Anda di halaman 1dari 7

1.

Batuan Reservoir dan Proses Penyimpanan


Gas
Menurut Yee (1993; dalam Ayers, 2002),
coalbed gas yang tersimpan dalam cleat dan pori
batubara tersimpan berupa free gas. Kedalaman
yang dibutuhkan untuk menghasilkan reservoir
coalbed gas adalah kurang dari 4000 kaki.

Lapisan batubara dapat menjadi batuan induk dan reservoir, karena itu gas metana
batubara diproduksi secara in-situ, tersimpan pada macropore, mesopore, dan micropore
(Gambar 2).

Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan sistem pori pada batubara hingga pada saat air
mengubah tekanan pada reservoir. Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan
mengalir melalui rekahan sampai pada sumur (Gambar 3). Gas tersebut sering kali terjebak
pada rekahan-rekahan (cleat) batubara.
Gambar 3. Gambar skematik gas metana dari matriks menuju sumur (USGS, 2006 dalam
Cahyono dan Simatupang, 2007)

batubara mempunyai porositas yang besar, tetapi sistem rekahan ini merupakan jalan utama
alamiah dari gas dan air yang dapat mempengaruhi ekonomis tidaknya suatu
program pengembangan eksplorasi gas dalam batubara. Kehadiran rekahan tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor meliputi mekanisme pengendapan, maseral pembentuk,
derajat pembatubaraan, dan kejadian tektonik.

Rekahan-rekahan pada batubara dapat terbentuk bersamaan dengan proses


pembatubaraan dan atau pengaruh tektonik. Rekahan yang dipengaruhi oleh tektonik tidak
ada bedanya dengan rekahan dari proses pembatubaraan. Rekahan yang terjadi pada saat
pembatubaraan terjadi karena memadatnya batubara oleh pengaruh tekanan dan
temperatur. Rekahan tersebut umumnya ortogonal dan hampir tegak lurus dengan
perlapisan. Orientasi dan kehadiran rekahan batubara dalam lapisan batubara
mempengaruhi pemilihan tata letak tambang dan sumur bor, arah pengambilan batubara,
serta aplikasi teknologi eksplorasi dan eksploitasi batubara.

2. Batuan Penutup (Seal) dan Proses


Pemerangkapan (Trap)
Menurut Ayers (2002), batuan penutup
dibutuhkan untuk mencegah gas keluar dari
batuan reservoir lapisan batubara. Batuan
penutup biasanya berupa batulempung, maupun
shale. Proses pemerangkapan seperti pada
sistem petroleum secara konvensional tidak
diperlukan pada sistem CBM, karena pada
sistem CBM, proses pemerangkapan gas metana
terjadi akibat penarikan kebawah (subordinate)
oleh gaya gravitasi bumi, sehingga gas metana
tetap tersimpan dalam cleat maupun mikropori
alam lapisan batubara.

3. Fracture dan Permeabilitas Batubara


Sistem CBM selanjutnya adalah fracture dan
permeabilitas pada lapisan batubara. Menurut
Ayers (2002), permeabilitas batubara merupakan
faktor yang lebih penting dibandingkan dengan
faktor gas content. Fluida mengalir sepanjang
sistem rekahan pada lapisan batubara. Cleat
adalah sistem rekahan yang simetris, ortogonal,
dan sebagian besar tegak lurus dengan
perlapisan batuan.
Cleat terdiri dari dua jenis yaitu face cleat dan
butt cleat. Face cleat cenderung searah dengan
tegasan maksimum, sedangkan butt cleat tegak
lurus face cleat, yang dijelaskan pada Gambar 2.
Face cleat terbentuk pada saat pembatubaraan
akibat hilangnya air dan uap sehingga
membentuk rekahan yang searah dengan tegasan
utama, sedangkan butt cleat terbentuk setelah
batuan terbentuk (post depositional) akibat
proses tektonisme.
GENESA CLEAT
Menurut sejumlah peneliti (Ward, 1984;
Laubach et al., 1998; Frodsham,1999; Charles,
2002; Cristina et al., 2003; Paul, 2003), cleat
dapat terbentuk pada periode yang berbeda di
dalam sejarah pembentukan batubara akibat
berbagai mekanisme seperti pengaruh proses
dehidrasi atau desiccation, devolatilisasi,
mekanisme pengendapan, tebal lapisan
batubara, kandungan maseral, litotip batubara,
derajat batubara, lingkungan pengendapan
batubara, kontraksi termal, tektonik regional,
struktur geologi, dan aktivitas pekerjaan
tambang.
Ammosov (1963 dalam Ryan, 2003)
menggunakan klasifikasi genetik, membagi cleat
menjadi endogenetik dan eksogenetik.
Selanjutnya Jeremic (1986), membedakan cleat
berdasarkan genesanya menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Endogenic cleat terbentuk awal coalification
di bawah kondisi tarikan oleh gaya internal
akibat pengeringan atau pengurangan air
(dewatering) dan penyusutan matriks
batubara (material organik). Berhubungan
dengan tingkat kematangan batubara,
orientasinya mencerminkan paleo-cleat dan
hampir selalu tegak lurus perlapisan (Ryan,
2003). Umumnya tegak lurus bidang
perlapisan, sehingga bidang cleat cenderung
membagi lapisan batubara menjadi fragmenfragmen
tipis yang tabular.
2. Exogenic cleat terbentuk setelah
coalification, dihubungkan oleh gaya
eksternal yang berhubungan dengan tegasan
regional. Cleat ini terorientasi pada arah
tegasan utama dan dapat terdiri atas dua
pasang kekar yang saling membentuk sudut.
3. Induced cleat bersifat lokal akibat
penambangan, yaitu adanya perpindahan
beban ke dalam struktur tambang atau

karena pengaruh peledakan. Oleh karena itu,


pemahaman tentang karakteristik dan genesa
cleat menjadi penting.

Komponen lain dalam rekahan batubara yaitu bukaan (aperture) yang merupakan dimensi
celah yang terbuka dalam rekahan tersebut, dan spasi (spacing) yang merupakan dimensi
jarak antar rekahan
Spasi dan bukaan dalam rekahan batubara dipengaruhi oleh peringkat batubara, tebal
lapisan, dan maseral. Spasi dan bukaan rekahan batubara berkurang dari peringkat
batubara sub-bituminus hingga medium-low volatile bituminous, kemudian bertambah lagi
pada peringkat batubara antrasit. Keadaan ini dikarenakan derajat pembatubaraan yang
naik, sehingga akibat tekanan dan temperatur, rekahan-rekahan yang ada cenderung
mengecil. Tebal lapisan batubara mempengaruhi perkembangan rekahan. Lapisan batubara
yang tipis membuat rekahan berkembang, sedangkan lapisan batubara yang tebal rekahan
kurang berkembang.

Lapisan batubara yang mempunyai ciri batubara mengkilap (kilap gelas), biasanya dibentuk
oleh maseral yang kaya vitrinit, mempunyai rekahan yang banyak. Batubara yang kurang
mengkilap (dull) juga ditemukan rekahan, tetapi kurang berlimpah dibandingkan lapisan
batubara yang mengkilap.

a. Spacing (jarak antar cleat)


Jarak antar bidang cleat dipengaruhi oleh faktorfaktor
seperti derajat batubara, komposisi
batubara, tebal lapisan batubara, mineral
pengisi, derajat deformasi tektonik dan
kompaksi, serta umur batubara. Sejumlah
peneliti telah mengamati variasi jarak cleat yang
berkait dengan derajat batubara, yaitu mulai dari
lignit sampai batubara bituminus bervolatil
menengah dan batubara antrasit, hasilnya
masing-masing batubara akan membentuk suatu
sebaran jarak cleat tertentu (Laubach et al.,
1998). Peneliti yang lain menyatakan bahwa
jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm
sampai 30 cm (Ward, 1984; Paul, 2003),
sedangkan menurut Massaroto (2000 dalam
Fraillon, 2000), jarak antar face cleat 10-25 mm
dan butt cleat 10-22 mm. Di daerah penelitian,
jarak antar cleat di sayap landai 1-12 cm
(umumnya 2-5 cm) memberikan kenampakan
yang kurang terfragmenkan. Di sayap curam
jarak antar cleat 1-10 cm (umumnya 1-3 cm)
yang memberikan kenampakan agak
terfragmenkan, sedangkan di zona sesar 1-8 cm
(umumnya 1-2 cm) yang memberikan
kenampakan terfragmenkan.

b. Aperture
Data
bukaan cleat di lokasi tambang belum tentu
mencerminkan pengaruh struktur. Umumnya
bukaan cleat telah dipengaruhi oleh peledakan,
benturan alat berat saat penggalian, dibukanya
lapisan penutup oleh kegiatan pengupasan
lapisan penutup, atau akibat proses pelapukan
pada lapisan batubara yang telah tersingkap.
Akibat semua itu, cenderung membuat bidang
cleat menjadi semakin terbuka. Lebar bukaan
cleat yang dapat diamati secara kasat mata perlu
menggunakan kaca pembesar, karena hampir
tidak terlihat mata. Menurut Laubach et al.
(1998), umumnya lebar bukaan cleat kurang dari
0,1 mm, meskipun kadang hadir mineral-mineral
diagenetik yang mengisi rekahan cleat dan dapat
mencapai 0,5 cm. Menurut Gamson (1993 dalam
Laubach et al., 1998), lebar bukaan cleat in situ
berkisar 0,001-20 mm. Menurut Massaroto (2000
dalam Fraillon, 2000), lebar bukaan cleat adalah
0,1-2 mm. Di daerah penelitian, pada singkapan
in situ yang segar, bukaan cleat kurang dari 1
mm kecuali bila terisi mineral pirit atau mineral
sekunder lain (Gambar 3), pada batubara lapuk,
bekas peledakan, maka bukaannya dapat
mencapai lebih dari 1 mm.

c. Orientasi (dihape)
d. Konekktifitas antar cleat di hape

Anda mungkin juga menyukai