Anda di halaman 1dari 11

BAB.

KEMASAKAN DAN GRADING

BUAH-BUAHAN DAN SAYUR-SAYURAN

Buah dan sayuran perkembangan dimulai dengan pembentukan suatu bagian yang
dapat dimakan, pembentukan buah, kemunculan bibit, perkembangan umbi, atau
perkembangan tangkai bah dan diakhiri dengan kehilangan karakter bagian yang dapat
dimakan, melalui kemunduran fisiologi, perkembangan karakter serat-seratan atau kerusakan
(spoilage) melalui intervensi mikrobiological (Ryall and Lipton,1972; Reid, 1992). Kondisi
kemasakan dari komoditas hortikultura segar adalah merupakan kontinum sepanjang waktu
perkembangannya (Gambar 1). Scala waktu berhubungan dengan perkembangannya, tetapi
secara pasti lamanya waktu tersebut sangatlah bervariasi dan sangat uniq untuk setiap
komoditas. Istilah matang (Mature) berkaitan dengan titik dalam scala waktu perkembangan
sewaktu komoditi hortikultura dalam suatu keadaan yang siap untuk dipergunakan (proses,
simpan) atau dimakan.

Kualitas disisi lain berhubungan dengan derajat kepuasan dari konsumen atau
pengguna seperti ditetapkan berdasarkan pengunaan dari komoditas yang masak tersebut.
Kenyataannya kepuasan dapat berkurang karena produk lewat atau kurang masak, dengan
demikian produk tersebut dikatakan berkualitas kalau mempunyai kemasakan optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut penentuan saat panen sangat penting agar produk yang
dihasilkan mempunyai nilai tinggi sesuai kebutuhan pasar Karena dari persamaan keduanya
antara masak dan kualitas saling berhubungan dan dengan dugaan atau kebutuhan pasar.

Dugaan atau kebutuhan pasar diwujudkan melalui peraturan atau pedoman yang
dikeluarkan oleh kelompok penanam, melalui rencana kontrak, atau melalui autoritas
pemegang kebijakan yang diwujudkan sebagai standar kualitas atau grade dan didukung oleh
badan yang berwenang mendukung pelaksanaan regulasi tersebut. Di Indonesia standar
kualitas ditentukan oleh badan yang berwenang untuk mengeluarkan tersebut dan produknya
diberi label dengan SNI.

GRADE

Di Canada baik buah-buahan maupun sayur-sayuran standar grade meliputi tiga hal
atau parameter yang meliputi nama komoditas, suatu seri klas grade kualitasna dan suatu seri
atribut yang pergunakan dalam penetapan standar grade tersebut seperti: warna, ukuran,
kemasakan, tekstur dan bebas tidaknya dari kerusakan seperti kebusukan, penyakit dan
kerusakan akibat benturan fisik. Semua itu dapat dilakukan dilapang dengan menggunakan
peralatan yang seminimum mungkin tidak harus menggunakan peralatan yang canggih ini
sangat perlu karena demi kemudahan dalam melaksanakan tugas serta kelancaran maupun
kecepatan dalam melakukan grading atau inspeksi di lapang. Walau kadang-kadang juga
diperlukan alat bantu agar dalam memberikan hasil yang akurat seperti alat pengukur warna
atau ukuran buah apel ada alat bantunya kalau memang diperlukan.

Standart grade di Canada nampak konsisten pada buah-buahan maupun sayur-sayuran


kriteria standartnya meliputi nama komoditas, suatu seri klas gradenya sesuai dengan standart
kualitas yang dapat dipenuhinya, dan suatu seri atribute kriteria standart yang dipergunakan
untuk menentukan grade setiap komoditas.

Atribute parameter kriteria seperti warna dan ukuran komoditas kadang-kadang


sering di kuantitaskan dengan menggunakan alat sebagai pembanding atau alat koreksi
kebenaran dari inspector dalam melakukan tugasnya. Kemampuan inspektor melakukan
tugasnya dengan baik dan benar dalam menentukan grade suatu produk atau sistem grading
secara umum dengan bantuan alat yang sesedikit-dikitnya atau minimal sangat penting karena
akan menentukan kecepatan dalam melaksanakan tugas.

KEMASAKAN

Salah satu hal yang penting sebagai parameter dalam menentukan standar grade suatu
komoditas adalah ekpresi dari tingkat kemasakannya. Secara umum dikatakan bahwa
kemasakan suatu produk adalah didefinisikan sebagai keadaan suatu produk dapat digunakan
ini dilihat dari sudut pandang pengguna/customer. Dalam beberapa produk seperti buah-
buahan, suatu proses pemasakan mungkin sangat diperlukan untuk mencapai kondisi suatu
produk buah secara optimal untuk dapat dikonsumsi. Proses pemasakan ini umumnya
ditunjukkan oleh perubahan dalam warna, tekstur (umumnya pelunakan), dan flavor dan
memberikan suatu perubahan yang ideal untuk kemasakan. Arti penting dari indikator
kemasakan ini adalah dalam menentukan atau memperkirakan kualitas atau kualitas gradenya
dari suatu komoditas yang akan dibutuhkan oleh pembeli.

PUSTAKA

Beveridge, T. H. J. (2003). Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. In
Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices. Ed.
A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker,
Inc. New York.
BAB. VI

PROSES-PROSES PASCA PANEN

Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dipanen masih
merupakan benda hidup, seperti kalau belum dipanen atau masih di pohon. Benda hidup
disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya
yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk
buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami prubahan-perubahan
yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari roduk
tersebut.

Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang
berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran cabon dioksida, serta
penguapan uap air dari dalam produk tersebut, yang petama kita kenal dengan istilah respirai
sedangkan yang kedua dikenal sebagai transpirasi.

Kehilangan air dari produk hortikultura kalau masih di pohon tidak masalah karena
masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda
dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena
produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga
tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah
dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan
perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.

Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti
dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga
akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya
menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.

Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki,
tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau
mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari
suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut
dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh penggunanya. Produk yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya maka
produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan
pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia).

PERUBAHAN FISIOLOGIS PRODUK HORTIKULTURA SETELAH PANEN


Kalau produk hortikultura masih di pohon maka produk tersebut masih medapatkan
pasokan / suplai apa saja yang diperlukan dari dalam tanah seperti air, udara serta unsur hara
dan mineral-mineral yang diperlukan untuk sintesis maupun perombak tetapi kalau produk
tersebut sudah lepas dengan tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah tidak terjadi
lagi/tidak berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang masih melekat
pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi kalau sudah lepas proses
fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi proses metabolisme tetap berlangsung baik
sintesis maupun perombakan. Proses metabolisme pada buah-buahan maupun sayur-sayuran
yang telah lepas dari pohonnya pada dasarnya adalah transpormasi metabolis pada bahan-
bahan organis yang telah ada atau telah dibentuk selama bagian tersebut masih dalam pohon
yang bersumber dari aktifitas proses fotosintesis. Selain itu juga terjadi pegurangan kadar air
dari dalam produk hortikultura tersebut baik karena proses pengeluaran lewat permukaan
produk maupun oleh proses metabolisme oksidatif termasuk proses respirasi dari produk
yang tetap terus berlangsung.

RESPIRASI

Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan menentukan daya tahan dari
produk tersebut baik buah-buahan maupun sayur-sayuran yang telah dipanen, sehingga sering
dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-
umbian tetapi banyak pula setelah produk tersebut dipanen tidak tahan lama untuk disimpan,
seperti pada produk buah-buahan yang berdaging maupun produk hortikultura yang lunak-
lunak seperti sayur-sayuran daun.

Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat belangsung terus
maka diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus menerus pula, dimana suplai energi
tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi pada setiap makhluk hidup termasuk
buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen, yang merupakan proses konversi
exothermis dari energi potensial menjadi energi konetis.

Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu:
pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi gula menjadi asam
piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya
menjadi CO2 , air, dan energi yang berlangsung secara aerobik. Masing-masing proses
tersebut dapat dilihat kembali pada Fisiologi Tumbuhan apa namanya ? Substrat dalam
proses respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam organis tetapi juga dapat
dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir sebagai sumber energi kurang
dominan, kalau kita lihat berbagai interaksi antara substrat dengan hasil-hasil antara respirasi
dan antara hasil antara yang satu dengan lainnya.

PENGUKURAN RESPIRASI
Secara umum dapat dikatakan bahwa laju proses respirasi merupakan penanda atau
sebagai ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal tersebut
behubungan dengan daya simpan produk hortikultura setelah panen.

Laju atau besar kecilnya respirasi yang terjadi dalam produk hortikultura dapat diukur
karena seperti kita ketahui bahwa respirasi secara umum terjadi kalau ada oksigen dengan
hasil dikeluakannya carbon doiksida dari produk yang mengalami respirasi maka respirasi
dapat diketahui dengan mengukur atau menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang
diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, serta energi yang ditimbulkannya.
Respirasi juga menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati dalam prakteknya
karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang dihasilkan reaksi
yang sedikit tersebut seperti setetes dalam air satu ember. Energi yang dikeluarkan juga
tidak ditenukan oleh karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur
dengan hanya satu alat saja. Proses oksidasi biologis juga diikuti dengan terjadinya kenaikan
suhu dan hal ini sebenarnya juga dapat dipergunakan sebagai penanda seberapa besar laju
respirasi yang terjadi/bejalan. Tetapi karena antara keduanya tidak ada hubungan
stoikiometrik maka perubahan suhu tidak dipergunakan sebagai penanda laju respirasi dalam
produk hortikultura. Pengukuran kehilangan substrat, seperti yang terjadi adanya respirasi
akan menyebabkan penurunan berat kering dari produk, tetapi ini mungkin sulit untuk
dilakukan pengukuran karena adanya variasi dalam perubahan berat kering secara absolut;
untuk itu diperlukan analisis kimia secara langsung.

Ternyata laju respirasi dari produk hortikultura yang telah dipanen mempunyai pola
yang berbeda-beda dan dari variasi pola laju respirasi ersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua bentuk laju respirasi yaitu kelompok yang mempunyai pola laju respirasi yang teratur,
dan kelompok lain kebanyakan produk hortikultura yang berdaging memperlihatkan
penyimpangan dari pola respirasi yang terdahulu.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU RESPIRASI

Kecepatan respirasi dari suatu produk hortikultura ternyata tidak selalu tetap tetapi
bervariasi, dan variasi tersebut dapat dsebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah:

a. Faktor dalam

Tingkat Perkembangan,

Susunan Kimiawi Jaringan,

Besar-kecilnya Komoditas.,

Kulit Penutup Alamiah / Pelapis Alami.

Type / Jenis dari Jaringan.


b. Faktor Luar.

Laju respirasi selain dipengaruhi oleh faktor dari dalam juga sangat dipengaruhi oleh
faktor yang ada di luar produk tersebut dimana kedua faktor tesebut saling berineraksi
apakah saling mendukung atau sebaliknya. Faktor-faktor dari luar tersebut adalah
meliputi:

Suhu.

Konsentrasi 02 dan C0 2 .

Zat Pengatur Pertumbuhan.

Salah satu zat pengatur pertumbuhan yang mempunyai peranan dalam


pematangan produk hortikultura adalah Ethylene.

Kerusakan Produk.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung.

Pantastico, E.B. 1975. Postharvest Phyisiology, Handling and Utilization of Tropical and
Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Westport,
Conecticut.

BAB. VII

KERUSAKAN PADA PRODUK HORTIKULTURA


I. PENDAHULUAN

Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat
ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan
petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh
petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak
mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau
kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan
lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.

Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk
hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen
mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-baiknya dapat
dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan hal
tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab
kerusakan pada produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau
upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan
terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan terjadinya sekecil
mungkin.

II. JENIS KERUSAKAN PADA PRODUK HORTIKULTURA

2.1. Kehilangan Berat dan Kualitas

Secara umum produk hortikultura yang telah dipanen sebelum sampai ke


konsumen atau dalam simpanan penyebab kerusakan yang utama adalah terjadinya
kehilangan air dari produk tersebut. Kalau kehilangan air dari dalam produk yang
telah dipanen jumlahnya relatif masih kecil mungkin tidak akan menyebabkan
kerugian atau dapat ditolelir, tetapi apabila kehilangan air tersebut jumlahnya
banyak akan menyebabkan hasil panen yang diperoleh menjadi layu dan bahkan
dapat menyebabkan produk hortikultura menjadi mengkerut.

2.2. Mikroorganisme

Agar produk hortikultura tidak lekas layu maka dalam penyimpanannya


diusahakan kelembaban lingkungan simpannya tinggi, tetapi kondisi kelembaban
tinggi dipenyimpanan sering menyebabkan munculnya jamur pada permukaan
produk hortikultura yang disimpan. Munculnya jamur pada permukaan produk
hortikultura yang disimpan akan menyebabkan kenampakan produknya menjadi
kurang menarik atau jelek sehingga akan menurunkan nilai kualitas dari produk
tersebut.

Agar produk hortikultura yang disimpan tidak cepat mengalami proses


kerusakan oleh mikroorganisme, diantaranya diupayakan dengan:

Menjaga kebersihan pada seluruh ruang penyimpanan

Menjaga sirkulasi uara pada ruang

Mengurangi terjadinya proses pegembunan pada produk yang dikemas

Mengurangi / menghindari menjalarnya perkembangan spora dari jamur.

Menggunakan bahan pencegah jamur, misalnya: dengan uap yang sangat panas
selama kurang lebih dua (2) menit pada ruang simpan atau kalau sangat terpaksa
dipergunakan bahan kimia seperti: Sodium Hypochlorit / trisodium Phosphat,
larutan Calsium Hypochlorit.

III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUSAKAN PRODUK

3.1. Relatif Humidity (Kelembaban Relatif)

Relatif humidity (RH) ruangan di mana produk hortikultura disimpan akan


mempengaruhi kualitas produknya. Apabila RH ruang simpan produk hortikulura
terlalu rendah maka akan menyebabkan produk hortikulura yang disimpan akan
mengalami kelayuan dan pengkerutan yang lebih cepat. Tetapi sebaliknya apabila
RH ruang simpan produk hortikultura terlalu tinggi juga akan mempercepat
proses kerusakan produk simpanan, karena akan memacu munculnya jamur-jamur
pada produk simpanan. Pada RH mendekati 100 % akan memberikan kondisi
yang cukup baik bagi pertumbuhan jamur atau pertumbuhan jamur akan sangat
hebat sehingga sampai pada bagian dinding ruang simpan juga bagian atapnyapun
akan ditumbuhi jamur.

3.2. Sirkulasi Udara

Pergeseran atau sikulasi udara diruang penyimpanan yang cepat selama proses
precooling produk simpanan dimaksudkan untuk menghilangkan panas dari
produk hortikultura yang dibawa dari lapang, setelah panas dari lapang tersebut
dipindahkan maka selanjutnya kecepatan sirkulasi udaranya dikurangi. Di dalam
ruang penyimpanan sirkulasi udara diperlukan dengan tujuan agar panas yang
terjadi selama berlangsungnya proses respirasi dari produk dapat diturunkan atau
dihilangkan juga dengan maksud untuk menyeragamkan kondisi / suhu ruang
simpan dari ujung satu dengan ujung yang lainnya.
3.3. Respirasi

Produk hortikultura yang disimpan dalam bentuk segar baik itu sayur-sayuran
ataupun buah-buahan proses yang terjadi dalam produk adalah respirasi. Dalam
proses respirasi ini akan terjadi perombakan gula menjadi CO2 dan air (H2O).

IV. USAHA UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN PRODUK HORTIKULTURA


DALAM SIMPANAN

4.1. Sanitasi

Ruang penyimpanan produk hortikultura perlu dipelihara dalam kondisi yang


bersih dan sehat hal ini sangat penting dilakukan untuk menjaga agar produk
hortikultura yang disimpan tetap dapat terjaga dalam kondisi segar. Ruang
penyimpanan yang dijaga tetap dalam kondisi bersih dan sehat akan memperkecil
serangan jamur dan organisme lainnya.

Dalam sanitasi sering dipergunakan senyawa kimiawi yang bersifat racun


seperti insektisida, untuk penggunaannya perlu memperhatikan konsep
keamanan pangan/HACCP.

4.2. Refrigeration

Tujuan dari refrigerasi dalam ruang penyimpanan produk hortikultura


terutama adalah untuk menekan aktivitas enzym respirasi, agar aktivitasnya
menjadi serendah mungkin sehingga laju respirasinya sekecil/selambat mungkin
produk hortikultura yang disimpan tetap terjaga kesegarannya.

4.3. Pelilinan (Waxing)

Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk
hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Maksud
dari pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat
sirkulasi udara dan menghambat kelayuan (menjadi layunya produk simpanan),
sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya
proses transpirasi.
4.4. Irradiasi

Pengendalian proses pembusukan produk hortikultura yang disimpan serta


perpanjangan umur simpannya baik itu produk buah-buahan maupun sayur-
sayuran segar dapat dilakukan dengan perlakuan penyinaran dengan
mempergunakan sinar Gamma.

4.5. Perlakuan Kimiawi dan Fumigasi

Perlakuan dengan menggunakan senyawa kimiawi telah banyak dipergunakan


dalam usaha memperpanjang lama penyimpanan produk-produk pertanian
termasuk produk hortikultura baik buah-buahan maupun sayur-sayuran, dan dapat
dikatakan sebagai cara yang umum dilakukan atau biasa dilakukan. Yang harus
diperhatikan dalam pemakaian senyawa kimia adalah penggunaan tetap menjaga
keamanan pangan sehingga tidak memberikan dampak yang merugikan bagi
keselamatan manusia mengingat produk hortikulura merupakan produk yang
dikonsumsi dan sering dokonsumsi dalam bentuk mentah / bukan olahan.

4.6. Pengemasan.

Upaya lain untuk memperpanjang waktu simpan produk hortikultura adalah


dengan pewadahan / pengemasan yang baik. Dengan pewadahan ini diharapkan
paling tidak dapat mengurangi terjadinya kerusakan karena terjadinya benturan
sesama produk selama proses penyimpanan, selain juga dapat mengendalikan
kelembaban dari produk sehingga produk dapat tetap segar.

DAFTAR PUSTAKA

Beveridge, T. H. J. (2003). Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables. In
Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices.
Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel
Dekker, Inc. New York.
Pantastico, E.B. 1975. Postharvest Phyisiology, Handling and Utilization of Tropical and
Subtropical Fruits and Vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Westport,
Conecticut

Anda mungkin juga menyukai