PENDAHULUAN
bersinergi untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang
berperan penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu
lapisan vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera disebut uvea1.
Uveitis adalah peradangan pada uvea yang terdiri dari iris, badan siliar, dan
dengan tujuan untuk menentukan insiden dan penyebab tersering kasus uveitis di
negara tersebut. Seperti halnya di northern California incidence rate kasus uveitis
adalah 52.4 / 100,000 orang-tahun. Angka ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan
incidence rate yang didapat dari penelitian di United State. Tidak hanya itu,
incidence dan prevalensi terendah ada pada kelompok umur pediatri dan tertinggi
pada kelompok umur > 65 tahun. Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa
hal, seperti anatomi yang terlibat, perjalanan klinis, etiologi dan histopatologi.
infeksi4. Uvea merupakan lapisan vaskular mata yang tersusun atas banyak
pembuluh darah yang dapat memberikan nutrisi kepada mata. Adanya peradangan
pada area ini dapat mempengaruhi elemen mata yang lain seperti kornea, retina,
sklera, dan beberapa elemen mata penting lainnya. Sehingga kadang gejala yang
dikeluhkan pasien mirip dengan penyakit mata yang lain. Adapun gejala yang
sering dikeluhkan pasien uveitis secara umum yaitu mata merah (hiperemis
epifora1.
penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
Nama : Tn. JF
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Petani
No MR : 46.94.07
2.2. ANAMNESA
Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri merah dan kabur sejak kurang lebih 3 tahun sebelum
Keluhan Tambahan
penglihatan tiba-tiba kabur pada mata kiri pasien sejak 3 tahun SMRS. Awalnya
mata kiri pasien merah. Kemudian diikuti dengan penglihatan kabur. Pasien juga
mengeluh pandangan menjadi silau saat terpapar sinar dan sering berair. Lalu
pasien memakai obat tetes mata, merah pada mata kiri pasien berkurang, tetapi
penglihatan tetap kabur. Nyeri (+), gatal (+), sakit kepala (+), mual (-), muntah (-),
demam (-).
HR 89x/menit
RR 20x/menit
T 36,6C
Status Generalisata
Status Oftalmologi
Pemeriksaan OD OS
Visus 1/ 0
Corpus vitreum - -
Fundus okuli - -
2.4. DIAGNOSA BANDING
Uveitis ODS
C. Xitrol 6x1
C. Lyter 6x1
2.6. PROGNOSA
Dubia et Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Uvea adalah lapis vaskuler di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior dan posterior.
Bagian anterior uvea diperdarahi oleh dua buah arteri siliar posterior longus yang
masuk menembus sclera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan
tujuh buah arteri siliar anterior yang terdapat dua pada setiap otot superior,
medial, dan inferior, serta satu pada otot rektus lateral. Sedangkan bagian
posterior uvea mendapat perdarahan dari lima belas hingga dua puluh buah arteri
siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang menerima tiga akar saraf di
bagian posterior. Akar saraf pertama adalah saraf sensoris yang mengandung
serabut sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar. Akar saraf kedua adalah saraf
simpatis yang mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil. Akar
saraf yang ketiga adalah akar saraf motor yang akan memberikan saraf
a. Iris
Iris adalah bagian paling anterior uvea, merupakan lanjutan dari badan
siliar ke anterior yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen
Sehingga membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata
posterior (camera oculi posterior)5. Iris berfungsi untuk mengatur secara otomatis
masuknya sinar ke dalam bola mata. Hal ini menjadi indikator untuk fungsi
simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil.2 Iris terdiri dari stroma,
pembuluh darah, saraf, lapisan berpigmen anterior dan posterior, otot dilator dan
otot sphincter. Otot sphincter iris mendapat persarafan dari saraf parasimpatis
yang berasal dari nucleus CN. III. Otot sphincter ini memberikan respon
terdapat sel-sel pigmen bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf. Didalam iris
terdapat otot spingter pupil (M.Sphincter pupillae) yang berjalan sirkuler, letaknya
didalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N III. Selain
itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator papillae) yang berjalan radier
dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh
saraf simpatis. Vaskularisasi iris dari circulus mayor iris dan inervasinya melalui
b. Badan Siliar
Badan siliar berfungsi untuk menghasilkan cairan bilik mata (aqueous
humour) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di
batas kornea dan sklera. Tidak hanya itu, ia juga berfungsi untuk akomodasi lensa.
Badan siliar terdiri atas epithelium, stroma, dan otot siliar. Epithelium dan stroma
terdiri atas pars plana (bagian posterior, tidak bergerigi, panjang 4mm) dan pars
plicata (bagian anterior, bergerigi, panjang 2mm). Pars plana adalah bagian
avaskular di badan siliar yang membentang dari ora serata hingga prosesus
siliaris. Sedangkan pars plicata adalah bagian yang kaya pembuluh darah dan
terdiri dari prosesus siliaris. Otot siliar terdiri dari 3 macam otot (longitudinal,
radial, dan circular) yang menjalankan fungsinya sebagai satu unit. Otot ini
dipersarafi oleh serabut parasimpatis yang berasal dari CN. III. Sedangkan serabut
simpatisnya berperan dalam relaksasi otot siliar. Otot ini dipengaruhi oleh obat
c. Koroid
Koroid berfungsi untuk menutrisi bagian luar retina. Ia terdiri dari 3 lapis
pembuluh darah, yaitu choriocapillaris, lapisan tengah pembuluh darah kecil, dan
dengan basal lamina dari retinal pigment epithelium (RPE) menghasilkan PAS-
positif lamina yaitu membrane Bruch.3 Darah dari pembuluh darah koroid
corpus siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer atau pars planitis), dan
koroid (koroiditis)1.
2.3. Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis
pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus
2.4. Klasifikasi
1. Klasifikasi anatomis
a. Uveitis anterior
b. Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
2. Klasifikasi klinis
a. Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama <
6 minggu
c. Rekurens/ berulang
3. Klasifikasi patologis
multinukleus
granulomatosa
a. Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar
tubuh
- Sifilis Autoimun
- Tuberkulosis
- Artritis idiopatik juvenilis
- Lepra (Morbus Hansen)
- Spondilitis ankilosa
- Herpes zooster
- Sindrom reiter
- Herpes simpleks
- Kolitis ulserativa
- Onkosersiasis
- Uveitis terinduksi-lensa
- Letospirosis
- Sarkoidosis
- Penyakit crohn
- Psoriasis
Keganasan
- Sindrom masquerade
- Retinoblastoma
- Leukimia
- Limfoma
- Melanoma maligna
Lain-lain
- Idiopatik
trauma tembus
- Ablasio retina
- Krisis glaukomatosiklitik
(sindrom posner-schlossman)
Virus Autoimun
- Herpes zoster
- Penyakit Behcet
- Herpes simpleks
- Sindrom Vogt-Koyanagi-
- Citomegalovirus
Harada
- Rubella
- Lupus eritematosus sistemik
- Rubeola
- Granulomatosis Wegener
Bakteri
- Vaskulitis retina
- Sifilis
- Oftalmia Simpatika
- Tuberculosis
- Brucellosis Keganasan
- Histoplasma - Sarcoidosis
- Cysticercus syndrome
2.6. Patogenesis
1. Uveitis anterior7
Radang akut pada jaringan ini diawali dengan dilatasi pembuluh darah
eksudasi. Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan (BMD)
sehingga akuos humour menjadi keruh. Pada pemeriksaan slit lamp hal ini tampak
sebagai akuos flare sel (+) yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion. Akumulasi sel-sel radang dapat
pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut
busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik
mata depan. Migrasi eritrosit ke dalam BMD disebut dengan hifema. Apabila
proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat
melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Keratic
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma,
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin dan
fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang
disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, dapat pula seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang,
oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans.
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat
schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi
gangguan metabolisme lensa, yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi
katarak komplikata.
(peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan
abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
2. Uveitis posterior
Pada stadium awal terjadi kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang
seperti PMN, limfosit dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. PMN lebih
epiteloid, dan giant cell sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian
eksudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid serta
retina yang terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula
pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan
difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi. Sel sel
radang pada humour akuos, lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina
dan atau koroid, eksudat pada retina, vaskulitis retina dan edema nervus optikus
Akut Kronis
dengan hipopion
1+ cells and flare 1-3+ cells and flare 3-4+ cells and flare
Hg TIO meningkat
berat
2. Uveitis intermediet9
biasanya unilateral. tetapi kondisi ini biasanya bilateral dan sering asimetris.
sehingga hanya pemeriksaan yang cermat dari mata tampaknya normal dapat
3. Uveitis posterior9
Gejala yang muncul bervariasi sesuai dengan lokasi inflamasi dan adanya
Uveitis Non-Infeksi
Uveitis non-infeksi dapat terjadi hanya di mata namun dapat juga sebagai
artritis idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif chron, penyakit
disingkirkan.
kronik ligamen, kapsul sendi dan osifikasi sendi. Penyakit tersebut menyerang
sendi aksial seperti vertebrae dan sendi sakroiliaka pada pasien berusia dekade
ketiga dan keempat, serta lebih sering pada laki-laki. Ankilosing akut, skleritis,
posterior, dan mengenai kedua mata. Komplikasi yang sering adalah sinekia
posterior, katarak, hipertensi okular, glaukoma, dan edema makula. Lesi psoriasis
pada anak yang berusia kurang dari 16 tahun. Gejala artritis dapat berupa
manifestasi uveitis anterior, heterokromia iris, dan katarak. Pada inflamasi berat,
gejala anemia, hipertensi, gagal ginjal, uveitis anterior, intermediet dan uveitis
makula.2
uvea, telinga, dan meninges; sering terjadi pada ras Hispanik dan Jepang serta
inflamasi multifokal dengan infiltrasi difus di koroid. Gejala lain adalah nodul
limbus (sugiura sign). Kelainan kulit meliputi alopesia dan vitiligo sedangkan
gangguan pendengaran dapat berupa tinitus, vertigo, dan tuli. Gangguan saraf
Sindrom behcet adalah ulkus aftosa rekuren setidaknya tiga kali dalam setahun
disertai minimal dua gejala berikut: ulkus genital, inflamasi mata, lesi kulit, dan
reaksi patergi. Gejala lain adalah lesi vaskular, artritis, dermatografia, kelainan
saraf, penyakit hati dan ginjal. Keterlibatan mata terjadi pada 70% kasus dan lebih
berat pada laki-laki. Kelainan terjadi di kedua mata dan sering kambuh namun
dapat membaik secara spontan. Gejala okular meliputi uveitis anterior dan
panuveitis. Selain itu, dapat terjadi konjungtivitis, ulkus konjungtiva, episkleritis,
dan skleritis. Pada kasus berat dapat timbul sinekia posterior, katarak, glaukoma,
kapsul lensa. Gejala klinisnya adalah mata merah, penglihatan kabur, nyeri,
namun lebih sering di paru dan kelenjar limfe. Sarkoidosis sering menyebabkan
akibat trauma tajam di mata atau pasca-operasi. Faktor risikonya adalah prolaps
uvea dengan gejala mata merah, penglihatan kabur, dan fotofobia. Kelainan klinis
berupa uveitis anterior, vaskulitis, ablasio retinae eksudatif, edema diskus optik,
Uveitis Infeksi
Uveitis Toksoplasmosis
dijumpai lesi aktif toksoplasmosis di kedua mata pada orang dewasa, perlu
berwarna putih kekuningan seperti kapas dan batas tidak jelas. Pada proses
Uveitis Tuberkulosis
granulomatosa di kedua mata, nodul di tepi iris (nodul koeppe) atau di permukaan
iris (nodul busacca), presipitat keratik, hipopion, dan sinekia posterior. Uveitis
granuloma perifer, vaskulitis dan edema makular sistoid. Pada uveitis posterior
Uveitis anterior merupakan bentuk uveitis yang paling sering dijumpai pada
infeksi virus terutama HSV, VVZ, dan CMV.25,26 Infeksi virus pada individu
dengan tanda khas atrofi iris dan keratitis herpetik. Diagnosis uveitis anterior HSV
mengenai riwayat herpes di bibir atau genital. Gejala lain adalah dilatasi pupil,
Uveitis anterior juga dapat disebabkan oleh herpes zoster oftalmikus yang
Reaktivasi virus terjadi akibat penurunan sistem imun terkait usia. Gejalanya
Uveitis anterior zoster umumnya didahului dengan lesi di kulit sesuai dengan
dapat menjadi infeksi oportunis pada pasien dengan gangguan kekebalan. CMV
tekanan intraokular, atrofi iris dan katarak. Di segmen posterior, infeksi CMV
mengganggu penglihatan karena kelainan di makula, vitritis, retinitis, dan neuritis
optikus.
dendritik, keratitis disiformis, dan keratitis interstisial. Pada HSV, keratitis dendrit
berupa infiltrat di epitel kornea berbentuk dendrit, lesi bercabang dan membentuk
numularis, dan keratitis limbal. Pada CMV, kelainan kornea berupa endotelitis,
presipitat keratik berbentuk koin dengan atau tanpa edema kornea. Kadang-
kadang timbul uveitis dan peningkatan intraokular. Atrofi iris dapat terjadi pada
Infeksi Jamur
respons imun terhadap antigen. Gejala klinis yang khas berupa trias infiltrat putih
mortalitas pasien AIDS. Tanda khas infeksi P.jirovecii adalah lesi bulat multipel
2.8. Diagnosis9
1. Anamnesis
a. Usia. Hal ini penting penting karena ada beberapa jenis uveitis terbatas
pada pasien dalam kelompok usia tertentu sedangkan yang lain dapat
Tengah dan Asia), sarkoidosis (kulit hitam) dan VKH (Cina. Asia. dan di
Serangan berulang dari unilateral uveitis anterior akut akan terkait dengan
HLA-B27 sedangkan riwayat trauma sebelumnya atau operasi akan
endemis).
g. Riwayat seksual sangat penting untuk diagnosis sifilis dan infeksi HIV.
endophthalmitis jamur
toxocariasis.
2. Pemeriksaan Fisik
- Injeksi siliar
sinekia posterior
- Endothelial dusting, muncul diawal dan memberikan kesan 'kotor';
biasanya non-granulomatosa
sawar darah-aqueous.
posterior
tapi dapat juga pasien dengan berbagai sel mungkin tidak memiliki
gejala.
- Keratic precipitates (KP) deposit sel pada endotel kornea terdiri dari
C D
E f
sarcoid uveitis
c. Uveitis intermediet
- Kondensasi Vitreous
- Peripheral periphlebitis
putih yang dapat terjadi pada semua kuadran. tetapi yang paling sering
di inferior
d. Uveitis posterior
- Retinitis
- Koroiditid
- Vaskulitis
Gambar 9. Uveitis posterior (a) Retinitis; (b) choroiditis; (c) active vasculitis; (d)
old vasculitis
3. Pemeriksaan Penunjang
INDIKASI9
a. Tidak perlu
- Serangan tunggal uveitis anterior akut unilateral ringan tanpa saran dari
uveitis syndrome..
- Ketika diagnosis sistemik sesuai dengan uveitis yang sudah jelas seperti
b. Indikasi
- Bilateral disease.
- Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik.
TES KULIT
48 jam
- Negatif. Hasil biasanya tidak termasuk TB tetapi juga dapat terjadi pada
dan penyakit aktif. Hal ini karena sebagian besar individu telah menerima
- Positif Kuat jika indurasi > 15 mm, biasanya menunjukkan penyakit aktif
2. Uji patergi (sensitivitas kulit meningkat dengan trauma jarum) adalah kriteria
Sifilis
cardiolipin. Hasilnya mungkin negatif pada 30% pasien uveitis dengan sifilis.
2. Tes antibodi treponemal sangat sensitif dan spesifik serta lebih berguna untuk
membuktikan infeksi masa lalu, bentuk sekunder atau tersier infeksi klinis.
paling sering digunakan. Antibodi dalam serum pasien mengikat bakteri dan
positif (reaktif) atau negatif (non-reaktif). Hasil positif selalu tetap positif
Toxoplasmosis
untuk melengkapi serum pasien. Tes ini tetap sebagai standar emas untuk
diagnosis toksoplasmosis.
2. Tes Immunofluorescent antibodi memanfaatkan organisme mati yang terkena
3. Tes Hemaglutinasi
Antibodi antinuclear
ENZYME ASSAY
2. Lisozim memiliki sensitivitas yang baik tapi spesifisitas yang kurang dari
karena pewarna tidak mudah bocor keluar dari pembuluh koroid, lebih baik
mempengaruhi stroma
mekanisme CMO.
BIOPSI
yang jelas
2. Sampel aquos untuk PCR dapat berguna dalam mendiagnosis retinitis virus
RADIOLOGI
diferensial yang sangat luas. Beberapa kelainan yang sering dikelirukan dengan
pewarnaan atau defek pada epitel, atau adanya penebalan atau infiltrat pada
stroma; dan glaukoma akut sudut tertutup, ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler, kekeruhan dan edema kornea, dan sudut bilik mata depan yang
sempit, yang sering kali terlihat lebih jelas pada mata yang sehat1.
2.10 Tatalaksana
- Uveitis anterior
a. Kompres hangat
midriatikum.
c. Midriatikum
Homatropin 2% 3x tetes/Hari
- Uveitis Posterior
a. Midriatikum
Hematropin 2% 3x tetes/hari
b. Tetes/salep mata
3x
c. Sistemik
2.11. Komplikasi1
menghambat aliran akuos humour dari bilik mata belakang (BMB) ke bilik
mata depan (BMD). Hal ini mengakibatkan akuos humour yang tertumpuk
di bilik mata belakang akan mendorong iris ke depan (iris bombans) dan
sekunder.
katarak komplikata.
c. Endoftalmitis apabila peradangan menyebar luas (peradangan supuratif
berat) dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses didalam
badan kaca.
sclera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan tempat rongga
abses.
e. Ablasi retina dapat timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-
benang vitreus
Komplikasi ini sering terjadi pada uveitis anterior akibat trauma tembus,
2.12. Prognosis
peradangan yang berat perlu waktu lebih lamauntuk sembuh serta lebih sering
peradangan ringan atau sedang. Selain itu, uveitis anterior cendrung lebih cepat
Keterlibatan retina, koroid atau nervus opticus cendrung memberi prognosis yang
lebih buruk1.