Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37

minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk.,

2010).

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap

kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami

gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga

membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. BBLR hingga saat ini masih merupakan

masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada

masa bayi baru lahir (Proverawati danIsmawati, 2010).

Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibuibu muda berusia kurang dari 20

tahun. Remaja seringkali melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi

karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta

seefisien wanita dewasa. Pada ibu yang tua meskipu mereka telah berpengalaman,

tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat

mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia

ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat

pada wanita yang berusia di luar usia 20sampai 35 tahun (Wikipedia, 2010).

Masa yang paling rentan dari sepanjang kehidupan bayi adalah periode neonatal,

dalam laporan World Health Organization (WHO) Mengemukakan bahwa terdapat


empat juta kematian neonatus setiap tahunnya, sepertiga dari penyebab kematian

tersebut disebabkan oleh infeksi berat dan seperempatnya atau sekitar satu jutanya

karena sepsis neonatorum (WHO, 2009).

Sepsis neonatorum adalah suatu gejala klinis dengan mikroorganisme positif yang

didapat dari spesimen steril seperti darah, cairan serebrospinal, dan urin yang di ambil

dengan cara steril pada satu bulan pertama kehidupan (Thaver D et al, 2009) Sepsis

merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi. Sepsis menjadi salah satu

dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis awal sepsis seringkali

sulit ditegakkan, karena klinis sepsis yang muncul sangat beragam. Jika sepsis tidak

segera ditangani dapat mengakibatkan kegagalan fungsi organ yang dapat berujung

pada kematian. Sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada

neonatus masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat

ini (Enrione et al., 2007; Thomas et al., 2008)

Tanda dan gejala sepsis neonatorum biasanya tidak jelas dan non spesifik. Tanda

dan gejala dari sepsis neonatorum berupa tanda dan gejala umum seperti hipertermia

atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak tampak sakit, berat badan

menurun tiba-tiba(Surasmi (2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk menelaah

asuhan keperawatan pada bayi Ny. AP pada BBLR dengan Sepsis serta intervensi

keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien tersebut.


B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memaparkan tentang asuhan keperawatan pada Bayi BBLR dengan Sepsis dan

informasi tentang terapi pada pasien BBLR dengan Sepsis yang sesuai dengan

Evidence Based saat ini.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum Bayi BBLR dengan Sepsis.

b. Mengetahui gambaran masalah keperawatan yang terjadi pada Bayi BBLR

dengan Sepsis.

c. Mengetahui gambaran rencana asuhan keperawatan pada Bayi BBLR dengan

Sepsis.

d. Mengetahui gambaran implementasi keperawatan dan evaluasi pada Bayi

BBLR dengan Sepsis.

e. Mampu menelaah asuhan keperawatan berdasarkan implikasi keperawatan

yang terkait pada Bayi BBLR dengan Sepsis.

C. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan karya ilmiah akhir ini kelak dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan dalam ruang lingkup keperawatan. Karya ilmiah akhir ini dapat

dipergunakan untuk mahasiswa, instansi pendidikan keperawatan, dan

perkembangan ilmu keperawatan.

1. Bagi mahasiswa

Karya ilmiah akhir ini dapat menambah wacana bagi mahasiswa kesehatan

khususnya mahasiswa keperawatan dalam mempelajari konsep maupun praktik


asuhan keperawatan pada Bayi BBLR dengan Sepsis. Mahasiswa keperawatan

diharapkan mampu mempraktikkan asuhan keperawatan dengan tepat pada Bayi

BBLR dengan Sepsis. saat praktik di lapangan dengan pemahaman yang baik

terhadap asuhan keperawatan tersebut.

2. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan

Informasi dari karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat berguna bagi instansi

pendidikan PSIK FK UNSRI sebagai laporan hasil asuhan keperawatan

mahasiswa profesi ners pada Bayi BBLR dengan Sepsis.. Instansi juga dapat

menggunakan karya ilmiah ini sebagai sumber referensi bagi peserta didik,

terutama yang sedang mengikuti mata kuliah keperawatan anak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

1. Pengertian

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Manuaba et al.,2007; Damanik, 2008). Acuan

lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman Pemantauan Wilayah

Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai

hari ke tujuh setelah lahir (Putra, 2012).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan istilah lain untuk bayi prematur

hingga tahun 1961. Istilah ini mulai diubah dikarenakan tidak seluruh bayi dengan

berat badan lahir rendah lahir secara premature (Manuaba et al., 2007). World Health

Organization (WHO) mengubah istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat

bayi lahir rendah (low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang

sebelumnya 2500 gram menjadi < 2500 gram (Putra, 2012)

2. Etiologi

BBLR dapat disebabkan karena:

a. Persalinan kurang bulan / premature

Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.

Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus menahan
janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat daripada

waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum

cukup bulan.

Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim.Semakin muda umur

kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya

semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau

komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang

(prematur).

b. Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan

pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat).Retardasi pertumbuhan

intrauterine berhubungan dengan keaadaan yang mengganggu sirkulasi dan

efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan

keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan

nutrisi secara kronik dalam waktu yang lama untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin.Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan

walaupun berat lahirnya kecil.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah

(BBLR) adalah :

a. Faktor Ibu

- Gizi saat hamil yang kurang

- Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun


- Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

- Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah

(perokok)

- Faktor pekerja yang terlalu berat

b. Faktor Kehamilan

- Hamil dengan hidramnion

- Hamil ganda

- Perdarahan antepartum

- Komplikasi hamil : pre-eklampsia / eklampsia, ketuban pecah dini.

c. Faktor Janin

- cacat bawaan

- infeksi dalam rahim

d. Faktor yang masih belum diketahui

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah

dibedakan dalam:

- Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram

- Bayi berat lahir sangar rendah (BBLSR) berat lahir <1500 gram

- Bayi berat lahir eksterm rendah (BBLER), berat lahir <1000 gram

3. Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir

cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil

ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang

disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

keadaan- keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak

mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat

normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak

menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun

saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu

dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis

pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan

kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah

normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering

terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga

hanya member sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme

besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar

hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan

zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin

baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin

didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang

dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita

anemia beratdapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar. Semakin kecil

dan semakin prematur bayi, maka akan semakin tinggi risiko gizinya.

4. Manifestasi Klinis

a. Fisik

- bayi kecil

- pergerakan kurang dan masih lemah

- kepala lebih besar dari pada badan

- berat badan < 2500 gram

- panjang badan 45 cm, lingkar dada 30 cm, lingkar kepala 33 cm.

- Masa gestasi 37 minggu

b. Kulit dan kelamin

- kulit tipis dan transparan

- lanugo banyak

- rambut halus dan tipis

- genitalia belum sempurna

c. Sistem syaraf

- refleks moro

- refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna\

d. Sistem musculoskeletal

- axifikasi tengkorak sedikit

- ubun-ubun dan satura lebar

- tulang rawan elastis kurang

- otot-otot masih hipotonik


- tungkai abduksi

- sendi lutut dan kaki fleksi

e. Sistem pernafasan

- pernafasan belum teratur sering apnea

- frekwensi nafas bervariasi

5. Klasifikasi

Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1. Prematuritas murni.

Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat

badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut

Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).

2. Dismaturitas.

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.

Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan

(NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan(NCB-KMK),

Neonatus Lebih Bulan- Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK)

6. Komplikasi

- Hipotermia

- Hipoglikemia

- Hiperbilirubinemia

- Respiratory distress syndrome (RDS)

- Intracerebral and Intraventricular Haemoragge (IVH)


- Periventrikuler Leucomalasia (PVL)

- Infeksi bakteri

- Kesulitan minum

- Penyakit paru kronis (chronic lung disease)

- NEC (necrotizing enterocolitis)

- AOP (apnea of prematurity) terutama terjadi pada bayi <1000gram

- PDA (patent ductus arteriosus) pada bayi dengan berat <1000 gram

- Disabilitas mental dan fisik

- Keterlambatan perkembangan

- CP (Cerebral Palsy)

- Gangguan pendengaran

- Gangguan penglihatan seperti ROP (Retinopathy of prematurity)

7. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan diagnostic

- Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai

23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).

- Hematokrit (Ht) : 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan

polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic

prenatal /perinatal).

- Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia

atau hemolisis berlebihan).

- Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12

mg/dl pada 3-5 hari.


- Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-

rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.

- Pemantauan elektrolit ( Na, K, CI) : biasanya dalam batas normal pada awalnya

- Pemeriksaan Analisa gas darah

b. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta

menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultra

sonografi.

- Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau laboratorium

kalau hipoglikemia perlu diatasi.

- Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau laboratorium

kalau hipoglikemia perlu diatasi

- Pemeriksaan darah rutin, AGD, dan kadar elektrolit

- Tes kocok(shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan

- Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.

- Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita

aspirasi mekonium

- Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan dan bila frekwensi lebih dari

60x/ menit dibuat foto thorax.

- Pemeriksaan skor Ballard


8. Penatalaksanaan

a. Pemberian Vitamin K

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian atau peroral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur

3-10 hari, umur 4-6 minggu)

b. Mempertahankan suhu tubuh normal

- Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,

seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pamancar panas, incubator, atau

ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk

- Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

- Ukur suhu tubuh sesuai jadwal

c. Pemberian minum

- ASI merupakan pilihan utama

- Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara

apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi

menghisap paling kurang sehari sekali

- Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 gram/hari

selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu

- Pemberian minum minimal 8 x /hari. Apabila bayi masih menginginkan dapat

diberikan lagi

- Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskuler dan respirasi yang tidak stabil,

fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomaly mayor saluran cerna, NEC, IUGR

berat dan berat lahir < 1000 gram


9. PATHWAY
B. SEPSIS NEONATORUM

1. Pengertian

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala

sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat

berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang

memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.

(Surasmi, 2003)

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik

akibat

infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa

dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007). Sepsis neonatorum

adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran

(Mochtar, 2005).

2. Etiologi

Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat

menyebabkan sepsis. Sepsis neonatorum awitan dini sering dikaitkan dengan

adanya infeksi bakteri yang didapat dari ibu, biasanya diperoleh saat proses

persalinan atau in utero. Pola bakteri penyebab sepsis dapat berbeda-beda antar

negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. (Khan, 2012)

Di negara maju, bakteri yang sering ditemukan pada sepsis neonatorum

awitan dini adalah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Haemophillus

influenzae dan Listeria monocytogenes. Sedangkan di Indonesia yang termasuk


negara berkembang, penyebab terbanyak sepsis neonatorum awitan dini adalah

bakteri batang gram negatif. Escherichia coli merupakan kuman patogen utama

penyebab sepsis pada bayi premature (Aminullah et al, 2010).

3. Patofisiologi

Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara

mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis,

melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil,

sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan

fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum.

Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk

menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme

penyebabnya, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum sama

dan tidak tergantung penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram negatif

dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding

sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non

spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS

terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat

reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi (Hapsari, 2009).

Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan

pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin

proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) ,

interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8

mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat
mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator

seku nder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),

prostaglandin, dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai

tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel (Nasution,

2008).

Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri

intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu

yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama

kehamilan. Peningkatan kadar Ig M merupakan indikasi adanya infeksi neonatus.

Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan /

pranatal, saat persalinan/ intranatal, atau setelah lahir/ pascanatal. Paparan infeksi

pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita penyakit tertentu,

antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma, Rubella,

Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara hematogen

melewati plasental ke fetus (Nasution, 2008).

Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi

dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa

neonatal atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di

dapat saat intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin

terlindung dari bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi

kerusakan lapisan amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis.

Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion

yang mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang


berakibat pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat

ketuban pecah atau dapat pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban

pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi

dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi

saat kehamilan, proses persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan

dini (early onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7

hari pertama setelah lahir (Hapsari, 2009).

Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari lingkungan

sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan, saluran

cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal

dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain perbedaan

dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan late onset)

sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian

patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak

banyak berbeda (Hapsari, 2009).

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak

spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum

meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada

tampak sakit, berat badan, menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada saluran

pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot

pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung; Tanda dan gejala

pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis;
Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau

tidak mau minum, diare; Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks

moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol,

pernafasan tidak teratur; Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat,

ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.

5. Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan

menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal

sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)

(Anderson-Berry, 2014). Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan

infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam)

dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi

secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan

atau kelahiran bayi. Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus

per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI,

2008).

Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang

berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses infeksi

semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk

didalamnya infeksi karena kuman nasokomial (Aminullah, 2010).


6. Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis yang dapat menyebabkan

terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute

respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien

sepsis neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan dengan penggunaan

aminoglikosida, seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala

sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan

sampai dengan retardasi mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes,

2007).

7. pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan kultur darah sampai saat ini merupakan baku emas dalam

menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil

kultur akan diketahui dalam waktu minimal tiga sampai lima hari. Kultur darah

pada pasien sepsis neonatorum dapat ditemukan hasil yang negatif, meski telah

didukung oleh gejala klinis yang jelas. Pemberian antibiotik pada sebagian besar

ibu hamil untuk mencegah persalinan prematur diduga sebagai penyebab tidak

tumbuhnya bakteri pada media kultur. Hasil kultur juga dipengaruhi oleh

kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya pada neonatus yang dapat menekan

pertumbuhan kuman. Hasil kultur negatif palsu juga dapat disebabkan sedikitnya

jumlah sampel darah yang diperiksa (Depkes, 2007).

Pewarnaan gram merupakan teknik tertua dan sampai saat ini masih sering

digunakan di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman. Pemeriksaan

untuk identifikasi awal ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan fasilitas
laboratorium terbatas, walaupun dilaporkan terdapat kesalahan pembacaan pada

0,7% kasus serta bermanfaat dalam menentukan penggunaan antibiotik pada awal

pengobatan sebelum didapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteri (Depkes, 2007).

Pemeriksaan lain untuk mendiagnosis sepsis neonatorum adalah pemeriksaan

komponen darah. Sekitar 10-60% pasien sepsis neonatorum menunjukkan jumlah

trombosit yang kurang dari 100.000/mm3 dan terjadi pada satu sampai tiga minggu

setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam

menunjang diagnosis daripada jumlah trombosit. Enam puluh persen pasien sepsis

biasanya disertai perubahan hitung neutrofil. Rasio antara neutrofil imatur dan

neutrofil total (rasio I:T) sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis

neonatorum. Sensitivitas rasio I:T ini 60-90%, sehingga untuk diagnosis perlu

disertai kombinasi dengan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang lain. C-

reactive protein adalah protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan,

meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatorum. Pemeriksaan ini tidak dapat

dipakai sebagai indikator tunggal dalam menegakkan sepsis neonatorum karena

dapat meningkat pada berbagai kerusakan jaringan tubuh (Sundari dkk., 2008;

Aminullah, 2010).

Salah satu upaya yang dilakukan akhir-akhir ini dalam menentukan diagnosis

dini sepsis neonatorum adalah pemeriksaan biomolekuler dengan menggunakan

Polymerase Chain Reaction (PCR). Kadar sitokin proinflamasi (IL2, IL-6, IFN-g,

TNF-a) dan antiinflamasi (IL-4, IL-10) pada bayi baru lahir akan terlihat meningkat

pada bayi dengan infeksi sistemik (Aminullah, 2010).


8. Penatalaksanaan

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis

neonatorum, sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan

mempunyai kendala tersendiri. Penggunaan antibiotik empiris dapat segera

dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan.

Antibiotik empiris dapat segera diganti apabila sensitivitas kuman diketahui.

Beberapa terapi suportif (adjuvant) juga mulai dilakukan, walaupun beberapa dari

terapi tersebut belum terbukti menguntungkan (Depkes, 2007).

Terapi suportif pada keadaan sepsis sangat dibutuhkan, seperti pemberian

oksigen, inotropik, dan komponen darah. Terapi suportif dalam kepustakaan disebut

dengan terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan di kepustakaan antara

lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), transfusi dan komponen darah,

granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF), transfusi

tukar (TT), serta inhibitor reseptor IL-1 (Depkes, 2007).


9. Pathway Sepsis

Infeksi kuman

Bakteri gram (-): saluran Bakteri gram (+): infeksi kulit,


saluran respirasi, luka terbuka
empede, saluran
seperti luka bakar
gastrointestinum

Disfungsi dan kerusakan


endotel dan disfungsi
organ multipel

SEPSIS

Perubahan fungsi Perubahan ambilan Terhambatnya Terganggunya sistem


miokardium dan penyerapan O2 fungsi mitokondria penrcernaan
terganggu

Kontraksi jantung
Nafsu makan
menurun Suplai O2 terganggu
Kerja sel menurun menurun

Curah jantung sesak Penurunan respon Ketidakseimbangan


menurun imun nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Gangguan
Suplai O2 menurun Resiko infeksi
pertukaran gas

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

Anda mungkin juga menyukai