Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena
perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja,
kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan
peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai
dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga
sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus
diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan,
sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan trauma tajam.
Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar tingkat kejadiannya 80 90% dibandingkan
dengan trauma tajam yang mencapai 10 20%. Biasanya cedera saluran kemih disertai dengan
trauma pada struktur organ lain, kecuali cedera atrogenik yang umumnya merupakan cedera
tunggal.
Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka kami dari kelompok akan
menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan gawat darurat
pada sistem perkemihan sebagai penunjang kegiatan perkuliahan.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan trauma urinaria?
b. Bagaimana tanda dan gejalanya?
c. Apa saja klasifikasi dari trauma urinaria?
d. Bagaimana komplikasinya?
e. Bagaimana asuhan keperawtan pada trauma urinaria yang salah satunya trauma Vesika
Urinaria?

1
C. TUJUAN
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan trauma pada
saluran kemih.
b) Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari trauma urinaria.
b. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma urinaria.
c. Mengetahui klasifikasi trauma urinaria.
d. Mengetahui komplikasi trauma urinaria.
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma saluran perkemihan.
f. Mengetahui analisis jurnal tentang trauma saluran.

D. MANFAAT
a) Manfaat Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan menjadi penyediaan data dan sumber informasi mengenai
asuhan kperawatan serta manajemen pada trauma urinaria.
b) Manafaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mendapatkan metode pembelajaran yang paling efektif dalam
meningkatkan pemahaman dan kualitas pendidikan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI TRAUMA URINARIA


Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan adanya benturan
pada saluran perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra). Pada laki-laki dapat pula
mengenai scrotum, testis dan prostat (Muttaqin, Arif. 2011).
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami
gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran
kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena
luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang
paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses
berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan,
memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran
kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal.
Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung kepada
diagnosis dan pengobatan yang tepat.

B. KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA


a) Trauma Ginjal

3
Definisi Trauma Ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.

Etiologi trauma ginjal:


a. Trauma tumpul ( tersering ).
Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam.
c. Akselerasi / Deselerasi
Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal.
d. Tatrogenik
Biopsi ginjal, koliktomi.
e. Ginjal patologis
f. Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan lemahnya
pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal ektopik).
g. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) suatu
prosedur rutin untuk menghancurkan batu ginjal) bisa menyebabkan
ditemukannya darah dalam air kemih yang sifatnya sementara, tidak terlalu jelas
dan akan membaik dengan sendirinya, tanpa pengobatan khusus.

4
Klasifikasi Trauma Ginjal

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh
Federle
a) Grade I Lesi meliputi :
1. Kontusi ginjal.
2. Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices.
3. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang) 75 80
% dari keseluruhan trauma ginjal.
b) Grade II Lesi meliputi:
1. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga
terjadi extravasasi urine.
2. Sering terjadi hematom perinefron
Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 15
% dari keseluruhan trauma ginjal
c) Grade III Lesi meliputi:
1. Ginjal yang hancur.
2. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma
ginjal.
d) Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
1. Avulsi pada ureteropelvic junction.

5
2. Laserasi dari pelvis renal.

Patofisiologi Trauma Ginjal


Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang
terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang
keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula
fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya menyebabkan kerusakan.

Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi


1. Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.
2. Hematuri.
3. Hematom pada pinggang.
4. Teraba masa pada pinggang.
5. Nyeri tekan pada daerah trauma.

Pemeriksaan laboratorium / diagnostic untuk trauma ginjal


1. Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).
2. HB menurun.
3. Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu didaerah
trauma karena hematom dan ekstravasi urine.
4. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine pada
sisi yang terkena.
5. CT Scan : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan konfigurasi
ginjal.

Diagnosa banding:
1. Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.
2. Trauma traktus urogenitalis lain.

Penatalaksanaan:
Konservatif:

6
1. Istirahat total.
2. Transfusi.
3. Obat-obat konservatif.
Operatif:
1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih baik.
2. Nefrotomi.

Komplikasi
1. Awal : Infeksi, perdarahan.
2. Lanjut : Stenosis upture dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.

b) Trauma Ureter

Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih)
terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon
atau uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau
berkurangnya produksi air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya
fleksibel dan terlindung oleh tulang dan otot.

Manifestasi Klinis
1. Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan abdomen.
2. Nyeri daerah panggul.

7
3. Ekstravasase urine.
4. Drainase urine melalui luka operasi.
5. Ileus terus menerus.

Pemeriksaan laboratorium:
1. Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.
2. Urografi ekskresi : ekstravasase urine.
3. Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

Diagnosa banding
1. Vesikovagina dan uretrovaginal.
2. Kausa upture dan anuria pre renal.

Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria.
Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau terjadinya
ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan gangguan tersebut.

Komplikasi
1. Fistula ureter.
2. Infeksi retroperitoneal.
3. Pyelonefritis.
4. Obstruksi ureter karena stenosis.

Penatalaksanaan
1) Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum
dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
2) Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara:
1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke
buli-buli.
2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.

8
3) Terapi konservatif berupa analgetik.

c) Trauma Vesika Urinaria


Definisi
Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi.
Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila
kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif
muttaqin : 211).

Etiologi
1. Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
2. Trauma tembus.
3. Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection
(TUR)

Patofiisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi
peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah.
Keadaan ini dapat menyebabkan rupture intraperitoneal.

9
WOC
Kandung Kemih

Kecelakaan Fraktur Tulang Trauma Trauma Tajam


Tumpul

Patah Tulang Kontusio/buli Ruptur Luka Tusuk


Pelvis buli memar

Trauma Bladder

Obstruksi Jejas Robekan


Hematom Dinding
Abdomen Bladder
Inkontinensia
Tekanan Anemia
Kateterisasi Kandung Kemih
Dx. Gangguan
Eliminasi Urin Syok
Nyeri Tekan Hipovolemi
Dx. Resiko
Supra Pubis k
Infeksi
Cemas
Refluk Urine
ke Ginjal Dx. Gangguan
Rasa Nyaman
Dx. Gangguan
Nyeri
Perfusi
Kelainan Jaringan
pada Ginjal
Dx. Gangguan
Mobilitas Fisik
Gangguan
Keseimbangan
Asam Basa

Darah Nafas Cepat Dx. Gangguan


dan Dangkal Sesak Nafas
menjadi Asam Pola Nafas 10
Manifestasi Klinis
1. Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.
2. Hematuria.
3. Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
4. Regiditas otot.
5. Ekstravasase urine.
6. Suhu tubuh meningkat.
7. Syok.
8. Tanda-tanda peritonitis.

Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik


1. Hematokrit menurun.
2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah atau
tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah atau tertekan
yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat
dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung kemih.
3. Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat
kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur operasi
biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu
dilakukan.

Diagnosa banding
Ruptur uretra atau ginjal.

Komplikasi
1. Urosepsis.
2. Klien lemah akibat anemia.

Penatalaksanaan
1. Atasi syok dan perdarahan.
2. Istirahat baring sampai upture hilang.

11
3. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal
dilakukan operasi upture alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

d) Trauma Uretra
Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya rupture terjadi pada pars
membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah rupture dan pelvis.

Manifestasi Klinis
1. Perdarahan dari uretra.
2. Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
3. Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
4. Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan
umum memburuk.

Klasifikasi
1. Trauma Grade I ( ringan )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per uretra ( darah
langsung keluar dari uretra.
2. Trauma Grade II ( sedang )
Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan
kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.
3. Trauma Grade III ( berat ).
Pada tingkat ini uretra mengalami rupture, bulbus cavernosus hancur dan vesika buck
robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit, perdarahan mula-mula pada
daerah peritoneum terus ke scrotum selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

Pemeriksaan Diagnostic

12
1. Rectal Toucher
Bila 13upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya
akan teraba rupture berupa masa lunak dan kenyal.
2. Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi rupture.

Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan rupture ureter.

Penatalaksanaan
1. Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian antibiotika.
2. Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi ) untuk
mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
3. Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya striktura.

e) Trauma Penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau
penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis.
Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan rupture dalam hal ini
mungkin diperlukan skin graf.

f) Trauma Scrotum
Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila testis
mengalami kontosio, laserasi / rupture total, mungkin diperlukan eksplorasi scrotum.
Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai atropi testis.

g) Trauma Testis
Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan terdapat jaringan
nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya. Pada rudapaksa tumpul, besarnya
pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa berbeda. Cedera akibat rudapaksa tajam segera
setelah trauma biasanya penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop. Terdapat
tanda cairan atau darah di dalam skrotum. Ditemukan testis yang membesar dan nyeri.

13
BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis

A. PENGKAJIAN
Kaji mekanisme dari riwayat trauma pada kandung kemih. Kaji keluhan nyeri di daerah
suprasimfisis, miksibecampur draah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Pemeriksaan
secara umum sering didapatkan adanya syok hipovolemik yang berhubungan dengan fraktur
pelvis dan perdarahan dalam massif. Sering didapatkan adanya tanda dan gejala sepsis
peritonesis akibat masuknya urine kedalam peritoneum.tanda-tanda klinis cedera landing
kemih relative spesipik, trias gejala (gross hematuria, nyeri suprapubik, kesulitan
ketidakmampuan untuk miksi). Inspeksi lokalis terdapat adanya tanda fraktur pubis, hematom
perivesika. Pada urine output didapatkan adanya hematuria, penurunan jumlah urine sampai
anuria. Klien terlihat nyeri saat berkemih. Pemeriksaan abdominal distensi, guarding, rebound
tenderness, hilangnya/ penurunan suara usus dan tanda-tanda iritasi Peritoneal menunjukan
kemungkinan pecahnya kandung kemih intraperitoneal. Pemeriksaan dubur harus dilakukan
untuk mengevalasi posisi prostat. Posisi prostat yang melayang atau pada posisi anatomis
normal mengidinkasikan adanya cedera kandung kemih disertai adanya cedera kandung kemih
disertai adanya ruptur pada uretra.

14
BAB IV
CONTOH KASUS

Tn.S datang ke RSU Sari Mutiara Medan mengeluh sakit di daerah bawah perut setelah
terjatuh dari motor. Klien memegangi perutnya, terdapat jejas di bagian perut bawah. Dari
hasil pemeriksaan urine terdapat hematuria, TD: 100/80 mmHg , RR 25 x/menit, S: 36,5
C, N: 62 x/menit, HB : 6,5 gram/dl.

A. PENGKAJIAN
a) Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 45 th
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Bahasa : Indonesia
Alamat : Amal Luhur
Tgl masuk RS : Senin, 05 Oktober 2015
Tgl pengkajian : Senin, 05 Otober 2014
No. Register :12.02.195
Diagnosa medis : Trauma Vesika Urinaria
b) Keluhan Utama:
Px mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, sulit berkemih.
c) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada hari senin tanggal 05 Oktober klien hendak ke pasar dengan mengendarai sepeda
motor, namun karena menghindari kucing yang menyebrang jalan Tn S mengerem
mendadak sehingga terjatuh dari sepeda motor (kecelakaan tunggal) perut bagian
bawah klien terbentur pembatas jalan. Sehingga klien dibawa ke RSU Sari Mutiara
Medan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu:

15
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun.
f) Data Subjektif
1. Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah (bledder) yang terkena pembatas
jalan.
2. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah
3. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia terjatuh.
g) Data Obyektif
1. Nyeri pada daerah trauma
2. Hematuri
3. HT menurun
4. HB menurun
5. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di
daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine.
6. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi urine pada sisi
yang terkena.
7. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan konfigurasi ginjal.
h) Pemeriksaan Fisik
1) Head to Too
a. Kepala
Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak dapat
digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka jahitan.
b. Rambut
Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik.
c. Mata (Penglihatan)
Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi penglihatan
baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, klien tidak memakai alat
bantu penglihatan / kacamata.
d. Hidung (Penciuman)

16
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, polip dan tidak
ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda asing atau secret serta kotoran
yang menempel
e. Telinga (Pendengaran)
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat luka danj
klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran
f. Mulut dan Gigi
Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi lengkap, kebersihan
gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut, fungsi pengecapan baik (dapat
membedakan rasa) tidak ada masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang
nafsu makan.
g. Leher
Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat
pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada keterbatasan
gerak pada leher.
h. Thorax (Fungsi Pernafasan)
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak nafas / tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar dan tidak ada nyeri tekan
dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi dan wheezing.
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian bawah.
Auskultasi : bising usus normal 8x/m
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
j. Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah saat BAK
melalui kateter.
k. Ekstremitas
Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit
dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat luka lecet.
Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua lutut dan
nyeri apabila digerakkan.

17
l. Integument
Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo matang, suhu
36,5 C, dan terdapat hematom serta lesi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agent injury d/d pasien mengeluh nyeri saat ditekan, dan ketika
tumbukan terasa nyeri, hematuria.
2. Gangguan eliminasi urine b/d pengumpulan dan pengeluaran urine d/d pasien tidak
dapat berkemih.
3. Resiko infeksi b/d urine yang menumpuk pada bladder d/d kesulitan berkemih.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
(NOC)
(NIC)

1. Nyeri akut b/d agent injury NOC: NIC:


d/d pasien mengeluh nyeri Mengenali faktor Lakukan pengkajian nyeri
saat ditekan, dan ketika penyebab secara konfrehensif
tumbukan terasa nyeri, Mengenali onset termasuk lokasi,
hematuria. (lamanya sakit) karakteristik, durasi,
Menggunakan metode frekuensi, kualitas dan
pencegahan faktor presipitasi
Menggunakan metode Ajarkan tentang tehnik
nonanalgetik untuk nonfarmakologi
mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan
Mengenali gejala-gejala kontrol nyeri
nyeri Tingkatkan istirahat
Ekspresi nyeri pada
wajah
Melaporkan nyeri sudah
terkontrol

18
Kriteria hasil :

Klien merasakan nyeri


berkurang atau tidak
merasakan nyeri lagi
Pasien dapat berkemih.
2. Gangguan eliminasi urine NOC: NIC :
b/d pengumpulan dan
Identifikasi dorongan Manajemen eliminasi urine
pengeluaran urine d/d
berkemih Manajemen cairan
pasien tidak dapat
Mengosongkan kandung
berkemih.
kemih secara tuntas
Pola eliminasi
Asupan cairan adekuat

3. Resiko infeksi b/d urine NOC: NIC:


yang menumpuk pada Tidak didapatkan infeksi Ajarkan pasien dan
bladder d/d kesulitan berulang keluarga cara mengenali
berkemih. Mendeskripsikan tanda dan tanda dan gejala infeksi
gejala infeksi Ajarkan keluarga cara
Mendeskripsikan mencegah infeksi
penatalaksanaan yang tepat Ganti kateter sesuai aturan
untuk infeksi

19
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami
gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran
kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena
luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang
paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses
berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan,
memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).
Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya terdapat beberapa
organ yang kemungkinan dapat terkena trauma. Diantaranya adlah ginjal, ureter. Kandung
kemih, dan uretra.

B. SARAN
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya memperlengkapi
perpustakaan terutama buku buku yang membahas tentang penyakit system perkemihan
agar mempermudah proses belajar dan mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa memahami isi
makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI

Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai