Disusun Oleh :
1. Deby A.B Sintia : 21080116120014
2. Byhaqi Nugroho : 21080116120016
3. Raissa Emeline Pardede : 21080116120019
4. Dania Istiqomah : 21080116120030
5. Azah Irma Putri : 21080116120033
6. Anggita Kusuma Wardani : 21080116120034
7. Mercy Nathalia Bregitna : 21080116120036
8. Lidia Kristia : 21080116130048
9. Monica Merybath Siregar : 21080114120019
10. Anggreini Violetta Sinaga : 21080114120043
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
A. Pencandraan Bentang Lahan
Pembentukan tanah dipengaruhi oleh lima faktor yang bekerja sama dalam berbagai
proses, baik reaksi fisik maupun reaksi kimia. Semula dianggap sebagai faktor pembentuk
tanah hanyalah bahan induk, iklim, dan matahari. Setelah diketahui mahluk hidup
berkembang terus maka faktor ditambah oleh faktor waktu. Topografi yang mempengaruhi
tata air ditanah dan erosi tanah juga merupakan faktor pembentuk tanah (Darma wijaya,
1990).
Di daerah beriklim humid di daerah dengan bahan induk yang terlalu muda untuk
pembentukan oxisol ditemukan asosiasi ultisol, alfisol, dan entisol. Ditempat yang tinggi
yang drainase baik ditemukan tanah adult. Di daerah lereng atas ditemukan aquult karena
peresapan air yang rupanya tidak lancar sehingga pengaruh air terhadap sifat tanah cukup
nyata. Di lereng bawah/kaki lereng dimana pengaruh air lebih besar dan pencucian basa
terhambat ditemukan tanah aqualf sedang disekitar sungai ditemukan tanah fluent (Munir,
1996).
Tanah yang tertutup vegetasi yang tebal selalu mempunyai run off minimum.
Pembajakan tanah dapat untuk menghasilkan permukaan tanah yang kasar yang membantu
run off, tetapi permukaan tanah yang halus/gundul bila terkena air hujan akan membentuk
kulit yang keras dan dapat mengurangi infiltrasi serta tingkat waktu, yaitu waktu yang
dibutuhkan bervariasi yang tergantung pada stabilitas struktur tanah. Run off maksimal
dari tanah berlereng akan terjadi. Ketika sisa-sisa bahan tertimbun di bawah dan
permukaan menjadi lembab (Thomson, 1979).
B. Profil Tanah
Profil tanah adalah urutan susunan horison yang tampak dalam anatomi tubuh tanah.
Profil tanah mempunyai tebal yang berlainan, mulai dari yang setipis selaput sampai
setebal 10 m. Pada umumnya tanah makin tipis makin mendekati kutub dan makin tebal
makin mendekati khatulistiwa (Darmawijaya, 1990).
Horison tanah digambarkan dalam profil, secara vertikal dan berhubungan satu sama
lain. Kadang-kadang batas dua horison sangat jelas dan dapat dikenali dengan sangat baik,
sehingga tidak menimbulkan keraguan dan salah paham (Abdullah, 1993).
Dapat dikatakan semua profil tanah memperlihatkan perubahan warna dari suatu
horison ke horison berikutnya. Tampaknya ini paling nyata dalam tanah matang. Dalam
tanah muda waktu belum mencukupi untuk menghasilkan deferensiasi horison. Dalam
tanah sangat tua deferensiasi horison menghilang karena perlindian dan pelapukan yang
telah sangat berlanjut yang cenderung menyama ratakan tampakan diseluruh profil
(Notohadiprawiro, 1998).
F. Analisis pH Tanah
PH tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara
konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam larutan
tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi asam, sebalikya bila
konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi H+ maka suasana tanah menjadi
basa. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman makanan ternak,
bahkan berpengaruh pula pada kualitas hijauan makanan ternak. pH tanah yang optimal
bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0. Pada
tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat
akibat rendahnya ketersediaan system hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH
lebih rendah dari 4.0 pada umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang
berdampak secara fisik merusak 3ystem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadiaa terhambat (Anonim, 2005).
Hubungan konsentrasi ion H+ dan ion OH- diperhitungkan dengan konsentrasi ion
H+ dan dinyatakan dengan istilah pH yaitu yang ekstrim dan yang biasa. Bagi tanah
mineral dan jarak antara 2 ekstrim mulai sekitar pH 3,5-10 atau lebih. Perbedaan pH di
daerah lembah, nilai terendah sedikit di bawah 5 sedang nilai tertinggi di atas 7 dan di
daerah kering, nilai terendah di bawah 7 dan nilai tertinggi sampai kira-kira 9 (Buckman,
1982).
Pemberian kapur menaikkan kadar pH, kadar Ca, dan beberapa hara lainnya, serta
menurunkan Al, kejenuhan Al, juga memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Pemberian
kapur yang menyebabkan sifat dan cirri tanah membaik, meningkatkan produksi tanaman
(padi, jagung, kedelai, kacang tanah). Tanah- tanah yang pengapurnya berlebihan
menimbulkan masalah- masalah yang merugikan yang berhubungan dengan definisi seng,
besi, boron, dan tembaga atau meningkatkan molibaenum (Bailey, 1986).
MENGENAL JENIS-JENIS TANAH
1. Ultisols
Sifat atau ciri tanah Ultisols yaitu terdapat pengendapan liat dari lapisan A (iluviasi)
dan diendapkan di lapisan B (eluviasi), sehingga kadar liat horizon B > 1,2 kandungan
liat horizon A atau disebut Horizon Argilik.Tanah ordo Ultisol merupakan tanah
penimbunan liat dihorison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa (KB) pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. KB < 35% dapat didekati dengan
mengukur pH (kemasamantanah) < 6,5. Padanan nama tanah sistem klasifikasi lama
(FAO/Unesco, 1970) termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf
Kelabu. Warna tanah biasanya merah sampai kuning karena kandungan Al, Fe dan Mn
yang tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas tanah dapat dilakukan melalui pemberian
kapur, pemupukan, penambahan BO, dan penanaman tanaman adaptif. Penerapan teknik
budidaya tanaman lorong (tumpang sari), terasiring, drainase dan pengolahan tanah yang
seminim mungkin.
2. Entisols
Sifat ciri utama tanah ordo Entisol solum dangkal yaitu hanya lapisan A dan diikuti
lapisan C atau R, sehingga merupakan tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat
permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik,
albik atau histik. Entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material
baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan
dengan laju pembentukan tanah.
3. Histosols
Sifat utama ordo Histosols termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari
30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organic tinggi
tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol. Tidak mempunyai
horizon, mempunyai epipedon histik, bahan organik fibrik, hemik atau saprik ketebalan
BO mencapai puluhan meter bisa sampai ratusan meter. Berwarna kroma mantap atau
meningkat dengan bertambahnya kedalaman dan mempunyai warna kurang dari 3.
Tekstur beragam dan tidak berstruktur atau berblok pada lapisan atas. Cara pengelolaan
tanah Histosols dengan cara pengapuran, pemupukan unsur makro dan mikro.
4. Inceptisols
Ciri utama ordo Inceptisols batas horizon baur dan terdapat lapisan A, B dan C
sehingga solum tanah dalam. Tanah dengan horison bawah penciri kambik, telah terdapat
proses pembentukan tanah alterasi. Tekstur beragam dari kasar hingga halus (tergantung
pada tingkat pelapukan bahan induknya). Merupakan tanah yang belum matang
(immature) yang perkembangan profilnya lebih lemah dibanding dengan tanah matang
dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Cara Pengendalian tanah Inceptisols
memerlukan masukan yang tinggi baik masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P
dan K) maupun masukan organik (pengembalian sisa panen ke dalam tanah, pemberian
pupuk kandang atau pupuk hijau). Memiliki tingkat kelerengan tinggi maka harus dengan
pola tanaman tahunan atau agroforestry. Inceptisols di Indonesia digunakan untuk
tanaman padi sawah dan sebaiknya untuk tanaman budidaya yang semusim apabila
didaerah yang datar. untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai
dikembangkan sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain
sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula untuk
agrowisata.
5. Alfisols
Sifat ciri utama ordo Alfisols dicirikan adanya selaput liat. Tanah dengan horizon
argilik (endapan liat di lapisan B), kandik, atau natrik. KB >35%. Kesuburan alami
tinggi. Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh tekstur berkisar
antara sedang hingga halus, Drainasenya baik . bahan organic pada umunya sedang
hingga rendah.Jeluk tanah dangkal hingga dalam. Mempunyai sifat kimia dan fisika
relatif baik.
Cara pengelolaan tanah sebaiknya dilakukan dengan alternatif sebagai berikut :
Pembuatan terassering pada lahan yang berlereng miring (15%) sampai curam (45%).
Adanya tanaman lorong, Penambahan unsur hara organic, irigasi yang baik. Pembuatan
guludan searah dengan kontur. Penggunaan Alfisol di Indonesia diusahakan menjadi
pesawahan (padi) baik tadah hujan atau pun berpengairan, perkebunan (buah-
buahan),tegalan, hutan produsi (sengon) dan padang rumput (savanna).
6. Vertisols
Ciri utama tanah ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih
dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang saat basah dan mengkerut
saat kering. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras serta
terdapat rekahan sedalam > 50 cm (vertik). Vertisol menggambarkan penyebaran tanah-
tanah dengan tekstur liat berat dan mempunyai warna gelap, pH yang relatif tinggi serta
kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang juga relatif tinggi. Cara pengelolaan
tanah Vertisols dengan memanfaatkan irigasi yang baik. Pemupukan secukupnya hanya
untuk unsur hara yang kurang kebanyakan unsur P sebagai pembatas. Melakukan
pengolahan tanah agar membuat tanah tetap jenuh. Dalam mengatasi kembang
mengkerutnya tanah vertisol yaitu dengan memperbanyak bahan organik seperi kompos
dan pupuk kandang..
7. Andisols
Sifat utama tanah Andisols merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk abu
vulkan, batu apung (pumice) dan sinder. Banyak mengandung mineral dalam tanah.
Potensi fiksasi fosfat tinggi. Daya menahan air tinggi, Porositas tinggi dan permeabilitas
cepat. Berat Isi tanah rendah, Ketebalan solum antara 100 sampai 225 cm. Warna hitam,
kelabu sampai coklat tua. Tanah mineral dengan sifat andik yang tidak memiliki horison
argilik, natrik, spodik dan oksik. Mempunyai satu atau lebih dari : epipedon histik, molik,
umbrik, Cara pengelolan tanah Andisols dengan meningkatkan penutupan tanah
(pemberian mulsa atau penambahan vegetasi di atasnya).
8. Oxisols
Sifat utama tanah ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk
tinggal sedikit (banyak kwarsa SiO2). Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga
kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Memiliki horizon oksik atau kandik
dengan cadangan mineral yang sedikit, batas horizon baur. Cara Pengelolaan tanah
Oxisols dengan membuat irigasi untuk suplai air.
9. Spodosol
Sifat utama tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horizon
bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang,
dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
Sebaiknya tanah Spodosol tidak dijadikan lahan pertanian, tetapi tetap dibiarkan sebagai
hutan. Kalau sudah terlanjur dibuka sebaiknya dilakukan reboisasi. Spodosol banyak
digunakan sebagai hutan, kecuali itu dapat juga digunakan sebagi daerah rumput ternak
(pasture), savanna atau tempat rekreasi.
10. Mollisols
Sifat ciri utama tanah Mollisols mempunyai horison (lapisan) permukaan berwarna
gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya akan kationkation
basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur. Mollisol secara karakter
terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Agregasi tanah baik, struktur remah
dan gembur berbentuk prisma sehingga tanah tidak keras bila kering. Cara
pengelolaannya dengan memanfaatkan tanah sebaikbaiknya sesuai dengan kebutuhan dan
berdasarkan ilmu pengetahuan yang jelas.
11. Aridisols
Sifat ciri utama tanah aridisols yaitu reaksi-reaksi fisik, kimia dan biologi berjalan
lambat karena kurangnya air. Akibatnya Aridisol merupakan tanah yang memiliki sifat
hampir sama dengan bahan induknya. Aridisol memiliki KB tinggi karena rendahnya
proses pencucian. Aridisol memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan tidak
adanya proses fertilisasi, serta tidak ditemukannya horizon eluviasi. Pada permukaan
tanah sering ditemukan adanya gravel pavement. Aridisol termasuk sangat sulit
dimanfaatkan sebagai lahan untuk bercocok tanam. Tetapi dapat dilakukan budidaya
tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya matahari yang tinggi dan membutuhkan
air yang sedikit, misalnya tebu, buah naga dan nanas.
12. Gelisols
Gelisol adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost (lingkungan yang
sangat dingin). Dinamakan gelisol karena terbentuk dari material gelic. Gelic adalah
campuran dari bahan mineral dan organik tanah yang tersegresi es pada lapisan yang
aktif. Tanah jenis ini membeku pada ketebalan 100-200 cm dari permukaan tanah.
Gelisols tidak memiliki horizon B dan hanya memiliki horizon A yang berada di lapisan
es. Bahan organik tanah Gelisol banyak terakumulasi di lapisan atas, sehingga Gelisols
kebanyakan berwarna hitam atau coklat tua. Meskipun pengaruh pencairan es di sebagian
besar wilayah, tanah Gelisol termasuk tanah yang subur karena adanya bahan organik
yang relatif tinggi pada bagian atas Gelisol. Kandungan kimia yang dominan pada
Gelisol adalah potassium dan kalium, tetapi bahan kimia ini sangat mudah tercuci oleh
pencairan es. Gelisols ditemukan terutama di Siberia, Alaska dan Kanada.
JENIS TANAH YANG ADA DI INDONESIA
2. Tanah Aluvial
3. Tanah Laterit
4. Tanah Litosol
Tanah litosol disebut juga tanah berbatu. Tanah ini terbentuk karena
proses pelapukan bantuan yang belum sempurna sehingga jenis
tanah ini miskin unsur hara. Hanya sebagian dari tanah litosol yang
bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk menanam tanaman keras,
tegalan, palawija, dan padang rumput untuk makanan ternak.
Tanah gambut adalah tanah yang berasal dari bahan organic yang
terbentuk karena genangan air, karena itu peredaran udara di
dalamnya sangat kurang dan proses penghancurannya menjadi tidak
sempurna karena kekurangan unsur hara. Tanah gambut banyak
digunakan sebagai persawahan pasang surut. Tanah ini tersebar di wilayah pantai timur
Sumatera, Papua bagian selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
6. Tanah Mergel
7. Tanah Regosol
Tanah pasir terbentuk dari batuan beku dan batuan sedimen yang
mengalami pelapukan. Ciri tanah pasir adalah berpasir, berkerikil
dan butirannya kasar. Tanahnya kurang subur sehingga tidak baik
untuk pertanian. Di Indonesia jenis tanah ini banyak terdapat di
pantai barat Sumatera, Sulawesi, dan Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1993. Survai Tanah dan evaluasi Lahan. Jakarta: Penebar Swadaya
Anonim. 2005. pH Tanah. http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 9
November 2011
Bailey, Harry H. 1986. Dasar- dasar Ilmu Tanah.. Lampung: Universitas Lampung
Darmawijaya, M. Isa. 1990. Klasifikasi tanah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Foth, Henry D, 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga
Handayani, S. 2009. Panduan Praktikum dan Bahan Asistensi Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Kartasapoetra, G, 1991. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: PT. Melton Putra
Kartasapoetra. 1992. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: PT Rineka Cipta
Munir, Moch. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya
Salwati dan Yardha. 1999. Pengaruh Kelembaban Tanah dan Waktu Inkubasi Pupuk Kandang
terhadap Sifat Kimia Tanaman Bertekstur Liat dan Serapan N Tanaman Jagung. Dalam Jurnal
Agrista volume III (3) : hal 221
Soenartono. 1978. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga
Sukarno, Gatot. 1995. Pengaruh Pola Tanaman dan Penambahan Bahan Organik terhadap Aliran
Permukaan, Erosi dan Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah. Dalam Agrijounal
Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius
Tan, Kim H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM Press
Thomson, Louis M. 1979. Soil and Soil Fertility. New Delhi: Tata Mcgraw Hill Publishing
Company
Thomson, Louis M. 1979. Soils and Soil Fertility. New Delhi: McGrawHill Publishing Company
Walker, J.P and ,R.H. Paul.2002. Evaluation of the Ohmmapper instrument for soil
measurement. Soil Science Society of America . Journal, Vol 66