Anda di halaman 1dari 19

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan
ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. (Price &
Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
selanjutnya aliran darah ke hati. (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Sirosis hepatis
adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis.

B. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1. Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2. Proses autoimmune:
a. Cronic active hepatitis.
b. Biliary cirhosis
3. Alkoholisme
4. Penyakit metabolik ( hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1
antitripsin, Glikogenosis tipe IV, galaktosemi)
5. Penyakit saluran empedu (sirosis bilier primer, obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik)
6. Venous overflow obstruction (veno-occlusive disease, sindroma budd-
Chiari)
7. Racun dan obat-obatan (alkaloid pyrolizidine, Methotrexate,
Oxyphenisatin, Alpa methyldopa).

C. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama
terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan
protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum
dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien
sirosis berusia 40 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang
ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang
berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah
jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih
tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian
yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran
mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.

D. Manifestasi Klinis
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang
intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis
hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran
hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi
Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut
akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi
bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan
kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam
ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien
secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan
pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang
lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Secara umum gejala yang ditimbulkan sirosis hati, sebagai berikut :

1. Mual-mual, nafsu makan menurun


2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8. Asites
9. Hematemesis, melena
10. Ensefalopati

E. Pemeriksaan Penunjang /Diagnostik


Pemeriksaan Laboratorium :
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah
yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan
juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang
kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen,
bila terus meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/
HbcAb, HBV DNA, HCV RNA. Untuk menentukan etiologi sirosis hati
dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan
apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
Pemeriksaan Laboratorium Secara Umum dapat kita lihat dari :
a. Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
b. Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
c. Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
d. Test faal hati.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
a. Asites
Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari.
Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki
ditemukan.
Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa
dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.
Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
b. Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan
laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan
untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.
c. Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat
diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat
somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi
endoskopi atau skleroterapi.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan sirosis hepatis menurut doengoes 2000.
1. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : letergi, penurunan masa otot / tonus.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal ginjal kronik, perikarditis, penyakit jantung
reumatik kanker (Malfungsi hati menimbulkan gagal hati ) Disritmia,
distensi vena abdomen.
3. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : distensi abdomen (Hepatomegali, splenomegali, asites, Penurunan
bising usus feces warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
4. Makanan / cairan
Gejala : Anorexia,tidak toleran terhadap makanan / tak dapat mencerna,
mual / muntah
Tanda : penurunan berat badan atau peningkatan cairan,penggunaan
jaringan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas berbau keton /
Fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,,
penurunan mental
Tanda : perubahan mental, halusinasi, lambat bicara, asterik.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis
perifer
Tanda : perilaku hati-hati, pokus pada diri sendiri.
7. Pernafasan
Gejala : Dispnea,
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi
paru terbatas,hipoksia
8. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda: demam (Lebih umum pada Sirosis alkoholik) ikterik, ikimosis
petikie,angioma spidereritema palmar.
9. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten
Tanda : Altrofi, testis, ginekosmatia, kehilangan rambut (dada bawah
lengan, pubis ).
10. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang / empedu, hepatitis
terpajan pada toksin ,trauma hati, perdrahan GI atas, episode perdarahan
varises esopagus, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.

B. Pemeriksaan diagnostik
1. Skan / biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan,
jaringan hati.
2. Kolesisitografi/ kolongiorafi : Memperlihatkan penyakit ductus empedu
yang mungkin sebagai faktor predisposisi.
3. Eofagoscofi : Dapat menunjukan varises esofagus
4. Portografi transhepatitis perkutaneus : Memperlihatkan struktur sistem
vena portal.
5. Billirubin serum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan
hati untuk mengkonjugasi / obstruksi bilier.
6. AST ( SGOT ) / ALT ( SGPT ) LDH : Menigkat karena seluler dan
mengeluarkan enzim.
7. Alkalin fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi
8. Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis
9. Darah lengkap : Hb / Ht dan SD mungkin menurun karena pendarahan
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi
besi leukopenia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
10. Masa protrombin / PTT : Memanjang ( Penurunan sintesis protrombin )
11. Anemia serum : Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah dari
amonia.
12. BUN : Meningkat menunjukan kerusakan darah / protein menjadi urea.
13. Fibrinogen : Menurun.
14. Glukosa serum : Hipokalemia diduga mengganggu glikogenesis
15. Elektrolit : Hipokalemia menunjukan peningkatan aldosteron, meskipun
berbagai ketidakseimbangan dapat terjadi.
16. Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorpsi
vitamin D
17. Pemberian nutrien : Defisiensi vit A, B12, C, K , asam folat dan besi.
18. Urobilinogene urine : Ada / tidak ada. Bertindak sebagai penunjuk untuk
membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik dan obstruksi bilier.
19. Urobilinogene fekal : Menurunkan ekskresi

C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Doengoes 2000,
Brunner and Suddarth 2001 ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anorexia.
2. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan hipertensi portal
sekunder terhadap Sirosis Hepatis
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas
sekunder terhadap kelemahan.
4. Resiko tinggi terhadap take efektif pola pernafasan berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru.
5. Resiko tinggi terhadap proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologi sekunder terhadap peningkatan kadar amonia serum.
6. Resiko tinggi terhadap (hemoragi) cedera berhungan dengan hipertensi
portal
7. Gangguan harga diri / citra tubuh berhubungan dengan perubahan peran
fungsi
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
9. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
10. Resiko tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan hipertensi portal.

D. Perencanaan
Menurut Doenges (2000) perencanaan keperawatannya yaitu :
1. Perubahan nutrisi tidak adekuat berhubungan dengan diet tidak adekuat,
kemampuan untuk memproses dan mencerna makanan, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan klien terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan
kenaikan berat badan dan tidak ada tanda malnutrisi
Intervensi :
a) Hitung diet makanan dengan jumlah kalori
Rasional : Menyediakan informasi tentang kebutuhan dan kekurangan
intake
b) Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat sebelumnya
dengan pengukuran kulit trisep
Rasional : Sulit untuk menggunakan indikator berat langsung maka,
indikator status nutrisi dapat dilihat adanya edema dan asites, lipatan
kulit trisep diukur untuk membantu perubahan tonus otot dan
cadangan lemak subkutan
c) Jelaskan klien tentang alasan tipe diet yang diberikan
Rasional : Makanan penting untuk mendukung kesembuhan dan
mungkin berbeda dengan selera
d) Berikan makanan porsi kecil dan sering
Rasional : Toleransi kurang untuk makanan yang banyak, mungkin
tiba-tiba dapat meningkatkan tekanan abdominal atau asites
e) Batasi intake kopi, produksi gas, berbumbu, trerlalu panas dan terlalu
dingin
Rasional : Mengurangi iritasi lambung atau atau diare dan
ketidaknyamanan perut yang mungin kelemahan pencernaan.
f) Sediakan subtansi garam jika diizinkan, menghindari amonium,.
Rasional : Subtansi garam menambah rasa makanan dan
meningkatkan nafsu makan. Amoniak memeberi resiko encefalopati
g) Sediakan makanan lembut atau terlalu kasar jika diindikasikan
Rasional : Hemorargi dari varises esofagus dapat terjadi dalam
kemajuan sirosis
h) Sediakan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : Klien cenderung cemas, gusi berdarah dan gigi busuk yang
menambah anoreksia
i) Monitor laboratorium seperti serum glukose, albumin, protein dan
amoniak
Rasional : Mengetahui gangguan metabolisme
j) Konsul dengan ahli gizi untuk menyediakan diet tinggi kalori,
karbohidrat sederhana, rendah lemak, sedang sampai tinggi protein,
pembatasan garam dan cairan
Rasional : Tinggi kalori karena klien kekurangan intake dan selalu
terbatas. Lemak sedikit diabsorbsi karena disfungsi hati
menyebabakan rasa tidak nyaman di perut. Protein untuk memperbaiki
serum protein untuk mengurangi edema dan regenerasi sel hati
k) Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti suplemen dan vitamin,
tiamin, Fe, Zn dan anti emetik
Rasional : Klien selalu kekurangan vitamin karena diet sedikit dan
kerusakan hati sehingga menyebabkan anemia. Zn dapat
meningkatkan stimulasi sklera. Anti emetik digunakan dengan hati-
hati untuk mengurangi dan meningkatkan intake oral
l) Anjurkan menghentikan merokok
Rasional : Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi
dan perdarahan.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi, kelebihan natrium dan berkurangnya protein plasma
Tujuan : Keseimbangan volume cairan terpenuhi dengan kriteria turgor
kulit baik, elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
a) Ukur input dan output, menimbang setiap hari dan mencatat
peningkatan lebih dari 0,5 kg /hari
Rasional : Mengetahui keadaan volume cairan
b) Monitor tekanan darah
Rasional : Tekanan darah yang meninggi selalu berhubungan dengan
berlebihnya volume.
c) Menilai suhu perifer atau edema
Rasional : Perubahan cairan jaringan, hasil dari sodium dan retensi,
penurunan albumin dan peningkatan ADH.
d) Ukur lingkar perut
Rasional : Menggambarkan akumulasi cairan atau karena kehilangan
protein plasma
e) Monitor serum albumin dan elektrolit (potasium partikel dan sodium)
Rasional : Penurunan serum albumin, mempengaruhi tekanan plasma
koloid osmotik menyebabkan edema
f) Batasi cairan dan sodium sesuai indikasi
Rasional : Sodium dibatasi untuk mengurangi retensi cairan dalam
ekstra vaskuler. Pembatasan penting untuk koreksi cairan natremi
g) Atur garam albumin bebas atau perluasan sesuai indikasi
Rasional : Albumin digunakan untuk meningkatkan tekanan osmotik
koloid dalam vaskuler (pengambilan cairan dari ruang vaskuler),
menurunkan bentuk asites
h) Atur pengobatan seperti spirolakton, potasium, obat inotropik
Rasional : Penggunaan spironolakton yang hati-hati untuk mengontrol
edema dan asites, berefek menghalangi aldosteron dan meningkatkan
ekskersi air. Potasium biasa habis karena penyakit hati hilang bersama
urin. Obat inotropik meningkatkan kardiak output memperbaiki fungsi
dan aliran darah ginjal, teerapi mengurangi kelebihan cairan.
3. Resiko tinggi terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan faktor
pembekuan, hipertensii portal
Tujuan : Menurunkan resiko perdarahan dan mempertahankan
homeostasis dengan tanpa perdarahan
Intervensi
a) Observasi warna, konsistensi dan banyaknya tinja
Rasional : Mendeteksi adanya perdarahan saluran perdarahan
b) Observasi gejala cemas, lambung penuh dan kelemahan
Rasional : Mungkin mengindikasikan tanda yang lambat dari
perdarahan dan syok
c) Observasi perdarahan seperti ekimosis, epitaksis, ptekie dan
perdarahan gigi
Rasional : Untuk mengindikasikan mekanisme pembekuan darah
d) Laporakan tanda-tanda vital dengan dengan interval tertentu
Rasional : Sebagai dasar menjelaskan hipovolemi dan syok
e) Jaga ketenangan dan batasi aktivitas
Rasional : Meminimalkan resiko perdarahan dan ketegangan
f) Beri Vitamin K sesuai order
Rasional : Meningkatkan pembekuan yang berasal dari Vitamin dalam
lemak yang penting untuk mekanisme pembekuan
g) Beri intake makanan tinggi Vitamin C
Rasional : Meningkatkan proses penyembuhan
h) Gunakan sikat gigi lunak atau lembut
Rasional : Mencegah trauma mukosa mulut sampai terjadi pererbaikan
oral higiene
i) Gunakan ukuran jarum suntik kecil untuk injeksi
Rasional : Meminimalkan kehilangan darah dari pengulangan injeksi

4. Gangguan body image gambaran diri berhubungan dengan gangguan


fisik, perubahan fungsi peran
Tujuan : Body image klien meningkat dengan kriteria secara verbal
mengerti perubahan diri dan menerimanya
Intervensi :
a) Diskusikan keadaanya dan jelaskan penyakit serta gejalanya
Rasional : Klien sensitif terhadap perubahan tubuhnya dan merasa
bersalah jika penyebabnya berhubungan dengan alkohol, dengan
penjelasan itu ia akan paham dan mengerti
b) Beri support dan perawatan dengan sikap bersahabat
Rasional : Membantu klien merasa bernilai seperti orang dan lebih
bersahabat
c) Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : Membantu merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan
d) Libatkan konselor atau psikistri
Rasional : Membantu memecahkan klien

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema dan asites, akumulasi
garam empedu pada kulit, gangguan sirkulasi atau status metabolik
Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi
faktor resiko dan menunjukkan faktor perilaku atau teknik untuk
mencegah kerusakan kulit
Intervensi :
a) Lihat permukaan kulit atau tekanan secara rutin
Rasional : Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami
dekubitus asites dapat juga meregangkan kulit sampai pada titik
robekan pada Sirosis hepatis
b) Tinggikan ekstrimitas bawah
Rasional : Menurunkan aliran darah balik vena dan menurunkan
edema pada ekstrimitas
c) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan
resiko kerusakan kulit
d) Gunting kuku jari pendek, berikan sarung tangan bila Diinsikasikan
Rasional : Mencegah klien dari cedera tambahan pada kulit khususnya
pada saat tidur
e) Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit
domba sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan tekanan kulit, memperlancar sirkulasi dan
menurunkan resiko iskemi atau kerusakan jaringan
f) Berikan lotion kelamin, berikan mandi soda kue
Rasional : Mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik,
garam empedu pada kulit

6. Resiko tinggi terhadap pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan


asites, penurunan akumulasi paru, akumulasi sekret serta penurunan
energi dan kelemahan
Tujuan : Mempertahankan pola pernapasan efektif, bebas dispnea dan
sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas dalam rentang normal.
Intervensi :
a) Awasi kedalaman, frekuensi dan upaya pernapasan
Rasional : Pernapasan dangkal, dispnea, mungkin ada hubungan
dengan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen
b) Selidiki perubahan tingkat kesadaran
Rasional : Perubahan kesadaran merupakan indikasi hipoksemia dan
gagal nafas, yang sering disertai koma hepatik
c) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan meminimalkan tekanan
pada diagfragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret
d) Awasi suhu, catat adanya menggigil, meningkatnya warna atau
perubahan sputum
Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi contohnya pneumonia
e) Kolaborasi pemeriksaan GDA, ukur kapasitas vital dan foto dada
Rasional : Menyatakan perubahan status pernafasan
f) Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
Rasional : Mencegah hipoksia, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
g) Siapkan prosedur parasintesis
Rasional : Kadang-kadang dilakukan dengan membuang cairan asites
bila pernapasan tidak adekuat
h) Siapkan untuk pirau peritoneovena
Rasional : Bedah penanaman kateter untuk mengembalikan, akumulasi
dalam abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena kava

7. Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan


perubahan fisiologis, peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan
hati untuk mendetoksikasi enzim atau obat tertentu.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental atau orientasi kenyataan
Intervensi :
a) Observasi perubahan perilaku mental contoh letargi, snomnolen
Rasional : Pengkajian kesadaran penting karena fluktuasi alami dari
koma hepatikum
b) Catat adanya foetur hepatikum dan aktivitas kejang
Rasional : Menunjukkan kadar amonia serum, peningkatan beresiko
encefalopati
c) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku klien dan mental klien
Rasional : Memberikan dasar perbandingan status kesadaran klien saat
ini
d) Orientasikan klien waktu, orang dan tempat sesuai kebutuhan
Rasional : Membantu dalam mempertahankan terhadap orientasi
kenyataan, menurunkan bingung dan ansietas
e) Pertahankan aktivitas tirah baring dan bantu aktivitas perawatan klien
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik hati, mencegah
kelelahan dan meningkatkan penyembuhan
f) Awasi pemeriksaan laboratorium contoh amonia, pH, BUN, glukosa,
darah lengkap dengan diferensial
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemi, alkalosis
metabolik, hipoglikemi, anemia dan infeksi dapat mencetuskan atau
berpotensi menjadi koma hepatik
g) Bebaskan atau batasi diet protein
Rasional : Protein nabati lebih bisa ditoleransi dari protein hewani

8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, menghubungkan
gejala dan faktor penyebab, melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam perawatan
Intervensi :
a) Kaji ulang proses penyakit atau prognosis dan harapan yang akan
datang
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan kepada klien dan dapat
membuat pilihan informasi
b) Tekankan pentingnya menghindari alkohol
Rasional : Alkohol menyebabkan terjadinya Sirosis hepatis
c) Informasikan kepada klien tentang efek gangguan penggunaan obat
pada Sirosis hepatis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang
diresepkan
Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik
d) Tekankan pentingnya masukan nutrisi yang baik
Rasional : Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan
tinggi amonia, membantu perbaikan gejala dan membantu mencegah
kerusakan hati
e) Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program
terapeutik
Rasional : Sifat penyakit kronis mempunyai potensial untuk
komplikasi mengancam hidup
f) Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati klien
Rasional : Mencegah kebosanan dan meminimalkan ansietas depresi
Menurut Brunner (2002), intervensi keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan fisik adalah :
1. Kaji tingkat aktifitas dan derajat kelelahan, letargi dan malaise.
Rasonal : Menyediakan dasaar bagi pengkajian dan kriteria selanjutnya untuk
mengkaji efektifitas tindakan
2. Bantu dalam aktifitas dan kebersihan diri bila klien masih meras lelah
Rasional : Meningkatkan sebagian latihan kebersihan diri dalam tingkat toleransi
klien.
3. Anjurkan istirahat bila klien merasa lelah atau bila terdapat keluhan nyeri atau
rasa tidak enak pada perut
Rasional : Menyimpan tenaga dan melindungi hati
4. Bantu memilih latihan dan aktifitas yang diinginkan
Rasional : Merangsang minat klien dalam menyeleksi aktifitas. Memperbaiki
perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Price & Wilson, mc. Carty. 2005. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke System, edisi 6. Jakarta: EGC

Silbernagl, F & Florian Lang 2012. Teks dan Atlas Berwarna Pathofisiologi.
Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah (8
ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. Dan Nancy R, Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc, Edisi 9.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai