Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

Di Susun Oleh :
Aida Silviana P3.73.20.3.15.002
Annisa Luthfiyatul Himmah P3.73.20.3.15.007
Desty Mayang Sari Mauizoh P3.73.20.3.15.012
Khoirin Nida P3.73.20.3.15.024
Muthia Karina P3.73.20.3.15.030
Nilam Permata Sari P3.73.20.3.15.033
Novianty Gliceria P3.73.20.3.15.035
Nurul Ilmi Utami P3.73.20.3.15.037
Rani Yulan Sari P3.73.20.3.15.041
Widya Rahmasari P3.73.20.3.15.048

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2017

SAP ISPA | 1
BAB I

PENYUSUNAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

Topik : ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

Penyuluh : Mahasiswa

Kelompok Sasaran : Masyarakat Desa ....................

Tanggal/Bln/Th : 18 september 2017

Waktu : 60 menit

A. LATAR BELAKANG

Infeksi Saluran Pernapasan Atas merupakan keadaan infeksi anak paling lazim, tetapi
kemakananya tergantung frekuensi relatif dari komplikasi yang terjadi pada anak.
Sindrom ini lebih luas dari pada orang dewasa. Biasanya anak dengan ISPA mengalami
penurunan nafsu makan tetapi tindakan memaksa dia untuk makan hidangan tidak ada
gunanya.
Sebagian besar penyakit pada anak-anak adalah infeksi, sebagian besar infeksi ini
terjadi pada saluran nafas, sebagian besar adalah ISPA, kebanyakan adalah virus. Ispa
dapat mencetus kejang demam, dan serangan asma (lectur, 2002).
Dinding dan seluruh sistem pernapasan dilapisi oleh mukosa yang saling berhubungan
sehinga infeksi yang terjadi disuatu tempat dengan mudah bisa mempengaruhi bagian
saluran pernapasan atas lainnya. ISPA juga menjadi alasan utama mengapa pasien lebih
memilih perawatan ambulatory atau rawat jalan. Oleh karena itu menjadi penting bahwa
perawat perlu dipersiapkan untuk memberikan perawatan terbaik, memberikan
penyuluhan dan informasi mengenai obat- obatan kepada pasien. Meskipun teknologi

SAP ISPA | 2
kedokteran telah berkembang sedemikian pesatnya, namun pertanyaan-pertanyaan klinis
yang umum untuk penyakit ISPA selalu mementingkan pada strategi yang efektif untuk
pencegahan, diagnosa dan perawatan.
Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang berbagai
penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan organisasi kesehatan dunia (WHO)
diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun. Yang disebabkan karena diare,
HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI, 2007).
Penyakit ISPA merupakan suatu masalah kesehatan utama di indonesia karena masih
tingginya angka kejadian ISPA terutama pada Anak-Anak dan balita. ISPA
mengakibatkan sekitar 20% 30% kematian anak balita. ISPA merupakan salah satu
penyebab kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% 60% kunjungan
berobat di puskesmas dan 15% 30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap.

B. TUJUAN

1. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, sasaran mampu memahami
tentang masalah ISPA.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan sasaran dapat :
a. Menjelaskan kembali pengertian dari ISPA.
b. Menyebutkan kembali tanda dan gejala dari ISPA.
c. Menyebutkan kembali macam-macam dari ISPA.
d. Menjelaskan bahaya dari ISPA.
e. Menjelaskan kembali cara perawatan ISPA dirumah.
f. Menjelaskan cara pencegahan ISPA.
g. Menjelaskan penatalaksanaan ISPA

3. Materi penyuluhan
a. Pengertian ISPA
b. Penyebab ISPA
c. Tanda dan Gejala ISPA

SAP ISPA | 3
d. Macam-macam ISPA
e. Cara Penularan ISPA
f. Pencegahan ISPA
g. Penatalaksanan ISPA Pada keluarga

4. Kegiatan
a. Petugas-petugas acara
Moderator : .............................................
Notulen : .............................................
Penyaji : .............................................
Observer : ............................................
Fasilitator : .............................................
b. Pengorganisasian
Pemateri : Menyajikan materi
Moderator : Mengatur jalannya diskusi
Notulis : Mencatat hasil diskusi
Fasilitator : Mendampingi peserta penyuluhan
Observer : Mengobservasi jalannya penuluhan tentang ketepatan
waktu, ketepatan masing-masing peran.
c. Metode
1) Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
2) Langkah-langkah :
a) Pra kegiatan pembelajaran.
- Menyiapkan ruangan dan media
- Menyiapkan waktu
b) Kegiatan membuka pembelajaran
- Memberi salam dan perkenalan
- Kontrak waktu
- Menjelaskan pokok bahasan
- Mengungkapkan tujuan pembelajaran
- Apersepsi
c) Kegiatan inti
- Penyuluh memberikan ceramah sesuai dengan materi penyuluhan

SAP ISPA | 4
- Sasaran menyimak penyuluhan
- Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh tentang pengertian ISPA
- Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh tentang macam-macam
ISPA
- Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh tentang tanda dan gejala
ISPA non pneumonia dan Pneumonia
- Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh tentang Cara perawatan
dan pencegahan ISPA pneumonia dan non pneumonia
- Sasaran mengemukakan hal-hal yang belum dipahami
- Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh tentang hal-hal yang
belum dipahami
d) Kegiatan penutup pembelajaran
- Sasaran menjawab pertanyaan penyuluh sebagai evaluasi
- Penyuluh menyimpulkan materi yang telah disampaikan
- Memberi salam.

5. Media
a. Leaflet
6. Evaluasi
Butir pertanyaan :
a. Jelaskan pengertian ISPA
b. Sebutkan Tanda dan Gejala ISPA non Pneumonia
c. Jelaskan macam-macam ISPA.
d. Jelaskan cara pencegahan ISPA Pneumonia

Jawaban :
a. Infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
b. Batuk pilek dengan disertai demam atau tidak
c. Pneumonia dan non Pneumonia
d. Cara pencegahan ISPA
1) Menjauhkan anak dari penderita batuk
2) Memberikan makanan bergizi setiap hari
3) Jagalah kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan anak
4) Berikan imunisasi lengkap.

SAP ISPA | 5
DAFTAR PUSTAKA

C long Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah 2 (Suatu Proses Pendekatan Keperawatan).
Bandung.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

DEPKES RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular, 1993. Buku Pedoman


Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk Kader

Ronald. 2006. Obat-obatan Ramuan Tradisional. Bandung : Yrama Widya [diakses 26 Juni
2011]

SAP ISPA | 6
BAB II

LAMPIRAN MATERI

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin,
2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah penurunan kemampuan pertahanan
alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing yang terjadi secara tiba-tiba,
menyerang hidung, tenggorokan, telinga bagian tengah serta saluran napas bagian dalam
sampai ke paru-paru. Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-5 tahun. (Whaley and
Wong; 1991; 1418).
B. Penyebab
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama
yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian
pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan
adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara
lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

SAP ISPA | 7
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi
juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

C. Tanda dan Gejala


Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini
timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena
kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal
dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan
ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah,
infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara
umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
(pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan,
bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 451). Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,50 C-40,5 0 C.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anoreksia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.

SAP ISPA | 8
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

E. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian ISPA


pada anak menurut (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut:
1. Usia / Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA dari pada usia yang lebih
lanjut.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5
tahun, sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena ISPA. Balita merupakan
faktor resiko yang meningkatkan morbidibitas da mortalitas infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA). Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan
tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007).
2. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
3. Status Gizi

SAP ISPA | 9
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak
yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutriaen. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada dayta antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua organ
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit dan
rambut terus berganti, sel sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan
mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk pekerjaan
tubuh (Nadesul, 2001).
4. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan kekebalan
terhadap penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu penyakit.
Oleh sebab itu anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko
terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap (Nelson,
1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil,
wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi
meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis
Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak
sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis TT (Dinkes,
2009).
5. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang dihasilkan oleh
kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi
(Wikipedia, 2008).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan
lain pada bayi berumur 0-6 bulan bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI
eksklusif ini (WHO, 2001).
Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA, bayi usia 0-11
bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal karena
ISPA dibandingkan Bayi yang memperoleh ASI Ekslusif. Bayi yang tidak diberi
ASI menyebapkan terjadinya defisiensi zat besi, ini menjadikan resiko kematianya
karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara ekslusif mendapatkan ASI

SAP ISPA | 10
dari si ibu, Bayi yang diberi ASI ekslusif dapat tumbuh lebih baik dan lebih jarang
sakit serta angka kematianya lebih renda dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan
ASI. Ini terjadi karena pemberian ASI dapat meningkatkan reaksi Imonologis bayi,
hampir 90 % kematian bayi dan balita terjadi di negara berkembang dan jumlah itu
sekitar 4 % lebih kematian disebapkan oleh ISPA (Kartasasmita, 2003).
6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian penyakit ISPA.
Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar rumah. Untuk
faktor yang berasal dari dalam rumah sangat dipengaruhi oleh kualitas sanitasi dari
rumah itu sendiri, seperti :
a. Kelembaban ruangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011
tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa
kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang
terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikrorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ISPA (Kemenkes RI,
2011a).
b. Suhu ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-
300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah di bawah 180C atau di atas 300C,
keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat (Kemenkes RI, 2011).
c. Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup. Suatu rumah
atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan
kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit. Sebaliknya suatu ruangan
yang terlalu banyak mendapatkan cahaya akan menimbulkan rasa silau, sehingga
ruangan menjadi tidak sehat.
d. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena ventilasi
mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar
angin sekaligus udara dari luar ke dalam dan sebaliknya. Dengan adanya jendela
sebagai lubang ventilasi, maka ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela
selalu dibuka. Untuk lebih memberikan kesejukan, sebaiknya jendela dan lubang
angin menghadap ke arah datangnya angin, diusahakan juga aliran angin tidak

SAP ISPA | 11
terhalang sehingga terjadi ventilasi silang (cross ventilation). Fungsi ke dua dari
jendela adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya
alam/matahari). Suatu ruangan yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik
akan menimbulkan beberapa keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen,
bertambahnya kadar karbon dioksida, bau pengap, suhu dan kelembaban udara
meningkat. Keadaan yang demikian dapat merugikan kesehatan dan atau
kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada kesehatan menunjukkan
terjadinya penyakit pernapasan, alergi, iritasi membrane mucus dan kanker paru.
Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum
harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999).
e. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai dalam rumah
dengan jumlah anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian
ruang tidur menurut Permenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 adalah
minimal 8 m2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam
satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI, 1999).
f. Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahan pencemar
dalam ruang. Obat nyamuk bakar menggunakan bahan aktif octachloroprophyl
eter yang apabila dibakar maka bahan tersebut menghasilkan bischloromethyl
eter (BCME) yang diketahui menjadi pemicu penyakit kanker, juga bisa
menyebabkan iritasi pada kulit, mata tenggorokan dan paru-paru (Kemenkes RI,
2011a).
g. Bahan bakar untuk memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan
kualitas udara menjadi rusak, terutama akibat penggunaan energi yang tidak
ramah lingkungan, serta penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti
batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian)
(Kemenkes RI, 2011).
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok
terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara lain
Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-
lain (Kemenkes RI, 2011a). Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al. (2009)

SAP ISPA | 12
serta Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan
asap rokok dengan kejadian ISPA pada Balita.
i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter 2,5 (PM2,5) dan
Partikel debu diameter 10 (PM10) dapat menyebabkan pneumonia, gangguan
system pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke
dalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan
kanker paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS).
Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan
manusia akibat pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari dalam rumah
antara lain dapat berasal dari perilaku merokok, penggunaan energi masak dari
bahan bakar biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk
melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga
sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah. Dinding berguna untuk
mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media bagi proses rising
damp (kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor
penyebab kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding
yang terbuat dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut
tembok. Dinding dari tembok akan dapat mencegah naiknya kelembaban dari
tanah (rising damp) Dinding dari anyaman bambu yang tahan terhadap segala
cuaca sebenarnya cocok untuk daerah pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak
dapat menahan lembab, sehingga kelembabannya tinggi (Depkes RI,1999).
k. Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu
individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap
penyakitnya merupakan hal yang penting dalam menangani penyakit tersebut.
Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan pengobatan
yang akan diterima oleh anaknya. Berdasarkan hasil penelitian Djaja et al.
(2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran
total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya
berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi

SAP ISPA | 13
berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak
membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan
rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat ke
dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan
ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke
atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita oleh balitanya.

F. Cara penularan penyakit ISPA


Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA
ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah
cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui
kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah
karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme
penyebab (WHO, 2007)

G. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah
raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan
kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Immunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

SAP ISPA | 14
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi
asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap
segar dan sehat bagi manusia
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di
udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran
pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang
kedua duet (campuran antara bibit penyakit)

H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
b. Antibiotik :
Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama ditujukan pada S.
pneumonia, H. influensa dan S. aureus.
Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin,
klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup,
dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan
lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

SAP ISPA | 15
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda
bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.


2) Meningkatkan makanan bergizi.
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum.
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih.
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek.

I. Pengobatan
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, Bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). Dan bawa anak ke petugas kesehatan atau
puskesmas atau rumah sakit.

SAP ISPA | 16
SAP ISPA | 17

Anda mungkin juga menyukai