Anda di halaman 1dari 10

AMENORE PRIMER

I. DEFINISI

Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia >16

tahun meskipun pertumbuhan seksual sekunder normal atau pada wanita > 14

tahun namun tidak ada tanda-tanda pertumbuhan seksual sekunder.1,2,3

Pada dasarnya amenorea primer terbagi menjadi dua yaitu;1,2,3

1. Amenorea fisiologis
Dikatakan amenore fisiologis jika amenorea terjadi pada masa sebelum

pubertas (1016 tahun), masa kehamilan, masa laktasi dan sesudah

menopause.
2. Amenorea patologis
a. Amenorea primer
Wanita usia>16 tahun belum menstruasi.
b. Amenorea sekunder
Wanita yang tidak menstruasi >6 bulan atau selama 3 siklus

menstruasi yang sebelumnya memiliki siklus menstruasi yang teratur.

Menstruasi adalah keluarnya sekret darah fisiologis dan jaringan mukosa

serta bersiklus yang melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Sedangkan

siklus menstruasi adalah sebuah proses yang teratur dimana telur dilepaskan

dari ovarium sebagai persiapan untuk kehamilan.4


Gambar 1 Siklus reproduksi waniita

Siklus reproduksi wanita memerlukan kira-kira 28 hari untuk menyiapkan

dan melepaskan ovum pada pertengahan siklus, mempersiapkan lingkungan

uterus dan bila terjadi konsepsi, pengeluaran darah dan jaringan dari uterus

yang dikenal sebagai haid (menstruasi). Puncak biologik dari siklus haid

adalah ovulasi yaitu pelepasan ovum (sel telur) yang sudah matang dari

folikel de graaf kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang.4

II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Bieniasz et al (2009) tentang causes of menstrual disorder in

adolecent girls, prevalensi kejadian amenorea primer sebanyak 5,3%,

amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan


gangguan campuran sebanyak 15,8%. Menurut Widjanarko B (2011), 1-2%

wanita mengalami amenore primer dimana 35% disebabkan karena kegagalan

gonad, 20-30% disebabkan karena disfungsi hipotalamus, 15-20% disebabkan

karena agenesis vagina dan obstruksi saluran genitalia dan 10% disebabkan

karena syndrom feminisasi testis. Anamnesis maupun pemeriksaan fisik dan

ginekologik sama halnya seperti pada amenore sekunder. Namun pada

amenore primer harus dilakukan pemeriksaan sitogenetik (kariotip).5,6

III. ETIOLOGI
1. Kegagalan gonad
Hipogonadisme Hipergonadotropik ditandai dengan gonad yang tampak

bergaris-garis (larik larik jaringan fibrosis pada ovarium), tidak terjadinya

sintesis steroid ovarium disebabkan karena tidak adanya folikel ovarium.

Tidak terjadinya perkembangan payudara disebabkan karena rendahnya

kadar estradiol dalam sirkulasi.6


Hipo/agenesis gonad yaitu dijumpainya gonad yang rudimenter (tanpa

folikel) yang hanya terdiri dari stroma ovarium dan sel-sel hilus saja,

sehingga tidak mampu memproduksi estrogen sehingga organ genitalia

interna dan eksterna tidak terbentuk. Terdapat tiga bentuk dari agenesis

gonad, yaitu;7
a) Ulrich-Turner Sindrom
Yaitu genesis gonad dengan tubuh kecil dan anomalia pada bagian

tubuh tertentu yang dikarenakan kelainan jumlah kromosom dan

kelainan morfologik kromosom X. Dari analisa kromosom didapatkan

kariotip 45 XO, kadang bentuk mosaik 45/XO-46/XX atau bentuk

mosaik komplek (45/XO-46/XX,47/XXX). Sindrom ini merupakan


jenis yang paling banyak ditemukan. dengan gejala tidak adanya organ

reproduksi wanita atau hipoplasia karena tidak adanya hormon

esterogen.
b) Agenesis Gonad Murni (Sweyer-Sindrom)
Hingga kini belum diketahui penyebab tidak adanya folikel,

pertumbuhan tubuh yang tidak terganggu dan tidak ditemukanya

anomalia serta pada pemeriksaan kromosom juga didapatkan kariotip

normal (46/XX atau 46/XY). Namun terjadi hipoplasia payudara dan

uterus hal ini disebabkan karena tidak adanya esterogen.


c) Atipikal Turner Sindrom
Sel-sel hilus memproduksi androgen, sehingga sering tampak gambaran

virilis dan dari analisa kromosom didapatkan mosaik (XO/XY, XO/Xy).

2. Disfungsi Hipotalamus
Hipogonadisme Hipogonadotropik menyebabkan kadar estrogen yang

sangat rendah dan penyebabnya dapat bersifat morfologis atau

endokrinologis. Kelainan pada Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti tumor

hipofisis atau hipotalamus dapat meningkatkan kadar prolaktin karena

pelepasan GnRH tidak memadai yang disebabkan oleh gangguan sintesis

GnRH di Hipotalamus atau kerusakan pada neurotransmiter SSP.6


3. Agenesis Vagina Dan Obstruksi Saluran Keluar
Dismenorea atau nyeri panggul menandakan adanya endometrium

fungsional dengan obstruksi saluran keluar. Agenesis vagina (sindroma

Mayer Rokitansky Kuster Hauser) terjadi pada 1 : 2500~10.000 anak

perempuan. Kelainan ini disertai dengan kelainan ginjal (30%) , kelainan

tulang rangka (12%) dan penyebab lain seperti (Hymen imperforata dan

Septum vagina).6
4. Sindroma Feminisasi Testis
Penyebab terbanyak amenorea primer yang ke 3. Kelainan kongenital

ini disebabkan berkurangnya jumlah reseptor androgen didalam

sitoplasma. Akibatnya testosteron tidak masuk kedalam sel, sehingga

testosteron tidak dapat diaktifkan menjadi dihidrotestosteron. Kelenjar

kelaminya adalah testis yang relatif normal dengan sel-sel sertoli dan sel-

sel leydig, tetapi tanpa adanya spermatogenesis (azoospermia). Testis juga

memproduksi estrogen, sehingga wanita pada kasun ini tampak sama

seperti wanita normal, bahkan tampak lebih cantik.6,7


5. Sindroma Adrenogenital (AGS)
Bentuk ini adalah bentuk yang paling sering dari hermafroditismus

feminismus, yang diakibatkan oleh kerusakan pada sistem enzim

suprarenal, sehinggga terjadi kekurangan produksi kortisol. Akibat tidak

adanya kortisol terjadi pengeluaran ACTH berlebihan dan selanjutnya

ACTH akan merangsang suprarenal secara berlebihan. Kelenjar suprarenal

menjadi besar (hiperplasia), dan terbentuklah prekursor yang berlebihan.

Prekursor-prekursor ini akan diubah menjadi androgen, pregnandiol dan

pregnantiol.7

Untuk terjadinya amenorea sendiri, banyak faktor yang menjadi

penyebab, selain diatas, penyebab amenorea lainya yaitu; Tertundanya

menarke (menstruasi pertama), penurunan berat badan yang drastis (akibat

kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dan lain lain)

obesitas yang ekstrim, hipoglikemia, hermafrodit sejati, penyakit

menahun, kekurangan gizi, penyakit cushing, fibrosis kistik, penyakit

jantung bawaan (sianotik), kraniofaringioma, tumor ovarium, tumor


adrenal, hipotiroidisme, sindroma adrenogenital, sindroma prader-willi,

Penyakit ovarium polikistik, hiperplasia adrenal kongenital.

IV. GEJALA KLINIS


Gejala amenorea primer sangat bervariasi tergantung pada

penyebabnnya.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis amenorea primer ditegakkan berdasarkan gejala, hasil

pemeriksaan fisik dan usia penderita. Pemeriksaan yang biasa dilakukan

untuk mendiagnosis amenore antara lain; biopsi endometrium, progestin

withdrawal, kadar prolaktin, kadar hormon (misalnya testosteron), tes fungsi

tiroid, tes kehamilan, kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH

(luteinizing hormone), TSH (thyroid stimulating hormone), kariotipe untuk

mengetahui adanya kelainan kromosom, CT scan kepala (jika diduga ada

tumor hipofisa), pemeriksaan USG perabdominal/rektal, laparoskopi

diagnostik.7
1. Diagnosis Agenesis Gonad
a. Ciri khas sindrom turner yaitu tubuh pendek, leher pendek dengan

batas bawah rambut pendek (pterigium kolli), torak yang menonjol,

cubitus valgus kadang-kadang ditemukan osteoporosis, rambut pubis

dan ketiak sangat sedikit. Anomali lain yang dapat ditemukan adalah

anak lidah yang tertarik ke dalam, spina bifida, aortaismusstenosa,

naevus pigmentosus, garis tangan lurus.


b. Sedangkan sindrom sweyer pertumbuhan tubuh tidak terganggu, hanya

saja mengalami hipoplasia pada uterus dan payudara.


c. Pada sindrom turner didapatkan kelainan jumlah dan morfologik

kromosom 45XO. Namun pada syndrom sweyer didapatkan kariotip


normal (46XX/46XY). Sedangkan atipikal turner sindrom didapatkan

kromosom mosaik (XO/XY,XO/Xy)


d. Pada pemeriksaan hormon didapatkan FSH dan LH serum yang tinggi.
e. Diagnosa pasti adalah dengan analisa kromosom. Anomalia

ekstragenital tidak begitu spesifik, karena anomali tersebut juga

dijumpai pada trisomi 17/18. Pada kariotip 46/XY kadang dapat

terbentuk seminoma dan gonadoblastoma. Kedua tumor ini berpotensi

menjadi ganas.
2. Diagnosis Sindrom Mayer-Kuster-Rokitansky-Hauser
a. Kelainan anatomik
Aplasia atau hipoplasia vagina di 1/3 proksimal, aplasia uterus dan

tuba, kelainan ini terjadi akibat tidak terbentuk kanalisasi alat genital.

Introitus normal, tetapi tidak terbentuk vagina. Pada pemeriksaan rektal,

teraba uterus yang hanya berbentuk garis. Perlu juga dilakukan

pemeriksaan USG perabdominal/rektal atau laparoskopi diagnostik.


b. Gambaran klinis
Pertumbuhan payudara, vulva, rambut ketiak dan pertumbuhan alat-alat

tubuh lainya berada dalam batas normal. Analisa kromosom 46XX.

Pemeriksaan suhu basal badan (SBB) bifasik, dan hal ini menandakan

fungsi ovarium baik. Hampir pada setiap 2 dari wanita dengan kelainan

ini ditemukan anomalia pada ginjal dan ureter, sehingga perlu dilakukan

pyelogram.

3. Diagnosis Sindroma Adrenogenital (AGS)


a. Hirsutisme, perubahan suara,
b. Wanita tersebut terlihat lebih kecil dari teman temannya. Pada bayi

ditemukan pembesaran klitoris. Pada wanita yang lebih dewasa terjadi

amenorea, klitoris membesar, atrofi payudara dan perubahan suara.


c. Pemeriksaan ginekologi diperlukan utuk membedakan jenis jenis

AGS;
Uretra berada divagina dan keluar melalui ujung klitoris, labio

minora menyatu
Pembesaran klitoris, muara vagina berada disinus urogenitalis,

muara uretra berada dipangkal klitoris yang membesar, penyatuan

labia tidak sempurna


Pembesaran klitoris, genitalia eksterna normal
d. Pemeriksaan kromosom didapatkan kariotipe XX, barl body +
e. Pemeriksaan urine didapatkan 17 ketosteroid yang meningkat.
4. Diagnosis Sindrom Feminisasi Testikuler
a. Wanita dengan penampilan normal, cantik datang dengan keluhan tidak

pernah haid.
b. Payudara normal.
c. Rambut ketiak dan pubis tidak ada atau sangat sedikit (hairless women)
d. Vagina tidak ada atau jika ada terlihat pendek, namun introitus vagina

tampak normal.
e. Aplasia uteri.
f. Pemeriksaan kromosom ditemukan Barr body (-), kariotip XY.
g. Kadar testosteron serum tinggi.
h. Kadang-kadang ditemukan testis intraabdominal, inguinal atau labial.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Kegagalan gonad
Penatalaksanaan dengan kontrasepsi oral yaitu dengan terapi esterogen

dan progesteron, tujuanya untuk mengembangkan payudara, mendapatkan

menstruasi dan mencegah osteoporosis. Bila pada kariotiping terdapat

kromosom Y maka harus dilakukan eksisi gonad untuk mencegah

keganasan (angka kejadian keganasan 25%).


2. Disfungsi Hipotalamus
Penatalaksanaan dengan kontrasepsi oral. Pada semua pasien harus

dilakukan pemeriksaan radiologis pada daerah hipotalamus-hipofisis untuk


menyingkirkan kemungkinan adanya lesi di SSP. Kemudian dilakukan

induksi ovulasi dengan klomifen sitrat 150-250 mg/hari (5 hari).


3. Sindrom Feminisasi Testis (Pseudoherma-phrodtismus masculinus)
Keadaan ini merupakan satu-satunya pengecualian dari aturan bahwa

gonad dengan kromosom Y harus diangkat setelah diagnosa ditegakkan.

testis harus dibiarkan di tempatnya sampai pubertas usai karena konversi

perifer androgen estrogen akan mendorong perkembangan dan

pertumbuhan payudara. Hal ini dilakukan karena wanita yang sudah

merasakan dirinya sebagai wanita, maka tidak perlu dilakukan tindakan

apapun. Namun bila ditemukan testis intraabdominal perlu tindakan

pengangkatan testis, karena sebanyak 10% dari kasus dengan dengan testis

intraabdominal menjadi ganas. Pengangkatan testis sebaiknya dilakukan

bila pertumbuhan pubertas telah selesai. Setelah dilakukan pengangkatan

testis, perlu segera diberikan pengobatan subsitusi dengan estrogen.


4. Sindrom Mayer-Kustner-Rokitansky-Hauser
Penatalaksanaan dengan vaginoplasti, konseling bahwa tidak bisa hamil

namun vagina berfungsi normal.

VII.KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada amenorea primer adalah osteoporosis

yang dikarenakan oleh penurunan kadar hormon estrogen wanita.

VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyebabnya
Daftar pustaka
1. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical Gynecologic Endocrynologi And
Infertility Baltimore: Williams & Wilkins, 1994: 401-456.

2. Abrahams P. Panduan Kesehatan Wanita. Tangerang: Binarupa Aksara


Publisher; 2014: 22-23.

3. Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard
PA. Novaks gynecology. 12th edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996:
820-832.

4. Yen SSC. Chronic Anovulation Caused By Peripheral Endocrine Disorders.


In: Yen SSC, Jaffe RB. Reproductive Endocrinology. 3rd edition.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1991: 577-673.

5. Bieniasz J, Zak T, Laskowska-Zietek A, Noczyska A. Causes Of Menstrual


Disorder In Adolescent Girls A Retrospective Study. Endokrynol Diabetol
Chor Przemiany Materii Wieku Rozw. 2006 [disitusi 21 Januari 2009]
12(3):205-10.

6. Widjanarko B.Endokrinologi Reproduksi Dan Infertilitas, Gynekologi. 2011


(disitus 07 September 2011).

7. Anonymous. Standar Profesi Departemen Obstetri Dan Ginekologi FK


UNSRI/RSUP DR.Mohammad Hoesin. Palembang. 2007.

Anda mungkin juga menyukai