Anda di halaman 1dari 6

JAKARTA (Pos Kota) Investasi IKM (industri kecil menengah) alas kaki pada tahun 2016

mencapai sekitar Rp2.8 triliun dengan nilai produksinya mencapai Rp22,98 triliun.

Untuk alas kaki dari IKM ini, Kami memproyeksikan, nilai produksi sektor ini akan
meningkat pada tahun 2017 sebesar Rp24,25 triliun, kata Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto, Rabu kemarin.

Menperin menegaskan, pihaknya terus memberikan perhatian lebih bagi IKM dalam negeri
karena telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Di hari pertama kerja di
tahun 2017 kemarin, agenda kunjungan kerja kami pertama ke Ciomas, dan ini adalah bentuk
perhatian lebih yang diberikan pada pelaku IKM di Kabupaten Bogor, ujarnya, Rabu (3/1).

Di Ciomas, Menperin didampingi Dirjen IKM Gati Wibawaningsih melakukan dialog dan
temu usaha dengan pelaku IKM Alas Kaki di Desa Mekar Jaya dan Desa Parakan,
Kecamatan Ciomas, Bogor Jawa Barat. Rombongan juga mengunjungi Unit Pelayanan
Teknis (UPT) Desa Cibalagung, Bogor Barat, Jawa Barat.

Hadir pula Bupati Bogor Nurhayanti, Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Ruhandi, Kepala
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor Dace Supriadi, serta
anggota Koperasi Sandal Sepatu Bogor.

Airlangga menyampaikan, secara umum, rata-rata nilai investasi yang ditanamkan untuk
menjalankan usaha IKM alas kaki di dalam negeri sebesar Rp37 juta. Sementara itu, untuk
menghasilkan produknya, diperlukan bahan baku utama yang rata-rata senilai Rp6,5 juta
dalam satu bulan.

Sedangkan, nilai produksi penjualan dari hasil industri ini rata-rata dalam satu bulan
menghasilkan pemasukan Rp14 juta. Dengan hasil produksi tersebut didapatkan nilai tambah
rata-rata sebesar Rp 6,8 juta dalam satu bulan, ungkapnya.

Menurut Menperin, IKM alas kaki mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja, dengan
karakteristik jumlah pekerja di setiap satu unit usaha sekitar 1-19 orang. Berdasarkan data
BPS pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 15 (KBLI-15), IKM alas kaki
tergabung dalam kelompok IKM penyamakan kulit dan produk kulit. Data tahun 2010,
menunjukkan, kelompok usaha tersebut berjumlah 32.910 unit dengan jumlah penyerapan
tenaga kerja mencapai 114.495 orang di seluruh Indonesia.

Dari data tersebut, sebanyak 49 persen merupakan IKM alas kaki, selanjutnya 48 persen
IKM produk kulit dan 3 persen IKM penyamakan kulit. Sedangkan, penyerapan tenaga kerja
pada masing-masing sektor, sebanyak 51 persen terserap di IKM alas kaki, disusul 46 persen
di IKM produk dari kulit dan sisanya 3 persen di IKM penyamakan kulit, paparnya.

Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, kemajuan IKM alas kaki secara
langsung akan memajukan industri kreatif, dan sebaliknya industri kreatif yang maju akan
menjadikan sebuah kota atau suatu daerah berkembang menjadi sumber destinasi pariwisata.

Diperkirakan, pertumbuhan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki tahun 2016 sebesar
7,74 persen dan hingga Oktober 2016, ekspor produk alas kaki dari Indonesia mencapai 3,7
miliar dolar AS, ujarnya.
Pada tahun 2017, Kemenperin akan memacu awareness pasar terhadap branding sepatu
Ekuator melalui pembuatan tipe baru dan peningkatan promosi, jelasnya.

Kemenperin mencatat, dari sebaran IKM alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 49,62
persen di Jawa Barat dan 32,30 persen di Jawa Timur. Konsentrasi di Jawa Barat berada di
daerah Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya, sedangkan untuk Jawa Timur di daerah Pasuruan,
Sidoarjo, Mojokerto. Jombang dan Magetan, sebut Gati. (Tri/win)

JAKARTA (Pos Kota) Industri alas kaki di Indonesia berkembang pesat. Tidak hanya dari
perusahaan ternama, tetapi muncul juga industri alas kaki berskala industri rumah tangga.

Karena itu persaingan bisnis alas kaki menjadi semakin ketat. Dibutuhkan inovasi dan
langkah bisnis yang strategis untuk memenangkan persaingan, papar Presiden Direktur Bata
Indonesia Imran Malik saat mengenalkan Global CEO Bata Alexis Nasard kemarin.

Menurutnya sosok pemimpin yang ada dalam perusahaan sangat mempengaruhi perjalanan
bisnis perusahaan. Itu sebabnya Bata Indonesia mengajak bergabung Alexis Nasard.

Ditunjuk menjadi Group Executive Officer sejak 4 April 2016, Imran yakin bahwa Alexis
bakal mampu membawa perusahaannya makin berkembang.

Alexis memiliki pengalaman selama 24 tahun di bidang consumer goods, dan telah 6 tahun
menggawangi perusahaan bir Heineken. Sebelumnya, juga pernah menjadi presiden yang
mengelola bisnis senilai US$8 miliar di Eropa Barat, serta menjabat sebagai Global Chief
Marketing Officer untuk brand global dan lokal yang luas.

Alexis sendiri berpendapat bahwa Indonesia adalah salah satu pasar produk sepatu mereka
yang paling kuat. Saya harap keterlibatan saya nantinya bisa lebih
mengembangkan brand legendaris ini di tengah perubahan perilaku konsumen yang begitu
cepat, serta lingkungan ritel yang terjadi di Indonesia belakangan ini, katanya.

Alexis juga pernah berkiprah selama 17 tahun di perusahaan globel Procter & Gamble
(P&G). Dia menangani berbagai peran manajemen termasuk memetakan strategi produk baru
dan memasarkannya melalui jaringan ritel baik di negara maju maupun berkembang.

Dari sisi pendidikan, Alexis Nasard telah memiliki gelar MBA dari University of
California di Berkeley, Amerika Serikat (Haas School of Business), dan Master jurusan
Teknik dari Joseph Universitas St, Beirut.

Dengan latar belakang global yang mengesankan dan pengalaman strategis, tentunya Alexis
akan membantu kami untuk mengidentifikasi peluang global guna mempercepat
pertumbuhan brand Bata, imbuh Chairman Bata Christopher Kirk. (faisal/win)
JAKARTA (Pos Kota) Industri alas kaki didorong untuk memperluas pasar dan volume
ekspor guna memperkuat pangsa pasar Indonesia di ranah global. Penggunaan bahan baku
lokal juga ditingkatkan untuk meningkatkan nilai tambah dan devisa.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan, dorongan itu seiring kinerja ekspor
industri alas kaki yang juga terus membaik. Pada tahun 2014 nilai ekspor produksi alas kaki
nasional mencapai 4,11 miliar dolar AS atau naik sebesar 6,44% dibanding tahun
sebelumnya.

Sedangkan negara tujuan ekspor utama produk alas kaki Indonesia, diantaranya adalah
Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris dan Jepang. Kualitas produksi kita mampu
bersaing. Produsen juga melakukan investasi di research and development, selain investasi
produksi, sebut Menperin, dalam siaran persnya, Sabtu.

Tentang bahan baku lokal, Menperin secara khusus meminta pabrikan sepatu menambah
penggunaan karet alam. Ini dapat membantu penyerapan dan tingkat harga karet alam petani
serta merangsang tumbuhnya industri pengolahan karet.

Investasi industri alas kaki tercatat cenderung naik setiap tahunnya. Pada tiga tahun terakhir
(2011-2014), kenaikan rata-rata mencapai 4,74%. Pada tahun 2014, nilai investasi di sektor
industri alas kaki sebesar Rp. 10,7 triliun atau naik sekitar 1,25% dibanding tahun
sebelumnya, dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 643 ribu orang.

Di samping itu, nilai perdagangannya terus meningkat dengan rata-rata nilai surplus dalam
lima tahun terakhir yang mencapai 2,84 miliar Dolar AS. Pada akhir tahun 2014, surplus
perdagangan produk alas kaki sebesar 3,7 miliar Dolar AS.

Beberapa program peningkatan daya saing industri alas kaki antara lain memfasilitasi
perlindungan hak kekayaan intelektual desain alas kaki dalam negeri, harmonisasi sistem
perpajakan keluaran dan pajak masukan dikaitkan dengan jangka waktu restitusi dan
pengembangan branding shoes nasional.

Sementara itu, langkah-langkah Pemerintah dalam upaya pengendalian impor dan


pengamanan pasar dalam negeri, diantaranya melalui kebijakan non-tarif seperti penerapan
SNI Wajib, P3DN, dan pengaturan tata niaga untuk impor produk barang.

Berbagai kebijakan tersebut merupakan bentuk keberpihakan yang baik dari Pemerintah
kepada dunia usaha, tegas Menperin.(Tri/d)

JAKARTA (Pos Kota) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus dorong


pengembangan industri alas kaki nasional. Dirjen IKM Euis Saedah dalam sambutannya
mewakili Menperin pada pembukaan Pameran Alumni dan Mitra Balai Pengembangan
Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) di Plasa Pameran Industri, Kementerian
Perindustrian, mengatakan industri alas kaki merupakan salah satu sektor strategis karena
mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Sektor ini juga mampu memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri, dan menyumbang
devisa ekspor non migas yang cukup signifikan. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian
terus mendorong pengembangan industri alas kaki nasional dengan menciptakan iklim usaha
yang kondusif serta meningkatkan daya saingnya di pasar dalam negeri maupun
internasional, jelas Euis.

Dalam pameran yang diikuti 44 peserta dari para alumni BPIPI Sidoarjo juga melibatkan
komunitas sentra IKM dan binaan potensial BPIPI Sidoarjo. Kegiatan yang memilih tema
Sepatu Karya Indonesia untuk Dunia ini mengangkat dua isu utama, yaitu Tantangan
menghadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Alas Kaki sebagai Industri Kreatif.

Euis mengatakan, perkembangan industri alas kaki nasional dapat dilihat dari nilai ekspor
sepatu yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan pada tahun 2013 nilai ekspor
mencapai 3,86 miliar dolar AS dibandingkan tahun 2012 sebesar 3,6 miliar dolar AS.

Selain nilai ekspor yang cukup besar, surplus ekspor industri alas kaki selama 5 tahun
terakhir rata-rata mencapai 2 miliar dolar AS. Dengan nilai ekspor tersebut, Indonesia
mampu memenuhi sekitar 3% kebutuhan dunia akan produk alas kaki, kata Euis.

Dirjen IKM juga menegaskan, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada
2015 menjadi sebuah realita yang harus dihadapi oleh sektor industri alas kaki nasional, di
tengah perbandingan kebutuhan pasar dan tenaga kerja industri yang terjadi saat ini. (tri/yo)

==

AKARTA (Pos Kota) Pemerintah terus memacu pengembangan industri alas kaki yang
mampu menyerap tenaga kerja massal. Industri ini juga bisa mendongkrak ekspor dan pangsa
pasar sepatu produk tanah air di pasar global.

Kementerian Perindustrian mencatat, penciptaan devisa oleh industri alas kaki sebesar 4,11
miliar dolar AS atau 2,33 persen dari total ekspor nasional pada tahun 2014. Dari sisi
lapangan kerja, industri ini menyumbang lapangan kerja sebanyak 643 ribu orang yang setara
dengan 4,21 persen dari tenaga Kerja industri manufaktur.

Pemerintah juga memacu industri padat karya lainnya yaitu industri tekstil dan makanan
minuman. Ini membuktikan pemerintah ingin industri padat karya yang mempekerjakan
tenaga kerja dalam jumlah besar ini terus berkembang, kata Menteri Perindustrian Saleh
Husin saat menghadiri peluncuran program Investasi Padat Karya untuk Penyerapan Tenaga
Kerja Indonesia di Balaraja, Tangerang, Banten, Senin (5/10/2015).

Program padat karya itu digelar oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di pabrik
PT Adis Dimension Footwear dan dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo. Pada kesempatan
itu, Presiden menegaskan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia bakal terus bergeliat
seiring realisasi investasi dalam dan luar negeri serta digulirkannya paket stimulus kebijakan
ekonomi.

Masih banyak peluang di negara kita yang bisa diangkat menjadi sebuah investasi yang
menciptakan lapangan kerja, kata Presiden Joko Widodo.
Menperin menambahkan, Pangsa pasar alas kaki buatan Indonesia di pasar dunia sebesar 2,85
persen pada 2014 dan menduduki peringkat enam besar setelah China, Italia, Vietnam,
Jerman dan Belgia. Hal ini memperlihatkan bahwa industri alas kaki mempunyai peluang
untuk terus meningkatkan ekspor.

Sementara itu, Kepala BKPM Franky Sibarani, menyatakan pemerintah ingin


mengkomunikasikan kepada publik dan investor bahwa di saat marak pemberitaan tentang
PHK, ternyata banyak perusahaan sektor padat karya yang tetap melaksanakan realisasi
proyek investasinya dan menyerap tenaga kerja.

Saat ini ada 16 perusahaan yang berinvestasi, yang terdiri dari 11 PMA dan 5 perusahaan
PMDN investasi padat karya di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang mampu menyerap
sedikitnya 121.285 tenaga kerja dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019).

Nilai total rencana investasi yang digelontorkan sebesar Rp.18,9 Triliun dan total realisasi
investasi sebesar Rp.11,4 Triliun (sampai dengan September 2015) dengan total perkiraan
nilai ekspor sebesar 1.3 Miliar dolar AS.

Pelaku industri padat karya juga masih membutuhkan tenaga kerja baru seperti salah satu
pabrik garmen di Boyolali. Mereka bahkan masih kekurangan sebanyak 12 ribu karyawan,
papar Menperin Saleh Husin.(tri)

==

JAKARTA (Pos Kota) Industri tekstil dan alas kaki menjadi andalan industri manufaktur
karena mampu menyerap banyak tenaga kerja, memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri,
dan menyumbang devisa ekspor non migas yang cukup signifikan.

Untuk meningkatkan daya saingnya di pasar dalam dan luar negeri, Kementerian
Perindustrian (Kemperin) terus mendorong pengembangan industri tekstil dan alas kaki
nasional, kata Menteri Perindustrian, MS Hidayat, saat membuka Gelar Sepatu, Kulit dan
Fesyen 2014 di Jakarta.

Menurutnya, kinerja industri non migas yang tumbuh sebesar 6,25% atau lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,78 %, didukung oleh pertumbuhan
positif pada seluruh kelompok industri non migas, diantaranya industri tekstil, barang dari
kulit dan alas kaki yang tumbuh sebesar 6,06 % atau lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhannya tahun 2012 sebesar 4,27%.

Ia menambahkan, nilai ekspor produk tekstil pada tahun 2013 mencapai 12,68 miliar dolar
AS. Demikian juga dengan produk alas kaki yang mencapai 3,86 miliar dolar AS. Selain
nilai ekspor yang cukup besar, surplus neraca perdagangan produk tekstil dalam 5 tahun
terakhir secara rata-rata mencapai 4,5 miliar dolar AS per tahun, demikian juga dengan
industri alas kaki surplus ekspornya selama 5 tahun terakhir rata-rata mencapai 2 miliar dolar
AS, ujarnya.
Dengan nilai ekspor tersebut, lanjutnya, Indonesia mampu memenuhi sekitar 1,8% kebutuhan
dunia akan produk tekstil dan memenuhi sekitar 3% kebutuhan dunia akan produk alas kaki.

TENAGA KERJA

Menperin menambahkan, kedua kelompok industri tersebut juga menyerap banyak tenaga
kerja. Untuk industri tekstil tenaga kerja yang terlibat mencapai 1,55 juta orang, sedangkan
industri alas kaki tenaga kerja yang terlibat sekitar 750 ribu orang.

Namun Hidayat mengingatkan, globalisasi perdagangan dunia sangat berdampak pada


perdagangan nasional. Hal ini harus disikapi secara cermat terutama oleh dunia usaha
nasional.

Adanya kecenderungan perjanjian kerjasama, baik bilateral, regional maupun multilateral


atau dikenal dengan Free Trade Agreement (FTA) menyebabkan produk-produk dari negara
mitra kerjasama lebih mudah keluar masuk ke Indonesia, namun sebaliknya FTA juga dapat
memberikan dampak positif terhadap industri nasional melalui perluasan akses pasar.

Anda mungkin juga menyukai