BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan
dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal
dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi
disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (
Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan Rigid ( FAA, 2009 ).
Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa
juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi
lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi)
menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan
/kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan
yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan
harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak
merusak perkerasan lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).
Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan
sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang
terletak di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar
dapat berupa galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari bahan
berbitumen yang berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang dapat
memikul beban-beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk
jangka waktu operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja
kelapisan dibawahnya. Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari
material berbutir dengan bahan
pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan
menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).
Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin
besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan
perkerasan yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur
perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi
terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal
perkerasan.
Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama
dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan
beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban
yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada
perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :
1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,
sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata
berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.
3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada
runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.
4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban bekerja
lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban bekerja pada
bagian tengah perkerasan.
Sebuah bandar udara adalah suatu komponen yang saling berkaitan antara satu
komponen dengan yang lainnya, sehingga analisa dari satu kegiatan tanpa
memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain bukan merupakan
pemecahan yang memuaskan.
Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai
kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan kadang berlawanan, seperi misalnya
kegiatan keamanan yang membatasi sedikit mungkin hubungan antara land side
dan air side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu
terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.
Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan udara
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan bandar udara. Penumpang
dan pengiriman barang berkepentingan terhadap waktu yang dijalani Universitas
Sumatera Utara
mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, tetapi tidak berpengaruh
terhadap lama waktu perjalanan darat ataupun udara. Dengan alasan lain, jalan
masuk menuju lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan
rancangan bandar udara. Berikut adalah gambar fasilitas pendukung sistem
penerbangan pada bandar udara :
Airport, yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk
kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk
pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan
barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan terminal Universitas Sumatera
Utara
Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan
take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat,
perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan
penumpang pesawat.
Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan
sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang
dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatangan,
keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan pesawat terbang. Namun
aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal.
Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu yang
terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat
pesawat terbang.
Runway (r/w), yaitu bagian memanjang dari sisi darat bandara yang disiapkan
untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang.
Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan pesawat
untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya. Universitas
Sumatera Utara
Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk
parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat
barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal
building.
Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung landasan
yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen
dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu
sebelum take off.
Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat
lainnya atau berhenti.
Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk memenuhi
berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan tiket,
imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi,
komunikasi, dan sebagainya.
Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan
oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.
Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi
2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan runway
dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run yang
diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.
Konfigurasi bandar udara adalah jumlah dan arah orientasi dari landasan serta
penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relatif terhadap
landasan pacu.
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk
mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut Horonjeff
(1994), sistem runway terdiri dari terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
(shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end
safety area). Pada dasarnya landasan pacu diatur sedemikian rupa untuk :
Universitas Sumatera Utara
c) Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal
menuju landasan pacu.
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya.
Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per
jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi
VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam
kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50
sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk
runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60
sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125
operasi per jam.
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih
banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih
banyak dari runway tunggal dalam kondisi IFR.
Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan jalan
masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hanggar pemeliharaan atau
sebaliknya.
Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru mendarat
tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk lepas
landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat yang akan menuju landasan
pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua arah, harus disediakan landasan
hubung yang sejajar satu sama lain. Pada bandar udara yang sibuk, landasan
hubung harus terletak di berbagai tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga
pesawat yang baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin
sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat yang lain.
Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung landasan
yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen
dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu
sebelum take off.
Apron tunggu harus dibuat ditempat yang sangat dekat dengan ujung landasan
pacu agar dapat mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pesawat lepas-landas.
Apron harus cukup luas, diperhitungkan agar mampu dipakai untuk 2 pesawat
terbang yang bisa saling bersimpangan, sehingga apabila pesawat tidak dapat
lepas landas karena adanya kerusakan mesin, maka pesawat lainnya yang siap
lepas landas dapat mendahuluinya. Juga dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan kecil pada pesawat yang akan lepas landas. Apron tunggu
harus dirancang untuk dapat menampung dua atau bahkan empat pesawat
sekaligus dan menyediakan tempat yang cukup sehingga pesawat dapat saling
mendahului.
Dilihat dari faktor-faktor diatas, maka faktor tersebut hampir sama dengan
parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway), karena itu
setiap bandar udara harus memiliki data-data tersebut diatas.
Seperti halnya dalam karakteristik kemampuan pesawat yang berpengaruh
langsung terhadap penentuan panjang landasan pesawat dan temperatur yang juga
mempengaruhi panjang landasan, bila suatu temperatut tinggi, maka diperlukan
landasan yang lebih panjang.
Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standar yang
disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu minimum
yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada kondisi berat landas maksimum
(maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer normal, keadaan
tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ).
>7.000
>2.133
5.000-7.000
1.524-2.133
3.000-5.000
914-1.524
2.500-3.000
762-914
2.000-2.500
610-762
Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandar udara.
Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat
dikelompokkan berdasarkan dimensinya masing-masing menjadi 4 kelas. Kelas-
kelas ini berdasarkan pada dimensi wings-pan ( lebar sayap), under carriage width
(lebar bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan
roda dan roda dengan badan). Masing-masing kelas itu dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut :
Tabel 2.2 Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik
Group
Jenis-Jenis Pesawat
II
III
IV
Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi perkerasan yang
berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung
peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.
Bantalan hembusan (blast pad), adalah suatu area yang dirancang khusus untuk
mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembusan
mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya area ini ditanami
dengan rumput. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 kaki, sedangkan
FAA menetapkan panjang bantal hembusan harus 100 kaki untuk penggunaan
pesawat kelas I, 150 kaki untuk penggunaan pesawat kelas II, 200 kaki untuk
penggunaan pesawat kelas III dan IV dan , dan 400 kaki untuk kelompok
rancangan V dan VI.
Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang
bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran drainase,
memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian perkerasan, bahu landasan,
bantalan hembusan, dan daerah perhentian, apabila diperlukan. Daerah ini selain
harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga
harus mampu menjadi tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari
jalur landasan pacu. ICAO menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus
lurus sepanjang 275 kaki dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang
menggunakan pesawat rencana kelas III dan IV, dan untuk seluruh landsan pacu
dengan operasi0operasi instrumentasi. FAA menetapkan bahwa daerah aman
landsan pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk
pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana.
Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap perlu, yang
bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan
yang disebabkan karena pesawat mengalami undershoot ataupun overuns. Panjang
area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena
bergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang tersedia.
1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport), kalau
letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin
tipis, temperatur semakin kecil, sehingga panjang landasan pacu harus semakin
panjang.
2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap tempat
tidaklah sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara, maka semakin
panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
temperatur udara maka semakin kecil density nya, yang mengakibatkan daya
desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut panjang runway yang lebih panjang.
4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin sejajar
dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan semakin
besar, sebaliknya apabila arah angin berlawanan dengan arah gerak pesawat maka
kebutuhan akan panjang landasan pacu akan semakin kecil
Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan
perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat
bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau
dapat juga plat beton yang disebut perkerasan kaku.
Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan
sebagai permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan
lapisan pondasi bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan
lapisan tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.
Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal) dan
agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya
adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan
nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya dan
meneruskannya kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi atas dapat
terdiri dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal
atau semen) atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat
(misalnya kapur). Lapisan pondasi harus dapat memikul beban-beban yang
bekerja dan meneruskan daN menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya.
Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih
dahulu atau yang alami. Seringkali digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang
diproses terlebih dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat
pekerjaan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap perkerasan lentur
memerlukan lapisan pondasi bawah. Sebaliknya perkerasan yang tebal dapat
terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.
Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan
kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifatsifat tanah dasar menentukan
kekuatan dan keawetan konstruksi landasan pacu.
Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar,
dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California
Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah Dasar).
Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal
lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam
tanah tertentu.
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi
perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan
lapisan pondasi atas ( Base Course ).
Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi bawah adalah
sebagai berikut :
Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan pacu
yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas.
Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke
lapisan dibawahnya.
Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di
samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan
bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana
serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar besarnya dari
biaya yang dikeluarkan.
Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat
pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya
perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung.
Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang
terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya
terdiri dua lapisan yaitu :
a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton
Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan antara
landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk
parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan
limpahan minyak ( Basuki, 1986 ). Universitas Sumatera Utara
Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar
udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan.
Drainase yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang
dapat membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas
landas.Fungsi dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai berikut :
a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal dari
tanah di sekitar bandar udara.
b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah terbukti telah
menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan.
Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh California
Division of Highway yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah negara
bagian California di Amerika serikat. Metode ini adalah berdasarkan atas
investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis
utama kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1) pergeseran lateral
material pada lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air oleh lapisan
perkerasan, (2) penurunan yang terjadi pada lapisan di bawah perkerasan, dan (3)
lendutan yang berlebihan pada perkerasan akibat adanya beban yang berkerja.
Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang dibuat
dari bahan bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi
karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada
tahun 1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR
(California Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material yang
dianggap representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan
pondasi.
CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji
terhadap kuat penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR 100
persen. Kemudian karena metode ini memiliki prosedur yang sederhana, korps
insinyur dari Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsi metode ini untuk
mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk kebutuhan yang
mendadak pada saat Perang Dunia II.
Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk
menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan
dengan kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area
yang dari sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal
perkerasan ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area
tersebut.
ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan
menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam
struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik
roda pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur perhitungannya
berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.
Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah
dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung
tebal perkerasan total. Total repetisi pesawat rencana tersebut mencakup data
keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari data yang diperoleh maka
dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara
mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.
Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan pendekatan
empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini memberikan
persamaan sebagai berikut :
t=
pCBRP11.81 (2.1)
t = () +pCBRPogC11.811004.14311.2 (2.2)
dimana : t = Ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (inci)
Pembebanan Berat
Traffic Area
Permukaan
Base
Total
Permukaan
Base
Total
10
9
15
13
13
15
13
13
Pembebanan Medium
Traffic Area
Permukaan
Base
Total
Permukaan
Base
Total
10
11
10
10
Pembebanan Ringan
Traffic Area
Permukaan
Base
Total
Permukaan
Base
Total
6
6
10
Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode perencanaan
yang mengacu pada standar perencanaan perkerasan FAA Advisory Circular (AC)
150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan perencanaan
perkerasan berdasarkan metode CBR.
Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini pada
dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem
drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi
tanah didasarkan atas hal-hal berikut ini :
c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200.
e) Liquid Limit.
f) Plasticity Index.
Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan sistem
drainase yang baik, maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air,
topografi, jenis tanah, dan muka air tanah akan berpengaruh pada sistem drainase
di lapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang labil, dengan
sistem drainase yang baik maka menghindarkan subgrade dari genangan air dan
akan menjaga kestabilan subgrade.
FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang dibagi
dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport Paving
FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :
Group E1
Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-
butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik. Di
Universitas Sumatera Utara
negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh oleh salju yang
merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa butiran-
butiran halus.
Group E2
Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan
mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah
dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik.
Group E3 dan E4
Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek
dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa
daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup
sampai baik.
Tabel 2.6 Klafifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA
Group tanah
Analisa saringan
Liquid Limit
Plasticity Index
Sudgrade Class
Drainase baik
Drainase jelek
Pasir kasar lolos saringan no. 10 tapi ditahan saringan no.40
Kerikil
E1
E2
E3
E4
Butiran halus
E5
E6
E7
E8
E9
E10
E11
E12
0-45
0-45
0-45
0-45
0-55
0-55
0-55
0-55
0-55
0-55
0-55
0-55
40
15
60
85
15
25
25
35
45
45
45
45
45
45
45
45
25
25
25
35
40
40
50
60
40
70
80
80
10
15
10
10-30
15-40
30
20-50
30
Fa atau Fa
Fa atau Ra
F1 atau Fa
F1 atau Ra
Fa atau Ra
F1 atau Ra
F2 atau Rb
F3 atau Rb
F3 atau Rb
F4 atau Rc
F5 atau Rc
F6 atau Rc
F7 atau Rd
F8 atau Rd
F9 atau Re
F10 atau Fa
E13
Group E5
Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur dan
tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan plastisitas
index antara 10-15.
Group E6
Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat rendah.
Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya
akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah,
maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moiture content nya betul-betul
dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.
Group E7
Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung
dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku sampai lunak ketika
kering dan plastis ketika basah.
Group E8
Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan
derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas
yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan.
Group E9
Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit
dipadatkan. Stabilitasnya rendah, baik keadaan basah dan kering.
Group E10
Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan keras
dalam keadaan kering, serta sangat plastis bila basah. Pada pemadatan perubahan
volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan
sangat elastis.
Group E11
Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi,
termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80 dengan index
plastisitas diatas 30.
Group E12
Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun index
plastisitasnya.
Group E13
Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal di
lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah
densitynya dan sangat tinggi kelembabannya.
Roda tunggal
Roda ganda
Tandem ganda
Roda tunggal
Tandem ganda
Roda tunggal
Roda ganda
Roda ganda
Tandem Ganda
0.8
0.5
0.51
1.3
0.6
0.64
2.0
1.7
1.7
1.0
Roda ganda
Tandem ganda
Gambar 2.5 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda
Gambar 2.6 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel
Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi
dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah
keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis
pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan
pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling
besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu
yang direncanakan.
Dimana :
WW (2.4)
Dimana :
R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana ( pound )
Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral dari
permukaan perkerasan selama operasional. Demikian juga, pada sebagian
Universitas Sumatera Utara
landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan. Oleh karena itu,
FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada pemukaan yang berbeda-
beda :
Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat pesawat
yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu ( Holding Apron), bagian
tengah landasan hubung dan landasan pacu (Runway).
Tebal perkerasan 0.9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang, seperti
belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.
Tebal perkerasan 0.7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat,
seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.
Grafik 2.1 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal
Grafik 2.2 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Ganda
Grafik 2.3 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda tandem
ganda
Grafik 2.4 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual Tandem
Grafik perencanaan yang tersedia diatas adalah grafik perencanaan untuk tingkat
keberangkatan tahunan maksimum 25.000 keberangkatan. Untuk kebarangkatan
tahunan diatas 25.000, grafik tersebut juga dapat digunakan dengan
mengalikan hasil akhir tebal total perkerasan yang didapat dengan mengggunakan
grafik keberangkatan tahunan 25.000 dengan angka persentase yang diberikan
pada tabel 2.8 dibawah ini :
Tabel 2.8 Persentase pengali untuk mendapatkan tebal total perkerasan dengan
tingkat keberangkatan tahunan diatas 25.000
Tingkat keberangkatan tahunan
50.000
100.000
150.000
200.000
104
108
110
112
Lapisan permukaan
Untuk lapisan permukaan digunakan aspal beton ( asphaltic concrete sebagai item
P-401)
Lapisan pondasi
Bahan
Faktor Equivalent
1,7 2,3
1,7 2,3
1,5 1,7
1,5 1,7
1,6 2,3
1,5 2,0
1,4 2,0
1,0
of Work, Inggris dan dewasa ini telah diakui oleh ICAO. Dalam prosedurnya
kapasitas daya dukung perkerasan dinyatakan dalam angka LCN.
Seperti halnya ESWL, setiap pesawat dapat dinyatakan dalam LCN, dimana
angka-angka LCN tergantung kepada geometri roda pendaratan, tekanan roda
pesawat dan komposisi dari tebal perkerasan (Basuki, 1986).
Bermacam-macam tipe perkerasan rigid dan flexible telah diuji memakai test
bearing plate dengan rentang kontak area dari 200-700 in2 yang mewakili
pesawat-pesawat yang beroperasi di dunia saat ini. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada rentang kontak area itu, perkerasan rigid dan flexible mempunyai
karakteristik beban vs penurunan yang mirip.
ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan
menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam
struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik
roda
Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi
dan besar MSTOW ( Maksimum Structural Take Off Weight ) , data jumlah
keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis
pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar.
Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot
paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan
pacu yang direncanakan.
Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral dari
permukaan perkerasan selama operasional. Oleh karena itu LCN juga
memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada pemukaan yang berbeda-beda.