Anda di halaman 1dari 17

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DI DAERAH

BABAKAN TENGAH
SOLID WASTE SYSTEM MANAGEMENT AT
BABAKAN TENGAH AREA

Claudia Siahaan1
Selasa siang Kelompok 7
1)
Departemen Teknik sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor
Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680

claudiasiahaan@gmail.com

Abstrak : Berubahnya pola hidup masyarakat mengakibatkan timbulnya dampak permasalahan


lingkungan di Indonesia, salah satunya yaitu sampah padat. Pengelolaan sampah pun menjadi
masalah yang sulit untuk dihindarkan. Masyarakat cenderung untuk memilih menyatukan sampah-
sampah tersebut daripada memilah terlebih dahulu sampah organik maupun anorganik. Pengukuran
timbulan sampah dilakukan selama 8 hari terhitung mulai tanggal 15 Februari sampai dengan 22
Februari 2017. Sampah yang diambil bersumber dari satu kontraka dan satu sampel kost daerah
Babakan Tengah. Pengamatan yang dilakukan meliputi sistem pewadahan dan ketersediaan wadah
penampungan setiap level, yaitu ketersediaan fasilitas sistem pewadahan sampah dalam bentuk,
kapasitas, jumlah, intensitas pembuangan, sifat pembuangan, ragam jenis sampah, volume sampah,
dan pola pengangkutan sampah dari wadah ke bak sampah. Hasil penelitian ini didapatkan hasil
bahwa system yang digunakan antara kost dan kontrakan adalah sama. Sifat wadah sampah yang
dimiliki kedua tempat juga sama yaitu individu dan komunal. Wadah sampah kedua tenpat yaitu
wadah level 1 dan level 2, yaitu berupa kantong plastic ukuran sedang; trash bag; dan keranjang
sampah terbuat dari bambu. Selain itu dilakukan juga pengamatan kondisi TPS dan analisis kualitas
sampah dengan menghitung nilai kadar air, kadar abu, kadar volatile, dan kadar Nitorgen dan
Karbon organic.
Kata Kunci : Sampah, densitas, kompos, pengelolaan

Abstract : Changing patterns of life lead to the onset of the impacts of environmental problems in
Indonesia, one of which, namely solid waste. Waste management has become a problem that is difficult
to be passed. The community tends to vote for the garbage dump brings together rather than sorting
out the advance of inorganic or organic waste. The research was started from February 15th until
February 22nd. Te sample of the trash was taken from one rent house and one kost that is placed in
Babakan Tengah Area. Observations made include the storage system and the availability of shelter
each container level, i.e. the availability of on-site waste in the form of container systems, capacity,
quantity, intensity of the disposal, the disposal of properties, a variety of a kind of rubbish, the volume
of garbage, and junk hauling pattern from the container into the tub of trash. The result of research is
the trash container that is used by both object (kost and rent house) has the same system. Trash
containe of both object has same character viz. individually and communal. Both object has the same
level that is 1st level and 2nd level for the trash container system. The container be in the form of
medium size of plastic, trash bag, and a trash basket made of bamboo. Other thant that the research
also do observation of TPS condition and also determina the content of humidity, volatile, ash, and
C/N ratio.
Keywords: compost, density, garbage, management

1
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman yang semakin pesat, berkembang pula kemajuan
ekonomi dan industri di dunia, khususnya di Indonesia. Hal ini tentu sangat
mempengaruhi pola hidup masyarakat dari era tradisional ke era modern seperti
sekarang ini. Masyarakat sekarang yang cenderung lebih memilih hal-hal yang praktis
membuat berbagai permasalahan baru, khususnya permasalahan lingkungan.
Permasalahan lingkungan tersebut yang paling menonjol adalah sampah padat. Setiap
harinya manusia selalu menghasilkan sampah padat baik organik maupun anorganik,
yang tentunya sulit untuk didaur ulang kembali. Kesadaran masyarakat akan
kelestarian lingkungan pun menjadi masalah utama yang menjadi fokus para
pemerhati lingkungan dimana masyarakat sekarang lebih cenderung untuk memilih
membuang sampah mreka ke sungai daripada membuangnya ke TPS atau membayar
kepada petugas kebersihan untuk mengangkut sampah mereka setiap hari.
Pengelolaan sampah pun menjadi masalah yang sulit untuk dihindarkan.
Masyarakat cenderung untuk memilih menyatukan sampah-sampah tersebut daripada
memilah terlebih dahulu sampah organik maupun anorganik. Tempat sampah terpisah
yang disediakan pemerintah pun seperti tidak berguna karena isi dari tempat sampah
itu pun sama bahkan para petugas cenderung memasukan semua sampah ke dalam
container yang sama. Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik
Operasional Pengelolaan sampah Perkotaan bahwa sampah adalah limbah yang
bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi bangunan. Regulasi tersebut memperjelas bahwa pentingnya
meminimisasi sampah dimulai dari skala rumah.
Aktivitas pembuangan sampah merupakan kegiatan tanpa akhir. Oleh karena itu
diperlukan system pengelolaan yang baik. Sementara itu, penangan sampah perkotaan
mengalami kesulitan dalam hal pengumpulan sampah dan upaya mendapatkan tempat
atau lahan yang benar-benar aman (Soeryani et.al 1997). Salah satu tindakan
preventif yangdapat dilakukan adalah berupa pengomposan . Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui system pengelolaan sampah pada rumah tangga, menganalisis
pewadahan sampah yang digunakan pada rumah tangga dan rumah sewa atau kost-
kostan, melakukan pengukuran timbulan dan komposisi sampah yang dihasilkan oleh
rumah tangga dan rumah sewa, dan menganalisis proses pengumpulan sampah pada
rumah tangga dan rumah sewa.

METODOLOGI
Pewadahan Sampah
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel satu rumah di Babaka Tengah
(Bateng) dan satu kost-kostan di daerah Babakan Tengah, Kost Mahadewa.
Pengamatan yang dilakukan meliputi sistem pewadahan dan ketersediaan wadah
penampungan setiap level, yaitu ketersediaan fasilitas sistem pewadahan sampah
dalam bentuk, kapasitas, jumlah, intensitas pembuangan, sifat pembuangan, ragam

2
jenis sampah, volume sampah, dan pola pengangkutan sampah dari wadah ke bak
sampah.
Pewadahan sampah itu sendiri dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu level 1 atau
tempat sampah yang sampahnya berasal dari sumber sampahnya langsung, level 2
atau tempat penampungan sementara dari tempat sampah level 1, dan level 3 yang
dignakan untuk penampungan dari sampah level 2. Kemudian hasil dari pengamatan
fasilitas sistem pewadahan sampah trsebut dibandingkan dengan SNI 19-2454-2002
tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.

Pemilihan lokasi rumah Mengamati fasilitas


Pembandingan dengan
tinggal dan rumah sistem pewadahan
SNI 19-2454-2002
kostan sampah

Penentuan konsep
Penentuan level wadah
manajemen reduksi Selesai
sampah
sampah

Gambar 1 Bagan alir pengamatan pewadahan sampah


Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah
Penenelitian timbulan sampah dilakukan bersamaaan dengan penelitian
pewadahan sampah . Kontrakan dan kost yang dijadikan objek penelitian kemudian
diberikan trash bag setiap satu hari sebelum pengukuran dan diminta untuk sudah
melakukan pemilahan terlebih dahulu (organic dan anorganik) . Sampah yang sudah
dikumpulkan kemudian diukur massa dan volumenya . Untuk perhitungan volume
digunakan wadah berbentuk silinder , sebelum diukur tinggi timbulan, sampah
dipadatkan terlebih dahulu. Data massa (kg) dan volume sampah (liter) kemudian
digunakan untuk menghitungan densitas sampah juga komposisi sampah.
Perhitungan densitas sampah dilakukan dengan persamaan 1.

( ) .................(1)

Penelitian ini dilakukan tersecara berturut-turut selama 7 hari. Wadah tempat


mengukur tinggi timbulan sampah merupakan kaleng bekas wafer yang bentuknya
silinder atau seperti pada gambar 2. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar
3.

3
Gambar 3 Contoh kaleng wadah ukur tinggi timbulan.

Pengumpulan Pemadatan sampah ada


Pembagian trash bag
sampah(organik dan wadah ukur (kaleng)
kepada sumber sampah
anorganik) bentuk silinder

Pengukuran massa dan Perhitungan densitas dan


Selesai
tinggi timbulan sampah volume sampah

Gambar 3 Bagan alir pengukuran timbulan dan komposisi sampah.

Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Metode yang dilakukan pada penelitian mengenai sistem pengumpulan dan


pengangkutan sampah adalah dengan metode observasi secara langsung ke lapangan.
Penelitian dilakukan dengan mengamati sistem atau pola pengumpulan dan p
engangkutan sampah di lapangan. Pengumpulan sampah dilakukan selama 7 hari
berturut-turut dengan menggunakan kresek atau trash bag sebagai wadah
pengumpulnya. Berikut bagan alir mekanisme pengumpulan sampah untuk data
sampling.

Pola pengumpulan dan pengangkutan sampah pada lokasi yang dipilih


diobservasi untuk dianalisis

Teknik operasional ditentukan dari hasil survei dengan petugas kebersihan

Peralatan pendukung diamati

Kendala-kendala pada proses pengumpulan sampah dianalisis

Gambar 4 Bagan alir pengumpulan dan pengangkutan sampah.

4
Analisis Kualitas Sampah

Analisis kualitas sampah dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen


Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas sampah
menggunakan sampel berupa sampah dari TPS tempat sampling awal. Analisis ini
meliputi pengukuran nilai kadar air, nilai kadar abu, kadar volatile, kadar karbon
organik, dan kadar nitrogen organik. Sampel diambil secara acak di TPS dari empat
titik dengan kedalaman yang telah ditentukan. Setelah sampah dari empat titik di TPS
diambil, sampah tersebut dihomogenkan dan diambil lagi dari empat titik yang
berbeda sebanyak 100 gram. Berikut permodelan pola pengambilan sampel di TPS.

Setelah itu, sampel diambil dan dicacah dan dihaluskan dengan penggerus agar
penentuan kadar air dan kadar abu volatil dapat dengan mudah dilakukan. Penentuan
kadar air dapat dilakukan dengan cara seperti pada bagan alur dibawah ini.

Cawan kosong dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105 oC dan setelah itu
dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit

Cawan ditimbang

Sampel dimasukkan sebanyak 5 gram ke dalam cawan dan cawan dimasukkan ke dalam oven
selama 2 jam dengan suhu 105oC

Cawan diambil dan dimasukkan ke dalam desokator selama 15 menit kemudian di timbang dan
dimasukkan ke dalam oven kembali selama 2 jam dengan suhu 105oC

Cawan diambil dan dimasukkan ke dalam desokator selama 15 menit kemudian di timbang
Gambar 5 Bagan alir penentuan kadar air.

Setelah bobot awal dan akhir didapat, maka kadar air dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2) berikut ini.

(2)

Penentuan kadar volatil dan kadar abu menggunakan alat yang bernama
furnace. Berat cawan ditimbang dan sampel dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 2-
3 gram. Kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam furnace selama 2 jam
dengan suhu 600C lalu didinginkan selama 5 menit agar suhu furnace menurun.
Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Nilai kadar
voltil dan abu dapat dihitung dengan persamaan (3) dan (4) di bawah ini.
(3)

5
(4)

Keterangan:
c = Massa contoh uji setelah dimasukkan ke oven
d = Massa contoh uji setelah dimasukkan ke furnace

Penentuan kadar karbon organic dan kadar nitrogen organic masing-masing


menggunakan Metode Walkey Black untuk kadar karbon organic sedangkang Metode
Total Kjedhal Nitrogen. Adapun proses penelitian terdapat pada bagan alir di bawah
ini.
0.05 gram sampah
+ 20 ml H2SO4 +
reflux selama 30 tambahkan 100 ml
10 ml K2Cr2O7 1 N
menit aquades
kw dalam labu
erlemeyer

titrasi dengan
tambahkan
FeSO4 0.5 N
indikator ferroin
sampai
dinginkan sebanyak 4 tetes
larutanberubah
hinggan larutan
warna menjadi
bewarna hijau tua
merah bata

selesai

Gambar 6 Bagan alir penentuan kadar Karbon organik

Perhitungan kadar karbon organic dapat dilakukan dengan persamaan (5)

(5)
Keterangan :
KA = kadar air sampah

6
0.5 gram sampah+ 20
ml H2SO4+5 buah batu
destruksi selama 2 jam destilasi selama 5 menit
didih+ 1/2 tablet katalis
ke dalam labu kjedhal

titrasi dengan HCL


0.025 N sampai larutan
selesai
berubah warna menjadi
oranye muda

Gambar 7 Bagan alir penentuan kadar Nitrogen organik

Perhitungan kadar Nitrogen organic dapat dilakukan dengan persamaan (6)

PEMBAHASAN

Pewadahan Sampah
Sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah limbah yang bersifa padat terdiri
dari bahan organic dan bahan anorganik yang dianggap tidak beruguan lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan. Pewadahan sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah aktivitas
menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat
sumber sampah. Pewadahan sampah itu sendiri terdiri dari pewadahan individual dan
pewadahan komunal. Pewadahan individual merupakan aktivitas penanganan
penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah
individu. Pewadahan komunal merupakan aktivitas penanganan penampungan
sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun
sumber umum.
Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah,
pewadahan sampah menurut Damanhuri dan Padmi (2008) dapat dibagi menjadi
beberapa tingkat (level), yaitu:
a. Level-1 berupa wadah penampung sampah langsung dari sumber. Pada
umumnya, wadah sampah pertama ini diletakkan di tempat yang terlihat dan
mudah dicapai oleh pemakai, misalnya dapur atau ruang kerja. Wadah sampah
jenis ini brsifat tidak statis, tetapi mudah diangkat dan dibawa ke wadah
sampah level-2.

7
b. Level-2 berupa wadah pengumpul sementara yang berfungsi menampung
sampah dari wadah level-1 maupun langsung dari sumber. Wadah sampah
level-2 ini diletakkan di luar kantor, sekolah, rumah, apartemen bertingkat,
atau tepi jalan. Sebagai titik temu antara sumber sampah dan sistem
pengumpul, wadah sampah ini seharusnya tidak bersifat stasioner untuk
kemudahan dalam proses pemindahan. Namun pada kondisi di lapangan,
wadah sampah dalam bentuk bak sampah stasioner banyak dijumpai di depan
rumah tipe permanen sehingga waktu operasi pengosongan bertambah.
c. Level-3 berupa wadah sentral dengan volume yang besar untuk menampung
sampah dari wadah level-2. Wadah sampah ini dapat bersifat individual atau
komunal, layaknya TPS. Wadah sampah ini sebaiknya terbuat dari konstruksi
khusus dan ditempatkan sesuai dengan pola sistem pengangkutan sampah.
Sifat sampah cenderung berbahaya bagi lingkungan sehingga wadah sampah
sebaiknya memenuhi persyaratan kuat dan tahan terhadap korosi, kedap air,
tidak mengeluarkan bau, tidak dapat dimasuki serangga dan binatang, serta
kapasitas wadah sesuai dengan volume sampah tertampung.

Penelitian ini dilakukan pada 2 sampel yaitu rumah kontrakan di daerah Babakan
Tengah dan Kost Mahadewa di daerah Babakan Tengah. Kost Mahadewa terdiri 7
kamar sedangkan kontrakan terdiri dari 5 sampai 6 orang. Pewadahan yang
digunakan oleh kostan tiap kamar bersifat individu berupa kantong plastic berukuran
sedang yang kemudian nantinya akan dikumpulkan ke dalam trash bag yang berada
pada ruang tengan kostan setelah itu akan dipindakan kembali ke keranjang yang
terbuat dari bamboo yang terletak pada luar kostan, hal ini dapat disimpulkan bawah
wadah sampah yang digunakan merupakan wadah level 1 sedangkan keranjang yang
terbuat dari bambu merupakan wadah level 2.

Gambar 8 Sistem Pewadahan Level 1 pada kost Mahadewa, Bateng

8
Gambar 9 Sistem Pewadahan Level 2 pada kost dan kontrakan.
Kontrakan yang menjadi objek penelitian system pewadahannya sama seperti
system pewadahan kost Mahadewa. Wadah yang digunakan adalah wadah level 1 dan
wadah level 2. Jarak anatara kontrakan dan kost mahadea sangat dekat sehingga
wadah level 2 yang berupa bak mandi bekas digunakan secara bersama-sama dan
diletakkan di luar rumah dan kostan. Saat penelitian dilakukan peneliti meminta
bantuan kepada penghuni kost dan kontrakan untuk langsung memilah sampah
menjadi organic dan anorganik, meskipun pada kesehariannya penghuni tidak
memilah sampah . Konsep pereduksian yang diberikan adalah memilah terlebih
dahulu sampah yang dihasilkan oleh individu , tidak sekedar organic dan anorganik.
Tetapi memilah sampah organic mana yang paling cepat terurai dan mundah
dijadikan kompos. Selain itu sampah plastic yang dihasilkan dapat dibersihkan dan
didaur ulang menjadi kerajinan tangan atau hal-hal berguna lainnya.

Pengukuran Timbulan dan Komposisi Sampah


Sampah organik rumah tangga adalah sampah yang mudah terurai, seperti sisa-
sisa makanan dan sayuran. Sampah anorganik yang terdiri atas kaleng, palstik, besi
dan logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak dapat tersusun oleh
senyawa-senyawa organik dan sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba
(Pitoyo 2012).
Pengukuran timbulan sampah dilakukan pada kontrakan dan kost di daerah
Bara Tengah. Pengukuran ini dilakukan selama 8 hari terhitung mulai tanggal 22
Februari hingga 1 Maret 2017. Sampah-sampah yang diambil kemudian dipilah
menjadi 2 bagian yaitu organic dan anorganik. Berdasarkan hasil pengukuran yang
telah dilakukan didapat hasil sebagai berikut.

Tabel 1 Data hasil pengukuran massa sampah Kost Mahadewa, Bateng (Kg)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 total

Organik 0.236 0.325 0.280 0.212 0.303 0.331 0.211 0.261 2.159
Anorganik 0.145 0.136 0.145 0.112 0.130 0.199 0.138 0.152 1.157
total 3.316

9
Tabel 2 Data hasil pengukuran massa Kontrakan Mahadewa , Bateng (Kg)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 total

Organik 0.167 0.137 0.130 0.103 0.264 0.183 0.196 0.173 1.353
Anorganik 0.086 0.102 0.101 0.092 0.067 0.105 0.113 0.131 0.797
Total 2.150

Berdasar kan tabel 1 dan tabel 2 maka dapat dilihat bahwa sampah yang
dihasilkan oleh kost lebih banyak dibandinfkan dengan sampah yang dihasilkan di
kontrakan. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah kamar kost lebih banyak disbanding
dengan kontrakan. Melalu data tinggi timbulan maka volume sampah dapat dihitung.
Hasil perhitungan volume daap dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 di bawah ini.

Tabel 3 Data hasil perhitungan volume sampah Kost Mahadewa, Bateng (liter)
Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8

Organik 1.155 1.155 1.155 1.155 1.320 1.370 1.073 1.155


Anorganik 0.990 1.073 0.990 0.825 0.825 0.990 0.990 1.073

Tabel 4 hasil perhitungan volume sampah Kontrakan Mahadewa, Bateng (liter)


Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8

Organik 0.990 0.990 0.825 0.660 1.155 1.155 1.073 1.040


Anorganik 0.660 0.990 0.743 0.660 0.825 0.908 0.825 0.825

Berdasarkan tabel 3 dan 4 maka volume terbesar terdapat pada hari ke-6 baik
di kost maupun di kontrakan. Dengan data volume dan data massa sampah akan
digunakan dalam perhitungan densitas sampah yang terdapat pada grafik di bawah
ini.

10
0.250

0.200

Densitas (kg/liter)
0.150

0.100

0.050

0.000
1 2 3 4 5 6 7 8
Organik RT 0.169 0.138 0.158 0.156 0.229 0.158 0.183 0.166
Anorganik RT 0.130 0.103 0.136 0.139 0.081 0.116 0.137 0.159
Grafik 1 Data dan grafik hasil perhitungan densitas sampah di kontrakan.

0.300

0.250
Densitas (kg/liter)

0.200

0.150

0.100

0.050

0.000
1 2 3 4 5 6 7 8
Organik Kosan 0.204 0.281 0.242 0.183 0.229 0.242 0.197 0.226
Anorganik Kosan 0.146 0.127 0.146 0.136 0.158 0.201 0.139 0.142
Grafik 2 Data dan grafik hasil perhitungan densitas sampah di kostan

Berdasarkan grafik 1 tersebut densitas sampah organic cenderung lebih besar


jika dibandingkan dengan densitas sampah anorganik. Puncak denstas tertinggi untuk
sampah organic jatuh pada hari ke-5 penelitiandan sebesar 0.229 (kg/liter) sementara
utuk sampah anorganik jatuh pada hari ke-8 sebesar 0.159 (kg/liter). Sementara itu
pada grafik 2 densitas sampah tertinggi yang dihasilkan adalah sampah organic yang
puncaknya terjadi pada hari ke-2 . sementara tu pada hari ke-6 densitas sampah jenis
anorganik nilainya adalah yang tertinggi yaitu sebesar 0.201 (kg/liter).

11
Anorganik

37%
Organik
63%

Gambar 10 Diagram lingkaran komposisi sampah di kontrakan

Anorganik
35%
Organik
65%

Gambar 11 Diagram lingkaran sampah di kostan

Berdasarkan gambar 10 komposisi sampah organic lebih besar dibandingkan


komposisi sampah anorganik yaitu sebesar 63% sedangkang untuk sampah anorganik
yaitu sebesar 37%. Sementara komposisi sampah organic di kost Mahadewa juga
lebih besar dengan nilai yang tidak jauh beda seperti komposisi sampah organic di
kontrakan yaitu sebesar 65%.
Timbulan sampah yang tinggi dapat dicegah dimulai dari sumber dengan
kegiatan pemisahan sampah. Pemisahan sampah merupakan bagian penting dalam
hierarki pengelolaan sampah. Sampah organik selanjutnya akan dimanfaatkan untuk
menjadi kompos dan sampah anorganik dapat dimanfaatkan atau didaur ulang dan
diolah lebih lanjut. Kegiatan pengurangan sampah pada sumbernya meliputi reduksi,
pemakaian kembali, dan daur ulang (Kurniaty dan Rizal 2011).

12
Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah dilakukan dengan menganalisis sistem yang dipakai


oleh masyarakat di sekitar desa yang diteliti. Pengumpulan sampah adalah proses
penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari masing masing sumber sampah
untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau ke pengolahan sampah skala
kawasan, atau langsung ke tempat pembuangan atau pemrosesan akhir tanpa melalui
proses pemindahan (Damanhuri dan Padmi 2008). Terdapat dua metode dalam
pengumpulan sampah, yaitu door to door dan communal. Pola pengambilan sampan
dengan metode door to door adalah teknik pengambilan sampah dari sumber
sampahnya langsung, sedangkan metode communal yaitu pengumpulan sampah di
tempat penampungan sementara atau TPS terlebih dahulu sebelum dibuang ke TPA.
Penelitian dilakukan dengan cara observasi lapangan dan wawancara petugas
kebersihan. Peneliti mengobservasi lokasi sumber sampah yang sama dengan lokasi
penelitian pewadahan sampah yaitu di daerah Bateng. Pada bagaian pewadahan
sampah setelah sampah dimasukan kedalam bak sampah level 2 yang ada di luar
kontrakan dan kostan. Sampah-sampah tersebut kemudian diangkat dengan
menggunakan gerobak, yang dengan kata lain tipe pengangkutannya adalah tidak
langsung (communal).
Hasil wawancara yang didapat adalah sampah diangkut 2 hari sekali
menggunakan gerobak yang sumbernya dari setiap rumah dan menuju ke TPS di
daerah dekat Hote Duta Berlian. Sampah-sampah dari TPS diangkut kembali ke TPA

Gambar 9 Gerobak tangan fasilitas pengangkut sampah.

13
Gambar 10 Kondisi TPS.
Galuga setiap hari sekitar pukul 8 pagi hingga 12 siang. Gerobak yang digunakan
adalah gerobak dengan ukuran atau dimesi 1.5 m x 0.6 m sementara itu ukuran TPS
sebesar 5 x 2 x 1 m . Sampah pada TPS dekat Hotel Duta Berlian akan diangkut ke
TPA Galuga dengan menggunakn truk berkapasitas 5000 liter sampah.
Kondisi TPS
TPS merupakan tempat penampungan sementara bagi sampah sebelum
sampah-sampah tersebut dibuang ke tempat pembuangan akhir atau TPA. Rumah
warga yang berada di desa Babakan Raya dan kostan yang berada di desa Babakan
Tengah sekaligus tempat yang dijadikan sampel pada penelitian kali ini
mengguanakan TPS sawah baru sebagai tempat penampungan sementara untuk
sampah-sampah mereka. Adapun dimensi dari TPS sawah baru yaitu 5 x 2 x 1 m.
Gambar tps terdapat pada pembahasannya sebelumnya pada gamabr 10, kondisinya
yang terbuka menimbulkan bau yang tidak sedap serta mengundang banyak lalat
hijau di sekitarnya. Penyaluran air lindi pun belum ada sehingga dapat langsung
masuk ke dalam tanah hingga mengair ke jalan utama. TPS tersebut tidak memenuhi
salah satu klasifikasi TPS. TPS tidak memiliki ruang pemilahan sampah organik dan
anorganik, TPS dibiarkan terbuka, dan tidak ada tempat pengomposan untuk sampah
organik sehingga tidak dapat di klasifikasikan kedalam kelas tipe TPS menurut SNI
3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, TPS ini tidak masuk
kedalam kriteria yang dianjurkan oleh SNI tersebut.
Adapun konstruksi TPS yang dianjurkan yaitu berbentuk container yang dapat
dibawa langsung ke TPA. Juga dilengkapi dengan penutup agar bau yang ditimbulkan
tidak menyebar. Air lindi yang dihasilkan seharusnya tidak dibuang ke sungai
maupun langsung ke tanah, melainkan dibuat tempat pengolahan cairan sampah yang
berada di sekitar TPS. Pemilahan juga perlu dilakukan memudahkan petugas dalam
melakukan proses selanjutnya terhadap sampah tersebut.
Analisis kualitas sampah
Analisis mengenai kualitas sampah meliputi pengukuran nilai kadar air, nilai
kadar abu, kadar volatile, kadar karbon organic, dan kadar nitrogen organik. Sampel
diambil secara acak di TPS dari empat titik dengan kedalaman yang telah ditentukan.
Setelah sampah dari empat titik di TPS diambil, sampah tersebut dihomogenkan dan

14
diambil lagi dari empat titik yang berbeda. Setelah itu, sampel diambil dan dicacah
dan dihaluskan dengan penggerus agar penentuan kadar air dan kadar abu volatil
dapat dilakukan dengan mudah. Sampah yang dianalisis didapat dari TPS Duta
Berlian atau Sawah Baru, data hasil perhitungan kadar air pada sampah disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Data hasil penentuan kadar air sampah
No. Sampel oven 6 Kadar Kadar air rata-
Cawan Cawan (gr) Cawan+sampah(gr) jam(gr) air(%) rata(%)
15 60.85 68.4 64.34 53.774
55.2615
25 59.58 67.64 63.06 56.749
Berdasarkan data pada tabel diatas, didapat bahwa rata-rata kadar air sampah di
TPS sawah baru sebesar 55.2615 %. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air di TPS
tersebut cukup tinggi dan dapat disebabkan oleh lebih banyak sampah organic
dibandingkan dengan sampah anorganik. Hal ini jika dibandingkan dengan literatur
dimana untuk sampah domestik tipikal kelembaban adalah 15 - 40% (Tchobanoglous
1993) lebih besar sekitar 15%. Kadar air atau kelembaban berguna untuk
memperlunak material sehingga kerja mikroorganisme menjadi lebih mudah. Nilai
kadar air yang kurang dapat menyebabkan kecepatan mikroorganisme untuk
membusukkan atau menguraikan sampah juga akan kurang maksimal. Kadar air dari
masing-masing sampah berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor, seperti
komposisi sampah, kelembaban, dan cuaca (Murtadho et.al 1987). Sampah organik
mengandung lebih banyak air daripada sampah non organik, terutama plastik.
Selanjutnya untuk nilai hasil pengukuran kadar volatil dan kadar abu sampah dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Data hasil penentuan kadar air sampah
No. Sampel oven 6 Kadar Kadar volatil
Cawan Cawan (gr) Cawan+sampah(gr) jam(gr) abu(%) (%)
30 46.86 48.96 46.9 1.967 44.708
31 37.57 39.75 37.635 3.0045 40.394
Berdasarkan Tabel 6 nilai kadar volatil yang terukur adalah 44.708% dan
kadar abunya sebesar 1.967%. Semakin tinggi kadar volatil sampah, kemampuan
sampah untuk dibakar semakin tinggi dan kadar abu semakin rendah. Dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembakaran sampah untuk mereduksi jumlah sampah
berlebih dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan sampah dalam waktu singkat.
Apabila sampah dengan karakteristik seperti bahan uji jumlahnya sangat banyak,
maka dapat dilakukan insenerasi untuk pemusnahannya. Namun harus diperhatikan
juga akan dampak dari polusi asap pembakaran, oleh karena itu proses pembakaran
harus terbebas dari polusi asap.
Selanjutnya yang akan dibahas adalah nilai kadar karbon organic dan nilai
kadar nitrogen organic. Data hasil pengukuran dan perhitungan disajikan pada tabel 7
dan 8 di bawah ini.

15
Tabel 7 Hasil perhitungan kadar karbon 16rganic
Kadar
No. V. N Berat Sampah Kadar C Rata-
Air V. N FeSO4
Labu K2Cr2O7 Rata
(%) (gram)
1 10 7.5 0.055 8.114027727
55.261 9.591
2 10 6.9 0.050 11.06753382

Tabel 8 Hasil perhitungan kadar nitrogen organic


Volume
N HCl BM N Berat Sampah Kadar N
Titrasi
(ml) (mg)
6.1 0.025 14 500 0.427
Berdasarkan tabel 7 nilai rata-rata karbon organic sebesar 9.591& sementara
kadar nitrogen organiknya sebesar 0.427% dengan hasil rasio C/N sebesar
22.460.Menurut SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah organic
domestic. Nilai nitrogen minimum adalah sebesar 0.4% sedangkan nilai karbon
minimum sebesar 9.8%/ jika dibandingkan hasil keduanya tidak jauh berbeda dari
SNI yang ada. Sementara menurut literatur rasio C/N efektif dalam proses
pengomposan adalah 30-40 (Isroi 2008). Jika rasio C/N tinggi maka aktivitas
mikroorganisme akan berkurang sehingga waktu untuk pengomposan lebih lama dan
hasilya bermutu rendah. Sedangkan jika C/N kurang dari 30 maka kelebihan nitrogen
yang tiak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilan melalui
volatisasi sebagai ammonia atau terdenutrifikasi.
SIMPULAN
Antara kost dan kontrakan keduanya memiliki system pewadahan yang sama
yaitu system pewadahan level 1 dan level 2. Pewadahan sampah dimulai dengan sifat
individu kemudia di kumpulkan menjadi satu dalam wadah trash bag yang kemudia
dibuang ke dalam wadah sampah terbuat dari bak mandi bekas berbahan plastik
terletak di luar area kost dan kontrakan.
Timbulan sampah yang dihasilkan antara kost dan kontrakan berbeda , jumlah
yang dihasilkan kost Mahadewa lebih banyak. Selain itu komposisi jenis sampah
antara organic dengan anorganik juga berbeda. Untuk kost sampah organic
perentasenya sebesar 65% sememtara untuk ontrakan sebesar 63%, tidak terlalu
berbeda. Penelitan pemgumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan secara tidak
langsung (communal) karena menggunakan gerobak terlebih dahul dan diletakan di
TPS terlebih dahulu baru diangkut ke TPA Galuga.
Kondisi TPS tidak memiliki ruang pemilahan sampah organik dan anorganik,
TPS dibiarkan terbuka, dan tidak ada tempat pengomposan untuk sampah organik
sehingga tidak dapat di klasifikasikan kedalam kelas tipe TPS menurut SNI 3242-
2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman,
Sampah yang dijadikan sampel memiliki kadar air rata-rata sebesar 55.2615
%. Sedangkan terdapat 2 cawan yang dijadikan sampe untuk pengukurn kadar abu
dan kadar volatile , cawan 1 no 30kadar abu sebesar 1.967 % kaar volatilnya sebesar
44.708 %, sementa cawan 2 no 31 kadar abu sebesar 3.0045 % kadar volatilnya

16
sebear 40.394%. Semakin tinggi kadar volatil sampah, kemampuan sampah untuk
dibakar semakin tinggi dan kadar abu semakin rendah. Kadar karbon organic yang
didapat sebesar 9.59 % sementara kadar nitrogen organic sebesar 0.427% dengan
rasio C/N sebesar 22.460. Jika dibandingkan dengan nilai minimum yang ada di SNI
nilai yang didapat tidak terlalu berbeda namun menurut literature jika nilai C/N
dibawah 30 maka pengomposan akan terjadi dengan lambat dan kualitasnya rendah.

Daftar Pustaka

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara
Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Indonesia : BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan


Sampah di Pemukiman. Indonesia : BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi


Kompos dari Sampah Organik Domestik: BSN.

Damanhuri, E dan Padmi, T. 2008. Pengelolaan Sampah. Bandung (ID) : ITB.

Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor

Kurniaty, Rizal. 2011. Pemanfaatan Pengelolaan Sampah Sebagai Alternatif Bahan


Bangunan Konstruksi. Dalam: Jurnal SMARTek. 9 (1). 47-60.

Pitoyo C. 2012. Studi Komposisi Sampah Perkotaan Pada Tingkat Rumah Tangga di
Kota Depok [Skripsi]. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas
Gunadarma.

Soeryani, M. Ahmad R., dan Mudi R. (1997). Lingkungan Sumber Daya Alam dan
Kependudukan Dalam Pembanguna n. Jakata : Universitas Indonesia Press.

Tchobanoglous G. 1993. Intergrated Solid Waste Management. McGraw Hill: New


York.

17

Anda mungkin juga menyukai