Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN


IBU

Kematian Maternal adalah kematian yang berlangsung selama kehamilan, pada saat
persalinan dan setelah persalinan sampai batas waktu 42 hari (postpartum) tetapi bukan karena
kecelakaan. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menempati teratas di
Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan. Sasaran
utamanya adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Sesuai dengan tuntutan perkembangan program,
maka program KB telah berkembang menjadi gerakan Keluarga Berencana Nasional yang
mencakup gerakan masyarakat dan disiapkan untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka
membangun sumber daya manusia yang optimal, dengan ciri semakin meningkatnya peran serta
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB
Pada Riskesdas 2010, PUS usia 15-49 tahun berstatus kawin dan memakai alat KB tahun
2009 sebanyak (75,7%). Propinsi dengan persentase peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu
(85,5%), Bali (85,1%), dan DKI Jakarta (82%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah
adalah Papua (33,9%), Maluku Utara (59,5%), dan Kepulauan Riau (64,3%). Persentase peserta
KB aktif menurut metode kontrasepsi yang sedang digunakan adalah KB suntik dan KB pil yang
masih banyak diminati sebagai alat KB oleh pasangan usia subur yaitu masing-masing sebesar
(50,2%) dan (28,3%).
Kaitan antara AKB dan AKI dengan Keluarga Berencana adalah pada isu status
reproduksi seperti dinyatakan pada diagram kerangka konsep. Beberapa kajian menunjukkan
keadaan 4 Terlalu yaitu: keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil, dan punya
anak), usia terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu sering, dan jarak kehamilan
terlampau dekat. Kondisi ini erat terkait dengan tingginya tingkat kesakitan dan kematian ibu dan
anak.
Terkait AKB, salah satu faktor penting adalah umur ibu dibawah 20 tahun meningkatkan resiko
kematian neonatal, serta usia ibu di atas 35 tahun meningkatkan resiko kematian perinatal. Odds

1
Ratio AKB dari ibu usia di bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari AKB pada ibu usia
20-35 tahun. Penelitian mengungkapkan terutama dari sisi kesehatan bahwa kelahiran paling
aman adalah kelahiran pada anak kedua dan ketiga. Risiko kematian maternal mulai naik pada
kelahiran keempat dan kelima, serta jarak antar kelahiran yang kurang dari dua tahun.

Perempuan yang melahirkan dengan jarak kurang dari dua tahun, berisiko 2.5 kali lebih
besar mengalami kematian maternal daripada perempuan dengan interval yang lebih jauh.
Namun, secara umum kategori perempuan dengan risiko tinggi terhadap kematian maternal
adalah perempuan dengan jumlah anak yang banyak. KB bertujuan untuk mengurangi jumlah
kematian maternal, terutama melalui penurunan fertilitas. Penurunan TFR mengurangi
kemungkinan perempuan pada risiko kematian maternal. Perempuan dengan jumlah anak banyak
akan mempunyai risiko kematian yang jauh lebih besar akibat kehamilannya daripada
perempuan dengan jumlah anak sedikit.

Melihat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas, tentunya tidak bisa
dilepaskan dari adanya interaksi antara faktor sosial, ekonomi, budaya, dan agama yang yang
kesemuanya akan mempengaruhi perilaku perempuan, pengetahuan mereka, dan terkait
pemakaian kontrasepsi. Di negara sedang berkembang, pendidikan sangat berpengaruh terhadap
fertilitas meskipun dalam kenyatannya, hubungan antara fertilitas dengan pendidikan ini tidak
selamanya linear. Saat ini banyak dijumpai mereka yang mempunyai pendidikan tinggi
cenderung mempunyai anak yang bayak atau tingkat kelahirannya tinggi. Hal ini tentu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut guna menemukan jawaban pastinya. Demikian juga halnya
dengan hubungan antara fertilitas dan wanita yang bekerja.

Penurunan tingkat fertilitas biasanya mengurangi masa risiko kematian yang disebabkan
kehamilan. Risiko kematian maternal ini terbesar berasal dari aborsi yang tidak aman dan
kehamilan yang tidak diinginkan dan paritas yang tinggi pada perempuan berusia tua. Kehamilan
tidak diinginkan ini terkait dengan perilaku perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan
biasanya mengabaikan kesehatan. Oleh karena itu, KB memungkinkan perempuan untuk
mempunyai anak sesuai dengan pola yang relatif tanpa risiko dan menghindari kehamilan yang
tidak diinginkan, dan hal ini akan berpengaruh terhadap jumlah kematian maternal.

2
Untuk mencegah semakin parahnya 4T tersebut, dilaksanakan program KB di daerah-
daerah. Kesertaan KB umumnya sudah tinggi. Persentase kesertaan KB umumnya pada kisaran
60-70%. Alat kontrasepsi yang paling popular umumnya adalah pil dan suntik. Namun studi
kualitatif menunjukkan bahwa ketika daya beli alat kontrasepsi sebagian masyarakat rendah,
menyebabkan ketidakmampuan ibu-ibu mengatur jarak dan jumlah kelahiran anaknya. Khusus di
pedesaan, keinginan mengatur jumlah anak sudah ada, tetapi sebagian besar masih pada tingkat
keinginan dan belum dalam praktek. Penyebabnya, karena terbatasnya akses mereka terhadap
pelayanan KB, rendahnya kemampuan ekonomi, atau kurangnya independensi ibu (pada banyak
kasus, menjadi akseptor KB adalah berdasarkan keputusan suami). Kendala akses pada
pelayanan KB akan meningkatkan pula kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan
bahkan aborsi illegal.

Terdapat 3 syarat kondisi upaya kesehatan yang harus dipenuhi, yaitu manajemen
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dari sisi manajemen,
perencanaan program harus berkesinambungan, bukan berbasis proyek yang hanya jangka
pendek. Akurasi data menjadi kunci penting bagi perencanaan. Terkait pelayanan kesehatan,
ketersediaan tenaga, sarana, prasarana (contohnya alat kontrasepsi) menjadi syarat penting.
Program juga harus didukung mekanisme yang memadai dan efektif untuk mencapai lapisan
terbawah.

Pemberdayaan masyarakat, partisipasi masayarakat harus digalakkan kembali. Peran


swasta, LSM, dan organisasi kemasyarakatan dalam menurunkan AKI dan AKB harus digalang,
diorganisir dengan baik, dan dimobilisasi secara efektif. Ketiga syarat tersebut dapat diupayakan
melalui pemantapan kebijakan nasional. Kebijakan yang sudah ada dan bersifat makro, menjadi
payung untuk kebijakan teknis di bawahnya. Kebijakan yang tersosialisasi dengan baik, akan
menumbuhkan komitmen yang tinggi dari para stakeholders, baik dari segi program maupun
pendanaan. Dan semua itu memerlukan strategi advokasi yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai