Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii


DAGTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................6
2.1 Cara Pembuatan Kecap Jeroan Ikan Tuna .........................................6
2.2 Bahan Pembuatan Kecap Jeroan Ikan Tuna.......................................7
2.3 Alat yang DIgunakan ..........................................................................8
2.4 Kandungan pada Kecap Jeroan Ikan Tuna .........................................9
2.5 Karakteristik Kecap Jeroan Ikan Tuna ................................................10
BAB III PENUTUP .............................................................................................12
3.1 Kesimpulan .........................................................................................12
3.2 Saran ..................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cara Pembuatan Kecap Jeroan Ikan Tuna


Pengolahan kecap ikan diawali dengan pemotongan lambung, hati dan
usus dengan ukuran berkisar antara 1-2 cm selanjutnya dicuci sebanyak 3 kali
dan dicampur merata. Berat masing-masing sampel isi rongga perut ikan tuna
sebanyak 238.2 g (73%), selanjutnya ditambah dengan garam sebanyak 60 g
(20% b/b), kemudian dicampur sampai merata. Enzim tripsin ditambahkan
masing - masing sebanyak 0.3 g (0.3% b/b) dan enzim pepsin ditambahkan
masing - masing sebanyak 0.3 g (0.3% b/b). Campuran kemudian dimasukkan
kedalam stoples kaca bertutup putar, selanjutnya stoples ditutup plastik polietilen
kemudian ditutup rapat dan difermentasi selama 45 hari pada suhu ruang.
Setelah fermentasi, semua sampel diambil sebanyak 1ml untuk pengujian
aktivitas enzim. Sampel yang masih dalam stoples selanjutnya disterilisasi pada
suhu 115 0C. Hasil sterilisasi kemudian disaring dengan proses penyaringan,
yaitu saringan kasar dan saringan halus. Larutan hasil penyaringan dipisahkan
dengan padatan menggunakan centrifuge pada kecepatan 5,000 rpm.Lemak
yang terdapat pada permukaan diambil dengan sendok dan kemudian
supernatan disaring lagi dengan kertas saring nomor 1.Filtrat yang diperoleh
kemudian diuji nilai aktivitas enzim, pH, warna, rendemen dan uji sensori.
Menurut Purnomo (1997), proses fermentasi yang relatif lama dapat
dipercepat dengan menambahkan enzim protease walaupun akhir dari produk
fermentasi cenderung kurang baik dibandingkan dengan pembuatan kecap ikan
secara spontan. Enzim yang berperan dalam pembuatan kecap ikan, berasal dari
isi rongga perut ikan misalnya, enzim pepsin atau tripsin, yang berasal dari
daging ikan misalnya, katepsin.
Penambahan garam dan enzim tidak hanya berpengaruh pada hidrolisis
protein akan tetapi juga berpengaruh pada pembentukan warna dan sebagian
besar senyawa nitrogen dalam kecap ikan adalah asam amino bebasdan peptida
kecil, yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan warna coklat pada
kecap ikan. Ginting (2002), menambahkan bahwa semakin lama berlangsungnya
proses fermentasi, warna kecap semakin keruh karena semakin banyaknya
komponen - komponen yang terdapat pada cairan hasil fermentasi sehingga
cairan semakin pekat dan semakin keruh.
Proses pembuatan kecap dari jeroan ikan tuna hampir sama dengan cara
pembuatan kecap ikan pada umumnya, berikut adalah proses pembuatan kecap
ikan dengan cara fermentasi terdiri dari tahapan :
1. Proses Persiapan
a. Ikan yang berukuran sedang atau besar disiangi, dibuang jeroan dan
insang, dicuci, kemudian dibelah dan dipotong-potong menjadi
ukuran kecil (3-4 cm);
b. Apabila ikan yang digunakan berukuran kecil, ikan cukup dicuci dan
ditiriskan.
2. Proses fermentasi
a. Pada wadah atau bak fermentasi dasarnya ditaburi garam yang telah
ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan atau potongan ikan
disusun berupa secara berlapis. Pada setiap lapisan ditaburi garam
setingi 0,25 cm, demikian seterusnya sampai penuh. Jumlah garam
yang digunakan sekitar 20-30% dari berat ikan yang diolah;
b. Wadah ditutup dan diberi pemberat, kemudian disimpan
(difermentasi) selama 3-6 bulan;
c. Setelah 3-6 bulan akan terbentuk cairan, dan cairan ini ditampung
kemudian disaring.
3. Pembumbuan dan Pemasakan Kecap
a. Cairan hasil penyaringan ditambahkan air. Setiap 1 liter cairan kecap
ditambah 0,5 liter air;
b. Cairan direbus sampai mendidih, dan setelah mendidih api
dikecilkan;
c. Apabila diperlukan maka ditambahkan bumbu. Bumbu yang telah
disiapkan dimasukkan kedalam cairan mendidih dan kemudian
diaduk terus menerus selama 15 menit;
d. Dalam keadaan masih panas, cairan kecap disaring, dan ditampung
dalam wadah.
4. Pembotolan Cairan kecap yang sudah disaring, dalam keadaan panas
dimasukkan ke dalam botol, ditutup rapat dan diberi label.

2.2 Bahan Pembuatan Kecap Jeroan Ikan Tuna


Bahan utama yang digunakan adalah isi rongga perut ikan tuna yang di
peroleh dari limbah hasil industri pengolahan ikan tuna dan dari restoran sushi.

7
Isi rongga perut ikan tersebut terdiri dari hati, lambung, dan usus karena organ
tersebut jarang diminati oleh konsumen lain. Isi rongga perut ikan tuna yang
berasal dari ikan tuna dengan ukuran besar. Enzim yang digunakan adalah
enzim komersial tripsin dalam bentuk cair, sedangkan enzim pepsin dalam
bentuk serbuk. Garam yang digunakan adalah garam industri berbentuk balok.
Bahan lain diantaranya aquades, casein, larutan buffer, larutan TCA 7%, dan
tirosin.
Industri pengolahan tuna menghasilkan limbah dalam jumlah besar,
dimana sebanyak 25-30% merupakan limbah padat yang terdiri atas kepala, kulit
dan jeroan, serta sebesar 30-35% merupakan limbah cair yang terdiri atas darah,
konsentrat, dan minyak ikan tuna (Prasertsan et al. 1988). Jeroan ikan tuna juga
memiliki potensi yang besar sebagai sumber enzim protease (Gildberg 1992;
Guerard et al. 2002; Klomklao et al. 2005). Protease merupakan kelompok enzim
yang sangat penting dalam industri enzim dunia saat ini dan tercatat hampir
sekitar 50% dari total penjualan industri enzim diperoleh dari kelompok enzim ini
(Rao et al. 1998). Aplikasi enzim yang luas menuntut adanya teknik pemurnian
enzim yang ekonomis, efisien dan dapat diterapkan dalam skala besar
Hjalmarsson (2006), prosentase garam dalam campuran pembuatan kecap
ikan adalah 20-30% kemudian disimpan pada suhu tropis selama 6-12 bulan.
Sehingga pada penelitian ini, prosentase garam akan dikurangi menjadi 15- 25%,
diharapkan akan membantu proses percepatan fermentasi dan sedikit
mengurangi rasa asin.

2.3 Alat yang DIgunakan


Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan untuk usaha pengolahan
kecap ikan ditentukan oleh teknologi proses yang digunakan serta skala usaha
atau kapasitas produksi. Seperti telah dikemukakan, pembuatan kecap ikan pada
dasarnya termasuk dalam kelompok proses fermentasi. Alat yang dibutuhkan
untuk pengolahan kecap ikan adalah sebagai berikut :
Pisau atau alat pencincang ikan;
Baskom atau bak untuk pencucian dan penirisan ikan;
Wajan untuk pemasakan;
Tungku atau kompor;
Saringan atau alat penyaring;

8
Mesin penghancur atau blender;
Alat atau mesin pengisi dan penutup botol; dan
Bak atau tong untuk proses fermentasi
Berdasarkan ketentuan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang
kecap ikan, terkait dengan persyaratan peralatan pengolahan kecap ikan, maka
semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan harus
tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik,
tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih,
sebelum, selama dan sesudah digunakan. Selain itu persyaratan mutu kecap
ikan antara lain adalah bebas dari cemaran logam berat serta bakteri dan kapang
yang membahayakan kesehatan.

2.4 Kandungan pada Kecap Jeroan Ikan Tuna


Enzim jeroan ikan tuna secara umum terdiri atas pepsin (pada bagian
gastric mucosa), dan tripsin serta kemotripsin (pada bagian pankreas, pyloric
caeca, dan usus) (Simpson 2000). Protease yang dihasilkan dari jeroan ikan tuna
memiliki sifat unik untuk berbagai aplikasi industri seperti deterjen (Esposito et al.
2009; Li et al. 2010), makanan diantaranya digunakan untuk meningkatkan
kualitas glutenin pada tepung dan coklat (Kara et al. 2005), meningkatkan
volume spesifik dari brown rice bread (Renzetti dan Arendt 2009), farmasi, kulit
dan industri tekstil atau kain sutra (Haard 1992).
Menurut Saisithi et al., (1994), enzim proteolitik yang berperan terhadap
perubahan - perubahan kecap ikan selama fermentasi berasal dari tubuh ikan
(endogenous enzim) dan dari mikroba yang hidup selama proses fermentasi.
Subasinghe et al., (1990) melaporkan, bahwa pada pembuatan kecap ikan
dengan menggunakan enzim proteolitik, garam yang ditambahkan melakukan
penetrasi ke dalam jaringan ikan sehingga dapat mendorong air keluar dari
jaringan ikan yang mengandung mineral dalam bentuk garam sehingga dapat
meningkatkan kadar garam kecap ikan.
Menurut Yongsawatdigul et al., (2004), bahwa pemanasan setelah proses
fermentasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi maillard antara senyawa amino
dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin yaitu suatu polimer
berwarna coklat yang menurunkan kenampakan produk yang dihasilkan.
Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino
dengan hasil dekomposisi lemak. Buckle et al., (1987), menambahkan bahwa

9
lama waktu fermentasi menghasilkan warna kecap ikan yang lebih coklat. Hal ini
disebabkan karena adanyareaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan gugus
amino dari protein yang menghasilkan warna coklat pada kecap ikan.

2.5 Karakteristik Kecap Jeroan Ikan Tuna


Klomklao et.al. (2005), menyatakan bahwa semakin tinggi kadar garam
yang digunakan pada proses pembuatan kecap ikan maka akan menaikkan
intensitas warna produk. Tingkat perubahan warna yang terbentuk diantara
perlakuan bervariasi, tergantung pada perbedaan jenis enzim yang ditambahkan.
Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya perbedaan jenis enzim
memberikan pengaruh terhadap pembentukan warna pada kecap ikan.
Perlakuan dengan enzim pepsin menunjukkan warna yang lebih gelap dibanding
perlakuan dengan enzim tripsin. Hal ini menunjukkan bahwa enzim tripsin
memberikan hasil warna yang lebih baik dibandingkan dengan hasil penambahan
enzim pepsin. Hal tersebut dikarenakan warna yang dihasilkan menyerupai
dengan warna kecap ikan komersial yaitu coklat gelap. Selain itu lama proses
fermentasi juga menyebabkan warna kecap menjadi lebih gelap. Warna
kecoklatan yang terbentuk pada kecap ikan diduga disebabkan oleh reaksi non
enzimatis yaitu reaksi Maillard. Lopetcharat et.al., (2001), mengungkapkan
bahwa Reaksi Maillard mungkin berkontribusi pada kecenderungan warna
merah. Gula pereduksi dan produk oksidasi seperti aldehid dapat bereaksi
dengan asam amino bebas yang lebih banyak dibebaskan dengan semakin
bertambahnya waktu fermentasi.
Menurut Yongsawatdigul et al., (2004), bahwa pemanasan setelah proses
fermentasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi maillard antara senyawa amino
dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin yaitu suatu polimer
berwarna coklat yang menurunkan kenampakan produk yang dihasilkan.
Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino
dengan hasil dekomposisi lemak. Buckle et al., (1987), menambahkan bahwa
lama waktu fermentasi menghasilkan warna kecap ikan yang lebih coklat. Hal ini
disebabkan karena adanyareaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan gugus
amino dari protein yang menghasilkan warna coklat pada kecap ikan.
Menurut Peralta et al., (1996); Shimoda et al., (1996), Fukami et al.,
(2004) dalam Yongsawatdigul et al., (2004) variasi senyawa volatil, asam yang
terkandung, karbonil, kandungan senyawa nitrogen dan senyawa sulfur yang

10
terbentuk selama proses fermentasi diduga mempengaruhi pembentukan aroma
yang berbeda pada kecap ikan. Aroma condiment dapat berasal dari adanya
senyawa-senyawa volatil yang mempunyai berat molekul rendah yaitu asam-
asam organik dan karbonil.
Menurut Buckle et al., (1987), enzim protease mampu menguraikan
protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton dan asam amino
yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas. Hal tersebut didasarkan
pada pendapat Rahayu et al., (1992) yang mengemukakan bahwa proses
fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis
terhadap senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan terkontrol. Selama proses
fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida,
kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-
komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk. Hal tersebut
diperkuat oleh Chayovan et al., (1982) dalam Yongsawatdigul et al., (2004) yang
menyebutkan bahwa degradasi protein ikan menjadi asam amino bebas
merupakan penyebab dari pembentukan cita rasa yang enak pada kecap ikan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
Kecap ikan merupakan salah satu produk bahan makanan hasil olahan
melalui proses fermentasi yang dibuat dari ikan maupun limbah ikan,
mempunyai rasa dan bau yang khas serta daya simpannya yang lama
Penambahan garam dan enzim tidak hanya berpengaruh pada hidrolisis
protein akan tetapi juga berpengaruh pada pembentukan warna dan
sebagian besar senyawa nitrogen dalam kecap ikan adalah asam amino
bebasdan peptida kecil, yang memberikan kontribusi terhadap
pembangunan warna coklat pada kecap ikan.
Bahan utama yang digunakan adalah isi rongga perut ikan tuna yang di
peroleh dari limbah hasil industri pengolahan ikan tuna dan dari restoran
sushi. Isi rongga perut ikan tersebut terdiri dari hati, lambung, dan usus
karena organ tersebut jarang diminati oleh konsumen lain.
Pemanasan setelah proses fermentasi dapat menyebabkan terjadinya
reaksi maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang
membentuk melanoidin yaitu suatu polimer berwarna coklat yang
menurunkan kenampakan produk yang dihasilkan. Pencoklatan juga
terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan
hasil dekomposisi lemak.
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian
secara biologis terhadap senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan
terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis
menjadi asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan
terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan
dalam pembentukan cita rasa produk.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih kurang sempurna.
Oleh karena itu kami sangat membutuhkan saran serta kritik dari pembaca agar
penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Atas perhatiannya kami
mengucapkan terima kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Klomklao, S., Benjakul, S., Visessanguan W., Kishimura, H. Simpson, B. 2005.


Effects of the Addition of Spleen of Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis)
on the Liquefaction and Characteristics of Fish Sauce Made from
Sardine (Sardinella gibbosa) Food Chemistry 98 (2006) 440452.
Kurniawan, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu
Fermentasi terhadap Kualitas Kecap Ikan Lele Jurnal Teknik Kimia 2 (2)
April 2008.
Muliati, T. 1986. Mempelajari Proses Pembuatan Kecap Ikan Kembung
(Rastrellinger sp.) Secara Hidrolisa dan Fermentasi. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fateta,IPB. Bogor.
Purwaningsih, S dan Nurhayati. 1995. Pembuatan Kecap Ikan Secara Kombinasi
Enzimatis dan Fermentasi dari Jeroan Ikan Tuna (Thunnus sp.). Buletin
THP. 1 (1): 1995.
Suriawiria, U. 1980. Pengawetan Sisa dan Buangan Ikan secara Biologis dengan
Sistem Fermentasi Non Alkoholik Ensilising. ITB. Bandung.
Timoryana, V. 2007. Studi Pembuatan Kecap Ikan Selar (Caranx leptolepis)
dengan Fermentasi Spontan. IPB. Bogor.

14

Anda mungkin juga menyukai