Kinetika Enzim
Dr. EFRI MARDAWATI
Pendahuluan
3
Struktur Enzim
Enzim merupakan protein
berbentuk globular
Struktur enzim merupakan
struktur tiga dimensi yang
kompleks
Unit fungsional enzim disebut
holoenzim
Untuk dapat berfungsi dengan
baik, enzim memerlukan
koenzim dan kofaktor
4
Struktur Enzim (2)
7
Contoh
b c
CHO CHOH
H C OH H C OH
O
Hidrolisis OH C H O H
Hidrogenasi C
O H C OH
H C OH
+ H2O + H2
CH2OH
CH2OH
8
Xilosa Glukosa
Membran Sel
Xilosa Glukosa
NADPH
A
NADP+ NAD NADH
froktosa
B Xilulosa 6 fosfat
Xilitol Xilitol Xilulosa 5 fosfat
Gliseradehid 3 Gliserol
fosfat
NAD+ NADH
NADP
A = Xylose Reductase Piruvat NADH
NADPH
B = Xylitol Dehydrogenase
NAD
Asam asetat Etanol
9
Mekanisme Kerja Enzim
Untuk terjadinya suatu
reaksi kimiawi diperlukan
adanya input energi
minimum Energi Aktivasi
Pada kondisi saat mencapai
energi aktivasi ini, molekul
berada pada kondisi
transisi
10
Mekanisme Kerja Enzim (2)
Menaikkan temperatur dapat mempercepat
gerak molekul sehingga reaksi lebih cepat terjadi
Akan tetapi sistem biologis sangat sensitif
terhadap kenaikan temperatur
Enzim dapat meningkatkan laju/ kecepatan reaksi
tanpa menaikkan temperatur
Enzim menurunkan Energi Aktivasi untuk
mempercepat terjadinya reaksi
Enzim menciptakan jalur (pathway) baru untuk
terjadinya suatu reaksi 11
Mekanisme Kerja Enzim (3)
12
Mekanisme Kerja Enzim
Reaction coordinate
S
E
E Enzyme may
E
be used again
Enzyme-
substrate
complex P
11
13
Laju dan Orde Reaksi
Reaksi non-enzimatik perubahan
Substrat (S) menjadi Produk (P):
Laju/ kecepatan reaksi (V)
didefinisikan sebagai:
= = [ ]
k = konstanta laju reaksi menunjukkan
kecepatan atau efisiensi reaksii
Reaksi orde satu 14
Laju dan Orde Reaksi (2)
= [ 1]1[ 2]1
= [ 1]1[ 2]0
= 1
16
Penyelesaian analisis
menggunakan 2 model asumsi:
17
Rapid Equilibrium Approach
Merupakan pendekatan yang digunakan oleh Michaelis-
Menten
Kesetimbangan pembentukan kompleks ES berlangsung
sangat cepat
Pada awal reaksi, pembentukan produk dapat diabaikan
Sesuai dengan neraca enzim dimana
Laju maksimum
Konstanta Michaelis-Menten 18
Rapid Equilibrium Approach (2)
19
Quasi Steady State Assumption
Asumsi ini mempertimbangkan bahwa konsentrasi awal enzim (E0) jauh lebih kecil
dibanding substrat (S0) sehingga d[ES]/dt 0
20
Quasi Steady State (2)
21
Penentuan Parameter Laju Reaksi
berdasarkan Eksperimen
1. Double Resiprocal Plot (Lineweaver- 2. Eadie-Hofstee Plot
Burk Plot)
22
Penentuan Parameter Laju Reaksi
berdasarkan Eksperimen (2)
3. Hanes- Woolf Plot 4. Batch Kinetics
23
CONTOH KASUS
24
25
9
8 0.5%
Xylose concentration (g/L)
7 1%
6 2.5%
5 5%
4 7.5%
3 10%
2 15%
1
0
0 30 60 90 120 150 180
Hydrolysis time (min)
26
PEMODELAN KINETIKA ENZIM PRODUKSI
0,04
V =Vm [S]/(Km + [S])
Laju reaksi V (g/L/min)
0,04
0,03
0,03
1 1 Km 1
0,02
0,02
v Vm Vm [ S ]
0,01
0,01
0,00
Vm
0 2 4 6 8 10 12
0,045
Parameter (g/L/menit)
[S] Konsentrasi xilan (g/L)
Kinetika Km
900
800 y = 152,5x + 22,12
6,896
700
R = 0,980 (g/L)
600
500
1/V
400
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6
1/S
27
PENYUSUNAN MODEL
KINETIKA
28
Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Pada Reaksi Enzimatik
1. Substrat
Konsentrasi substrat merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi yield dan laju awal reaksi (initial rate) suatu reaksi
hidrolisis enzimatik. Pada tingkat substrat yang rendah, peningkatan
konsentrasi substrat dapat meningkatkan yield dan laju reaksi hidolisis.
Tetapi pada konsentrasi substrat yang tinggi, dapat menyebabkan
penghambatan substrat karena dapat dapat menurunkan laju reaksi
hidrolisis. Penghambatan ini juga tergantung pada rasio antara total
substrat dan total enzim yang digunakan
29
2. Aktivitas enzim
Peningkatan dosis enzim dalam proses dapat meningkatkan yield dan laju
reaksi enzimati tetapi secara signifikan dapat meningkatkan biaya proses.
Misal : Tahapan proses hidrolisis bahan lignoselulosa secara enzimatik
menjelaskan, terdapat 3 tahapan proses hidrolisis enzimatik (Sun dan
Cheng, 2002):
Adsorpsi enzim ke permukaan komponen lignoselulosa (selulosa atau
hemiselulosa)
Biodegradasi selulosa atau hemiselulosa menjadi gula-gula
Desorpsi enzim selulase atau xilanase
3. Kondisi proses hidrolisis
Terdapat dua faktor penting dalam reaksi enzimatis yaitu pengaruh pH dan
pengaruh temperatur. Setiap enzim memiliki nilai pH dan temperatur
optimumnya masing-masing, dimana aktivitas enzim berada pada aktivitas
puncaknya. Semakin jauh nilai pH dan temperatur dari nilai optimum
maka aktivitas enzim itu dalam mengkatalisis reaksi semakin berkurang
(Shuler dan Kargi, 2002).
30
31
4. Aktivator
Aktifitas enzim selama proses hidrolisis dapat ditingkatkan dengan
menambahkan ion dan atau logam yang berfungsi sebagai aktivator.
Beberapa ion yang digunakan diantaranya Ca2+, Ag+, Br-, Co2+, dan Ba2+.
Penambahan ion-ion aktivator tersebut bersifat spesifik, bergantung pada
jenis mikroorganisme penghasil enzim selulase yang digunakan. Dalam
database enzimatik Brenda (Brenda-enzyme.org), dapat ditemukan daftar
ion yang dapat berfungsi sebagai aktivator untuk enzim yang berbeda.
Sebagai contoh ion Ca2+ dapat menstimulasi aktifitas dari endoglukanase
pada mikroorganisme Thermobifida fusca.
Aktivitas enzim selama proses hidrolisis dapat mengalami penurunan.
Misalnya penyerapan enzim selulase pada molekul selulosa dapat secara
parsial menurun, bahkan mengalami deaktivasi (Sun dkk, 2002).
Penambahan surfaktan selama proses hidrolisis mampu memodifikasi
permukaan selulase dan meminimalisis penurunan aktivitas enzim. Sun
dkk (2002) juga melaporkan beberapa penelitian mengenai beberapa jenis
surfaktan yang dapat digunakan, yaitu Tween 20, Tween 80, Tween 81,
polyoxyethylene glycol, Emulgen 147, amphoteric Anhitole 20BS, cationic
Q-86W, beberapa jenis lemak seperti sophorolipid dan rhamnolipid, serta
bacitracin.
32
5. Inhibitor
Aktivitas enzim dapat dihambat oleh produk akhir atau produk antara.
Aktivitas selulase dapat dihambat aktivitasnya oleh selobiosa atau glukosa
(Sun dan Cheng, 2002). Sementara itu aktivitas xilanase dihambat oleh
senyawa xilosa, glukosa, mannosa, arabinosa dan komponen antara
lainnya.
Komponen tertentu dapat terikat pada enzim sehingga menghambat kerja
enzim tersebut. Inhibisi enzim dapat bersifat reversible atau irreversible.
Inhibitor irreversible membentuk kompleks dengan enzim yang stabil
seperti tembaga, cadmium, dan merkuri. Inhibisi kerja enzim oleh cara ini
hanya dapat ditangani dengan menambahkan agen pengkelat seperti EDTA
dan asam sitrat. Inhibisi reversible membentuk komplek dengan enzim
yang cenderung mudah untuk dipecahkan, dan dapat merupakan salah
satu dari 4 tipe sebagai berikut: inhibisi kompetitif, inhibisi non
kompetitif, inhibisi unkompetitif, dan inhibisi substrat.
33
Inhibisi Enzim
Beberapa senyawa dapat terikat pada enzim sehingga mengurangi aktivitas enzim
tersebut disebut enzime inhibitors
Inhibisi dapat bersifat irreversible atau reversible
Irreversible inhibition inhibisi oleh logam berat (cadmiun, timbal, merkuri)
Reversible inhibition dapat dengan mudah terlepas dari enzim setelah terikat
34
Competitive Inhibition
Zat penghambat ini mempunyai struktur yang mirip dengan
substrat. Oleh karena itu, zat penghambat dan substrat
bersaing untuk dapat bergabung dengan enzim membentuk
kompleks enzim- substrat. Selain menghambat ikatan antara
enzim dengan substrat, inhibitor dapat menghambat
penguraian dan pembentukan senyawa baru. Inhibitor
berikatan lemah (ikatan ion) dengan enzim pada sisi aktifnya
sehingga inhibitor ini bersifat reversibel. Dengan menambah
kepekatan substrat, inhibitor tidak mampu lagi bergabung
dengan enzim.
35
Competitive Inhibition
Inhibitor kompetitif memiliki struktur yang analog dengan substrat
kompetisi terjadi pada sisi aktif enzim
Neraca enzim:
36
Non-Competitive Inhibition
Pada umumnya, inhibitor ini tidak memiliki struktur yang
mirip dengan substrat dan bergabung dengan enzim pada
bagian selain sisi aktif enzim. Jika inhibitor ini bergabung
dengan enzim maka akan mengubah bentuk sisi aktif enzim.
Dengan demikian, bentuk sisi aktif tidak sesuai lagi dengan
bentuk substrat (ingat model kerja enzim teori gembok
kunci). Contoh inhibitor non-kompetitif, antara lain: pestisida
(DDT) dan paration yang menghambat kerja enzim dalam
sistem syaraf, serta antibiotik dan penisilin pada sel bakteri.
Perhatikan Gambar 1.1 (b). Berbeda dengan dua macam
inhibitor yang lain, inhibitor irreversibel melekat pada sisi aktif
enzim dengan sangat kuat (ikatan kovalen) sehingga tidak
dapat lepas dari enzim (irreversibel). Akibatnya, enzim
menjadi tidak aktif. 37
Non-Competitive Inhibition
Inhibitor tidak analog dengan substrat terikat pada sisi selain sisi aktif enzim
Neraca enzim:
38
Gambar (a) Bentuk substrat dan
enzim normal, (b) Inhibitor non-
kompetitif, dan (c) Inhibitor
kompetitif.
39
Uncompetitive Inhibition
Inhibitor tidak terikat pada enzim secara langsung, melainkan pada kompleks ES
Neraca enzim:
40
Inhibisi Substrat
Apabila konsentrasi substrat terlalu tinggi maka dapat menyebabkan inhibisi enzim
41
Inhibisi Substrat (2)
42
43
Pengaruh pH terhadap Kinetika
Enzim
Enzim memiliki grup ion pada sisi aktif perubahan pH akan mengubah bentuk
ion mempengaruhi keaktifan enzim dan laju reaksi
Perubahan pH juga akan memperngaruhi struktur 3D enzim
Konstanta kesetimbangan:
Neraca enzim:
44
Kinetika Denaturasi Enzim akibat
kenaikan temperatur (T)
Kenaikan temperatur di atas batas tertentu akan menurunkan aktivitas enzim
karena enzim mengalami denaturasi
Kinetika denaturasi enzim dapat dijelaskan melalu persamaan berikut:
Sehingga
45
Imobilisasi Enzim
46
Hambatan Difusi pada Sistem Enzim
Terimobilisasi
Hambatan difusi akan bergantung pada:
1. Jenis support material
2. Kondisi hidrodinamik
3. Distribusi enzim dalam atau pada permukaan support
Seberapa besar pengaruh hambatan difusi terhadap laju reaksi dinyatakan dalam
Damkohler number (Da):
47
Kasus 1: Enzim terikat pada
Permukaan Non-Porous Support
Asumsi: semua molekul enzim aktif, dan substrat berdifusi melalui lapisan film di
sekitar permukaan support
Proses difusi diikuti dengan proses reaksi
48
Kasus 2: Enzim terperangkap dalam
matriks berpori
Substrat akan berdifusi melalu pori matriks dan bereaksi dengan enzim
Proses difusi dan reaksi berjalan simultan
49
PELAKSANAAN PENELITIAN
Metode Imobilisasi enzim menggunakan metal Metode Imobilisasi enzim menggunakan
(modifikasi dari Nagar, dkk. 2012) alginat (Pal, A dan Khanum, F., 2011)
50
HASIL HIDROLISIS ENZIM ACCELERASE IMOBIL
3,0
Konsentrasi xilosa (g/L)
2,0
Al2O3
Bioglass
1,0 TiO2
Alginat
0,0
0 1 2 3 4 5
100
Pemakaian ke-
51
Tugas
Shuler- Kargi:
1. 3.1
2. 3.5
52
Uji Aktivitas Xilanase
Pengujian aktivitas enzim xilanase berdasarkan Xu dkk, 2008, konig dkk
2002, Ghose dan Bisaria, 1987, menggunakan xilan da lam larutan buffer
asetat pH 5 (birchwood xylan 1%, Sigma Co., USA). dilakukan
menggunakan larutan xilosa sebagai standar. Ekstrak xilanase kasar
sebanyak 0,5 mL dicampurkan dengan 0,5 mL larutan xilan 1%. Campuran
tersebut kemudian diinkubasi dengan incubator shaker pada suhu 40C
selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan cara menambahkan 1,5 mL
DNS (larutan asam dinitrosalisilat) kemudian dididihkan selama 5 menit,
kemudian larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Vis
pada = 540 nm. I Unit aktivitas xilanase didefinisikan sebagai sejumlah
enzim yang dibutuhkan untk melepaskan 1 mol xilosa per menit selama
masa pengujian, biasanya dinyatakan dalam U/mL atau U/g.
Perhitungan aktivitas enzim dilakukan berdasarkan rumus :
( K sp K kt ).1000. f p
U
BM xilosa .t.V
53
dengan : U = aktivitas enzim (U/mL atau
mol/(menit.mL))
Ksp = kadar xilosa sampel (g)
Kkt = kadar xilosa kontrol (g)
1000 = faktor konversi dalam mol
fp = faktor pengenceran = 1
BM xilosa = berat molekul xilosa (150,13
g/mol)
t = waktu inkubasi (menit) = 15 menit
V = volume enzim digunakan dalam analisis (mL) = 0,5 mL
54
Metodologi Penelitian
Proses
Penyiapan peremajaan sel
substrat TKKS mikroorganisme
KARAKTERISASI TKKS
Proses
EVALUASI WAKTU KULTIVASI
produksi enzim
xilanase
EVALUASI UKURAN TKKS
KARAKTERISASI EKSTRAK
XILANASE Proses Analisis hasil
pemanenan
OPTIMASI KONDISI KULTIVASI
PRODUKSI XILANASE