Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Perdarahan pada kehamilan baik kehamilan awal maupun kehamilan
lanjut adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu dan janin.
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis
antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu
(dengan berat janin 1000 gram), mengingat kemungkinan hidup janin diluar
uterus (Wiknjosastro, 1999). Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih
berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R,
1998). Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta umumnya kelainan servik, biasanya tidak seberapa
berbahaya. Akan tetapi apapun penyebab pendarahan akan berbahaya bagi
ibu dan janin jika disertai dengan adanya riwayat gangguan pembekuan
darah

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Pengertian perdarahan awal kehamilan
1.2.2. Jenis-jenis perdarahan awal kehamilan
1.2.3. Pengertian perdarahan ante partum
1.2.4. Jenis-jenis perdarahan ante partum

1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
2. Memahami tentang perdarahan awal kehamilan
3. Memahami tentang perdarahan ante partum

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui apa pengertian dari perdarahan awal kehamilan
2. Mengetahui jenis-jenis perdarahan awal kehamilan
3. Mengetahui pengertian perdarahan ante partum
4. Mengetahui jenis-jenis perdarahan ante partum
1.4. MANFAAT
1.4.1. Mampu mendeteksi secara dini ibu yang memiliki resiko
perdarahan antepartum
1.4.2. Mampu memberikan penatalaksanaan secara dini pada pasien
dengan perdarahan antepartum.
1.4.3. Segera melakukan rujukan apabila terindikasi perdarahan
antepartum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perdarahan Pada Kehamilan


Perdarahan pada kehamilan adalah perdarahan yang keluar dari
saluran terkemuka rahim ke alat kelamin eksternal yang terjadi pada masa
kehamilan. Perdarahan trimester pertama adalah setiap perdarahan vagina
selama 3 bulan pertama kehamilan yang dapat bervariasi dari ringan sampai
bercak pendarahan hebat dengan gumpalan, merupakan masalah yang umum
pada awal kehamilan, komplikasi 20% - 30% dari seluruh kehamilan.
Sedangkan perdarahan vagina selama trimester kedua dan ketiga kehamilan
(yang 6 bulan terakhir dari kehamilan 9 bulan) melibatkan keprihatinan yang
berbeda dari perdarahan di 3 bulan pertama kehamilan. Setiap perdarahan
selama trimester kedua dan ketiga adalah abnormal.
Perdarahan pada awal kehamilan terjadi pada kehamilan sebelum 28
minggu. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir
dari kehamilan (setelah 28 minggu). Batas teoritis antara kehamilan muda
dan kehamilan tua adalah kehamilan 28 minggu tanpa melihat berat janin,
mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan setelah
kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada
sebelum kehamilan 28 minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan
yang berbeda.
Pada setiap perdarahan antepartum yang pertama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena
perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya. Dan keadaan
ini akan bertambah berbahaya bila si ibu mempunyai kelainan gangguan
pembekuan darah atau terdapat komplikasi sehingga terjadi gangguan
pembekuan darah.
2.2. Jenis Perdarahan Pada Awal Kehamilan
2.2.1 Abrotus
2.2.1.1. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan yang dimana berat janin
kurang dari 500 gram dengan umur kehamilan kurang dari 20
minggu. (Marmi, 2012)
Abortus adalah ancaman atau pegeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, batasanya ialah
kurag dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
(Prawirohrdjo, 2010)
2.2.1.2. Etiologi
1. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan
kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil
konsepsi dikeluarkan. Gangguan hasil pertumbuhan
konsepsi dapat terjadi karena :
a. Faktor kromosom
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom,
termasuk pertemuan kromosom seks.
b. Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap menerima implantasi
hasil konsepsi
Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak
kehamilan.
c. Pengaruh luar
- Infeksi endometrium, endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi.
- Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu.
2. Kelainan pada plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga
plasenta tidak dapat berfungsi
b. Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya
padadiabetes melitus.
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
3. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan
janin dalam kandungan melalui plasenta.
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis,
malaria dan sifilis.
b. Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran
O2 menuju sirkulasi retroplasenta.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit
ginjal, penyakit hati, penyakit DM.
4. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin,
keadaan abnormal seperti ioma uteri, uterus arkuatus,
uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas
operasi pada serviks (konisasi, amputasi pada serviks),
robekan serviks postpartum dapat mengakibatkan abortus.
(Manuaba, 1998)
2.2.1.3. Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekiarnya.
Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya., sehingga merupkan benda asing dalam
uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isisnya. Pada kehamilan yang kurang dari 8
minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua lebih dalam.,
sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales
menembus desisua lebih dalam sehingga umumnya plasenta
tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebakan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas
umunya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin
disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya tidak akan
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
(Khumaira, 2012)

2.2.1.4 Klasifikasi Abortus Berdasarkan Jenis Tindakan


1. Abortus spontan (keguguran) yaitu abortus yang
berlangsung tanpa tindakan .
2. Abortus provokatus yaitu pengakhiran kehamilan
sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan. Abortus
provokatus dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Abortus provokatus terapeutik
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau
bedah sebelum janin mampu hidup. Beberapa
indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya
adaslah penyakit jantung persisten dengan riwayat
dekompensasi kordis, penyakit vaskuler hipertansi
tahap lanjut, karsinoma serviks invasif, dan lian-
lain.
b. Abortus provokatus kriminalis
Merupakan terminasi kehamilan sebelum janin
mampu hidup, atas permintaan wanita
bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit
janin atau gangguan kesehatan ibu. (Khumaira,
2012)
2.2.1.5. Jenis dan Derajat Abortus , Diagnosis, Tanda Gejala, dan
Penatalaksanaan
1 Abortus imminens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum
usia 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih didalam
uterus dan tanpa dilatasi serviks. Pada kondisi seperti
ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan.
a. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan sedikit atau bercak
2) Kadang disertai rasa mulas (kontraksi)
3) Periksa dalam belum ada pembukaan
4) Palpasi : tinggi fundus uteri sesuai usia
kehamilan
5) Hasil tes kehamilan (+)/positif
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan sedikit dari jalan lahir
b) Nyeri perut tidak ada atau ringan.
2) Pemeriksaan dalam
a) Fluksus (ada sedikit)
b) Ostium uteri tertutup
3) Pemeriksaan penunjang
USG dapat menunjukan buah kehamilan masih
utuh, ada tanda kehidupan janin atau buah
kehamilan tidak baik, janin mati.
c. Penatalaksanaan
1) Tidak diperlukan pengobatan medik yang
khusus atau tirah baring total.
2) Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik
secara berlebihan atau melakukan hubungan
seksual.
3) Bila perdarahan :
a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal
terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi
perdarahan lagi.
b) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji
kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain (hamil
ektopik atau mola).
c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana
terbatas, pemantauan hanya dilakukan
melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan
ginekologik.
2 Abortus insipiens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang
meningkat, tetapi hail konsepsi masih dalam uterus.
Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus komplit
atau inkomplit.
a. Tanda dan gejala
1) Perdarahan banyak disertai bekuan
2) Mules hebat (kontraksi makin lama makin kuat
makin sering)
3) Ostium uteri eksternum mulai terbuka (serviks
terbuka)
4) Pada palpasi : TFU sesuai usia kehamilan.
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Nyeri akibat kontraksi rahim
2) PD
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan
ketuban utuh (mungkin menonjol)
c. Penatalaksanaan
1) Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
a) Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi
dilakukan dengan peralatan Aspirasi
Vakum Manual (AVM)
b) Nila usia gestasi 16 minggu, evakuasi
dilakukan dengan prosedur dilatasi dan
kuratase (D&K).
2) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera
dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari
16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan
dengan :
a) Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS
atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang
dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit,
sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
hingga terjadi pengeluaran hasil
konsepsi.
b) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15
menit kemudian
c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila
masih diperlukan, dapat diulangi dengan
dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis
awal.
d) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum
uteri dapat dikeluarkan dengan AVM
atau D&K (hati-hati resiko perforasi).
3 Abortus inkomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang
tertinggal dalam uterus.
a. Tanda dan gejala
1) Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa
terdapat bekuan darah
2) Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
3) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka
4) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksernum
atau sebagian jaringan keluar.
5) Perdarahan banyak akan mengakibatkan syok
dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum
sisa janin dikeluarkan.
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan dari jalan lahir
b) Disertai rasa nyeri (kontraksi rahim)
2) PD
a) Ostium terbuka
b) Buah kehamilan masih dalam rahim dan
ketuban utuh (mungkin menonjol)
c. Penatalaksanaan
1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi),
kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan
hebat, syok, infeksi/sepsis).
2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks
yang disertai perdarahan hingga ukuran
sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau
cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a) Bila perdarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg per oral.
b) Bila perdarahan terus berlangsung
evakuasi sisa hasil konsepsi dengan
AVM atau D&K (pilihan tertgantung dari
usia gestasi pembukaan serviks dan
keberadaan bagian janin)
3) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri
antibiotika prrofilaksis (ampisillin 500 mg oral
atau doksisiklin 100 mg)
4) Bila terjadi infeksi, beri ampisillin 1 g dan
metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
5) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi
dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi
dengan AVM.
6) Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas
ferosus 600 mg perhari selama 2 minggu
(anemia sedang) atau transfusi darah (anemia
berat)
4 Abortus komplit
Pengeluaran seluruh hasil konsepsi sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
a. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan banyak
2) Mulas sedikit atau tidak ada
3) Ostium uteri telah menutup
4) Uterus sudah mengecil
5) Ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa
dalam uterus
6) Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan
yang keluar juga diperiksa kelengkapanya.
b. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perdarahan banyak dan disertai
pengeluaran jaringan.
b) Kadang disertai mulas
2) PD
a) Ostium uteri telah menutup
b) Uterus sudah mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
USG, dengan USG kita dapat mengetahui
apakah masih ada bagian jaringan yang
tertinggal dalam uterus atau tidak.
c. Penatalaksanaan
1) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi
tablet Ergometrinn 3x1 tablet/hari untuk 3
hari.
2) Bila pasien mengalami anemia sedang,
berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu disertai dengan anjuran
mengkonsumsi makanan bergizi (susu,
sayuran segar, daging, ikan, susu). Untuk
anemia berat berikan transfusi darah.
3) Bila terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu
diberi antibiotika, atau apabila khawatir akan
infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis.
5 Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetius yang
telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan
20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam
kandungan
a. Tanda dan gejala
1) Gejalanya seperti abortus imminens yang
kemudian menghilang secara spontan disertai
kehamilan menghilang.
2) Denyut jantung janin tidak terdengar
3) Mules sedikit
4) Ada keluaran dari vagina
5) Uterus tidak membesar tapi mengecil
6) Mammae agak mengendor/payudara mengecil
7) Ammenorhea berlangsung terus
8) Tes kehamilan negatif
9) Dengan USG dapat diketahui apakah janin
sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia
kehamilan.
10) Biasanya terjadi pembekuan darah
b. Diagnosis
1) Anamnesa
a) Perdarahan bisa ada/tidak
b) Mulas sedikit
2) Pemeriksaan Obstetri
a) TFU lebih kecil dari usia kehamilan dan
DJJ tidak ada
b) Mamae agak mengendor/payudara
mengecil.
3) Pemeriksaan penunjang
USG, Laboratorium (Hb, Trombosit, fibrinogen,
waktu perdarahan, waktu pembekuan,
protombin)
c. Penatalaksanaan
1) Bila kada fibrinogen normal, segera keluarkan
jaringan konsepsi dengan cunam ovum lalu
dengan kuret tajam
2) Bila kadar fibrinogen rendah, berikan
fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum
atau ketika mengeluarkan konsepsi
3) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
lakukan pembukaan serviks dengan gagang
laminaria selama 12 jam lalu dilakukan
dilatasi seviks dengan dilatator Hegar.
Kemudian hasil konsepsi diambil dengan
cunam oum lalu dengan kuret tajam.
4) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan
dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10
IU dalam dextrose 5% sebanyak 500 ml mulai
20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai
ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat
diberikan sampai 100 IU sampai 8 jam. Bila
tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah
pasien istirahat satu hari.
5) Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah
pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan
menyuntikan larutan garam 20% dalam
kavum uteri melalui dinding perut.
6 Abortus habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut
atau lebih.
a. Pemeriksaan
1) Histerosalfingografi untuk mengetahui ada
tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
2) BMR dam kadar iodium darah diukur untuk
mengetahui apakah ada atau tidak gangguan
glandula thyroid
3) Psiko analisis
b. Therapy
Pengobatan pada kelainan endometrium pada
abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi dari pada
sesudahnya. Merokok dan minum alkohol
sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks
inkomperen therapinya adalah operatif :
SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical
cerclage).
7 Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi
pada genitalia. Sedangkan abortus septik adalah abortus
infeksiosa berat yang disertai penyebaran kuman atau
toksin kedalam peredaran darah atau peritoneum.
(Khumaira, 2012)
a. Tanda dan gejala
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Ada perdarahan
3) Demam
4) Takhikardia
5) Perdarahan berbau
6) Uterus membesar dan lembek
7) Nyeri tekan
8) Leukositosis
b. Diagnosis
1) Anamnesa : amenorhea, perdarahan, keluar
jaringan yang telah ditolong di luar rumah
sakit.
2) Pemeriksaan dalam : kanalis servikalis
terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan
sebagainya.
3) Terdapat tanda-tanda infeksi genital : demam,
nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus besar
dan lembek, nyeri tekan, lekositosis.
4) Pada abortus septik terdapat tanda-tanda :
kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun
sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada
tanda pervorasi atau akut abdomen.
c. Penatalaksanaan
1) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi
darah dan cairan yang cukup
2) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat
(buat pemeriksaan pembiakan dan uji
kepekaan obat).
a) Berikan suntikan penisillin 1 juta satuan
tiap 6 jam
b) Berikan suntikan streptomisin 500 mg
setiap 12 jam
c) Atau antibiotika spektrum luas lainya.
3) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan
antibiotika atau lebih cepat bila terjadi
perdarahan banyak; lakukan dilatasi dan
kuratase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
4) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan
menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
5) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya
dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan
dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman.
6) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi
dan banyaknya perdarahan, dilakukan bila
keadaan umum membaik dan panas mereda.
2.2.1.6. Komplikasi abortus
1 Perdarahan
Pada abortus komplit, perdarahan akan terjadi banyak dan
akan mengakibatakan kematian. Sedangkan pada abortus
inkomplit, perdarahan akan terjadi secara terus menerus
sehingga dapat menyebabkan gangguan koagulasi yang
akhirnya menyebabkan anemia dan kematian.
2 Infeksi
Dampak pada perdarahan yang banyak mengakibatkan
volume darah berkurang, pasien (ibu) menjadi anemia
dan daya tahan tubuh menurun mengakibatkan kuman
mudah masuk dan berkembang. Kuman yang biasa
menyebabkan infeksi pasca abortus adalah Eschericia
coli yang berasal dari rektum menjalar kevagina. Organ
yang terserang antara lain endometrium dan peritoneum.
3 Perforasi akibat kuretase
Dampak dari kuretase menyebabkan perforasi pada
dinding uterusyang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehamilan berikutnya.
4 Syok
Terjadi akibat syok hemorhagik, syok hipovolemik, dan
infeksi berat. (Maryunani, 2009)
2.2.2 Kehamilan Ektopik
A. Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan yang tejadi bila sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum
uteri (Rukiyah, 2014).
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi tidak menempal pada dinding
endometrium kavum uteri (Prawirohardjo, 2010).
B. Etiologi
1 Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik
pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan
ektopik kedua.
2 Faktor penggunaan spiral dan pil yang mengandung
Progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih
menggunakan kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung
hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik
karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel
rambut sillia disaluran tuba yang membawa sel telur yang
sudah dibuahi untuk berimplantasi dalam rahim.
3 Faktor tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui
saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat di
dalam saluran tuba. Faktor yang menyebabkan gangguan
saluran tuba :
a. Merokok
b. Penyakit radang panggul
c. Endometriosis tuba
d. Tindakan medis
e. Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
f. Tuba sempit, panjang, dan berlakuk-lekuk.
g. Gangguan fungsi rambut getar tuba
h. Struktur tuba
i. Tumor lain yang dapat menekan tuba, dll. (Khumaira,
2012)
4 Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian
terhenti dan tumbuh di saluran tuba. (Prawirohardjo, 2010)
5 Faktor ovum
a. Migrasi eksterna dari ovum
b. Perlengkatan membrane granulosa
c. Rapid cell devision
d. Migrasi internal ovum
6 Faktor uterus
a. Tumor raahim
b. Uterus hipoplastis (Mochtar dan Lustan, 1998)
C. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi dikavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Nidasi secara kolumnar artinya telur bernidasi
pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar,
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadan sulit dilihat villi khorealis menembus andosalping
dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari
beberapa faktor yaitu, tempat implantasi, tebalnya dinding tuba,
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
(Rukiyah dan Yulianti, 2014)
D. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup terganggu
cenderungturun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada umumnya bersifat
bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
keadaan tersebut, namun dapat juga mengalami kehmilan ektopik
terganggu lagi pada tuba yang lain. angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0% sampai 14,6%. Untuk wanita
dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada opersasi
dilakukan salpingektomia bilateralis. (Rukiyan dan Yulianti, 2012)
E. Klasifikasi Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasinya
1 Kehamilan tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba
pada dasarnya sama dengan halnya dikavum uteri. Karena
tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka
sebagian besar kehan=milan akan terganggu pada umur 6-10
minggu.
2 Kehamilan heterotipik
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade
yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalm
30.000 kehamilan, namun dikatakan bahwa sekarang
insidenya telah meningkat menjadi 1 dalam 7000 bahkan 1
dalam 900 kehamilan.
3 Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial sangta jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
harus ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni
: a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal, b. kantong janin
harus berlokasi pada ovarium, c. ovarium dihubungkan
dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium, d.
Histopatologis ditemukan jaringan ovarium didalam kantung
janin.
4 Kehamilan servikal
Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi
perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
5 Kehamilan abdominal
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal sangat jarang
tejadi kira-kira 1 daintara 1500 kehamilan. Kehamilan
abdominal terdiri dari 2 macam : a. kehamilan abdominal
primer terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi
dalam rongga perut, b. Kahamilan abdominal sekunder terjadi
bila berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture baru
menjadi kehamilan abdominal. (Rukiyah dan Yulianti, 2014)
F. Tanda dan Gejala
1 Amenorhea
2 Gejala kehamilan muda
3 Nyeri perut bagian bawah, pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-
tiba dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai syok.
Pada abortus tuba nyeri mula-mula pada sattu sisi, menjalar
ketempat lain. bila darah sampai ke diafragma dapat
myebabkan nyeri bahu. Dan bila terjadi hematokel
retrouterina terdapat nyeri defakasi.
4 Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.
5 pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks
digerakkan, nyeri pada perabaan, dan Kavum Douglasi
menonjol karena ada bekuan darah. (Mansjoer dkk, 2000)
G. Diagnosis
1 Anamnesis : amenore, kadang terdapat tanda hamil muda,
nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan
perdarahan pervaginam.
2 Pemeriksaan umum : pasien tampak kesakitan dan pucta,
pada perarahan dalam rongga perut dapat ditemukan tanda-
tanda syok.\pemeriksaan ginekologi : ditemukan tanda-tanda
kehamilan muda, rasa nyeri pada pergerakkan serviks, uterus
dapat teraba agak membesar dan kadang teraba tumor di
samping uterus dwngan batas yang sukar ditentukan; kavum
Douglasi menonjol, berisi darah dan nyeri bila diraba.
3 Pemeriksaan Lab : Hb menurun setelah 24 jam dan jumlah
sel darah merah dapat meningkat (Mansjoer dkk, 2000)
H. Penatalaksanaan
1 Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di RS untuk
penanggulanganya.
2 Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya
dengan pemberian cairan yang cukup (dextrosa 5%, glukosa
5%, garam fisiologis dan transfusi darah .
3 Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET dan
keadaan umum baik dan lumayan, segera lakukan laparotomi
untuk menghilangkan sumber perdarahan : dicari diklem,
dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat
sebaik-baiknya.
4 Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat.
5 Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi
(Mochtar dan Lutan, 1998)
I. Komplikasi
1 Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah
lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang.
Ini merupakan indikasi operasi.
2 Infeksi
3 Sub illeus karena massa pelvis
4 Sterilitas
2.2.3 Mola Hidatidosa
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah kelainan didalam kehamilan dimana
jaringan plasenta berkembang dan membelah terus menerus
dalam jumlah yang berlebihan. (Khumaira, 2012)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi
hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi
proliferasi dari villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik.
(Saifuddin dkk, 2009)
Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
(Saifuddin dkk, 2010)
Secara makroskopik mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi.
B. Etiologi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan
bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi
pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan
peningkatan angka kejadian molla. Wanita dengan usia dibawah
20 th atau diatas 40 th juga berada dalam resiko tinggi.
Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten
juga meningkatkan resiko terjadinya molla. (Khumaira, 2012)
C. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan,
payah jantung atau tirotoksikosis. Dinegara maju kematian molla
hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih
cukup tinggi yitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari
pasien molla akan segera sehat kembali setelah jaringannya
dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi kariokarsinoma.
Presentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik
sangat berbeda-beda, berkisar antar 5,6%. Bila terjadi keganasan,
maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi
Ginekologi. (Saifuddin dkk, 2010)
D. Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi
cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola
partialiskdang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir
kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat
mengisi seluruh cavum uteri.
Dibawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma
jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan prioliferasi trofoblast.
Pada pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir
pada semua kasus mola susunan sex cromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein
kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada
keduanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan
dan dapat mencapai ukuran sebesar kepala bayi. Kista lutein
terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin
chorion yang inggi. Kista ini akan hilang sendiri setelah mola
dilahirkan. (UNPAD)
E. Tanda dan Gejala
1 Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% paien
masuk RS
2 Pembesaran rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan.
3 Gejala-gejala hipertiroidisme seperti gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar, kulit
berkeringat, dan lembab.
4 Gejala-gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki
dan tungkai, peningkatan TD, proteinuria. (Khumaira,
2012)
5 Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang banyak.
6 Tidak ada tnda-tanda adnya janin : tidak ada ballotment, tiak
ada DJJ, tidak nampak rangka janin
7 Kadar gonadotropin chorionik tinggi dalam darah dan air
kencing. (UNPAD)
F. Diagnosis
1. Anamnesa :
a. Terdapat tanda gejala hamil muda yang kadang-kadang
lebih nyata dari hamil biasa,
b. kadangkala ada tanda tokseinia gravidarum
c. terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak
teratur, warna kecoklatan seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tua usia
kehamilan
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan.
2. Inspeksi
a. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat
kekuning-kuningan (muka mola)
b. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
3. Palpasi
a. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan,
teraba lembek
b. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotement, juga
gerakan janin.
c. Adanya fenomena harmonika ; darah dan gelembung
mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik lagi karena
terkumpulnya darah baru.
4. Auskultasi
a. Tidak terdengar bunyi DJJ
b. Terdengar bising dan bunyi khas
5. Pemeriksaan Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada
bgian-nagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam
kanalis servikalis dan vagina serta evaluasi keadaan serviks.
6. Uji Sonde
Sonde dimasukan pelan-pelan ke dalam kanalis servikalis dan
kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah
ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan
mola.
7. Foto Rontgen Abdomen : Tidak terlihat rangka janin
(kehamilan 3-4 bulan)
8. Ultrasonografi : Pada mola akan kelihatan bayangan badai
salju dan tidak terlihat janin. (Mochtar dan Lutan 1998)
G. Komplikasi
1 Perdarahan yang hebat sampai syok
2 Perdarahan berulang yang mengakibatkan anemia
3 Infeksi sekunder
4 Perforasi karena keganasan atau tindakan
5 Menjadi ganas (PTG) pad kira-kira 18-20% kasus, akan
menjadi koriokarsinoma.
H. Penatalaksanaan
1 Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara
vproses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40-60 TPM.
2 Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari
kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual,
siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan
secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.
3 Kenali dan tangani komplikasi penyerta seperti tirotoksikosis
atau krisis tiroid baik sebelum, selama, dan setelah prosedur
evakuasi.
4 Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari,
untuk anemia berat lakukan transfusi.
5 Kadar hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap
sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas,
pertimbangkan untuk memberikan methotrexate 3-5
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.
6 Lakukan pemantauan kadar hCG hingga minimal 1 ahun
pascaevakuasi. Kadar yang menetap atau meninggi setelah 8
minggu pascaevakuasi menunjukan masih terdapat trofoblast
aktif, berikan kemoterapi MTX dan pantau -hCG serta besar
uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
7 Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsihormonal (apabila masih ingin punya anak) atau
tubektomi apabila ingin menghentikan fertilitas. (Saifuddin
dkk, 2009)
2.2. Jenis jenis Perdarahan Antepartum
2.3.1. Solutio Plasenta
2.3.1.1 Pengertian
Adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan
20 minggu dan sebelum janin lahir.
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .
2.3.1.2 Klasifikasi
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta
menurut derajat pelepasan plasenta
a. Solusio plasenta totalis, yaitu plasenta terlepas seluruhnya
b. Solusio plasenta partialis, yaitu plasenta terlepas sebagian
c. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta
yang terlepas.
2.3.1.3 Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi
a. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial,
sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di
Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan.
b. Faktor Trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli,
trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-
lain.
c. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada
primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa
makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium
d. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun
e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta
berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
f. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian
tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin
yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya
plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif
g. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab
peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25%
pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini
dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta
menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa
abnormalitas pada mikrosirkulasinya
f. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis
ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta
g. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan
lain-lain.
2.3.1.4 Gambaran Klinis
a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura
sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian
kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervagina, warnanya akan kehitam-
hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau
terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi,
karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4
bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda dan
gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi
perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.
Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula
janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada
dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang
terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi
jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3
permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu
telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat
nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-
keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi
ginjal
2.3.1.5 Komplikasi
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada
solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali
dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila
persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas
dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang
tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III.
Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya
disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang
mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogenemia.
d. Apoplexi uteroplacenta
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan
dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-
kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna
uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut
Uterus couvelaire.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
gangguan pertumbuhan/perkembangan, hipoksia,
anemia, Kematian
2.3.1.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, perdarahan
pervagina yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan
bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman,
pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti, kepala terasa pusing, lemas, muntah,
pucat, mata berkunang-kunang, kadang ibu dapat
menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan,
pucat, sianosis dan berkeringat dingin, terlihat darah
keluar pervagina (tidak selalu).
c. Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan, uterus tegang dan keras seperti papan
yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu
his maupun di luar his, tekan di tempat plasenta terlepas,
bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)
tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ
terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah
100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari 1/3 bagian.
e. Pemeriksaan dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup,
kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol
dan tegang, apabila plasenta sudah pecah dan sudah
terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan
teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
f. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena
pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi
akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok, nadi
cepat dan kecil
g. Pemeriksaan laboratorium
Urin: Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen
dapat ditemukan silinder dan leukosit. Darah : Hb
menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia
h. Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum
atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
i. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan
antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin
dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta.
2.3.1.7 Terapi
a. Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak
sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada
pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas
ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi
darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio
sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan
transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan
darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan
infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan
persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi
histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
histerektomi perlu dilakukan.
2.3.2. Plasenta Previa
2.3.2.1 Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan
lahir, (prae: didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah
plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali
hingga menutupi seluruh atau sebagian osium internum.
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan
atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri. (Obsterti
Patologi, Edisi 1984).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh
osteum uteri internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya
subnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir.
2.3.2.2 Klasifikasi
a. Plasenta previa totalis: seluruh internum tertutup oleh
plasenta.
b. Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium
tetutup oleh plasenta.
c. Plaseta previa marginalis: hanya pada pingir ostium
terdapat jaringan plasenta. (Obsterti Patologi, Edisi 1984).
2.3.2.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir berwana merah segar tanpa
rasa nyeri. Tanpa sebab terutama pada multi para.
b. Pemeriksaan fisik
1). Pemeriksaan luar, bagian tebawah janin biasanya
belum masuk pintu atas panggul. Ada kelainan letak
janin
2). Pemeriksaan inspekulo, perdarahan berasal dari
usteum uteri eksternum.
3). Penentun letak plasenta secara lansung baru
dikerjakan jika fasilitas lain tidak ada dan dilakukan
dalam keadaan siap operasi, disebut dalam
pemeriksaan dalam meja operasi(PDMO), caranya
sebagai berikut
4). Perabaan formik, hanya bermakna jika janin
presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala
janin ke arah pintu panggul atas. Perlahan-lahan raba
seluruh formiks dengan jari. Perabaan lunak jika
antara jari dan kepala terdapat plasenta
5). Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada
perabaan forniks dicurigai adanya plasenta previa.
Bila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan
masukan jari sekali-sekali berusaha menyusuri pinggir
plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan
terlepas dari inersinya
2.3.2.4 Komplikasi
a. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat
perdarahan, anemia karena perdarahan plasentitis, dan
endometritis pasca persalinan.
b. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan
komplikasi seperti Asfiksi berat. ( Mansjoer, 2002)
2.3.2.5 Gambaran Kinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri
merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa.
Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja
biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga
tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir
selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak
kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada
saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah
segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan
tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk
menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang
letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini
perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak
rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan
mulai. ( Wiknjosostro, 1999 : 368 )
2.3.2.6 Pemeriksaan diagnostic
a. Anamnesis.
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada
multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
b. Pemeriksaan Luar.
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih
terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping
dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
c. Pemeriksaan In Spekulo.
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung.
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung
dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta
dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan
bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
e Pemeriksaan Ultrasonografi.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila
jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif..
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan
perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai
upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)
2.3.2.7 Penatalaksanaan
a. Terapi ekopektif
1). Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak
terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non-infansif pemantauan
klinis dipantau secara ketat dan baik.
2). Syarat-syarat terapi ekopektif:
a). Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti.
b). Belum ada tanda-tanda inpartu.
c). Keadaan umum ibu cukup baik.
d). Janin masih hidup.
3). Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic
profilaksis.
4). Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui
inplantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik,
letak dan presentasi janin.
5). Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
a). MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm
setiap 6 jam.
b). Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
6). Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble
tes) dan hasil amniosentesis.
7). Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta
masuh berada disekitar ostium uteri internum, maka
dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
b. Terapi aktif
1). Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera
ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang
maturnitas janin.
2). Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara
menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
terpenuhi, lakukan PDMO jika:
a). Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim
operasi telah siap.
b). Kehamilan 37 minggu (BB 2500 grm) dan
inpartu.
c). Janin telah meniggal atau terdapat anomaly
kongenital mayor (misal: anensefali).
d). Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh
melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada
palpasi luar).
2.3.3. Insertio Velamentosa
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput
janin. Insersi velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada
insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh
selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus
umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta.
Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka
pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan
plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan
didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa
previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa
previa dapat terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal
dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah
dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi
jantung anak menjadi buruk.
2.3.4. Vasa previa
2.3.4.1 Pengertian
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana
pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium
uteri internum (cervical os). Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat
atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput
ketuban pecah.
2.3.4.2 Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi
selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri internum.
Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio
velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus
suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembuluh darah
tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah
sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
2.3.4.3 Patofisiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya
pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang berada
di depan ostium uteri internum. Dimana pembuluh darah
tersebut berasal dari insersio velamentosa. Patofisologi
pendarahan vasa previa disini hampir sama dengan
etiologinya karena hampir semua berhubungan.
2.3.4.4 Maninfestasi klinik.
a. Dapat timbul perdarahan pada kehamilan 20 minggu
b. Darah berwarna merah segar
c. Tidak disertai atau dapat disertai nyeri perut (kontraksi
uterus)
d. Perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena
perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi
jantung anak menjadi buruk.
2.3.4.5 Diagnosa
a. Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat
diduga bila usg antenatal dengan Coolor Doppler
memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput
ketuban didepan ostium uteri internum.
b. Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 3
tetes larutan basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin
tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap
berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu,
eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah warna
menjadi coklat.
c. Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan
selaput ketuban dan plasenta
d. Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa
ditegakkan mengingat bahwa sedikit perdarahan yang
terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
2.3.4.6 Pemeriksaan penunjang
a. USG : biometri janin, plasenta (letak, derajat maturasi,
dan kelainan), ICA.
b. Kardiotokografi : kehamilan > 28 minggu.
c. Laboratorium : darah perifer lengkap.
2.3.4.7 Penatalaksanaan
Segera di rujuk ke rumah sakit yang memadai yang
dapat melakukan segera seksio sesar.
2.3.5. Plasenta Sirkumvalata
Selama perkembangan amnion dan korion melipat
kebelakang disekeliling tepi-tepi plasenta. Dengan demikian korion
ini masih berkesinambungan dengan tepi plasenta tapi pelekatannya
melipat kebelakang pada permukaan foetal.
Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat
cincin putih. Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta,
sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul ke
samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta
mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan
perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui sebelum
plasenta diperiksa pada akhir kehamilan.
BAB 3
EFIDENCE BASED PRACTICE

3.1. Pembahasan
Dalam pembahasan ini kami temukan dari 1 jurnal, yaitu:
Jurnal 1 mengatakan:
Ada hubungan antara usia dengan perdarahan antepartum
Ada hubungan antara paritas dengan perdarahan antepartum
3.2. Ringkasan Jurnal
Variabel Sumber Jurnal, No volume,
No Judul Penelitian Penulis, Tahun Jenis Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian tanggal/ bulan, No Halaman
1 Hubungan usia dan Sunarsih, priska - Paritas Observasional Ada hubungan antara Jurnal kebidanan volume 1,
paritas ibu hamil susanaria. - Usia analitik dengan paritas dengan nomor 1 februari 2015 : 13-17
dengan kejadian 2013 rancangan perdarahan ante partum
perdarahan penelitian Ada hubungan antara
antepartum crossectional usia dengan perdarahan
ante partum

3.3. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


No Jurnal Kelebihan Kekurangan
1 1 Tersirat jelas bahwa ada hubungan Tidak disebutkan secara spesifik penyebab
antara paritas dan usia dengan dari terjadinya perdarahan ante partum
perdarahan antepartum
DAFTAR PUSTAKA

Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta. Penerbit buku kedokteran


EGC
Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of
America : the mcGraw hill companies
JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal 174-183
JNPKKR-MNH. Depkes RI. 2008. Asuhan persalinan Normal. Jakarta
Pusdiknakes. 2003. Konsep asuhan Kebidanan. WHO-JPHIEGO. Jakarta
R Sweet, Betty. 1997. Mayes Midwifery A Textbook for Midwives Twelf Edition.
UK:Balliere Tindal
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal M-25 M-32
Varney, Helen. 1997. Varneys Midwifey. Massachussets : Jones and bartlett
Publishers
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SP
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20.
Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998; 279
Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika,
1997; 109-26.

Anda mungkin juga menyukai