
Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah puasa ini, Rasulullah SAW bersabda,
Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong), maka tidak ada
keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya sekadar meninggalkan makan
dan minum (HR Bukhari). Zakat, infak dan sedekah, di antara rahasianya adalah
untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai sifat buruk dan tercela (QS At-Taubah:
103). Sedangkan ibadah haji difardhukan oleh Allah agar orang yang beribadah
haji terlatih untuk tidak berkata kotor, tidak berbuat fasik, dan tidak
banyak berdebat kusir (QS Al-Baqarah: 197).

Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara (Al-Quran dan as Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai
baik?tidak lain karena syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain karena Syara menilainya demikian.

Akhlak Dalam Kehidupan Manusia


1. Akhlak kepada Allah
a. Mensyukuri nikmat Allah (QS Al-Baqarah, 2: 52)
b.Malu berbuat dosa (QS An Nahl: 19)
c. Allah sebagai tempat pengharapan (QS Al Huud: 56)
d.Optimis terhadap pertolongan Allah (QS Yusuf: 87)Yang
berputus asa dari rahmat Allah : orang-orang kafir. Bersifat
husnudzan kepada Allah (QS Fushilat: 22 23)
f. Yakin akan janji-janji Allah (QS Al Anam: 160)

2. Akhlak kepada diri sendiri


Beberapa cara memperbaiki diri:
- Taubatun nashuha (QS At Tahrim: 8)
- Muroqobah: senantiasa merasa dalam pengawasan Allah (
QS Al-Baqarah: 235)
- Muhasabah: evaluasi diri (QS Al Hasyr: 18)
- Mujahadah: bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (QS Al
ankabut: 69, QSYusuf: 53)

3. Akhlak kepada orang lain


a. Akhlak kepada orang tua:
- Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15,
Harus taat dan patuh pada orang tua, namun jika orang
tua memaksa berbuat jahat, kita tidak boleh mengikuti.

4. Akhlak kepada masyarakat


- Amar maruf nahi munkar.
- Menyebarkan rahmat dan kasih sayang.

5. Akhlak kepada lingkungan


- Mengelola dan memelihara lingkungan hidup.
- Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Pembahasan
Hubungan Aqidah dengan Syariat
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang
kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman
(Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW
dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam,
dan Ihsan tersebut sebagai berikut.

Iman (Aqidah) : Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,


Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar
(ketentuan Tuhan) baik dan buruk.
Islam (Islam (Syariat): Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
puasa Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.
Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau
tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.[1]
Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar
ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar
(Aqidah), batang (Syariat), dan daun (Akhlak).

Hubungan aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.


Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan
akidah dan syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok
yang kemudian di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang
dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat di dalam
Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan berkembang,
melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung
tanpa fondasi.[2]
Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah
hubungan di antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang
tinggi hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau seorang
telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah mengakui
pula percaya kepada Rasul-rasul Utusan Tuhan, niscaya dengan sendirinya kepercayaan
itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang diterima dengan rela oleh
Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah percaya bahwa kelak dia akan berjumpa
dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus.
Tak obahnya dengan orang yang mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan
keberaniannya ke medan perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa
mencari lobang untuk menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu.
Seorang yang mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya
jangan bercampur bohong.[3]
Inilah aqidah yang kuat, aqidah yang sebenarnya. Apabila keyakinan semacam ini
telah dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah
mempunyai prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-
orang dengan penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila
mereka berada di atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan mereka.
Kalau ia melihat mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia mengambil jalan
sendiri.[4]

Rasulullah bersabda:
Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia
berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat
baik; dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah
pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau
mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu. (HR. Turmuzi)
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan
segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti
benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.[5]
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha
illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat
kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah.
Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi
mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam kehidupan manusia.
1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang
berpandangan sempit dan berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam
harkatnya sebagai manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke
dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang
bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan
percaya teguh kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh
kepada hukum-hukum Allah.[6]

Hubungan Aqidah dengan Akhlak


Menurut Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan
dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam
mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan
dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan
hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).[7]
Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan:
Kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan Al-Quran hampir dihukum satu,
dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan
kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang
muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas.
Para muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh
memudah-mudahkannya.[8]
Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan
tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik.
Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang tidak
tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius
terhadap pendidikan akhlak.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada
kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: Orang mukmin yang paling
sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui
melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan
perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia
mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia
mempunyai Iman yang lemah.[9] Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat
mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak
yang jahat dan buruk.[10]
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan
melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman.
Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan
iman. Beliau bersabda:
Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka
hilang pula yang lain. (HR. Hakim)
Kalau kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan
dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia
mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak beriman atau
lemah imannya.[11]

Pendapat Para Ahli


Akhlak
Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Tarifat sebagai berikut:
Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan
merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan
syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan
jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak
yang buruk
Kemudian Al-Jurjani kembali berkata Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang
tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan
kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan,
selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya.
Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang
akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan
karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan.
Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma,
karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer.
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak
berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini
mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits
yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh
akal dan syariat.

2. Menurut Ahmad bin Musthafa (Thasy Kubra Zaadah)


Ia seorang ulama ensiklopedia mendefinisikan akhlah sebgai berikut; Akhlak adalah
ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah
terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan
marah, kekuatan syahwat
Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua
keburukan, yakni sebagai berikut:
Hikmah, merupakan kesempurnaankekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
Hikmah, dan yang kedua adalah berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya
keberanian dan yang kedua adalah berlebihan keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat
tersebut, sedangkan yang kedua adalah berlebihnya sifat tersebut.
Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang,
dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan
anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu
akhlak disebutkan penjelasan detail tentang hal-hal ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari
posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu
Topik ilmu ini adalah insting insting diri, yang membuatnya berada di posisi
petengahan antara sikap mengurangi dan berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, Tuan raja, hendaknya anda bersikap
pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan
mengurangi adalah kelemahan.
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna
dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi
sosok yang terpuji
3. Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi
Ia berkata, Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri.
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan
kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir
panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat
dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak.
Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan
sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika
ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak.

Pengertian Syariah oleh beberapa ahli dan penulis hukum islam:


Menurut Fyzee (1965), pengertian syariah sama dengan Canon of law, yaitu keseluruhan
perintah Tuhan. Tiap tiap perintah Tuhan dinamakan hukum. Hukum Allah SWT tidak
mudah dipahami dan syariah itu meliputi semua tingkah laku manusia.
Agnides memberikan definisi syariah sebagai sesuatu yang tidak akan diketahui adanya,
seandainya tidak ada wahyu Ilahi.
Hanafi (1984) memberikan pengertian syariah yaitu hukum shukum yang diadakan oleh
Tuhan untuk hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya, baik hukum-
hukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan, yaitu yang disebut
sebagai , "hukum hukum cabang dan amalan"/ Dan untuk itu maka kepercayaan (i'tikad)
yaitu yang disebut sebagai "hukum hukum pokok atau keimanan, yang terhimpun dalam
kajian ilmu kalam.
Ashshiddieqy, pengertian syariah sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah untuk
para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah, agar setiap hamba melaksanakan dengan
dasar imam, baik hukum itu mengenai amaliyah lahiriyah maupun mengenai akhlak dan
aqidah kepercayaan yang bersifat batiniah.
Rosyada, definisi syariah adalah menetapkan norma norma hukum untuk menata
kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan umat
manusia lainnya.

Zuhdi (1987), pengertian syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya
untuk hamba-Nya agar mereka menaati hukum itu atas dasar imam, baik yang berkaitan
dengan aqidah, amaliyah, dan yang berkaitan dengan akhlak.
Pengertian Aqidah Menurut Para Ahli

Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat
beralih dari padanya.
aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-
tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh
dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan.
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Menurut Abdullah Azzam, aqidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya yang enam.Berarti
menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan ataukepercayaan akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kaitan antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat
akar, batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi
kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa
aqidah, syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas
satu sama lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak
akan kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk
memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.

Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan
penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan
yang dapat membangun penulisan makalah ini.

2.4 Sistem Implementasi Syariah Islam

IBADAH DAN MUAMALAH

Ibadah dalam Pandangan Islam


Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut syara (terminologi), definisi ibadah banyak sekali, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi ibadah tersebut, antara lain :
Ibadah adalah taat kepada Allah SWT SWT dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan para Rasul-Nya.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah SWT Azza wa Jalla, yaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.
Ibadah dalam pengertian khusus,yaitu Lima Rukun Islam yang wajib dilakukan
oleh setiap muslim dengan beberapa pengecualian pada kondisi khusus.
Ibadah dalam pengertian luas atau umum, adalah segala perbuatan yang dilakukan
seseorang dengan niat untuk mencari keridaan Allah SWT

Dalam buku Majmuu'ul Fataawaa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga
disebutkan definisi ibadah. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa ibadah adalah suatu
nama yang mencakup setiap apa-apa yang Allah SWT cintai dan ridhai dari ucapan-
ucapan dan perbuatan-perbuatan yang zhahir maupun yang bathin. Maksud dari
perbuatan zhahir adalah ibadah yang nampak yang bisa disaksikan oleh kita. Contoh dari
ibadah ini adalah membaca Al-Qur`an, shalat dan sebagainya. Sedangkan maksud
dari perbuatan yang bathin adalah ibadah yang berkaitan dengan amalan hati seperti cinta
kepada Allah SWT, takut, berharap, tawakkal kepada-Nya dan lain-lain.

Pembagian Ibadah
Dengan melihat beberapa definisi ibadah yang telah disebutkan di atas, maka
ibadah itu sendiri dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian. Menurut Yazid bin
Abdul Qadir Jawaz, ibadah dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : ibadah
hati, ibadah lisan, dan ibadah anggota badan. Menurut beliau, rasa khauf (takut), raja
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati), sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati).
Disamping itu, beberapa ulama juga berpendapat bahwa ibadah terbagi dalam
lima macam, yaitu :
'Ibaadah I'tiqaadiyyah
Seorang muslim meyakini bahwasanya Allah SWT 'Azza wa Jalla adalah
Pencipta, Pemberi Rizki, Yang Mematikan, Yang Menghidupkan, Yang Mengatur
seluruh urusan hamba-hamba-Nya. Selain itu, 'Ibaadah I'tiqaadiyyah juga meyakini
bahwasanya Dia adalah Dzat yang berhak diibadahi satu-satunya yang tidak ada
sekutu bagi-Nya, dari do'a, menyembelih, nadzar dan sebagainya, serta Dia adalah
Dzat yang disifati dengan sifat-sifat kemuliaan, kesempurnaan, kesombongan,
keagungan, dan yang lainnya dari macam-macam keyakinan tentang Allah SWT,
agama-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan
taqdir yang baik maupun yang buruk.
'Ibaadah Lafzhiyyah
'Ibaadah Lafzhiyyah adalah ibadah yang berkaitan dengan ucapan lisan,
seperti melafazhkan/mengucapkan dua kalimat syahadat, membaca Al-Qur`an,
berdo'a, membaca dzikir-dzikir Nabawiyyah dan lain-lainnya dari jenis-jenis ibadah
lafzhiyyah.
'Ibaadah Badaniyyah
'Ibaadah Badaniyyah merupakan ibadah yang berkaitan dengan badan, seperti
berdiri, ruku' dan sujud di dalam shalat, shaum, amalan-amalan haji, hijrah, jihad dan
yang lainnya dari ibadah-ibadah badaniyyah.
'Ibaadah Maaliyyah
'Ibaadah Maaliyyah adalah ibadah yang berkaitan dengan harta, seperti zakat,
shadaqah dan lainnya.

'Ibaadah Tarkiyyah
Pengertian dari ibadah ini adalah seorang muslim meninggalkan seluruh hal-
hal yang haram, kesyirikan dan bid'ah dalam rangka melaksanakan syari'at Allah
SWT, sehingga menurut ibadah ini diri seorang muslim akan mendapatkan pahala
jika ia meninggalkan sesuatu yang haram jika dalam pelaksanaannya dalam rangka
mengharapkan ridha Allah SWT.

Pilar-Pilar Ubudiyyah
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu : hubb (cinta),
khauf (takut), raja (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri,
sedangkan khauf harus diimbangi dengan raja. Dalam setiap ibadah harus terkumpul
ketiga unsur ini. Allah SWT berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
Artinya
:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya), lagi Maha Mengetahui. [QS. Al-Maa-idah: 54]

Artinya :
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-
Nya (niscaya mereka menyesal). [QS. Al-Baqarah: 165]
Artinya :
Maka Kami memperkenankan do'anya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya
dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-
orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang
yang khusyu' kepada Kami. [QS. Al-Anbiya: 90]

Sebagian Salaf berkata, Siapa yang beribadah kepada Allah SWT dengan rasa
cinta saja, maka ia adalah zindiq, siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja saja,
maka ia adalah murji. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf,
maka ia adalah haruriy. Barang siapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf,
dan raja, maka ia adalah mukmin muwahhid. Maksud dari zindiq adalah orang yang
munafik, sesat, dan mulhid. Pengertian dari murji adalah orang murjiah, yaitu golongan
yang menyatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.
Sedangkan pengertian dari haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama
kali muncul di Harura, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar
adalah kafir

Peran, Fungsi dan Tujuan Ibadah


Ibadah mempunyai peran, fungsi, dan tujuan dalam kehidupan manusia. Jika kita
memperhatikan definisi ibadah yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya, maka
ibadah itu sangat luas tidak terbatas hanya shalat, zakat, puasa, haji dan lainnya akan
tetapi semua ucapan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai Allah SWT adalah ibadah.
Untuk mengetahui apakah ucapan dan perbuatan kita dicintai dan diridhai oleh Allah
SWT, maka kita harus merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah berdasarkan bimbingan
ulama ahlus sunnah wal jamaah, bukan berdasarkan pendapat atau kemauan sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa ucapan dan perbuatan tersebut dilakukan
dengan ikhlas, hanya mengharap ridha Allah SWT semata.

Peran dan Fungsi Ibadah


Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara
umum dan secara khusus.
Peran dan fungsi ibadah secara umum
Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan
kesadaran pada diri manusia bahwa manusia sebagai insan diciptakan Allah SWT
khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya. Hal ini jelas disebutkan dalam Al Quran
surat Az Zariyat ayat 56

Artinya :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku [QS. Adz-Zariyat: 56]

Peran dan fungsi ibadah secara khusus


Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari
jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau
biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat, shalat, zakat, puasa, dan pergi
haji bagi yang mampu.
Tujuan Ibadah
Allah SWT SWT berfirman :

Artinya :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
SWT Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
[QS. Adz-Dzaariyaat : 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan


manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah SWT Azza wa
Jalla. Allah SWT Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah
SWT, maka barang siapa yang menolak beribadah kepada Allah SWT, ia adalah
sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyariatkan-Nya, maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah). Dan barang siapa yang
beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah
mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah SWT).
Para ulama dan para pakar agama kita yang kompeten di bidangnya merumuskan
minimal ada 2 (dua) tujuan yang mutlak harus diraih oleh kita dari pelaksanaan
ibadah yang kita lakukan, yaitu :

Takhliyyah / tazkiyatul qolbi, yakni kebersihan hati


Ibadah yang kita lakukan, shalat, puasa, haji, dan lain-lain hendaknya mampu
membersihkan diri kita dari berbagai macam penyakit hati, mampu mensucikan diri
kita dari kotoran jiwa, dan dari virus-virus qolbu yang sangat berbahaya dalam
kehidupan. Diharapkan dengan rajinnya kita shalat maka bersihlah hati kita dari sifat
sombong, dengan seringnya kita puasa maka hilanglah penyakit serakahnya, dengan
banyaknya berzakat/shadaqoh berkuranglah bakhil, kikir dan pelit dalam hati kita.
, yang artinya :
Dalam Al-Quran surah al-Maauun diterangkan,
Celaka bagi orang shalat !. Ayat selanjutnya menjelaskan, orang shalat bisa celaka
salah satu penyebabnya adalah , yaitu orang yang sholat tapi masih
memiliki penyakit hati yang bernama riya (sombong).
Didalam kitab At-Targhib wat-Tarhib karya Al Imam Zakiyyuddin al-
Mundziri, terdapat sebuah hadits qudsi yang menerangkan bahwa salah satu ciri orang
yang shalatnya diterima oleh Allah SWT :



Artinya :
Mereka tidak menyombongkan diri kepada Makhluq-Ku

Sehingga esensi shalat seseorang akan diterima oleh Allah SWT SWT ketika
orang tersebut hatinya bersih dari penyakit yang bernama sombong. Disisi lain,
kebahagiaan kita di akhirat kelak, pada hari dimana tidak ada perlindungan kecuali
perlindungan Allah SWT, akan sangat sangat ditentukan oleh kwalitas kebersihan hati
itu.
Allah SWT berfirman :

Artinya :
Pada hari dimana tidak lagi berguna harta kekayaan, tidak lagi bermanfaat
anak keturunan, kecuali mereka yang datang keharibaan Allah SWT dengan
membawa hati yang bersih .
[QS. Assyuara : 88 89]
Tahliyyah
Tujuan dari pelaksanaan ibadah kita adalah hiasan. Ibadah yang kita lakukan
harus mampu menumbuh kembangkan sikap dan perilaku yang baik dalam
kehidupan. Dengan sering dan rajinnya kita shalat, maka muncullah ketawadhuan
dalam pergaulan, dengan seringnya kita puasa, maka tumbuhlah sifat pemaaf kita,
tambah sayang kepada fakir miskin, dan sebagainya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa yang menyebabkan manusia masuk
kedalam surga itu bukan karena amal yang banyak, karena amal kita sebanyak
apapun tidak sebanding dengan kenimatan surga yang Allah SWT sediakan.
Rasulullah SAW melanjutkan bahwa berhak atau tidaknya seseorang masuk kedalam
surga adalah karena semata mata rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT. Rahmat
Allah SWT itu hanya akan bisa kita dapatkan, ketika kita memiliki nilai nilai akhlaqul
karimah, kualitas moral dan kasih sayang kepada sesama.

Syarat-syarat Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyariatkan berarti bidah mardudah (bidah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW yang artinya :
Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak. [HR. Muslim dan Ahmad]

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Adapun syarat-syarat ibadah
adalah sebagai berikut :
Niat
Niat merupakan hal penting sebelum melaksanakan sesuatu. Hal ini juga untuk
membedakan antara amal ibadah dengan amalan adat, dan antara niat karena Allah SWT
dengan niat karena yang lain-lain. Supaya setiap perlakuan menjadi ibadah, maka kita
harus berniat dengan benar, yaitu niat karena menuruti perintah Allah SWT.
Sabda Rasulullah SAW yang artinya :
Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalannya.

Pelaksanaan
Perlaksanaan ibadah harus mengikuti peraturan supaya kita benar-benar
mengikuti syariat. Dalam pelaksanaannya harus mengikuti landasan yang telah Allah
SWT tetapkan. Allah SWT memberi peringatan melalui firman-Nya :

Artinya :
Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya
Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya Allah SWT beserta
orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al Ankabut: 69]

Perkara (subjeknya) diperbolehkan oleh syariat.


Perkara (subjek) yang hendak dilaksanakan merupakan perkara yang dibolehkan
oleh syariat, terutama perkara yang melibatkan makanan dan minuman. Sabda Rasulullah
SAW :
Tiap2 daging yang tumbuh daripada benda yang haram, maka Neraka adalah yang
lebih patut dengannya . [HR. Tarmizi]

Rasulullah SAW amat menekankan perkara yang berkaitan dengan makanan


kerana hati yang merupakan raja dalam tubuh manusia dibina dari makanan. Hati yang
dibina dari makanan yang haram akan menjadi sulit menerima kebenaran.

Natijahnya Memberi Manfaat


Natijah merupakan hasil usaha seseorang. Hasil tersebut semestinya baik karena
ia merupakan pemberian Allah SWT. Supaya natijah tersebut menjadi ibadah, maka
natijah tersebut harus bermanfaat bagi orang lain.

Tidak Meninggalkan Asas Ibadah


Dua perkara utama yang menjadi asas ibadah ialah rukun iman dan rukun islam.
Kedua hal ini merupakan tapak atau platform untuk menegakkan amalan-amalan yang
lain. Setiap amalan yang berasas kepada 2 (dua) perkara ini merupakan amalan yang
paling wajib, artinya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Jika tidak berdasarkan pada
rukun iman dan rukun islam, maka ibadah kita menjadi sia-sia.

Muamalah dalam Islam


Pengertian Muamalah
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus
berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi.
Allah SWT berfirman :

Artinya :
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya
aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui [QS. Az Zumar: 39]

Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan tata cara yang ditentukan. Beberapa kategori yang termasuk dalam muamalat
yakni : jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan,
dan lain-lain. Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan sedikit mengenai muamalat jual
beli.

Pengertian Jual Beli


Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna
berlawanan yaitu Al Bai yang artinya jual dan Asy Syiraa yang artinya beli. Menurut
istilah hukum syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar
saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak
dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
Dalam pengertian lainnya disebutkan bahwa jual beli adalah suatu kegiatan tukar
menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini
adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan kegiatan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu
dipenuhi, yaitu :
Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya dan baligh
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli
dengan kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu
diantara keduanya. Apabila ada paksaan, maka jual beli tersebut tidak sah.
Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan. Kabul
adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual. Sebelum akad
terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih dulu.
Contoh :
Ijab : Saya menjual mobil ini dengan harga 30 juta rupiah.
Kabul : Saya membeli mobil ini dengan harga 30 juta rupiah.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang perlu
diperhatikan dalam ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam
bentuk kata-kata, seperti : aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima.
Ijab kabul jual beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa
kedua belah pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu
diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan
lewat telepon. Jula beli seperti ini sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti
kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.
Ada benda yang diperjualbelikan
Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Suci atau bersih dan halal barangnya
Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang
lain
Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa
Barang itu dapat diserahterimakan

Perilaku atau Sikap yang Harus Dimiliki oleh Penjual


Berlaku Benar (Lurus)
Berperilaku benar merupakan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya,
dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku
benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan harganya.
Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah
adalah berlaku benar.
Berdusta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas
nama Allah. Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka
bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin
yang zalim.(HR Nasai dan Ibnu Hibban)
Menepati Amanat
Menepati amanat merupakan sifat yang sangat terpuji. Yang dimaksud amanat
adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. Orang yang tidak
melaksanakan amanat dalam islam sangat dicela.
Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau
pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada
pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa
tertipu dan dirugikan.
Jujur
Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur.
Kejujuran merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam jual beli karena
kejujuran akan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan salah satu
pihak. Sikap jujur dalam hal timbangan, ukuran kualitas, dan kuantitas barang yang
diperjual belikan adalah perintah Allah SWT. Firman Allah :

Artinya :
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka,
Syuaib. Ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari
Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.
[QS. Al Araf : 85]
Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat
barang dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Lawan sifat jujur
adalah menipu atau curang, seperti mengurangi takaran, timbangan, kualitas,
kuantitas, atau menonjolkan keunggulan barang tetapi menyembunyikan cacatnya.
Hadis lain meriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a berkata seorang lelaki mengadu
kepada rasulullah SAW sebagai berikut Katakanlah kepada si penjual, jangan
menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan
menipu.(HR Muslim)
Khiar
Khiar artunya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan
(akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan
transaksi jual beli). Khiar ada tiga macam yaitu :
Khiar Majelis
Khiar majelis adalah si pembeli dan penjual boleh memilih antara
meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap
ditempat jual beli. Khiar majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.
Khiar Syarat
Khiar syarat adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan
jual beli setelah mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang
ditentukan tiba, maka jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau
diurungkan. Masa khiar syarat selambat-lambatnya tiga hari
Khiar Aib (cacat)
Khiar aib (cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya, apabila barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah
ada sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli. Hadis
Nabi Muhammad SAW, yang artinya : Jika dua orang laki-laki mengadakan
jual beli, maka masing-masing boleh melakukan khiar selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiar,
kemudian mereka sepakat dengan khiar tersebut, maka jual beli yang demikian
itu sah. (HR Mutafaqun alaih)
Hukum Jual Beli
1. Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan
larangan jual beli.
2. Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3. Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti
menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.

Larangan dalam Jual Beli


Membeli barang di atas harga pasaran
Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan
Menjual atau membeli barang haram.
Jual beli tujuan buruk, seperti : untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan
gerakan pasar, mencelakai para pesaing dan lain-lain.

Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)


Definisi/pengertian salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat atau
tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat dan barang dalam tanggungan penjual.
Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya.
Syarat Salam :
Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad.
Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
Barang yang disalam jelas spesifikasinya, baik bentuk, takaran, jumlah, dan
sebagainya

Hikmah Ibadah dan Muamalah

Di dalam Agama Islam, terdapat istilah ibadah dan muamalah, namun apa arti kedua istilah
tersebut? Apa hukumnya dalam Agama Islam dan apakah yang bias kita dapatkan, sebagai
penganut Agama Islam, apabila kita melakukan kegiatan yang terkategorikan ke dalam Ibadah
dan Muamalah?

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut
syara (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah:

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-
Nya.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati).
Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:


Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki
Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. [Adz-Dzaariyaat : 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah,
ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang
disyariatkan-Nya, maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah). Dan barangsiapa yang beribadah
kepada-Nya hanya dengan apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).

Kemudian, apakah yang dimaksud dengan muamalah? Muamalah adalah hal-hal yg termasuk
urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk
social yang berinteraksi dengan sesamanya dan berhubungan satu sama lain. Maka dari itu,
terciptalah suatu bentuk kemasyarakatan yang digunakan untuk memperjelas batas dan aturan
dalam lingkup sosial tersebut.

Hukum muamalat Islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Pada
dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukanlain oleh Al quran dan
sunah Rasul. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur- unsur paksaan.
Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat danmenghindari madharat
dalam hidup masyarakat. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan,
menghindariunsur-unsur penganiayaan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

Dari penjelasan kedua istilah tersebut (ibadah dan muamalah), terlihat jelas perbedaan ruang
lingkup antara ibadah dan muamalah, karena memang pada dasarnya kedua istilah tersebut
merupakan istilah untuk dua ruang lingkup yang berbeda. Namun, kedua istilah tersebut
memiliki hikmah apabila kita melaksanakannya sesuai dengan aturan Islam yang telah ada.
Hikmah beribadah tentu saja yang paling utama adalah mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Selain itu, dengan beribadah, sesungguhnya membuat kita jauh dari perbuatan keji dan mungkar.
Beribadah juga melatih hawa nafsu kita, untuk senantiasa menyadari bahwa kita sebagai manusia
tidak ada apa-apa nya dibandingkan dengan Allah SWT. Beribadah disini tidak hanya beribadah
dalam hal shalat, membaca Al-Quran, ataupun bersedekah saja. Pada dasarnya ,segala sesuatu
yang baik dan berguna, apabila dijalani atas nama Allah SWT merupakan ibadah juga.

Dari hal ini kemudian bias kita kaitkan kepada muamalah. Dalam hal bersyerikat dan
bersosialisasi, tentu saja akan terdapat perbedaan pendapat dan terjadi tegangan. Namun, apabila
semua dijalankan dengan kepala dingin dan tidak berdasarkan hawa nafsu saja, setelah dilatih
oleh ibadah, tentu proses muamalah akan semakin afdol dan mengarah menuju kebaikan. Sikap
jujur, tawaddu, ramah, pemaaf, dan pemikiran yang rasional sudah sepatutnya menjadi tolak ukur
kita dalam mengamalkan nilai-nilai muamalah kedalam kehidupan sosial kita sehari-hari.

Dengan muamalah yang saling tenggang rasa, saling menghargai, dan saling membantu satu
sama lain, secara tidak langsung kita sudah melaksanakan ibadah karena kita melaksanakan
sesuatu yang baik, dan berdasarkan nama Allah SWT. Namun perlu diingat bahwa ibadah wajib
tetap wajib hukumnya dilaksanakan. Karena dengan menegakkan tiang agama dengan
menunaikan shalat, bertilawah Al-Quran, menunaikan zakat dan bersedekah, sesungguhnya
hikmah utama yang kita akan raih adalah hati yang bersih dan jauh dari perbuatan keji dan
mungkar.

IMPLEMENTASI AQIDAH DALAM KEHIDUPAN PRIBADI


DAN SOSIAL
Oleh : Ajang Indra (0906635406)
Teknik Kimia Universitas Indonesia 2009

Kita tidak dapat mengklaim bahwa kita sudah memenuhi kalimat tiada Ilah selain Allah
artinya kita sudah berakidah benar, terhindar dari kemusyrikan dalam beribadah, dan semua
pengadilan kita sudah menerapkan syariat Allah bila kita masih saja terbelakang dalam
bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, peradaban, moral, sosial dan pemikiran. Kemudian kita
diam berpangku tangan dan tidak berusaha mengubah keadaan. Kalimat tiada Tuhan selain
Allah menyuruh kita melepaskan semua belenggu itu. Berbagai arahan Allah dan Rasul-Nya
dalam masalah ini cukup jelas dan harus ditaati umat Islam, baik secara individu maupun
kelompok (Muhammad Quthb)

Seringkali ketika membicarakan kemurnian dan urgensi makna akidah, kita hanya akan
menariknya pada satu kutub: penyucian jiwa dan porsinya lebih besar pada aspek ruhiyah dan
ibadah mahdhah. Tidak sepenuhnya salah memang, namun untuk memurnikan (tashil) berarti
kita harus mengembalikan sesuatu pada asalnya, membuka kembali apa yang menutupinya, dan
membersihkan dari segala sesuatu yang menodainya. Oleh karena itu, bila akidah hanya
dipahami semata-mata sebagai aspek penyucian jiwa pribadi yang tidak terimplementasi dalam
aspek kehidupan lain, maka yang terjadi bukan pemurnian, melainkan degradasi dan
penyempitan makna.

Oleh karena itu Muhammad Quthb dalam pernyataannya di atas hendak membuka kembali tabir
makna akidah yang telah disempitkan dalam bilik-bilik ruhani yang sebenarnya kosong dan
gersang dalam implementasi (jafaaf ruuhi). Sebagaimana seorang Jamaluddin al-Afghani pernah
menyindir kita saat melancong ke negara yang nonmuslimnya mayoritas, Saya melihat Islam di
sini walaupun tidak melihat banyak orang Islam. Sementara di negara mayoritas muslim, saya
lihat banyak orang Islam tapi tidak melihat Islam.

Artinya, selama ini akidah kita miskin implementasi dan diterapkan secara parsial. Padahal, ia
seharusnya bukan hanya mencakup masalah ruhiyah, tapi juga manhajiyah, fikriyah bahkan
implementasi jasadiyah. Akidah kita, yang secara ringkas terangkum dalam dua kalimat
syahadat, belum mampu menjadi asasul inqilab (dasar-dasar perubahan) yang signifikan dalam
kehidupan dari level individu hingga umat. Padahal, inilah urgensi terbesar dari kekuatan akidah.
Itu pula yang dahulu mengubah tatanan sosial masyarakat Islam secara revolusioner dan
progresif tanpa melupakan masalah kekhusyukan ruhani.

Dr. Yusuf Qardhawi pernah menulis dalam bukunya, Al-Iman wal Hayat, Pengaruh iman bagi
pembaharuan jiwa sesungguhnya tidak diragukan lagi. Berbagai kejadian cukup menjadi saksi.
Ahli-ahli sejarah kagum melihat perubahan besar yang dialami bangsa Arab sesudah mereka
disinari cahaya iman. Dari suku-suku berpecah belah menjadi umat yang bersatu. Dari lemah
menjadi kuat. Dari penggembala binatang ternak, menjadi bangsa-bangsa dan pembentuk
kebudayaan baru. Perubahan yang luar biasa ini terjadi dalam masa singkat. Bukan berpuluh
tahun dan bukan berpuluh abad, melainkan dalam masa yang tidak lebih dari 23 tahun.
Perubahan ini adalah karena pengaruh iman, yang ditanamkan oleh Nabi Besar Muhammad
Saw dalam jiwa sahabat dan pengikut-pengikutnya. Mereka berpindah dari masa jahiliyah ke
zaman Islam. Dari memuja berhala kepada menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Dari suku-suku
bangsa yang terpencil menjadi umat yang menulis sejarah baru dengan tinta keemasan.

Jadi seharusnya, iman itu berdampak bukan hanya pada ketenangan jiwa, tapi terasa dan terlihat
dalam kehidupan sosial, bahkan yang sifatnya kerja-kerja duniawi. Di antaranya, Yusuf
Qardhawi menulis bahwa akidah, iman, dan tauhid itu bisa memperbesar prestasi kerja, di antara
indikatornya adalah meningkatkan produksi, mengerjakan sesuatu dengan ihsan, menghargai
waktu, produktifitas tinggi tanpa alasan terhambat ibadah, dan mampu memakmurkan bumi
dengan kerja-kerja kita.

Muhammad Quthb juga menulis bahwa sebenarnya akidah, kalimat la ilaha illallah,
mengandung tuntutan-tuntutan yang sebenarnya telah ditunjukkan dalam sirah. Tuntutan itu
mulai dari yang mahdhah sampai ghairu mahdhah. Dari tuntutan keimanan, penyembahan,
legislasi, moral, pemikiran, peradaban, bahkan sampai ekpresi seni.

Lalu mengapa kita sering terjebak pada penyempitan makna akidah? Muhammad Quthb
memaparkan beberapa faktor utamanya dalam buku Laa Ilaha IllaLlah: sebagai Aqidah Syariah
dan Sistem Kehidupan. Pertama, pandangan yang hanya menganggap bahwa iman terbatas hanya
pada pembenaran hati yang dikukuhkan lisan, sementara amal sering diabaikan dalam cakupan
iman. Kedua, perilaku sufisme yang fatalistik, menafikkan bahwa Islam merupakan agama amal
dan perjuangan dalam kehidupan nyata, agama jihad dan pengorbanan untuk menegakkan
sistem Rabbani dalam dunia nyata. Ketiga, invasi pemikiran yang dilakukan pihak eksternal
yang khawatir bila Islam akan kembali bangkit jika akidah umatnya terimplementasi sempurna.

Oleh karenanya, Muhammad Quthb menegaskan bahwa kebangkitan Islam dituntut untuk
menghidupkan kembali vitalitas dan efektifitas kalimat tiada Tuhan selain Allah seperti dulu,
di samping juga membersihkan noda-noda yang mengotori kalimat syahadat ini selama berabad-
abad lalu. Dulu kalimat ini berdampak nyata dalam kehidupan umat Islam dan menjadi pelita
yang menerangi seluruh umat manusia, sehingga mereka keluar dari kegelapannya, bahkan
orang-orang yang belum masuk ke dalam Islam banyak mengambil manfaat darinya. Kalimat
syahadat ini terpelihara dalam Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Saw. karena memang Allah
yang bertanggung jawab memeliharanya. Tugas kita adalah membukakan pintu hati kita terhadap
kalimat itu dan memenuhi segala tuntutannya. Wallahu alam.

Daftar Pustaka
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/abdussalam/pidato/toleransi.shtml
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/Makna.htm

DAFTAR PUSTAKA

Fadhil, M. Mustaqim, Buku Ajar Pokok-Pokok Materi Al Islam 1, Universitas


Muhammadiyah Surabaya, 2003.
Dr. Asmaran As., M.A. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Mahmud Syaltut, 1966. Islam Aqidah wa Syariah, I, Kairo: Dar al-Kalam.
Prof. Dr. Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Muhammad al_Gazali, 1970, Khuluk al-Muslim, Kuwait: Dar al Bayan.
Abdul Al-Maududi, t.t., Towards Undestanding Islam, Jeddah: One Seeking Mercy of
Allah
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1977, Al Islam I, Jakarta: Bulan Bintang

Anda mungkin juga menyukai