Anda di halaman 1dari 46

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang
adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum
Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan Sub kelas
Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.
Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang
hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang
cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organismeorganisme yang
dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai
kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung
kapur (Suharsono. 1996).
Terumbu karang merupakan salah satu keindahan kehidupan di
perairan pantai tropis, yang tersusun atas berbagai hewan dan tumbuhan
dengan warna, bentuk dan ukuran yang bervariasi. Organisme yang dapat
kita temukan di terumbu karang antara lain; Pisces (berbagai jenis ikan),
Crustacea (udang, kepiting), Moluska (kerang, keong, cumi-cumi, gurita),
Echinodermata (bulu babi, bintang laut, timun laut, lili laut, bintang
mengular), Polychaeta (cacing laut), Sponge, Makroalga (Sargasum,
Padina, Halimeda) dan terutama hewan karang (Anthozoa). Begitu banyak
jenis organisme yang hidup di sana sehingga terumbu karang adalah salah
satu ekosistem di permukaan bumi ini yang memiliki keanekaragaman jenis
yang tinggi. Tingginya keanekaragaman jenis di terumbu karang karena
tingginya produktivitas primer di daerah tersebut, yaitu dapat
mencapai10.000 gr C/m2/yr, bila dibandingkan dengan produktivitas laut
lepas hanya berkisar 50- 100 gr C/m2/yr (Suharsono. 1996).
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerusakan terumbu
karang yang telah dikembangkan sejak beberapa tahun ini adalah melalui
teknologi terumbu karang buatan dan transplantasi karang. Yang disebut

1
terumbu karang buatan adalah habitat buatan yang dibangun di laut dengan
maksud memperbaiki ekosistem yang rusak, sehingga dapat memikat jenis-
jenis organisme laut untuk hidup dan menetap; biasanya terbuat dari
timbunan bahan-bahan, seperti bekas ban mobil, cor-coran semen/beton,
bangkai kerangka kapal, badan mobil dan sebagainya. Terumbu karang
adalah salah satu ekosistem tertua yang secara ekonomi dan biologi sangat
penting di dunia.
Meskipun demikian, terumbu karang menghadapi sejumlah
ancaman serius, termasuk polusi dari daratan, dampak pemancingan,
perubahan iklim, dan penipisan terumbu, peningkatan keasaman laut, serta
kurangnya kesadaran masyarakat, serta pencuriaan karang ilegal,
disamping itu kesadaran masyarakat yang mengambil ikan karang yang
menggunakan racun sianida, hal ini tidak hanya merusak ikan, karang dan
biota di sekitarnya juga akan rusak.
Dengan harapkan mampu meningkatkan kesadaran kita sebagai
untuk melindungi dan menjaga kelestarian karang terutama yang ada di
perairan Ujung Piring Jepara, sehingga kelestarian dan keanekaragaman
hayati karang dan ekosistemnya terjaga. Karena apabila kondisi karang
rusak maka ekositemnya dapat juga rusak.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum Koralogi yang berlokasi di Peairan Pulau
Panjang, Jepara adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis terumbu karang
2. Menghitung persentase penutupan karang hidup

1.3. Manfaat
Adapun manfaat praktikum Koralogi yang berlokasi di Peairan Ujung
Piring, Jepara adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis spesies karang yang ada di Perairan Ujung Piring,
Jepara
2. Dapat mengetahui jenis life form karang yang ada di Perairan Ujung
Piring, Jepara.

2
3. Belajar mengidentifikasi karang hidup maupun karang mati yang ada
di Perairan Ujung Piring, Jepara.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terumbu Karang


Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang
hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang
cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organismeorganisme yang
dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai
kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung
kapur (Suharsono, 1996).
Terumbu karang merupakan komunitas yang unik di antara
komunitas laut lainnya dan mereka terbentuk seluruhnya dari aktivitas
biologi. Pada dasarnya karang merupakan endapan massive kalsium
karbonat (kapur) yang diproduksi oleh binatang karang dengan sedikit
tambahan dari alga berkapur dan organisme- organisme lain penghasil
kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah menunjukkan bahwa karang ini
termasuk kelompok binatang dan bukan sebagai kelompok tumbuhan.
Binatang karang ini masuk ke dalam phylum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo
Scleractinia (Sukmara et al., 2001).
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi
karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.
Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari
algae.Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu
karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang
dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang
(karang batu atau karang lunak)(Gladfelter, W.B.1982).
Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan
penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan
dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk
tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan
dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu

4
polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni
(Mapstone,1990).
Dalam peristilahan terumbu karang, karang yang dimaksud
adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang
menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan
terumbuadalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang
hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.
Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.
Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang
dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur
yang sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral
adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur
untuk kerangka tubuhnya, karang merupakan komponen yang terpenting
dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang (coral reefs) merupakan
ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat
(lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan
komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras (Gladfelter,
W.B.1982).
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang
adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum
Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (Koral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
OctoKorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam
makalah ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati
(Scleractinia) (Timotius, 2003).

2.2. Karang
Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai
bermacam macam bentuk seperti uburubur, hydroid, hydra air tawar dan
anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas
yang sama, yaitu anthozoa. Perbedaan yang utama adalah bahwa karang
menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon

5
tidak. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang
hermatipik merupakan koloni, dengan berbagai individu hewan karang atau
polip mempunyai mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang masif.
Tiap mangkuk atau koralit mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan
berbentuk daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda beda setiap
spesies dan merupakan dasar dalam pembagian spesies karang
(Nybakken, 1998).
Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki
jaringan batu kapur yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni
maupun soliter. Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang
lunak) dan kerangka kapur (bagian yang keras). Polip karang mulutnya
terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai anus (Veron, 1986).

Pada dasarnya polip karang adalah hewan karnivor. Mereka


mempunyai tentakel-tentakel yang dipenuhi kapsul-kapsul berduri
(nematokis)yang digunakan untuk menyengat dan menangkap mangsanya.
Selanjutnya zooplankton yang tertangkap oleh tentakel kemudian
dipindahkan ke bagian mulut, yang terletak pada bagian atas dan sekaligus
berfungsi sebagai anus. Makanan yang masuk akan dicerna oleh filamen
mesenteri dan sisa makanan dikeluarkan melalui mulut. Selain mengambil
makanan dari luar, binatang karang juga mendapat suplai makanan dari
alga yang hidup bersimbiosis dengannya yang dikenal dengan
zooxanthellae. Zooxanthella merupakan algae simbiotik yang terdapat di
dalam sel gastrodermal (Suharsono, 1996).

Karang menyediakan algae kondisi lingkungan yang terlindungi dan


komponen yang dibutuhkan untuk fotosintesis; termasuk karbondioksida
yang dihasilkan dari respirasi karang dan anorganik nutrien seperti nitrat
dan fosfat yang berasal dari buangan metabolisme karang. Sebaliknya
zooxanthella menghasilkan oksigen dan membantu karang menghilangkan
sisa metabolisme; dan yang paling penting zooxanthella memberikan
karang produk bahan organik hasil fotosintesis. Komponen komponen ini
meliputi glukosa, gliserol dan asam amino, yang digunakan karang sebagai
bahan dalam pembentukan protein, lemak dan karbohidrat, serta

6
pembentukan kalsium karbonat (CaCO3). Simbiosis mutualisme yang
terjadi antara algae fotosintesis dan Cnidaria merupakan kunci dari
produktifitas biologi yang luar biasa dan kemampuan menghasilkan
kerangka kapur dari karang pembentuk terumbu (Veron, 1996).

Pembentukan karang merupakan proses yang lama dan kompleks.


Berkaitan dengan pembentukan terumbu karang terbagai atas dua
kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu atau disebuthermatypic
coral dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu atau ahermatypic
coral. Kelompok hermatypic coral dalam prosesnya bersembiosis
dengan zooxentellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk
bangunan dari kapur yang dikenal dengan reef building corals, sedangkan
kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal
dengan non-reef building corals yang secara normal hidupnya tidak
tergantung pada sinar matahari (Veron, 1979).

Karang mempunyai morfologi yang lain bila dibandingkan dengan


hewan-hewan lainnya. Menurut Veron (1986) bagian-bagian yang menjadi
karakteristik karang yaitu sebagai berikut :

1. Koralit, merupakan keseluruhan rangka kapur yang terbentuk dari satu


polip.
2. Septa, lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung,
seri septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola
berbeda pada tiap spesies sehingga menjadi dasar pembagian
(klasifikasi) spesies karang. Dalam satu koralit terdapat beberapa
lempeng vertikel septa.
3. Konesteum, suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar
koralit.
4. Kosta, bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari
koralit
5. Kalik, bagian diameter koralit yang diukur dari bagian atas septa yang
berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit

7
6. Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk
kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan
tanpa kolumela.
7. Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk
tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform.
8. Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh
keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni.

Lempeng dasar, merupakan bagian dasar atau fondasi dari septa


yang muncul membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding.

Gambar 1. Morfologi Karang Keras

(Sumber : Timotius, 2003)

Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang
bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu
lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil.
Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa
dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.

2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan


(gastrovascular)

3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum
disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di

8
antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut
mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan
mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan
menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material
tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).

Gambar 2. Anatomi Polip Parang Keras

(Sumber: Timotius, 2003)


Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga
uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat
kekuning-kuningan.
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler
dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-
kuningan (Timotius, 2003).

Gambar 3. Lapisan tubuh karang dengan sel penyengat dan


zooxanthellae.
(Sumber: Timotius, 2003)

2.3. Bentuk Pertumbuhan Karang (Lifeform)

9
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan
kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas
dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik)
dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik).
Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae
dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur
yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua
tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan nonreef
building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar
matahari (Veron, 1986).

Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu


karang (polip) yang dapat hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri
(soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan
berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun
satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur
tersebut disebut terumbu. Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan
koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis
bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari,
hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan,
sedimen, subareal exposure dan faktor genetik (Suharsono, 1996)

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang


Acropora dan non-Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora
dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya. Acropora memiliki
bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit, sedangkan non-Acropora
hanya memiliki radial koralit.

a. Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora

1) Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada


diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan
bagian atas lereng terutama yang terlindungi atau setengah
terbuka.Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan
invertebrata tertentu.

10
Gambar 4. Genus Pocillopora dan Seriatopora
2) Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa
bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat,
biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas
lereng terumbu.

Gambar 5. Genus Porites dan Goniastrea

3) Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan


permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak
terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama
mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.Bersifat memberikan tempat
berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup
cangkang.

Gambar 6. Genus Montipora

4) Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol


pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau

11
melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang
terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

Gambar 7. Genus Montipora

5) Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,


memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga
pusat mulut.

Gambar 8. Genus Fungia

6) Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan


atau kolom-kolom kecil

Gambar 9. Genus Goniatsrea dan Echinopora

12
7) Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali
dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti
terbakar bila disentuh

Gambar 10. Millepora


8) Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada
rangkanya.

Gambar 11. Karang Biru


(Nybakken, J.W, 1988)
b. Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :
Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang
seperti ranting pohon.
1) Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercaban dengan arah
mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

Gambar 12. Tabulate Acropora

13
2) Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya
terjadi pada Acropora yang belum sempurna.

Gambar 13. Encursting Acropora

3) Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk


gada/lempeng dan kokoh.

Gambar 14. Submassive Acropora

4) Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan


cabang seperti jari-jari tangan

Gambar 15. Digitate Acropora


(Supriharyono, 2000).

2.4. Penyakit Karang

14
Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu
sistem atau fungsi penting dari organisme, mencakup gangguan
(interruption),perhentian(cessation), perkembangbiakan (proliferation),
atau kegagalan lain (other malfunction). Penyakit karang (coral disease)
tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun masih banyak
penyebab lainnya.Berdasarkan penyebabnya, penyakit karang dapat
digolongkan menjadi 2, yaitu infeksius dan non-infeksius. Infeksius
dibedakan menjadi 2, yaitu mikro dan makro, sedangkan non-infeksius
dapat berupamutasi genetic, kekurangan nutrisi, meningkatnya suhu air,
laut, radiasi ultraviolet, sedimentasi, dan polutan.Hingga saat ini, telah
ditemukan sekitar 30 penyakit yang menyerang karang.Namun demikian,
masih sedikit yang diketahui penyebab dan efek dari penyakit-penyakit
karang yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga, dan cacing (worm).

Penyakit merupakan suatu hal yang mengganggu dalam kehidupan


karang, laporan pertama tentang penyakit yang menyerang karang
scleractinia muncul pada pertengahan 1970-an (Peters, 1997).Penyakit
Black-band Disease (BBD) pertama dilaporkan dari terumbu karang di
Belize dan Bermuda, tetapi kemudian ditemukan juga di Caribia dan Indo-
Pasifik. BBD ditemukan pada milleporinids (karang api) dan gorgonacean.
Tidak semua karang rentan terhadap penyakit ini. Karang otak massif
(Diploria spp., Colpophyllia spp.) dan karang bintang (Montastraea spp.)
umumnya paling banyak diserang anggota family Faviidae, sementara
elkhorn coral, staghorn coral, dan pillar coral tahan terhadap infeksi.

Menurut Richmond (1993), ada empat kondisi karang yang telah


diidentifikasikan sebagai penyakit yaitu : white band disease (WBD), Black
band disease (BBD), infeksi bacterial dan shut down reaction. BBD dan
WBD mampu membunuh jaringan karang. Namun, Edmunds (1991)
menyatakan bahwa BBD, yang disebabkan oleh cyanophyta Phormidium
corallyticum, dapat memiliki suatu peran dalam menjaga diversitas karang
karena paling umum dalam spesies karang yang membentuk koloni besar
dan membentuk struktur kerja bagi terumbu. Ketika BBD membunuh bagian

15
dari koloni-koloni ini, skeleton tersedia untuk dikolonisasi oleh spesies koral
yang lain. Tetapi setelah 25 bulan tida ada rekriutmen karang diantara
karang yang terinfeksi BBD.

Penyakit merupakan suatu hal yang mengganggu dalam kehidupan


karang, laporan pertama tentang penyakit yang menyerang karang
scleractinia muncul pada pertengahan 1970-an. Kesehatan dan
kelangsungan ekosistem terumbu karang terancam oleh meningkatkan
berbagai dampak lingkungan dan antropogenik. Penyakit karang adalah
salah satu penyebab meningkatnya kematian karang global, khususnya di
Karibia (Weil, 2004). Penyakit karang atau lebih dikenal dengan istilah coral
disease adalah suatu kondisi yang tidak normal pada koloni karang hidup
dan tumbuh di laut. Penyakit karang pertama kali dideteksi pada tahun
1973 dengan munculnya White banddisease (WBD) di laut Karibia
(Raymundo & Harvell., 2008).

Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu


sistem atau fungsi penting dari organisme, mencakup gangguan
(interruption), penghentian (cessation), perkembangbiakan (proliferation),
atau kegagalan lain (other malfunction). Penyakit karang timbul akibat
kombinasi dan interaksi antara karang sebagai inang, media penularan dan
tekanan dari lingkungan (Raymundo et al., 2004). Penyakit karang (coral
disease) tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun masih
banyak penyebab lainnya. Berdasarkan penyebabnya, penyakit karang
dapat digolongkan menjadi 2, yaitu infeksius dan non-infeksius. Infeksius
dibedakan menjadi 2, yaitu mikro dan makro, sedangkan non-infeksius
dapat berupa mutasi genetik, kekurangan nutrisi, meningkatnya suhu air,
laut, radiasi ultraviolet, sedimentasi, dan polutan (Santavy &
Peters,1997).Mekanisme masuknya patogen ke suatu ekosistem terumbu
karang dapat terjadi ketika organisme pembawa patogen yang berasal dari
karang berpenyakit masuk atau berinteraksi dengan karang yang sehat.
Selain itu, patogen yang masuk ke laut juga dapat terbawa melalui run-off
dari darat, water ballast dari kapal, debu dan pembuangan limbah (Ritchie,

16
2006). Beberapa kasus penyakit karang telah banyak ditemukan, bukan
hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa perairan di dunia (Tabel
1.).Hingga saat ini, telah ditemukan sekitar 30 penyakit yang menyerang
karang.Namun demikian,masih sedikit yang diketahuipenyebab dan efek
dari penyakit-penyakit karang yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga,
dan cacing (worm) (Ritchie, 2006).

Tabel 1. Beberapa PenyakitKarang yang PalingSering Ditemukan


(Oceanography Society, 2007).
Disease Acronym Pathogen
CARIBBIEN
Black band BBD P. Corallyticum, Desulfovibrio and
Beggiatoa sp
White band I WBD-I Gram (-) Bacterium
2
White band II WBD-II Vibrio Carchariae
White plague I WP-I Gram (-) Bacterium
White plague I2 WP-II Aurantimonas Coralicida
Aspergillosis2 ASP Aspergillus sydowii
2
White pox WPX Serratia marcescens
Growth Anomalies1 TUM A. endozoica (algae) and other causes
Red band RDB Oscillatoria sp. and other
Yellow blotch YBS cyanobacteria
Dark spots I DSS-I Vibrio
Dark bands DBS Vibrio

INDO-PACIFIC-MEDITERRANEAN
Porites trematodiasis PTR Podocotyloides stenometra
Skeletal eroding band SEB Halofolliculina corallasia
Brown band BrB New species of ciliatenot described
Porites ulcerative white PUWS Vibrio sp
spots BBL Vibrio shiloi
Bacterial bleaching2 BBL Vibrio coralliilyticus
Bacterial bleaching2 WP Thalassomonas loyona
White plague
Ket :

17
1. Pertumbuhan anomali (Growthanomalies) termasuk hyperplasias
dan tumor alga.
2. Postulat Koch terpenuhi.

Beberapa penelitian melaporkan faktor yang mempengaruhi


timbulnya penyakit karang yaitu kondisi lingkungan yang tidak normal bagi
karang maupun komunitas mikroba karang. Perubahan suhu permukaan
laut musiman (SST) juga dapat mempengaruhi potensial virulensi dari
patogen karang, beberapa komunitas asosiasi bakteri karang mengalami
peningkatan keanekaragaman pada musim panas. Penyakit karang dapat
timbul dikarenakan adanya sinergi dari triangle disease yaitu patogen,
lingkungan dan hewan karang (inang). Hewan karang sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan patogen maupun serangan predator.

Menurut Santavy and Peters (1997), hingga saat ini, telah ditemukan
sekitar 30 penyakit yang menyerang karang. Namun demikian, masih
sedikit yang diketahui penyebab dan efek dari penyakit-penyakit karang
yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga, dan cacing (worm). Berikut ini
adalah penyakit karang yang banyak dijumpai dan masih terus dilakukan
pengamatan, antara lain :

1. Pemutihan Karang (Bleaching)

Gambar 13. Karang Bleaching

18
Bleaching terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara alami
maupun karena anthropogenik yangmenyababkan degenerasi atau
hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang.Secara
umum,pengertian bleaching adalah terpisahnya alga yang bersimbiosis
(zooxanthellae) dari induk karang. Lebihlanjut JONES et al. (1998)
mengatakan bahwa bleaching adalah gangguan dalam proses
fotosintesiszooxanthellae pada reaksi fotosistem II (PSII) dan non –
photochemical quenching (NPQ) yangberkaitan denga mekanisme foto
protektif sebagai indikator tekanan panas. Bleaching umumnya dapat
disebabkan oleh karena adanya gangguan terhadap lingkungan dan
organisme zooxanthellae. Bleaching sebagai adaptasi pathological,
menyediakan kesempatan bagi kembalinya alga yang lebih baru pada
karang.

Secara umum, dalam pertumbuhannya karang mengandung sekitar


1-5 x 106 zooxanthellae cm2. Ketika karang mengalami bleaching,
umumnya kehilangan 60-90% dari zooxanthellaenya dan tiap
zooxanthellaemungkin kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesis
(GLYNN, 1993). Kondisi bleaching atau hilangnya warna dari tubuh karang
dapat terjadi sebagai akibat dari kondisi lingkungan dan akan menyebabkan
karang stress. Faktor - faktor yang memberikan kontribusi terjadinya
bleaching adalah adanya perubahan temperatur yang ekstrim, metals,
polutan lain (nitrat), arus perairan yang kecil, intensitas cahaya, serta
salinitas. Selain itu, bleaching dapat disebabkan karena sisa metabolisme
yang berasal dari karang ( nitrogen dan pospat ) hanya dalam jumlah yang
sedikit, sehingga kkodisi ini akan berpengaruh terhadap produk fotosintesis.
Bila peristiwa ini terjadi secara terus menerus, maka akan mengakibatkan
menurunnya kepadatan sel alga.

Penampilan yang pucat dari karang scleractinian dan hydrocorals,


sangat berkaitan denganrangka cnidarian yang sangat mengandung zat
kapur yang terlihat dari luar jaringan yang tembus cahaya (hampir tanpa
pigmentasi zooxanthellae). Temperatur yang tinggi akan menyebabkan

19
adanya gangguan sistem enzim di dalam zooxanthellae, sehingga pada
akhirnya akan menurunkan katahanan untuk mengatasi oksigen toxicas.

Fotosintesis dalam zooxanthellae akan menurun pada temperatur di


atas 30oC dan dampaknya dapat mengaktifkan pemisahan karang / alga
simbiosjs. Batas tertinggi suhu maksimal adalah 30-34oC dengan
kemampuan toleransi suhu tertinggi 2oC. ( JOKIELand COLES, 1990 ).

2. Black-band disease

Gambar 14. Black-band disease

Pada awal 1970, Arnfried Antonius melaporkan kejadian suatu band


bermaterial hitam lembut yang keluar ke permukaan dari beberapa jenis
karang massif pada terumbu karang di Carribean Barat. Band adalah suatu
tanda berupa garis yang terdapat pada koloni karang dimana warna
tersebut mencirikan jenis penyakit pada suatu jenis karang. Penyakit ini
ditandai dengan suatu lembaran/bercak hitam yang luasnya sekitar 0,25
dan 2 inci pada permukaan jaringan karang. Penyakit ini bergerak melewati
permukaan rangka karang dengan kecepatan sekitar 3mm – 1cm
perhari dan kemudian meninggalkan rangka karang berwarna putih kosong.
BBD juga dicirikan oleh suatu cincin gelap, yang memisahkan antara
jaringan karang yang masih sehat dengan rangka karang (RICHARDSON
et al., 1997).

Penyakit ini disebut juga Black Band Ring. Dari hasil pengamatan
pada begian karang yang terkena penyakit ini, dijumpai satu gabungan
jasad renik, cyanobacterium , Spirulina, oksidasi sulfur bakteri pereduksi

20
sulfat, bakteri heterotropik dan jasad renik lain. BBD akan meningkat,
apabila terjadi sedimentasi serta adanya pasokan nutrient, bahan kimia
beracun dan suhu yang melebihi normal (RICHARDSON, 1998).

3. Dark spots disease

Gambar 15. Dark spots disease

Dark spots disease dalam jaringan karang masif telah banyak


dikenal, tetapi belum banyak yang dipelajari. Penyakit bintik hitam muncul
sebagai pigmen gelap, warna coklat atau warna ungu yang menyerang
pada karang sclerectanian. Jaringan karang yang tertinggal tetap terlihat
utuh, walaupun terkadang mengakibatkan kematian jaringan karang dalam
pusat bintik. Warna ungu gelap kecoklatan atau kelabu dari jaringan
tersebut sering melingkar pada permukaan, tapi kadang-kadang dijumpai
juga bentuk yang tidak beeraturan pada permukaan koloni (bercak warna
ungu terang terlihat pada permukaan koloni). Penyebab penyakit ini belum
diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan oleh adanya akumulasi
sedimen pada suatu bintik hitam (GIL-AGUDELO & GARZON-FERREIRA.
2001).

4. Red-band disease

21
Gambar 16. Red-band disease

Penyakit ini menyerupai Black-band disease (BBD). (SANTAVY


& PETERS, 1997) melaporkan bahwasuatu band coklat telah
menginfeksi karang di Great Barrier Reef. RBD adalh suatu
lapisanmicrobial yang berwarna merah bata atau coklat gelap, dan warna
tersebut mudah dilihat pada permukaanjaringan karang.Penyakit ini
mendinfeksi karang otak (Diploria strigosa, Montastrea annularis,
Montastreacavernosa, Porites astreoides, Siderastrea sp. dan Colpophyllia
natans) di Great Barrier Reef.Band nampak seperti gabungan dari
cyanobacteria dan jasad renik yang berbeda dibanding dengan biota yang
ditemukan pada BBD. Selain itu, pergerakan microbial ini berbeda, yakni
tergantung pada induk karang (RICHARDSON, 1992). RBD yang
ditemukan di perairan Carribean barat Amerika, sedangkan Brown Band
ditemukan di Great Barrier Reef. Penyakit RBD dan BBD menunjukkan
gejala yang sama, yaitu hilangnya jaringan karang. Penyakit ini disebabkan
karena rangka karang tercemar oleh alga berfilamen dan adanya akumulasi
sedimen, yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karaang baru.

5. White-band disease

22
Gambar 17. White-band disease

White-band disease (WBD) pertama kali ditemukan pada tahun 1977


di Teluk Tague, St. Croix, KepulauanVirgin, Amerika dan umumnya terjadi
pada jenis karang yang bercabang.Hilangnya jaringan tersebut akan
menyebabkan suatu garis pada koloni karang, oleh karena itu penyakit ini
disebut white-band disease atau WBD. Berbeda dengan kasus BBD, pada
penyakit ini tidak ditemukan adanya kumpulan jasad renik yang konsisten
yang menyebabkan terjadinya penegulapasan pada jaringan dan rangka
karang yang kosong (GREEN and BRUCKNER, 2000).

Pada bagian jaringan Acropora cervicornis, hanya hilang pada


pertengahan suatu cabang. Tingkat jaringan karang yang hilang sebesar
1/8 dan 14 inci/hari, dan rangka karang yang kosong segera akan diganti
dengan alga berfilamen. Band rangka yang berwarna kosong yang terlihat,
lebarnya dapat mencapai antara 5-10 cm. Jaringan karang yang tersisa
pada cabang tidak menunjukkan adanya pemutihan, walaupun koloni yang
terpengaruh secara keseluruhan erlihat adanya goresan warna
(GLADFELTER, 1991).

Penyebab terjadinya WBD masih belum banyak diketahui, namun


sudah ditemukan adanya kumpulan bakteri pada jaringan karang yang
mampu meluas dari satu koloni ke koloni lainnya. Pada saat ini, para peneliti
masih belum mampu mengidentifikasi peranan mikroorganisme yang ada
pada jaringan karang yang terkena penyakit tersebut (RICHARDSON,
1998).

23
6. White plague

Gambar 18. White plague

Penyakit White plague (WP) terlihat mirip dengan WBD, tetapi WP


menyerang karang yang berbeda. Karangjenis massive dan encrusting
yang diamati terlihat adanya jaringan karang yang hilang, meninggalkan
rangkakarang yang berwarna putih kosong, wabah ini disebut wabah putih
atau WP.WP juga dikenal sebagai white band disease, white deathdan
stress-related necrosis, tetapi peran dari tekanan perubahan lingkungan
dan infeksi bakteri pathogen terhadap hilangnya jaringanbelum dilakukan
penelitian.WP tipe I, dilaporkan mempengaruhi 10 spesies karang dan
efeknya menyebabkan jaringan lunak karang mengalami kematian dengan
kisaran sekitar 3mm/hari. Pada WP tipe II, menyebabkan kematian pada
jaringan lunak karang sampai sekitar 2cm/hari. Sekitar 32 spesies karang
terjangkit WP tipe II, WP tipe III. mempengaruhi karang pembentuk terumbu
yang sangat luas termasuk karang dengan bentuk pertumbuhan massive.
Jaringan karang yang hilang yang disebabkan oleh WP tipe III, dampaknya
lebih besar daripada tipe I dan II. Hilangnya jaringan karang yang sangat
cepat, mungkin disebabkan oleh bacterium dan dampaknya meluas dari
satu koloni ke koloni lain (RICHARDSON, 1998).

7. White pox

24
Gambar 19. White pox

Penyakit ini ditemukan oleh Craig Quirolo dan Jim Porter di barat
Florida pada tahun 1996. Penyakit ini ditandai dengan munculnya tambalan
(bercak) pada rangka berwarna putih kosong yang berbentuk irregular.
Tambalan (bercak) dapat terjadi di permukaan atas atau bagian bawah
percabangan. Jaringan karang terlihat mengelupas, namun tidak rata,
sedangkan laju penghilangan jaringan karang terjadi sangat cepat. Jaringan
karang pada umumnya ditempeli alga berfilamen dalam beberapa hari.
Peristiwa mengelupasnya jaringan karang ini masih belum diketahui secara
pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh bakteri pathogen
(RICHARDSON, 1998).

8. Yellow-blotch or yellow-band disease

Gambar 20.Yellow-blotch or yellow-band disease

Penyakit ini hanya mempengaruhi karang jenis Montastrea dan


Colpophyllia natans. YBD pertama kali ditemukan pada tahun 1994 yang
diawali dengan danya warna pucat, bintik sirkular pada jaringan translusen
atau sebagai band yang sempit pada jaringan karang yang pucat di bagian
pinggir koloni. Namun areal di sekitar koloni tersebut masih normal dan

25
pigmen jaringannya baik. Bagian dari jaringan karang yang dipengaruhi
oleh penyakit tersebut, akan keluar dari karang dan kemudian karang akan
mati. Jaringan karang yang hilang dari pengaruh YBD, rata-rata adalah 5-
11 cm/tahun, lebih sedikit dari penyakit karang lainnya. meskipun demikian,
penyakit ini dapat menyebar pada koloni karang yang lain dan menyerang
koloni karang dewasa dan berukuran besar (GREEN and BRUCKNER,
2000).

26
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Pratikum

Praktikum lapangan Koralogi ini dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Sabtu, 30 April 2016

Jam : 08.50 selesai

Tempat : Pulau Panjang, Jepara

3.1.2. Alat dan Bahan


Tabel 2. Alat Terumbu Karang
No Nama Gambar Fungsi
alat/bahan

1. Roll meter Untuk menentukan titik


stasiun

2. Papan Jalan Digunakan sebagai


alas dalam melakukan
pendataan

3. Buku Untuk mengetahui


identifikasi jenis terumbu karang
Coral Finder dan juga penyakitnya

27
4. Masker dan Untuk membantu
Snorkel mengamati kepadatan
lamun

5. Kamera Untuk mengambil


Underwater gambar karang di
dalam air

6. Botol bekas Sebagai pelampung


1500 ml

Tabel 3. Bahan Praktikum Koral


NO Nama Gambar Fungsi

1. Karang Objek pengamatan

2. Pensil dan Untuk menulis data


Kertas karang dan penyakit
Underwater karang di dalam air

28
3.2. Metode
3.2.1. Metode Pendataan LIT (Line Intercept Transect)

Roll meter sepankang 60 meter disiapkan

Tandai setiap 10 meter dengan pelampung

Alat dan bahan untuk pendataan disiapkan

Pendataan penyakit dilakukan setiap cm pada


transek line

Catat dan dokumentasikan hasil yang didapat

3.2.2. Metode Pendataan Penyakit Karang

Observasi lapangan tentang keberadaan penyakit karang dilakukan


dengan transek

Observasi dilakukan secara 1 meter menyamping ke kanan dan


kekiriri dari Line Transeck

Catat jenis penyakit beserta jumlah karang yang terkena penyakit

Karang yang terkena penyakit didokumentasikan

29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Penyakit karang

Kelompok 1

Tabel 4. Hasil Kelompok 1

No Life from Disease Ciri-ciri

1 Berbentuk seperti cincin berwarna


Massive White band putih
2 Berbentuk seperti cincin berwarna
Massive White band putih
3 Memiliki bercak putih yang tidak
Massive Red band beraturan pada karang tersebut

Kelompok 2

Tabel 5. Hasil Kelompok 2

No Life Form Disease Ciri- ciri

1 Massive White Band Berbentuk seperti cincin


berwaarna putih

2 Encrusting Red Band Berbentuk Seperti cincin


berwarna merah

3 Massive White plague Memiliki bercak putih yang


tidak beraturan pada karang
tersebut

Kelompok 3

Tabel 6. Hasil Kelompok 3

No Life form Disease Ciri-ciri

30
1 Massive Red Spot Warna merah melingkar di
karang

2 Sub Massive White Spot Bintik putih

3 Massive Dark Band Warna gelap melingkar di


karang

4 Massive White Plague Bercak putih

5 Massive White Band Putih seperti cincin melingkar


di karang

6 Massive Red Plague Bercak merah

7 Massive Red Band Merah seperti cincin melingkar


di karang

Kelompok 4

Tabel 7. Hasil Kelompok 4

No Life Form Disease Ciri- ciri

Memliliki bercak berwarna putih


1 Massive White Band yang berbentuk seperti pita
yang mengelilingi

Memiliki bercak putih yang tidak


2 Massive White Plague beraturan pada permukaan
karang tersebut

Terdapat bercak yang


3 Massive Red Band mengelilingi karang seperti pita
berwarna merah

Kelompok 5

Tabel 8. Hasil Kelompok 5

No Life form Disease Ciri-ciri

1 Branching Bleaching Terdapat pemutihan pada sisi


karang

31
2 Branching White Band Putih seperti cincin melingkar
di karang

3 Branching White Spot Bintik putih

4 Massive Brown Band Warna coklat melingkar pada


karang

5 Massive Dark Band Warna gelap melingkar di


karang

Kelompok 6

Tabel 9. Hasil Kelompok 6

No Life form Disease Ciri-ciri

1 Massive White plague Bercak putih

2 Massive Bleaching Berwarna putih

3 Sub Massive Yellow band Warna kuning melingkar

4 Sub Massive White spot Bitnik putih

5 Massive Red band Warna merah melingkar

6 Massive White band Warna putih melingkar

Kelompok 7

Tabel 10. Hasil Kelompok 7

No Life Form Disease Ciri- ciri

1 Submassive White plague Memiliki bercak putih yang


tidak beraturan pada karang
tersebut

2 Submassive White spot Memiliki titik titik putih pada


karang tersebut

3 Massive Eroding Karang tergerus

4 Submassive Anomali growth Terdapat tonjolan pada


karang

32
Kelompok 8

Tabel 11. Hasil Kelompok 8

No Lifeform Disesase Ciri-ciri

1. Sub Massive White spot Bintik putih pada koloni


karang

2. Massive White band disease Putih melingkar seperti cincin


pada koloni karang

3. Massive Red plague Bercak merah

4. massive Dark band disease Warna gelap melingkar pada


koloni karang

5. massive White plague Titik putih pada karang

6. massive Red band disease Warrna merah melingkar


seperti cincin

Kelompok 9

Tabel 12. Hasil Kelompok 9

No Life Form Disease Ciri- ciri

Memliliki bercak berwarna merah


1 Massive Red Band yang berbentuk seperti pita yang
mengelilingi.

Memiliki bercak putih yang tidak


2 Massive White plague beraturan pada permukaan
karang tersebut.

Tabel 13. Hasil Life Form

Life Li (cm)
Form 1A 2A 3A 4A 5A 6A 7A 8A 9A
CS 180 175 169 0 15 17 180 175 167
CM 70 10 10 6 10 9 70 10 10
DCA 390 70 90 200 17 15 390 70 90

33
OT 10 150 0 0 20 0 10 150 0
SD 50 55 280 0 0 177 50 55 280
RB 50 50 160 794 938 782 50 50 110
ACD 0 114 10 0 0 0 0 114 10
NIA 230 265 281 0 0 0 230 265 321
ACS 20 111 0 0 0 0 20 111 0

4.1.2 Data LIT

Tabel 14. Hasil LIT

PersentasePenutupan
LifeForm Li (cm)
(%)
CS 556 9,26
CM 115 1,91
DC 782 13,03
OT 180 3
SD 652 11,36
RB 2824 47,06
ACD 124 2,06
NIA 776 12,93
ACS 131 2,18

Perhitungan


% = 100 %
()
CS=
556
% = 100 % = 9.267%
6000

CM=
155
% = 100 % = 2.583%
6000

DCA=
782
% = 100 % = 13.03%
6000

NIA=
776
% = 6000
100 % = 12.93%

34
OT=
180
% = 100 % = 3%
6000

SD=
562
% = 100 % = 11.36%
6000

RB=
2824
% = 6000
100 % = 47.06%

ACS=
131
% = 100 % = 2.18%
6000

ACD=
124
% = 6000
100 % = 2.06%

GRAFIK PIE CHART

CS
Komposisi Lifeform
ACD
ACS CS CM
2%2% 9% CM DCA
3%
DCA NIA
13%
OT
RB SD
45% NIA RB
12%
ACS
SD OT ACD
11% 3%

CORAL DISEASE JumlahKoloni


4.1.3 PERHITUNGAN
0-50 M Skeleton Eroding 71 PREVALENSI
Bleaching 21 SELURUHNYA
White Pox 2
Growth Anomalie 1 Tabel 15. Hasil
50-60 M White Plaque 1
NIA Eroding 5 Perhitungan Pravalensi
Bleaching 2
White Spot 1
Total Jumlah Koloni 104

35
Perhitungan Prevalensi
Skeleton Eroding=
71
% = 100 % = 68.27%
104

=Bleaching
23
% = 100 % = 22.11%
104

White Pox=
2
% = 100 % = 1.92%
104

Growth Anomalie=
1
% = 100 % = 0.96%
104

White Plague=
1
% = 100 % = 0.96%
104

NIA Eroding=
% =
CORAL DISEASE Jumlah Prevalensi
5
Koloni 100 % = 4.81%
104
Skeleton Eroding 71 68,27%
White Spot =
Bleaching 23 22,11% % =
1
White Pox 2 1,92% 100 % = 0.96%
104

Growth Anomalie 1 0,96%


Tabel 16. Hasil Coral
White Plaque 1 0,96%
Disease
NIA Eroding 5 4,81%

White Spot 1 0,96%

Total 104

36
4.2. Pembahasan

4.2.1. Line Intercept Transect (LIT)

Metode Line Intercept Transect (LIT) atau transek garis digunakan


untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan
karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan
keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah
berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang
telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau
spesies.

Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan


komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah
dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.Peralatan yang
dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis
bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang
belum bisa diidentifikasi, dan kapal.

Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan


terumbu karang batu ( 25 m) sampai di daerah pantai mengikuti pola
kedalaman garis kontur. Panjang transek digunakan adalah 0 60 m yang
penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.

Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati


centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu
koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian

37
yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu
tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka
masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang
tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk
menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak,
karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga
dicatat.

Pada metode LIT ini, kita berenang sejajar garis pantai dengan
mengikuti garis transek yang sudah di bentangkan dengan menggunakan
botol plastik sepanjang 60 meter pada kedalaman kurang lebih 1 meter.
Setelah garis di bentangkan, maka masing-masing kelompok mulai
mengidentifikasi dan mencatat life form karang yang di lewati oleh transek
garis sepanjang 60 meter untuk masing-masing karang dengan jarak
percentimeter. Setelah itu, masing masing kelompok tersebut harus
mengumpulkan data life form karang secara keseluruhan sepanjang 60
meter untuk kemudian data tersebut diolah sehingga diperoleh prosentase
penutupan karang di pulau panjang, Jepara.

Dari hasil pengamatan dan pengolahan data terumbu karang


diketahui bahwa di di pulau panjang, Jepara terdapat beberapa life form
karang antara lain :

ACD : Acropora Coral Digitatae

ACS : Acropora Coral Submassive

DCA : Dead Coral with Algae

DC : Dead Coral

CM : Coral Massive

CSM : Coral Submassive

SC : Soft Coral

Sedangkan tipe substratnya antara lain :

SD : Sand

38
RB : Rubber

OT : Other

Masing masing life form karang tersebut mempunyai prosentase


penutupan yang berbeda beda, dan di pulau panjang, Jepara terdapat ke
tiga tipe substrat tersebut.

Persentase penutupan karang hidup diperoleh dari jumlah persen


penutupan karang batu dan karang lunak sepanjang transek. Hasil
penutupan karang hidup yang tinggi menunjukan keberadaan terumbu
karang di daerah tersebut dalam kondisi sehat dan akan ditunjang oleh
tingginya indeks keanekaragaman di daerah tersebut. Persentase
penutupan koloni karang ditentukan dengan rumus sebagai berikut (English
et al., 1994) :

N = Li / l x 100%

Dimana :

N = Persen penutupan

Li = Panjang genus ke-

L = Panjang transek

Dengan pembagian kategori penutupan karang sesuai dengan


pendekatan Gomez dan Yap (1988) adalah:

75 100% : sangat baik

50 75% : baik

25 50% : sedang

0 25% : rusak

Hasil perhitungan luasan pentupan karang hidup yang berada di


pulau panjang, Jepara adalah sebesar 47,56 %. Berarti dapat kita
simpulkan bahwa perairan di pulau panjang, Jepara memiliki luasan
terumbu karang dalam kategori Baik.

4.2.2 Perhitungan prevelensi

39
Hasil yang didapatkan dari perhitungan pertumbuhan karang
menggunakan metode LIT didapatkan hasil bahwa pada perairan di pulau
panjang, Jepara hanya terdapat sedikit karang hal ini ditunjukkan dari hasil
bahwa penutupan pada lokasi yang kita ambil didominansi dengan RB
sebesar 47,06%.

Prevelensi adalah jumlah individu atau persentasi populasi yang


terinfeksi pada waktu tertentu. Insidensi, jumlah kasus infeksi baru yang
terjadi selama periode waktu tertentu sehuhungan dengan unit populasi
tempat kasus tersebut terjadi. Pada perhitungan prevalensi kelompok kami
penyakit skeleton eroding cukup mendominasi di perairan Pulau Panjang
yaitu sekitar 68,27%, lalu kemudian ada bleaching sebesar 22,11%, white
pox sebesar 1,92%, white plague dan white spot sebanyak 0,96% dan yang
terakhir growth anomalie sebanyak 0,96%. Dengan dominansi sand pada
perairan tersebut ini menunjukkan bahwa perairan pulau panjang, Jepara
mempunyai beberapa kandungan yang tidak mendukung bagi tumbuhnya
karang. Selain itu juga dapat dilihat dari letak lokasi yang merupakan jalur
kapal kapal nelayan sehingga pencemaran dari ulah manusia dapat
memperlambat pertumbuhan karang. Perairan di pulau panjang, Jepara ini
juga banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar, hal tersebut dapat juga
mengganggu bagi pertumbuhan karang. Karang yang paling mendominasi
adalah karang Massive. Dengan kondisi lingkungan yang cuup keruh
karenaa terdapat banyak sedimen pasir koral dengan bentuk pertmbuhan
massive asih maampu bertahan. Hal ini berhubungan dengan sifat alaminya
yang memang mamapu bertahan pada lingkungan yang keruh atau
berpasir.

Hasil prevalensi didapat dari jumlah karang yang terkena penyakit di


bagi dengan jumlah total karang pada lokasi yang kita amati. Prevalensi
serangan penyakit karang diukur berdasarkan jumlah karang yang terkena
penyakit dibanding dengan jumlah karang yang sehat dalam luasan tertentu
(Beeden et al., 2008). Didapatkan hasil bahwa nilai prevalensi mencapai
47,56 % hal ini menunjukkan bahwa karang yang ada pada lokasi tersebut
kurang baik dalam pertumbuhannya, semakin banyak penyakit yang

40
terdapat pada karang tersebut maka makin lambat dalam pertumbuhannya.
Secara local, peningkatan prevalensi penyakit karang sering disebabkan
oleh perubahan kondisi lingkungan dan adanya tekanan dari berbagai
aktifitas (ICRI/UNEP-WCMC, 2010).

Prevalensi karang yang paling banyak terdapat pada karang yang


terjangkit penyakit White Syndrome. Hal ini berhubungan dengan keadaan
lingkungan habitat karang. Sebagai contoh adalah peningkatan temperatur
juga dapat berdampak pada proses biologi dan fisik karang, khususnya
kemampuan melawan infeksi penyakit menjadi berkurang, dengan
demikian akan mempengaruhi keseimbangan antara potensi pathogen dan
host (Rosenberg dan Ben-Haim, 2002). Pathogen akan bisa menjadi
mematikan pada suhu lebih tinggi (Ben Haim et al., 2003).

Infeksi penyakit dan gangguan kesehatan lebih disebabkan oleh


tekanan lingkungan dibanding infeksi oleh mikroba pathogen. Keragaman
dan prevalensi penyakit pada beberapa lokasi sangat tinggi dan diprediksi
dapat memperburuk kondisi terumbu karang dalam skala lokal.

41
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang sudah didapatkan maka dapat disimpulkan


bahwa terumbu karang yang ada di sekitar dermaga pulau enggano sedang
dalam kedaan rusak sedang . hal tersebut dikarenakan tutupan karang
hanya mencapai nilai persentase cover sebesar 47,56 % .

Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu


seperti kecerahan, kekeruhan, salinitas,suhu,arus dan gelombang. Area
yang baik untuk terumbu karang yaitu daerah yang memiliki gelombang
yang besar ,suhu yang stabil , memiliki kadar garam yang baik dan tidak
ditutupi oleh sedimenasi sehingga karang nedapatkan pasokan udara dan
bisa melakukan proses fotosintesis.

5.2. Saran
1. Praktikan lebih berhati-hati dalam pengidentifikasian.
2. Praktikan diharap lebih teliti dalam mengolah data

42
DAFTAR PUSTAKA

ENGLISH, S., C. WILKINSON and V. BAKER 1994.Survey manual for


tropical marine resources.Published on behalf of the ASEAN-
Australia Marine Science. Townswile: 367pp.

GALDFELTER, W.B. 1991. Population Structure of Acropora palmata on


the Windward Fore Reef, Buck Island National Monument, St. Croix,
U.S. Virgin Islands. U.S. Virgin Islands: U.S. Department of the
Interior, National Park Service : 172 pp.

GIL-AGUDELO, D.L. and J. GARZON-FERREIRA 2001.Spatial and


seasonal variation of dark spots disease in coral communities of the
Santa Marta area (Columbian Caribbean). Bull Mar Sci. 69 : 619-630.

Gladfelter, W.B.1982. White-band disease in Acropora palmata:


implications for the structure and growth of shallow reefs. Bull.
Mar. Sci., 32: 639643.

GLYNN, P.W. 1993. Coral reef bleaching : ecological perspectives. Coral


Reefs 12:1-17.

43
GREEN, E. and A.W. BRUCKNER 2000.The significance of coral disease
epizootiology for coral reef conser-vation. Biological Conservation 96
: 347-361.Hegner, Robert W and Joseph G, Engemann. 1968.
Invertebrates zoology. London. The Macmilan Company Collier -
Macmillan Limited.

JOKIEL, P.L. and S.L. COLES 1990. Response of Hawaiian and other Indo-
Pacific reef corals to elevated temperature Coral Reefs 8 : 155-162.

JONES, R.J;.HOEGH-GULDBERG; A.W.D. LARKUM and U. SCHREIBER


1998. Temperature-induce bleaching of corals begins with
impairment of the CO2 fixation mechanism in Zooxanthellae. Plant,
Cell and Environment 21 (12) :19-30.

Mapstone and G.P. Quinn. 2002. Monitoring Ecological Impact : Concept


and Practice in Flowing Waters. Cambridge University Press.
Cambridge, UK. Page 149-155.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa
dari Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). Jakarta :
PT Gramedia.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan Ekologi. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.
Oemardjati, S.B. 2000. Taksonomi Avertebrata. Universitas
Indonesia.Jakarta.

Raymundo, L.J.H., C.D. Harvell, & T.L. Reynolds. 2003. Porites ulcerative
white spot disease: description, prevalence, and host range of a
new coral disease affecting Indo-Pacific reefs. Dis. Aquat. Org., 56:
95104.

RICHARDSON, L.L.; K.G KUTA; S. SCHNELL and R.G CARLTON


1997.Ecology of the black band disease microbial consortium.Proc.
8th Intl. Coral Reef Symp.1 : 597-600.

44
RICHARDSON, L.L. 1998. Coral diseases: What is really known? Trends in
Ecology and Evolution 13 : 438-443.

Richmond, A. (1993). Biological Principles of Mass Cultivation. In:


Richmond, A. Handbook of Microalgae Culture Biotechnology and
Applied Phycology. 125-217.Britain : Blackwell.

Santavy, D .L. and E.C. Peters. 1997. Microbial pests: C oral disease
research in the western Atlantic. Proc. Eighth Intern.Coral Reef
Symp. 1:607-612.

SANTAVY, D.L. and E.C. PETERS 1997. Microbial pests: Coral disease
research in the western Atlantic. Proc. 8th Int. Coral Reef Symp.1 :
607-612.

Suharsono, 1996.Jenis-Jenis Karang Yang Umum di Jumpai di Perairan


Indonesia.P3O-LIPI. Jakarta.

Suharsono, 2000.Jenis-Jenis Karang Yang Umum di Jumpai di Perairan


Indonesia.P3O-LIPI. Jakarta.
Sukmara, Asep, et al., 2001. Panduan Pemantauan Terumbu Karang
Berbasis-Masyarakat dengan Metoda Manta Tow. Jakarta :
Djambatan.

Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit


Djambatan. Jakarta

Suwigyo, 1998. Avertebrata Air ( untuk mahasiswa perikanan ). Bogor:


FakultasIlmu Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Syarani, Lachmudin. 1992. Karang : Kunci Determinasi Genus. Undip,


Semarang.

Timotius, Silvianita. 2003. Biologi Terumbu Karang. Yayasan Terumbu


Karang Indonesia (Terangi) : Makalah Trining Course.

Veron.J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus &


Robertos. Australia.

45
46

Anda mungkin juga menyukai