Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS LAPKEU

Bank Indonesia
Tahun 2011 s.d. 2016
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

ANALISIS KELAS 8B REGULER


1.
2.
3.
4.
5.

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2017
2017

Page 2
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Pendahuluan
Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia yang bekerja secara independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai
suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam


merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-
undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi
dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar


Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Yang menjadikan Bank Indonesia menarik untuk dibahas
salah satunya adalah implikasi dari ketentuan undang-
undang tersebut bahwa secara legal, tidak ada pihak manapun yang dapat mencampuri pelaksanaan tugas
Bank Indonesia sehingga terdapat kesulitan bagi lembaga pengawas dalam melaksanakan pengawasan
dan audit atas Bank Indonesia.

Profil Bank Indonesia


Bank Indonesia adalah bank terbesar yang menjadi bank pusat atau bank sentral negara Indonesia. Bank
ini didirikan pada tanggal 1 Juli 1828 dengan nama De Javasche Bank pada masa pemerintahan Hindia-
Belanda yang bertujuan mencetak dan mengedarkan mata uang pada saat itu. Kemudian pada tahun 1953
setelah Indonesia merdeka, melalui Undang-Undang Pokok Bank
VISI BANK INDONESIA
Indonesia menetapkan bahwa pendirian Bank Indonesia menggantikan
De Javasche Bank sebagai bank sentral. Dengan membawa tiga tugas
Menjadi lembaga utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran dan
bank sentral yang transaksi.
kredibel dan terbaik
di regional melalui Pada tahun 1968 pemerintah menerbitkan Undang Undang Bank Sentral
penguatan nilai-nilai
yang mengatur kedudukan dan tugas dari Bank Indonesia sebagai bank
strategis yang dimiliki
utama negara. Terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi
serta pencapaian
inflasi yang rendah komersial dan bisnis, Bank Indonesia juga bertugas membantu
dan nilai tukar yang Pemerintah dalam kelancaran produksi dan pembangunan dan
stabil memperluas lapangan kerja untuk meningkatkan taraf hidup rakyat
Indonesia.

Page 3
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Kedudukannya sebagai bank sentral memiliki satu tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yang terbagi atas dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal tersebut dimaksudkan untuk
memperjelas sasaran yang harus dicapai dan tolok ukur keberhasilan Bank Indonesia dalam menjalankan
fungsinya.

Sebagai bank sentral negara, Bank Indonesia memiliki wewenang dalam memutuskan kebijakan moneter
yang tepat berupa Open Market Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit.

STRUKTUR ORGANISASI BANK INDONESIA

Page 4
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia

PKAK Nomor 01: Kebijakan Akuntansi


Pemilihan dan Penerapan Kebijakan Akuntansi

Jika suatu Pernyataan Kebijakan Akuntansi (PKAK) secara spesifik berlaku untuk suatu transaksi,
peristiwa atau kondisi lain, kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk pos tersebut menggunakan PKAK
tersebut. Namun, dalam hal tidak ada PKAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau
kondisi lain, serta tidak ada SAU dan SAS spesifik yang dapat dirujuk, maka BI menggunakan
pertimbangannya dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi untuk menghasilkan
informasi yang:
a) relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan pengguna; dan
b) andal, dalam laporan keuangan yang:

Dalam membuat pertimbangan yang dijelaskan di paragraf


a) mengidentifikasi dan menetapkan transaksi, peristiwa, atau kondisi lain sebagai transaksi, peristiwa,
atau kondisi lain yang berbasis konvensional atau berbasis syariah, dan
b) mengidentifikasi dan menetapkan transaksi, peristiwa, atau kondisi lain sebagai transaksi, peristiwa,
atau kondisi lain yang bersifat unik atau tidak unik, dan
c) mempertimbangkan keterterapan dari beberapa sumber

BI memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi keuangan secara konsisten untuk transaksi, peristiwa
dan kondisi lain yang serupa, kecuali suatu PKAK secara spesifik mengatur atau mengizinkan
pengelompokan pos-pos dengan kebijakan akuntansi yang berbeda adalah hal yang tepat. Jika suatu
PKAK mengatur atau mengizinkan pengelompokan tersebut, maka kebijakan akuntansi yang tepat dipilih
dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kelompok.

Untuk transaksi, peristiwa, atau kondisi lain yang bersifat konvensional dan unik maka BI
mempertimbangkan sumber-sumber berikut ini sesuai dengan urutan menurun:
a) persyaratan dan panduan dalam PKAK yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait;
b) definisi, kriteria pengakuan, serta konsep pengukuran untuk aset, liabilitas, penghasilan, dan beban
dalam PDP2LK;
c) panduan akuntansi yang digunakan oleh bank sentral lain; dan
d) persyaratan dan panduan dalam SAU yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait dan
dapat mencerminkan tujuan transaksi yang dilakukan oleh BI.

Untuk transaksi, peristiwa, atau kondisi lain yang bersifat konvensional dan tidak unik maka BI
mempertimbangkan sumber-sumber berikut ini sesuai dengan urutan menurun:
a) persyaratan dan panduan dalam SAU yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait; dan
b) definisi, kriteria pengakuan, serta konsep pengukuran untuk aset, liabilitas, penghasilan, dan beban
dalam KDP2LK.

Page 5
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Untuk transaksi, peristiwa, atau kondisi lain yang bersifat syariah dan unik maka BI mempertimbangkan
secara komprehensif:
a) tujuan BI;
b) substansi ekonomi dan hukum dari transaksi, peristiwa, atau kondisi lain terkait;
c) perlakuan akuntansi menurut standar akuntansi atas transaksi, peristiwa, atau kondisi lain yang
sejenis pada entitas lain;
d) prinsip-prinsip akuntansi syariah yang diterima umum; dan pendapat pihak yang berwenang untuk
menilai transaksi syariah.

Untuk transaksi, peristiwa, atau kondisi lain yang bersifat syariah dan tidak unik maka BI
mempertimbangkan sumber-sumber berikut ini sesuai dengan urutan menurun:
a) persyaratan dan panduan dalam SAS yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait
b) definisi, kriteria pengakuan, serta konsep pengukuran untuk aset, liabilitas, penghasilan, dan beban
dalam KDP2LK Syariah; dan
c) persyaratan dan panduan dalam SAU yang sesuai dengan SAS, yang berhubungan dengan masalah
serupa.

PKAK Nomor 02: Penyajian Laporan Keuangan


Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan BI adalah suatu penyajian terstruktur dari dampak keuangan kebijakan BI. Tujuan
laporan keuangan BI adalah untuk menunjukkan pencapaian atau pertanggungjawaban BI dalam
mencapaidan memelihara stabilitas nilai rupiah, yang meliputi informasi tentang dampak keuangan dari
kebijakan BI terhadap posisi keuangan dan surplus defisit BI. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
laporan keuangan menyajikan informasi mengenai BI yang meliputi:
1. aset;
2. liabilitas; dan
3. penghasilan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian.

BI menyajikan laporan keuangan secara lengkap yang terdiri dari komponen berikut ini:
1. laporan posisi keuangan pada akhir periode;
2. laporan surplus defisit selama periode; dan
3. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lain.

BI dapat menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, informasi lain yang berguna bagi pengguna dalam
memahami laporan keuangan BI, misalnya neraca singkat mingguan. Penyajian informasi lain tersebut di
luar ruang lingkup PKAK.

Tanggung Jawab atas penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan BI terletak pada Dewan Gubernur.
1. Karakteristik Umum
a. Penyajian Wajar dan Kepatuhan terhadap PKAK
Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan dan surplus defisit BI. Penyajian wajar
mensyaratkan penyajian jujur dampak transaksi, peristiwa lain, dan kondisi sesuai dengan definisi
dan kriteria pengakuan aset, liabilitas, penghasilan dan beban yang diatur dalam PDP2LK. Penerapan

Page 6
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

PKAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkanpenyajian laporan


keuangan secara wajar.

Kepatuhan terhadap PKAK dalam penyusunan laporan keuangan dinyatakan secara eksplisit dan
tanpa kecuali dalam catatan atas laporan keuangan. BI tidak boleh menyebutkan bahwa laporan
keuangan telah disusun berdasarkan PKAK kecuali laporan keuangan tersebut telah memenuhi
semua yang disyaratkan dalam PKAK.

b. Dasar Akrual
BI menyusun laporan keuangan atas dasar akrual. Karena akuntansi berdasarkan akrual digunakan,
maka BI mengakui pos-pos sebagai aset, liabilitas, penghasilan, dan beban (unsur- unsur laporan
keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsur-unsur
tersebut dalam PDP2LK.

c. Saling Hapus
BI tidak boleh melakukan saling hapus atas aset dan liabilitas atau penghasilan dan beban, kecuali
disyaratkan atau diizinkan oleh suatu PKAK. BI melaporkan secara terpisah aset dan liabilitas serta
penghasilan dan beban. Saling hapus dalam laporan surplus defisit atau laporan posisi keuangan
mengurangi kemampuan pengguna laporan keuangan baik untuk memahami transaksi, peristiwa, dan
kejadian lain yang telah terjadi maupun untuk memahami dampak keuangan dari kebijakan BI dalam
upaya mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah, kecuali jika saling hapus mencerminkan
substansi transaksi atau peristiwa. Pengukuran aset secara neto setelah dikurangi penyisihan
penilaian (misalnya penyisihan piutang tak tertagih) bukan termasuk kategori saling hapus.

d. Frekuensi Pelaporan
BI menyajikan laporan keuangan lengkap (termasuk informasi komparatif) setidak-tidaknya secara
tahunan. Jika akhir periode pelaporan BI berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk
periode yang lebih panjang atau lebih pendek daripada periode satu tahun, sebagai tambahan
terhadap periode cakupan laporan keuangan, maka BI mengungkapkan:
i. alasan penggunaan periode pelaporan yang lebih panjang atau lebih pendek; dan
ii. fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam laporan keuanganm tidak dapat dibandingkan secara
keseluruhan.

e. Informasi Komparatif
Informasi kuantitatif diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya untuk seluruh
jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan periode berjalan, kecuali dinyatakan lain oleh
PKAK. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode
sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.
BI mengungkapkan informasi komparatif dengan menyajikan minimal dua laporan posisi keuangan,
dua laporan surplus defisit, dan catatan atas laporan keuangan. Pada beberapa kasus, informasi
naratif yang disajikan dalam laporan keuangan periode sebelumnya masih tetap relevan untuk
diungkapkan pada periode berjalan. Misalnya, rincian tentang sengketa hukum yang dihadapi dengan
hasil akhirnya belum diketahui secara pasti pada periode sebelumnya dan masih dalam proses
penyelesaian perlu diungkapkan kembali pada periode berjalan.
f. Konsistensi Penyajian

Page 7
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Penyajian dan klasifikasi pos dan subpos dalam laporan keuangan antar periode dilakukan secara
konsisten kecuali:
i. setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadap tugas BI atau setelah mengkaji ulang atas
laporan keuangan, terlihat jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat
digunakan;
ii. perubahan tersebut diperkenankan oleh suatu PKAK.

Perubahan penyajian dapat dilakukan jika perubahan tersebut memberikan informasi yang andal dan
lebih relevan bagi pengguna atau struktur yang baru mempunyai kecenderungan akan digunakan
seterusnya.

2. Struktur dan Isi


BI mengidentifikasikan secara jelas laporan posisi keuangan, laporan surplus defisit, dan catatan atas
laporan keuangan. Di samping itu, BI menyajikan informasi berikut ini secara jelas, dan mengulangnya
jika dibutuhkan sehingga dapat dipahami:
a. nama BI sebagai pembuat laporan keuangan dan setiap perubahan informasi dari akhir periode
laporan sebelumnya;
b. tanggal akhir periode pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan atau catatan atas
laporan keuangan;
c. mata uang penyajian
d. pembulatan yang digunakan dalam penyajian jumlah pada laporan keuangan

Laporan Posisi Keuangan


Informasi yang Disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan sekurang-kurangnya mencakup penyajian
jumlah pos dan subpos bersubstansi sebagai berikut.
1. Emas.
2. Aset keuangan kebijakan moneter: aset keuangan dalam Rupiah, aset keuangan dalam Rupiah
syariah, dan aset keuangan dalam valuta asing.
3. Tagihan: tagihan kepada pemerintah, dan tagihan kepada bank.
4. Uang dalam peredaran.
5. Liabilitas keuangan kebijakan moneter: liabilitas keuangan dalam Rupiah, liabilitas keuangan dalam
Rupiah syariah, dan liabilitas keuangan dalam valuta asing.
6. Labilitas keuangan kepada pemerintah.
7. Selisih revaluasi.
8. Modal.
9. Akumulasi surplus/ defisit.

Page 8
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Tabel 1: Laporan Posisi Keuangaan Bank Indonesia Per 31 Desember 2014.

Page 9
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

BI tidak menyajikan aset berdasarkan aset lancar dan tidak lancar serta liabilitas jangka pendek dan
jangka panjang. BI juga tidak menyajikan aset dan liabilitas berdasarkan likuiditas. BI menyajikan modal
dan akumulasi surplus defisit dalam laporan posisi keuangan sebagai bagian dari liabilitas.

Analisis Commonsize

Commonsize Laporan Posisi Keuangan


Analisis Commonsize untuk Laporan Posisi Keuangan Bank Indonesia dilakukan dengan membandingkan
unsur-unsur dalam Laporan Posisi Keuangan yang terdiri dari Aset, Liabilitas dan Ekuitas terhadap nilai
total aset atau total Liabilitas ditambah Ekuitas. Untuk analisis komposisi aset, dapat dilihat pada gambar
di bawah ini:

Page 10
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

2%
Komposisi Aset BI 2015
0%
0% Emas
0% 2%
0% 2.1 Surat Berharga dan Tagihan dalam Rupiah
2% 12% 8%
2.2 Surat Berharga dan Tagihan berbasis Syariah dalam
Rupiah
2.3 Surat Berharga dan Tagihan dalam Valuta Asing

3. Hak Tarik Khusus di Lembaga Keuangan


Internasional
4.1 Kepada Pemerintah

74% 4.2 Kepada Bank

5.1 Penyertaan

Sumber: Laporan Keuangan Bank Indonesia 2015, diolah.

Aset yang dimiliki Bank Indonesia, secara umum didominasi oleh Aset Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter sebesar 82,54% yang merupakan gabungan dari Surat Berharga dan Tagihan dalam
Rupiah (8,06%), Surat Berharga dan Tagihan Berbasi Syariah dalam Rupiah (0,12%) dan paling besar
adalah Surat Berharga dan Tagihan dalam Valuta Asing (74,36%). Sebagai badan dengan tugas menyusun
dan melaksanakan kebijakan moneter, maka sudah wajar ketika nilai aset didominasi oleh aset keuangan
untuk pelaksanaan kebijakan moneter.

Namun, mengapa didominasi oleh Surat Berharga dan Tagihan dalam Valuta Asing? Salah satunya adalah
dalam rangka simpanan Giro Wajib Minimum yang harus dipenuhi oleh bank sesuai Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tanggal 24 Desember 2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tanggal 24 Desember 2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. Selain itu juga karena Bank
Indonesia dapat menempatkan dananya dalam bentuk Surat Berharga dalam Valuta Asing, penempatan
dana pada bank luar negeri dalam bentuk giro dan deposito, serta penempatan berjangka valuta asing
(Term Deposit Valas) milik peserta Operasi Pasar Terbuka di Bank Indonesia.

Yang menjadi perhatian berikutnya adalah nilai dari emas yang dapat dikatakan sangat kecil hanya 2%
atau dalam nilai rupiah sebesar sekitar 36 Triliun Rupiah dari total aset sebesar 1.906 Triliun Rupiah.
Fungsi emas adalah sebagai cadangan devisa yang nilainya paling stabil. Salah satu tugas Bank Indonesia
adalah menjaga kestabilan nilai rupiah, salah satunya kestabilan terhadap nilai tukar. Meskipun jika
memiliki emas dalam jumlah yang besar tidak serta merta membuat BI lebih mudah mencetak rupiah,
namun penyimpanan devisa dalam bentuk emas memilii resiko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan
menempatkannya dalam bentuk dollar karena emas memiliki tingkat kestabilan nilai yang lebih tinggi.

Page 11
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Analisis selanjutnya adalah analisis dari komposisi Liabilitas dan Ekuitas Bank Indoesia 2015.
Komposisis tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Komposisi Liabilitas dan Ekuitas BI 2015


1. Uang Dalam Peredaran
0%
2. Liabilitas Keuangan untuk Pelaksanaan
9%
Kebijakan Moneter
2% 6% 3. Alokasi Hak Tarik Khusus dari Lembaga
31%
Keuangan Internasional
8% 4. Liabilitas Keuangan kepada Pemerintah

5. Kewajiban Non Kebijakan


2%
6. Selisih Revaluasi
42% 7. Modal

8. Akumulasi Surplus (Defisit)

Sumber: Laporan Keuangan Bank Indonesia 2015, diolah.

Dari grafik di atas dapat dilihat perbandingan antara unsur-unsur liabilitas dan ekuitas. Hampir sama
dengan kondisi aset, Liabilitas didominasi oleh Liabilitas Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan
Moneter (sebesar 42%). Hal ini wajar karena salah satu tugas Bank Indonesia adalah menyusun dan
melaksanakan kebijakan moneter yang tujuan akhirnya adalah kestabilan nilai rupiah.

Berikutnya, yang dapat menjadi perhatian adalah uang dalam peredaran, yang memiliki prosentase cukup
besar (32%). Kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah,
menyebabkan uang Rupiah yang dalam penguasaan Bank Indonesia memiliki fungsi yang berbeda dengan
entitas lain. Bagi Bank Indonesia, uang Rupiah yang dimiliki merupakan salah satu alat untuk menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Ketika uang Rupiah berada di luar penguasaan Bank Indonesia maka
muncul liabilitas Bank Indonesia kepada pemegang uang Rupiah. Namun liabilitas tersebut tidak
menunjukkan klaim terhadap aset spesifik di Bank Indonesia dan tidak memiliki jatuh tempo. Jadi
walaupun diakui sebagai liabilitas denga nilai yang sangat besar, tidak serta merta mempengaruhi
solvabilitas dari Bank Indonesia karena Bank Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan
entitas lain dalam hal pengakuan dan klaim atas liabilitas yang dimiliki.

Commonsize Laporan Laba Rugi


Dalam analisi Comonsize Laporan Laba Rugi, unsur yang dibandingkan adalah unsur-unsur dari
pendapatan dibandingkan dengan total pendapatan dan unsur-unsur beban dibandingkan dengan total
beban yang ada dalam laporan keuangan BI tahun 2015. Untuk analisis comonsize pendapatan, dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:

Page 12
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Komposisi Total Komposisi Pendapatan terkait


Pendapatan Pelaksanaan Kebijakan
0% 0% 3% 1. Pelaksanaan 0% 1.1.
0% Kebijakan Moneter Pendapatan
Bunga
2. Pengelolaan 27% 1.2.
Sistem Pembayaran Pendapatan
0%
Imbalan
3. Pengaturan dan 69% 4%
Pengawasan 1.3. Transaksi
Makroprudensial Aset
97% 4. Pendapatan dari Keuangan
Penyediaan 1.4. Selisih Kurs
Pendanaan Transaksi
5. Pendapatan Valuta Asing
Lainnya

Sumber: Laporan Keuangan Bank Indonesia 2015, diolah.

Dari grafik tersebut tampak bahwa pendapatan Bank Indonesia, hampir seluruhnya berasal dari
pendapatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan moneter. Hal ini sejalan dengan tugas utama
dari Bank Indonesia. Jika kita lihat lebih dalam lagi unsur dari pendapatan terkait dengan pelaksanaan
kebijakan moneter, maka dapat kita lihat bahwa selisih kurs transaksi valuta asing memiliki porsi yang
paling besar (69%) diikuti dengan pendapatan bunga sebesar 27%.

Akun selisih kurs transaksi valuta asing digunakan untuk menampung pendapatan yang bersifat
keuntungan selisih kurs (netto setelah memperhitungkan kerugian) yang berasal dari keuntungan transaksi
valuta asing yang telah mencapai tujuan akhir. Jika untuk perusahaan umum di luar jasa keuangan, maka
ketika pendapatan didominasi oleh pendapatan selisih kurs, dapat dikatakan bahwa kinerja suatu
perusahaan buruk, karena tidak berkaitan dengan kagiatan pokok perusahaan. Namun ketika yang dibahas
adalah Bank Indonesia, meskipun tujuan utamanya bukan mendapatkan keuntungan, ketika terdapat
pendapatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja Bank Indonesia terkait transaksi valuta asing dapat
dikatakan cukup baik. Bahkan, sebagai negara yang memiliki utang internasional yang besar, Bank
Indonesia masih mampu mengelola aset yang dimiliki hingga mendapatkan pendapatan bunga sebesar
27% dari total pendapatan terkait pelaksanaan kebijakan.

Analisis comonsize yang terakhir adalah terkait dengan akun beban. Dalam analisis ini, masing-masing
unsur beban dibandingkan dengan nilai total beban yang terdapat dalam laporan keuangan BI tahun 2015.
Secara keseluruhan, perbandingan tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Page 13
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Sumber: Laporan Keuangan Bank Indonesia 2015, diolah.

Jika kita melihat komposisi beban secara keseluruhan, maka tampak bahwa beban juga didominasi oleh
beban terkait pelaksanaan kebijakan. Kemudian jika dilihat secara lebih detail, beban tersebut sebagian
besar merupakan beban bunga yang harus dibayar oleh Bank Indonesia. Jika menggunakan analisis
menggunakan rasio keuangan secara umum, ada kemungkinan bahwa hasilnya menunjukkan rasio
solvabilitas Bank Indonesia rendah. Namun, dengan karakteristik unik yang dimiliki Bank Indonesia,
rasio-rasio yang berlaku bagi perusahaan umum tidak berlaku untuk Bank Indonesia. Alasannya: (1)
bagaimanapun meruginya atau seberapa besar pun beban bunga yang harus dibayar Bank Indonesia, Bank
Indonesia akan tetap ada selama Republik Indonesia masih berdiri, dan (2) beban bunga tersebut
merupakan beban bunga akibat utang-utang yang sebenarnya ditujukan untuk melaksanakan kebijakan
dalam menjalankan pemerintahan Republik Indonesia.

Nilai beban pengelolaan sistem pembayaran nilainya relative rendah (hanya 10% dari total beban).
Terdapat dua kemungkinan dari rendahnya beban tersebut, pertama, Bank Indonesia telah efektif dalam
melaksanakan tugas pengelolaan sistem pembayaran, atau kedua, kegiatan pengelolaan sistem tersebut
tidak dilaksanakan secara menyeluruh (belum memanfaatkan semua potensi) sehingga hanya mampu
menyerap beban dengan jumlah yang relative lebih rendah tersebut.

Demikian juga halnya dengan kegiatan pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Kegiatan tersebut
merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi industri perbankan yang ada di Indonesia. Beban
terkait kegiatan tersebut sangat kecil (bahkan dalam grafik hampir tidak tampak sama sekali). Menurut
analisis penulis, hal itu sudah efektif, karena meskipun nilainya sangat kecil, namun selama tahun 2015
tidak terdapat skandal-skandal atau kasus-kasus yang menjerat bank-bank umum yang ada di Indonesi

Analisis Rasio
Tujuan Laporan Keuangan BI adalah untuk menunjukkan pencapaian manajemen atau
pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah, yang meliputi
informasi tentang dampak keuangan dari kebijakan BI terhadap posisi keuangan dan surplus/defisit BI.

Page 14
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Jadi, sebenarnya kurang sesuai apabila kinerja BI dinilai berdasarkan laporan keuangannya karena
laporan keuangan BI hanya merupakan dampak dari kebijakan BI. Analisis yang dilakukan terhadap
laporan keuangan BI hanya dapat menunjukkan kinerja keuangan, bukan menunjukkan kinerja BI secara
keseluruhan. Untuk dapat menilai kinerja BI secara utuh, laporan keuangan harus disandingkan dengan
informasi lain seperti stabilitas moneter dan perekonomian Indonesia.

Lebih jauh, dalam PKAK 02, berisi mengenai dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan
umum Bank Indonesia (BI) dengan tujuan agar dapat dibandingkan dengan laporan keuangan
periode sebelumnya. Oleh karena itu, analisis terhadap laporan keuangan BI lebih sesuai apabila
menggunakan analisis tren dari tahun ke tahun dan analisis common size yang juga dijelaskan dalam
makalah ini. Analisis rasio yang dijelaskan dalam makalah ini hanya untuk sekedar mengetahui kinerja
keuangan BI, dan tidak dapat berbicara banyak kecuali apabila dibandingkan lebih lanjut dengan
informasi lain seperti stabilitas moneter dan perekonomian Indonesia untuk dapat mengetahui kinerja BI
terkait ekonomis, efisiensi, dan efektivitas.

Rasio Modal terhadap Kewajiban Moneter


Berdasarkan Undang-Undang Bank Indonesia diatur bahwa dalam hal rasio modal tehadap kewajiban
moneter Bank Indonesia di atas 10%, maka Bank Indonesia menyetorkan sisa surplus yang merupakan
bagian Pemerintah. Sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah tersebut terlebih dahulu harus
digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia.

Rasio Modal terhadap Kewajiban Moneter


12.00%
11.39%
10.00% 9.43%
8.00%
7.37%
6.00%
5.31%
4.00% 4.46%
2.00%
1.20%
0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia pada tahun 2010 s.d. 2014 tidak pernah
melebihi 10% namun cenderung meningkat. Rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia
per 31 Desember 2015 sebesar lebih dari 10%. Dengan rasio modal tersebut, berarti BI harus
menyetorkan sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah. Rasio ini terus meningkat sebagai akibat
kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI yang memberikan surplus sehingga modalnya meningkat yang
pada akhirnya membuat rasio ini terus meningkat juga.

Capital Adequacy Ratio (CAR)


CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung
resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (PBI, 2008). Menurut Peraturan Bank

Page 15
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 pasal 2 ayat 1 tercantum bank wajib menyediakan modal minimum
sebesar 8% dari aset tertimbang menurut resiko (ATMR)

Capital Adequacy Ratio adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap
besarnya modal (Almilia, 2005)

Capital Adequacy Ratio


10.00% 8.86%

8.00% 9.14% 6.11%


6.00% 4.53% 4.38%
4.00%
1.18%
2.00%
0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015

CAR Bank Indonesia cenderung naik untuk tahun 2010 s.d. 2012, kemudian turun untuk tahun 2013, dan
meningkat kembali pada tahun 2014 dan 2015. Tren yang cenderung meningkat ini menunjukkan bahwa
aset BI yang mengandung resiko semakin banyak dibiayai dari modal sendiri. Apabila mengikuti aturan
BI untuk Bank Umum, CAR untuk bank adalah minimum sebesar 8% sedangkan BI tercatat hanya dua
kali memiliki CAR di atas 8% yaitu pada tahun 2012 dan 2015.

Primary Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan bank dalam menyanggah aset akibat
berbagai kerugian yang tidak dapat dihindari. Rasio ini dihitung dengan cara Ekuitas dibagi dengan Total
Aset. Semakin besar rasio ini akan semakin bagus.

Primary Ratio
9.45%
10.00%
6.51%
4.64%
5.00%

0.00%
2013 2014 2015

Primary ratio BI cenderung naik mulai dari tahun 2013 yang sebesar 4,63% menjadi 9,45% pada tahun
2015. Hal ini menunjukkan bahwa BI memiliki kemampuan modal yang semakin baik untuk menyanggah
aset akibat kerugian (defisit) yang tidak dapat dihindari.

Page 16
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Rasio Emas terhadap Liabilitas untuk Kebijakan Moneter


Emas merupakan bagian dari cadangan devisa yang ditujukansebagai penyangga likuiditas dalam
mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan atau pemenuhan kewajiban dalam valuta asing. Rasio ini
menunjukkan kemampuan BI dalam menyangga likuiditas dalam mendukung kebijakan moneter dengan
menggunakan emas.

Rasio Emas terhadap Liabilitas untuk Kebijakan


Moneter
3.20% 3.03%
3.00% 2.81% 2.82%
2.72%
2.80% 2.59% 2.58%
2.60%
2.40%
2.20%
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Berdasarkan perhitungan dapat terlihat bahwa rasio emas terhadap liabilitas untuk kebijakan moneter BI
cenderung menurun walaupun tidak signifikan. Mulai dari 2,81% pada tahun 2010 menjadi 2,58% pada
tahun 2015. Hal ini menunjukkan kemampuan BI dalam menyangga likuiditas dalam mendukung
kebijakan moneter dengan menggunakan emas. Penurunan rasio ini merupakan dampak kebijakan BI
yang menggunakan emas untuk menjaga stabilitas moneter Indonesia, terutama mulai tahun 2013 dimana
terdapat penguatan nilai dolar akibat respon terhadap rencana tappering off quantitative easing the Fed.

Rasio Aset Keuangan untuk Kebijakan Moneter terhadap Liabilitas Keuangan untuk Kebijakan
Moneter (AKKMTLKKM)

Rasio Aset Keuangan untuk Kebijakan


Moneter terhadap Liabilitas untuk Kebijakan
Moneter
300.00%
196.46%
172.56% 169.32%
200.00% 138.75%
113.54% 119.79%
100.00%

0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Rasio Aset Keuangan untuk Kebijakan Moneter terhadap Liabilitas Keuangan untuk Kebijakan Moneter
menunjukkan perbandingan antara aset dan liabilitas keuangan untuk kebijakan moneter. Apabila rasio ini
lebih dari 1 (100%) berarti BI memiliki aset keuangan yang lebih banyak dibandingkan dengan liabilitas
keuangan untuk menjalankan kebijakan moneter. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa rasio ini
selalu bernilai di atas 100% dengan tren yang cenderung meningkat dari 113,54% pada tahun 2010
menjadi 196,46% pada tahun 2015.

Page 17
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Rasio Surplus
Rasio Surplus merupakan perbandingan antara surplus (defisit) dengan tingkat penghasilan, rasio ini
menggambarkan surplus yang dapat dicapai dari jumlah total penghasilan. Rasio ini dapat dihitung
dengan cara membagi nilai surplus (defisit) dengan total penghasilan.

Surplus Rasio
200.00%
52.60% 44.56% 50.61%
14.54%
0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
-200.00% -144.96%
-349.63%

-400.00%

Rasio Surplus BI menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun dari yang bernilai negatif (349%)
pada tahun 2010 menjadi positif 50,61% pada tahun 2015. Dengan asumsi kualitas kebijakan BI yang
tetap (output tetap), maka rasio ini menunjukkan bahwa BI menjadi semakin efisien dalam menggunakan
beban-bebannya.

Return on Asset
Return on Asset menunjukkan jumlah surplus yang didapat dibandingkan dengan total aset yang dimiliki.
Rasio ini dapat dihitung dengan cara membagi jumlah surplus (defisit) dengan total aset yang dimiliki BI.

ROA
4.00%
2.00% 3.22%
0.38%
2.27% 2.29%
0.00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
-2.00%
-1.79% -1.83%
-4.00%

Rasio ini sebenarnya tidak dapat memberikan informasi kinerja BI karena tujuan BI bukanlah untuk
mencari keuntungan, namun hanya untuk menunjukkan kinerja keuangan sebagai dampak dari kebijakan
moneter. Sama halnya dengan surplus rasio, dengan berasumsi kualitas kebijakan BI yang tetap (output
tetap), maka rasio yang semakin meningkat menunjukkan bahwa BI menjadi semakin efisien dalam
menggunakan sumber daya yang dimilikinya.

Rasio-rasio lainnya
Terdapat beberapa rasio lainnya yang menurut kelompok kami sesuai untuk menganalisis laporan
keuangan BI, seperti rasio aset investasi terhadap uang beredar, rasio cadangan devisa terhadap uang
beredar, rasio uang M1 terhadap uang M2, rasio foreign currency saving terhadap rupiah. Namun
sayangnya, rasio-rasio tersebut tidak dapat dihitung berdasarkan data yang terdapat dalam laporan

Page 18
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

keuangan BI sesuai dengan KAKBI. Data-data untuk menghitung rasio-rasio tersebut bisa didapat dari
laporan yang disampaikan BI kepada IMF.

Aset Bank Indonesia terdiri dari Emas, Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter,
Hak tarik khusus di lembaga keuangan internasional, Tagihan, dan Aset Non Kebijakan.

Sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga yang mengatur kebijakan moneter, aset utama pada
Bank Indonesia adalah Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter sebanyak 80% lebih dari
total aset. Instrumen yang paling besar nilainya adalah surat berharga dan tagihan dalam valuta asing yang
nilainya mencapai 70% lebih dari total aset Bank Indonesia.

Secara tren, nilai aset meningkat dengan pergerakan yang stabil dari tahun ke tahun. Peningkatan
signifikan terjadi pada aset yang berbentuk surat berharga dan tagihan berbasis syariah dalam rupiah
walaupun jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan aset kebijakan lainnya.

Page 19
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Liabilitas Kebijakan Moneter


500,000,000
400,000,000
300,000,000
200,000,000
100,000,000
0
2013 2014 2015 2016

Giro Bank
Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang dalam Rupiah
Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang Berbasis Syariah dalam Rupiah
Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang dalam Valuta Asing
Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang Berbasis Syariah dalam Valuta Asing

Liabilitas
1,000,000,000

500,000,000

0
2013 2014 2015 2016

Uang Dalam Peredaran


Liabilitas Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter
Liabilitas Hak Tarik Khusus dari Lembaga Keuangan Internasional
Liabilitas Keuangan kepada Pemerintah
Kewajiban Non Kebijakan
Selisih Revaluasi
Modal
Akumulasi Surplus (Defisit)

Sesuai dengan fungsinya, sebagian besar kewajiban berasal dari kewajiban pelaksanaan kebijakan
moneter dan uang dalam peredaran. Akun uang dalam peredaran merupakan akun yang unik dan hanya
muncul pada Bank Indonesia sesuai fungsinya yaitu merencanakan, mencetak, dan memusnahkan uang.
Bagi Bank Indonesia,uang Rupiah yang dimiliki merupakan salah satu alat untuk menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Ketika uang Rupiah berada di luar penguasaan Bank Indonesia, maka muncul
liabilitas Bank Indonesia kepada pemegang uang Rupiah. Namun liabilitas tersebut tidak menunjukkan
klaim terhadap aset spesifik di Bank Indonesia dan tidak memiliki jatuh tempo. Uang dalam peredaran

Page 20
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

dihentikan pengakuannya jika dan hanya jika uang Rupiah dikuasai kembali oleh Bank Indonesia atau
telah dinyatakan tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

Dari sisi Liabilitas yang timbul dari pelaksanaan kebijakan moneter, Giro Bank mempunyai
jumlah yang relatif besar dibandingkan dengan jenis kewajiban lain. Giro Bank memiliki tren kenaikan
yang stabil. Hal serupa juga terjadi pada akun Surat Berharga yang Diterbitkan dan Utang Berbasis
Syariah dalam Rupiah. Akun tersebut mengalami tren yang stabil walaupun nilainya relatif kecil
dibandingkan dengan akun lainnya. Grafik yang fluktuatif menunjukkan pergerakan jumlah surat
berharga dan Utang dalam Rupiah dan Valuta Asing.

Pada tahun 2015, surat berharga dan utang dalam rupiah turun sedangkan surat berharga dan
utang dalam valas mengalami kenaikan. Penurunan disebabkan karena jumlah Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Deposito Bank Indonesia, dan Liabilititas kepada Bank karena transaksi repo surat berharga
turun signifikan. Hal ini mungkin disebabkan karena liabilitas tersebut sudah jatuh tempo sehingga Bank
Indonesia harus mengembalikan dana.

Sedangkan, surat berharga dan utang dalam valas mengalami kenaikan pada tahun 2015, karena
jumlah Penempatan Berjangka dalam Valas mengalami kenaikan. Pada tahun 2016, surat berharga dan
utang dalam bentuk rupiah mengalami kenaikan karena jumlah SBI, Penempatan Dana, dan Liabilitas
Kepada Bank karena Transaksi Repo Surat Berharga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan.
Pada tahun 2016, Bank Indonesia menerbitkan SBI dan banyak bank umum yang menempatkan dana di
Bank Indonesia.

Penyusunan laporan keungan Bank Indonesia mengacu pada standar akuntansi yang berlaku bagi
Bank Indonesia yang disebut Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI). KAKBI disusun
dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang belaku dengan penyesuaian untuk
mengakomodasi keunikan bisnis entitas Bank Indonesia sebagai bank sentral yang tidak berorientasi
mencari keuntungan, dan mengacu pada konvensi dan praktek akuntansi yang lazim di bank sentral. Bank
Indonesia menerapkan konsep teori entitas. Berdasarkan teori tersebut, laporan keuangan tidak
memisahkan dengan tegas unsur liabilitas dan ekuitas. Bank Indonesia menempatkan seluruh pemangku
kepentingan pada prioritas yang setara.

Selain itu, Bank Indonesia beraktivitas bukan untuk memperoleh keuntungan atau laba, sehingga
penyusunan laporan keuangan BI bukan ditujukan untuk mengetahui kekayaan bersih (net worth)
Pemerintah. Oleh sebab itu, Bank Indonesia tidak menyajikan subklasifikasi ekuitas di Laporan Posisi
Keuangan dan tidak menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen laporan keuangan. Dapat
dilihat dari analisis Common Size dengan data seperti bagan disamping memperlihatkan bahwa
komponen-komponen aset pada laporan posisi keuangan Bank Indonesia memiliki jumlah yang cukup
proporsional dari keseluruhan total aset dari masing-masing komponen. Namun terdapat alokasi yang
paling besar adalah untuk akun Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter yang terdiri dari
Surat Berharga dan Tagihan. Karena memang core business Bank Indonesia adalah untuk mengatur
kebijakan moneter pemerintah. Setelah itu komponen selanjutnya yang cukup besar menghabiskan porsi
keseluruhan total aset adalah akun Tagihan yang terdiri dari Tagihan kepada Pemerintah dan Tagihan
kepada Bank.

Page 21
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

Untuk analisis Percentage of Change seperti yang terlihat pada bagan disamping, menunjukkan
adanya perubahan yang naik/turun dari tahun ke tahun sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2016.
Namun angka yang paling mencolok ditunjukkan oleh perubahan akun Aset Non Kebijakan dari tahun
2012 ke tahun 2013. Hal ini dikarenakan akun aset tetap dan lainnya yang menurun cukup signifikan
karena sejak tahun 2013 akun tersebut nilainya dipecah menjadi dua akun, yaitu akun Aset Keuangan dan
akun Aset Tetap dan Lainnya. Hal ini menimbulkan konsekuensi akun Aset Tetap dan Lainnya menjadi
berkurang namun akun Aset Keuangan menjadi bertambah nilainya. Sehingga telihat secara sekilas terjadi
penurunan yang cukup drastis dari akun Aset Non Kebijakan dari tahun 2012 ke tahun 2013.

Analisis Common Size


90.00%
80.00%
Axis Title

70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Emas Aset Hak Tarik Tagihan Aset Non
Keuangan Khusus di Kebijakan
untuk Lembaga
Pelaksanan Keuangan
Kebijakan Internasional
Moneter
2011 2.44% 73.87% 1.78% 18.86% 3.04%
2012 2.52% 73.97% 1.73% 16.63% 5.15%
2013 2.23% 80.07% 2.01% 14.38% 1.31%
2014 2.07% 82.20% 1.75% 12.72% 1.27%
2015 1.93% 82.54% 1.91% 11.71% 1.91%
2016 2.00% 84.76% 1.75% 10.12% 1.37%

Kenaikan/Penurunan
700,000,000.00
600,000,000.00
500,000,000.00
400,000,000.00
300,000,000.00
200,000,000.00
100,000,000.00
0.00
(100,000,000.00) Emas Aset Keuangan Hak Tarik Tagihan Aset Non
untuk Khusus di Kebijakan
Pelaksanan Lembaga
Kebijakan Keuangan
Moneter Internasional

2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015 2015-2016

Page 22
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA BANK INDONESIA

50.00%

0.00%

-50.00%

-100.00%

-150.00%

-200.00%

-250.00%

-300.00%
Emas Aset Hak Tarik Tagihan Aset Non
Keuangan Khusus di Kebijakan
untuk Lembaga
Pelaksanan Keuangan
Kebijakan Internasional
Moneter
2011-2012 12.39% 9.84% 6.89% -2.39% 46.79%
2012-2013 -4.06% 14.86% 20.58% -6.58% -262.55%
2013-2014 1.83% 11.41% -4.19% -2.86% 5.94%
2014-2015 -1.80% 5.29% 13.00% -3.33% 36.97%
2015-2016 5.91% 5.09% -6.27% -12.74% -36.23%

Daftar Referensi:

Laporan Keuangan Bank Indonesia Periode 2011 2016

Page 23

Anda mungkin juga menyukai