PENDAHULUAN
1
terumbu karang buatan adalah habitat buatan yang dibangun di laut dengan
maksud memperbaiki ekosistem yang rusak, sehingga dapat memikat jenis-
jenis organisme laut untuk hidup dan menetap; biasanya terbuat dari
timbunan bahan-bahan, seperti bekas ban mobil, cor-coran semen/beton,
bangkai kerangka kapal, badan mobil dan sebagainya. Terumbu karang
adalah salah satu ekosistem tertua yang secara ekonomi dan biologi sangat
penting di dunia.
Meskipun demikian, terumbu karang menghadapi sejumlah
ancaman serius, termasuk polusi dari daratan, dampak pemancingan,
perubahan iklim, dan penipisan terumbu, peningkatan keasaman laut, serta
kurangnya kesadaran masyarakat, serta pencuriaan karang ilegal,
disamping itu kesadaran masyarakat yang mengambil ikan karang yang
menggunakan racun sianida, hal ini tidak hanya merusak ikan, karang dan
biota di sekitarnya juga akan rusak.
Dengan harapkan mampu meningkatkan kesadaran kita sebagai
untuk melindungi dan menjaga kelestarian karang terutama yang ada di
perairan Ujung Piring Jepara, sehingga kelestarian dan keanekaragaman
hayati karang dan ekosistemnya terjaga. Karena apabila kondisi karang
rusak maka ekositemnya dapat juga rusak.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum Koralogi yang berlokasi di Peairan Pulau
Panjang, Jepara adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis terumbu karang
2. Menghitung persentase penutupan karang hidup
1.3. Manfaat
Adapun manfaat praktikum Koralogi yang berlokasi di Peairan Ujung
Piring, Jepara adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis spesies karang yang ada di Perairan Ujung Piring,
Jepara
2. Dapat mengetahui jenis life form karang yang ada di Perairan Ujung
Piring, Jepara.
2
3. Belajar mengidentifikasi karang hidup maupun karang mati yang ada
di Perairan Ujung Piring, Jepara.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni
(Mapstone,1990).
Dalam peristilahan terumbu karang, karang yang dimaksud
adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang
menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan
terumbuadalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang
hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.
Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.
Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang
dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur
yang sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral
adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur
untuk kerangka tubuhnya, karang merupakan komponen yang terpenting
dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang (coral reefs) merupakan
ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat
(lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan
komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras (Gladfelter,
W.B.1982).
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang
adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum
Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (Koral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
OctoKorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam
makalah ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati
(Scleractinia) (Timotius, 2003).
2.2. Karang
Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai
bermacam macam bentuk seperti uburubur, hydroid, hydra air tawar dan
anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas
yang sama, yaitu anthozoa. Perbedaan yang utama adalah bahwa karang
menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon
5
tidak. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang
hermatipik merupakan koloni, dengan berbagai individu hewan karang atau
polip mempunyai mangkuk kecil atau koralit dalam kerangka yang masif.
Tiap mangkuk atau koralit mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan
berbentuk daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda beda setiap
spesies dan merupakan dasar dalam pembagian spesies karang
(Nybakken, 1998).
Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki
jaringan batu kapur yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni
maupun soliter. Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang
lunak) dan kerangka kapur (bagian yang keras). Polip karang mulutnya
terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai anus (Veron, 1986).
6
pembentukan kalsium karbonat (CaCO3). Simbiosis mutualisme yang
terjadi antara algae fotosintesis dan Cnidaria merupakan kunci dari
produktifitas biologi yang luar biasa dan kemampuan menghasilkan
kerangka kapur dari karang pembentuk terumbu (Veron, 1996).
7
6. Kolumela, struktur yang berada di tengah koralit. Terdapat empat bentuk
kolumela yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan
tanpa kolumela.
7. Pali, bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk
tonjolan sekitar kolumela. Membentuk struktur yang disebut paliform.
8. Koralum, merupakan keseluruhan rangka kapur yang dibentuk oleh
keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni.
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang
bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu
lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil.
Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa
dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum
disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di
8
antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut
mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan
mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan
menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material
tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).
9
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan
kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas
dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik)
dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik).
Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae
dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur
yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua
tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan nonreef
building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar
matahari (Veron, 1986).
10
Gambar 4. Genus Pocillopora dan Seriatopora
2) Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa
bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat,
biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas
lereng terumbu.
11
melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang
terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
12
7) Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali
dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti
terbakar bila disentuh
13
2) Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya
terjadi pada Acropora yang belum sempurna.
14
Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu
sistem atau fungsi penting dari organisme, mencakup gangguan
(interruption),perhentian(cessation), perkembangbiakan (proliferation),
atau kegagalan lain (other malfunction). Penyakit karang (coral disease)
tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun masih banyak
penyebab lainnya.Berdasarkan penyebabnya, penyakit karang dapat
digolongkan menjadi 2, yaitu infeksius dan non-infeksius. Infeksius
dibedakan menjadi 2, yaitu mikro dan makro, sedangkan non-infeksius
dapat berupamutasi genetic, kekurangan nutrisi, meningkatnya suhu air,
laut, radiasi ultraviolet, sedimentasi, dan polutan.Hingga saat ini, telah
ditemukan sekitar 30 penyakit yang menyerang karang.Namun demikian,
masih sedikit yang diketahui penyebab dan efek dari penyakit-penyakit
karang yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga, dan cacing (worm).
15
dari koloni-koloni ini, skeleton tersedia untuk dikolonisasi oleh spesies koral
yang lain. Tetapi setelah 25 bulan tida ada rekriutmen karang diantara
karang yang terinfeksi BBD.
16
2006). Beberapa kasus penyakit karang telah banyak ditemukan, bukan
hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa perairan di dunia (Tabel
1.).Hingga saat ini, telah ditemukan sekitar 30 penyakit yang menyerang
karang.Namun demikian,masih sedikit yang diketahuipenyebab dan efek
dari penyakit-penyakit karang yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga,
dan cacing (worm) (Ritchie, 2006).
INDO-PACIFIC-MEDITERRANEAN
Porites trematodiasis PTR Podocotyloides stenometra
Skeletal eroding band SEB Halofolliculina corallasia
Brown band BrB New species of ciliatenot described
Porites ulcerative white PUWS Vibrio sp
spots BBL Vibrio shiloi
Bacterial bleaching2 BBL Vibrio coralliilyticus
Bacterial bleaching2 WP Thalassomonas loyona
White plague
Ket :
17
1. Pertumbuhan anomali (Growthanomalies) termasuk hyperplasias
dan tumor alga.
2. Postulat Koch terpenuhi.
Menurut Santavy and Peters (1997), hingga saat ini, telah ditemukan
sekitar 30 penyakit yang menyerang karang. Namun demikian, masih
sedikit yang diketahui penyebab dan efek dari penyakit-penyakit karang
yang disebabkan oleh bakteri, jamur, alga, dan cacing (worm). Berikut ini
adalah penyakit karang yang banyak dijumpai dan masih terus dilakukan
pengamatan, antara lain :
18
Bleaching terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara alami
maupun karena anthropogenik yangmenyababkan degenerasi atau
hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang.Secara
umum,pengertian bleaching adalah terpisahnya alga yang bersimbiosis
(zooxanthellae) dari induk karang. Lebihlanjut JONES et al. (1998)
mengatakan bahwa bleaching adalah gangguan dalam proses
fotosintesiszooxanthellae pada reaksi fotosistem II (PSII) dan non –
photochemical quenching (NPQ) yangberkaitan denga mekanisme foto
protektif sebagai indikator tekanan panas. Bleaching umumnya dapat
disebabkan oleh karena adanya gangguan terhadap lingkungan dan
organisme zooxanthellae. Bleaching sebagai adaptasi pathological,
menyediakan kesempatan bagi kembalinya alga yang lebih baru pada
karang.
19
adanya gangguan sistem enzim di dalam zooxanthellae, sehingga pada
akhirnya akan menurunkan katahanan untuk mengatasi oksigen toxicas.
2. Black-band disease
Penyakit ini disebut juga Black Band Ring. Dari hasil pengamatan
pada begian karang yang terkena penyakit ini, dijumpai satu gabungan
jasad renik, cyanobacterium , Spirulina, oksidasi sulfur bakteri pereduksi
20
sulfat, bakteri heterotropik dan jasad renik lain. BBD akan meningkat,
apabila terjadi sedimentasi serta adanya pasokan nutrient, bahan kimia
beracun dan suhu yang melebihi normal (RICHARDSON, 1998).
4. Red-band disease
21
Gambar 16. Red-band disease
5. White-band disease
22
Gambar 17. White-band disease
23
6. White plague
7. White pox
24
Gambar 19. White pox
Penyakit ini ditemukan oleh Craig Quirolo dan Jim Porter di barat
Florida pada tahun 1996. Penyakit ini ditandai dengan munculnya tambalan
(bercak) pada rangka berwarna putih kosong yang berbentuk irregular.
Tambalan (bercak) dapat terjadi di permukaan atas atau bagian bawah
percabangan. Jaringan karang terlihat mengelupas, namun tidak rata,
sedangkan laju penghilangan jaringan karang terjadi sangat cepat. Jaringan
karang pada umumnya ditempeli alga berfilamen dalam beberapa hari.
Peristiwa mengelupasnya jaringan karang ini masih belum diketahui secara
pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh bakteri pathogen
(RICHARDSON, 1998).
25
pigmen jaringannya baik. Bagian dari jaringan karang yang dipengaruhi
oleh penyakit tersebut, akan keluar dari karang dan kemudian karang akan
mati. Jaringan karang yang hilang dari pengaruh YBD, rata-rata adalah 5-
11 cm/tahun, lebih sedikit dari penyakit karang lainnya. meskipun demikian,
penyakit ini dapat menyebar pada koloni karang yang lain dan menyerang
koloni karang dewasa dan berukuran besar (GREEN and BRUCKNER,
2000).
26
III. MATERI DAN METODE
27
4. Masker dan Untuk membantu
Snorkel mengamati kepadatan
lamun
28
3.2. Metode
3.2.1. Metode Pendataan LIT (Line Intercept Transect)
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
30
1 Massive Red Spot Warna merah melingkar di
karang
Kelompok 4
Kelompok 5
31
2 Branching White Band Putih seperti cincin melingkar
di karang
Kelompok 6
Kelompok 7
32
Kelompok 8
Kelompok 9
Life Li (cm)
Form 1A 2A 3A 4A 5A 6A 7A 8A 9A
CS 180 175 169 0 15 17 180 175 167
CM 70 10 10 6 10 9 70 10 10
DCA 390 70 90 200 17 15 390 70 90
33
OT 10 150 0 0 20 0 10 150 0
SD 50 55 280 0 0 177 50 55 280
RB 50 50 160 794 938 782 50 50 110
ACD 0 114 10 0 0 0 0 114 10
NIA 230 265 281 0 0 0 230 265 321
ACS 20 111 0 0 0 0 20 111 0
PersentasePenutupan
LifeForm Li (cm)
(%)
CS 556 9,26
CM 115 1,91
DC 782 13,03
OT 180 3
SD 652 11,36
RB 2824 47,06
ACD 124 2,06
NIA 776 12,93
ACS 131 2,18
Perhitungan
% = 100 %
()
CS=
556
% = 100 % = 9.267%
6000
CM=
155
% = 100 % = 2.583%
6000
DCA=
782
% = 100 % = 13.03%
6000
NIA=
776
% = 6000
100 % = 12.93%
34
OT=
180
% = 100 % = 3%
6000
SD=
562
% = 100 % = 11.36%
6000
RB=
2824
% = 6000
100 % = 47.06%
ACS=
131
% = 100 % = 2.18%
6000
ACD=
124
% = 6000
100 % = 2.06%
CS
Komposisi Lifeform
ACD
ACS CS CM
2%2% 9% CM DCA
3%
DCA NIA
13%
OT
RB SD
45% NIA RB
12%
ACS
SD OT ACD
11% 3%
35
Perhitungan Prevalensi
Skeleton Eroding=
71
% = 100 % = 68.27%
104
=Bleaching
23
% = 100 % = 22.11%
104
White Pox=
2
% = 100 % = 1.92%
104
Growth Anomalie=
1
% = 100 % = 0.96%
104
White Plague=
1
% = 100 % = 0.96%
104
NIA Eroding=
% =
CORAL DISEASE Jumlah Prevalensi
5
Koloni 100 % = 4.81%
104
Skeleton Eroding 71 68,27%
White Spot =
Bleaching 23 22,11% % =
1
White Pox 2 1,92% 100 % = 0.96%
104
Total 104
36
4.2. Pembahasan
37
yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu
tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka
masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang
tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk
menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak,
karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga
dicatat.
Pada metode LIT ini, kita berenang sejajar garis pantai dengan
mengikuti garis transek yang sudah di bentangkan dengan menggunakan
botol plastik sepanjang 60 meter pada kedalaman kurang lebih 1 meter.
Setelah garis di bentangkan, maka masing-masing kelompok mulai
mengidentifikasi dan mencatat life form karang yang di lewati oleh transek
garis sepanjang 60 meter untuk masing-masing karang dengan jarak
percentimeter. Setelah itu, masing masing kelompok tersebut harus
mengumpulkan data life form karang secara keseluruhan sepanjang 60
meter untuk kemudian data tersebut diolah sehingga diperoleh prosentase
penutupan karang di pulau panjang, Jepara.
DC : Dead Coral
CM : Coral Massive
SC : Soft Coral
SD : Sand
38
RB : Rubber
OT : Other
N = Li / l x 100%
Dimana :
N = Persen penutupan
L = Panjang transek
50 75% : baik
25 50% : sedang
0 25% : rusak
39
Hasil yang didapatkan dari perhitungan pertumbuhan karang
menggunakan metode LIT didapatkan hasil bahwa pada perairan di pulau
panjang, Jepara hanya terdapat sedikit karang hal ini ditunjukkan dari hasil
bahwa penutupan pada lokasi yang kita ambil didominansi dengan RB
sebesar 47,06%.
40
terdapat pada karang tersebut maka makin lambat dalam pertumbuhannya.
Secara local, peningkatan prevalensi penyakit karang sering disebabkan
oleh perubahan kondisi lingkungan dan adanya tekanan dari berbagai
aktifitas (ICRI/UNEP-WCMC, 2010).
41
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
1. Praktikan lebih berhati-hati dalam pengidentifikasian.
2. Praktikan diharap lebih teliti dalam mengolah data
42
DAFTAR PUSTAKA
43
GREEN, E. and A.W. BRUCKNER 2000.The significance of coral disease
epizootiology for coral reef conser-vation. Biological Conservation 96
: 347-361.Hegner, Robert W and Joseph G, Engemann. 1968.
Invertebrates zoology. London. The Macmilan Company Collier -
Macmillan Limited.
JOKIEL, P.L. and S.L. COLES 1990. Response of Hawaiian and other Indo-
Pacific reef corals to elevated temperature Coral Reefs 8 : 155-162.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi (alih bahasa
dari Marine Biology : An Ecologycal Approach, Oleh : M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen, M.Hutomo, dan S. Sukardjo). Jakarta :
PT Gramedia.
Raymundo, L.J.H., C.D. Harvell, & T.L. Reynolds. 2003. Porites ulcerative
white spot disease: description, prevalence, and host range of a
new coral disease affecting Indo-Pacific reefs. Dis. Aquat. Org., 56:
95104.
44
RICHARDSON, L.L. 1998. Coral diseases: What is really known? Trends in
Ecology and Evolution 13 : 438-443.
Santavy, D .L. and E.C. Peters. 1997. Microbial pests: C oral disease
research in the western Atlantic. Proc. Eighth Intern.Coral Reef
Symp. 1:607-612.
SANTAVY, D.L. and E.C. PETERS 1997. Microbial pests: Coral disease
research in the western Atlantic. Proc. 8th Int. Coral Reef Symp.1 :
607-612.
45
46