Anda di halaman 1dari 16

I.

TUJUAN
1. Mengenali sifat-sifat produk berdasarkan kenampakannya
2. Mempelajari sifat-sifat tekstur dari bermacam-macam jenis makanan
3. Mengenal perbedaan tekstur dari suatu jenis makanan/bahan dengan jenis
makanan lainnya.
4. Mengenal sifat tekstur yang harus dipunyai oleh suatu jenis makanan.
II. TEORI DASAR
Penggunaan uji inderawi untuk berbagai keperluan industri pangan telah
meluas dan berkembang. Uji inderawi merupakan pengujian terhadap sifat
karakteristik bahan (pangan) menggunakan indera manusia. Sehingga dalam
aplikasinya diperlukan suatu kepekaan yang tajam.
Salah satu uji inderawi yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah uji
organoleptik. Uji organoleptik merupakan proses penentuan kualitas produk pangan,
dengan menggunakan alat inderawi manusia (panelis) dalam hal ini dengan memberi
penilaian pada produk untuk kesukaan terhadap warna, aroma, citarasa, dan atekstur
(Soewarno, 1985).
Kenampakan suatu produk dapat menentukan kualitas dan tingkat
kematangan. Cacat genetis-fisiologis yang mempengaruhi bentuk dan warna akan
langsung dapat dilihat oleh indera penglihatan sehingga dapat menurunkan nilai jual.
Selain itu kenampakan ini juga dapat melihat tekstur yang halus dan kasar akibat
adanya pantulan cahaya (Sobir dan Siregar, 2010).
Menurut Nasution (1980) bahwa faktor faktor yang diuji organoleptik
meliputi warna, aroma, citarasa dan tekstur. Dalam melakukan penilaian, indera
pertama yang memberikan reaksi adalah mata. Mata menilai penampakan makanan,
seperti warna, bentuk (keutuhan) dan ukuran makanan. Indera kedua adalah hidung,
sifat aroma yang digunakan sebagai kriteria penilaian kualitas atau batasan aman
makanan untuk dikonsumsi. Sedangkan pengecapan rasa adalah tahap ketiga dari
penilaian, indera perasa dalam mulut dapat membedakan empat macam rasa, yaitu
asin, manis, asam dan pahit. Namun, pada praktikum kali ini tidak dilakukan
identifikasi rasa produk atau sampel.
Menurut Winarno (1993) salah satu unsur sensoris yang paling penting untuk
produk pangan adalah warna, meskipun aroma, rasa dan tekstur kurang menarik.
Namun jika warnanya tidak sesuai dengan warna bahan makanan, maka bahan
makanan tersebut tidak menarik, memang dalam beberapa hal makanan dinilai
berdasarkan warna. Uji sensoris digunakan sebagai standard pengendalian mutu pada
bahan baku, proses produksi, dan produk akhir sehingga diperoleh data yang akurat
dalam rangka pengembangan produk yang disukai konsumen dan mampu bersaing di
pasaran.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
1. Gelas
2. Piring
3. Pisau
4. Sendok

3.2. Bahan
1. Apel
2. Beras
3. Kacang merah
4. Kentang
5. Minyak goreng
6. Susu
IV. PROSEDUR KERJA
1. Contoh produk yang disajikan diamati dan diberikan penilaian terhadap
kenampakannya (bentuk, keseragaman bentuk, warna, kilap, cacat/kerusakan
seperti layu, noda, belah, pecah,dll)
2. Kentang dan apel dipotong dan dilihat perbedaannya dengan bagian luar.
3. Untuk susu dan minyak goreng, diambil satu sendok cairan lalu dituangkan
kembali ke wadah dan dilihat kekentalannya. Pengamatan kekentalan
dibandingkan dengan air mineral.
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum Evaluasi Sensori Pangan yang dilakukan kali ini yaitu mempelajari
mengenai sifat-sifat kenampakan suatu produk. Kenampakan suatu produk sangatlah
mempengaruhi daya terima produk oleh konsumen yang berdampak pada penilaian
kualitasnya sehingg berpengaruh juga terhadap daya jual produk tersebut.
Sampel yang digunakan untuk praktikum ini diantaranya apel, kentang,
kacang merah, beras, susu dan minyak goreng. sifat-sifat yang diamati dari sampel
tersebut meliputi sifat-sifat yang dapat dilihat oleh indera penglihatan seperti ukuran
dan keseragamannya, bentuk dan keseragamannya, warna dan keseragamannya, kilap
atau suram, jernih atau keruh, kekentalan, noda atau layu. Sifat kekentalan dan
kejernihan merupakan sifat yang diamati untuk produk yang berbentuk fluida atau
cairan sedangkan sifat ukuran, bentuk, kilap, dan noda ditujukan untuk produk padat.
Menuru Kramer dan Twigg (1970), Pengamatan kenampakan warna, ukuran,
dan bentuk ini penting dilakukan untuk keperluan grading pada saat pemasaran.
Semakin seragam bentuk komoditi, maka akan digolongkan dalam satu kelas yang
sama. Sedangkan dari segi warna, bentuk dan ukuran, semakin baik kenampakannya
maka akan dimasukan ke dalam grade atau kelas yang lebih baik pula. Khususnya
dalam hal warna, jika dirasa berbeda dengan umumnya atau terjadi perubahan
kualitas dalam hal warna, maka peluang untuk penolakan di pasaran akan semakin
besar. Parameter noda, layu, dan retak haruslah diperhatikan para petani karena
semakin banyak noda, layu atau retak, maka semakin buruk kualitasnya. Berikut ini
merupakan hasil pengamatan karakteristik kenampakkan pada beberapa komoditas
pangan :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sifat-sifat Kenampakan Makanan
Jenis Makanan
Kenampakan Kacang Minyak
Apel Kentang Beras Susu
Merah Goreng
Seragam Seragam
Seragam
A = 0,5 A = 0,2
Ukuran dan A =3,5 cm
Tidak cm ;B = cm ; B =
Keseragaman ; B = 6,5
seragam 1,5 cm ; 0,8 cm ;
Ukuran cm ; C =
C = 1,5 C = 0,5
6cm
cm cm
Jenis Makanan
Kenampakan Kacang Minyak
Apel Kentang Beras Susu
Merah Goreng
Bentuk dan Oblate Oblong Eliptical Eliptical
keseragaman seragam seragam seragam seragam
bnetuk
Warna dan Hijau Coklat Merah Putih 100% 100%
keseragaman 90% 100% 90% beras putih bening
warna merah seragam coklat 100% seragam kekuningan
10% 10%
Kilap atau Kilap Suram Kilap Suram Kilap Kilap
suram
Jernih atau Keruh Keruh
keruh
Kekentalan Kental Cairan
cairan
Noda, layu, Terdapat Retak/luka Tidak Tidak
retak, dll noda di ada ada
salahsatu
sampel
Lainnya
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017

Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel padat berupa apel, kentang,


kacang merah, dan beras memiliki karakteristik yang beragam termasuk bentuk dan
ukuran dari masing-masing sampel. Sampel apel memiliki ukuran yang tidak seragam
namun bentuknya seragam yaitu berbentuk oblate. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurhadi (2010) yang menyebutkan bahwa apel memiliki bentuk oblate/ datar pada
bagian ujung stem dan apeks. Warna dari buah apel adalah hijau dominan 90% dan
merah 10%, terlihat kilap, dan adanya noda di salah satu sampel yang kemungkinan
disebabkan oleh adanya penyakit pada kulit apel tersebut. Parameter kilap atau
suramnya kulit apel ini sangat berpengaruh pada tingkat penerimaan buah apel oleh
konsumen, sehingga tidak jarang para petani berupaya untuk memberikan perlakuan
sehingga produk ini dapat mengkilap dan dapat diterima oleh konsumen, dan tidak
jarang pula perlakuan instan yang tidak lazim dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut (Nurhadi, 2010). Warna merah pada kulit apel disebabkan karena apel
mengandung pigmen likopen yang dapat berfungsi sebagai zat anti kanker. Warna
merah yang tidak merata disebabkan oleh tingkat kematangan apel yang belum
sepenuhnya matang (Tawali dkk, 2014). Warna hijau pada buah apel disebabkan
oleh adanya pigmen klorofil yang terdapat dalam apel (Campbell, dkk., 2002 ).
Setelah dipotong bagian dalam buah apel berubah warna dari putih mejadi putih
kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi oksidasi sehingga buah apel
mengalami pencoklatan enzimatis.
Sampel bahan pangan padat yang diamati selanjutnya adalah kentang.
Menurut Haryanti (2010) kentang memiliki ukuran, bentuk, dan warna umbi yang
bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Bentuk umbi ada yang bulat, oval
agak bulat (bulat lonjong), dan bulat panjang. Berdasarkan warna umbi secara garis
besar kentang dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu kentang yang berumbi kuning,
putih, dan merah (Haryanti, 2010).
Bentuk kentang yang diamati seragam yaitu berbentuk oblong sedangkan
ukurannya tidak seragam berdasarkan pengukuran dimensi a,b,c dari sampel kentang
yang berbeda-beda. Ketidakseragaman ukuran ini dikarenakan kentang merupakan
salah satu bahan pangan yang tidak memiliki ukuran yang pasti setiap produknya
sehingga sangat sulit untuk memperkirakan ukuran dari kentang ini. Selain itu
perbedaan ukuran dan bentuk pada kentang dapat terjadi karena perbedaan tempat
atau waktu tanam dan dapat pula karena perbedaan nutrisi pertumbuhan yang
diterima satu kentang dengan yang lain.
Warna kentang yang diamati berwarna coklat dengan tingkat
keseragamannya seragam coklat 100%. Warna kentang bagian dalam yaitu kuning
namun sama halnya dengan apel, setelah dibiarkan beberapa lama kentang berubah
warna menjadi kuning kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya pencoklatan
enzimatis akibat logam serta kontak oksigen. Perubahan warna yang terjadi tidak
terlalu banyak perubahan seperti pada apel, hal ini bisa disebabkan karena kentang
hanya memiliki sedikit enzim fenolasenya. Berbeda halnya dengan apel, kentang
memiliki kenampakan yang suram karena permukaan kulit kentang tidak
memantulkan cahaya dan tidak mengandung lapisan lilin yang bisa menimbulkan
kilap dan terdapat retak/luka pada sampel yang diamati. Hal ini disebabkan karena
proses distribusi dan penyimpanan yang kurang baik. Apabila sampel tidak dikemas
dengan baik, maka sampel dengan mudah mengalami luka-luka karena guncangan
dan tekanan.
Sampel selanjutnya adalah kacang merah dan beras yang memiliki bentuk dan
ukuran yang seragam yaitu berbentuk elliptical dengan dimensi ukuran yang hampir
sama antar sampel namun pada sampel beras ada beberapa beras yang patah. Beras
patah disebabkan karena proses penggilingan yang menyebabkan kerusakan mekanis
pada beras tersebut (Astawan, 2004). Kacang merah memiliki warna yang tidak
seragam dengan tingkat keseragaman warna merah 90% dan putih 10 %, sedangkan
sampel beras memiliki warna yang seragam yaitu berwarna putih 100%. Beras biasa
berwarna putih kecoklatan agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron,
dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras berwarna merah, akibat
aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber
warna merah atau ungu (Astawan, 2004). Sampel kacang merah memiliki kilap
seperti buah apel karena kulit dari kacang merah mengandung lapisan lilin atau
adanya zat lilin yang sengaja ditambahkan, sedangkan sampel beras memiliki
kenampakan yang suram. Hal ini dikarenakan beras bukan bahan pangan yang dapat
memantulkan cahaya.
Beberapa patokan untuk memilih beras yang baik, sebagai berikut (Moehyi,
1992):
1. Beras berwarna keputih-putihan dan sedikit mengkilat. Jangan dipilih beras
yang warnanya agak keabu-abuan karena warna ini merupakan tanda bahwa
beras disimpan ditempat yang lembab atau pernah basah. Warna beras yang
agak kehijauan merupakan tanda bahwa beras itu berasal dari padi yang belum
masak benar waktu digiling.
2. Butiran-butiran biji beras tampak utuh atau tidak banyak yang patah.
3. Beras tidak mengeluarkan bau yang tidak wajar, seperti bau apek dan bau
karung
4. Beras tampak bersih dari kotoran seperti debu, ulat atau kutu beras, dan pasir.
Berdasarkan hasil pengamatan semua sampel bahan padat, secara keseluruhan
mempunyai karakteristik yang beberbeda-beda. Masing-masing bahan pangan
mempunyai karakteristik tersendiri meliputi benuk, ukuran, warna dll. Pada
komoditas yang sama sekalipun tidak semuanya memiliki karakteristik yang sama
persis. Hal ini dapat diakibatkan karena perbedaan cuaca, tempat dan kondisi
sehingga jumlah nutrisi yang tersedia untuk pertumbuhan berbeda. Perbedaan yang
dapat ditemukan misalnya adalah bentuk dan ukuran yang tidak seragam pada sampel
apel, adanya kilap pada sampel apel dan kacang merah yang menurut Sobir dan
Siregar (2010), kesan kilap disebabkan oleh zat lilin yang secara alami maupun
sengaja ditambahkan pada suatu produk dengan tujuan untuk memperbaiki
kenampakan dan memperpanjang umur simpan, sedangkan untuk sampel kentang dan
beras memiliki kenampakan yang suram karena tidak mengandung lapisan lilin atau
kulit tidak bisa memantulkan cahaya. Selain karakteristik yang telah disebutkan,
diamati juga adanya kerusakan atau noda pada sampel yang berdasarkan hasil
pengamatan terdapat kerusakan atau noda pada sampel apel dan kentang yang bisa
disebabkan oleh adanya penyakit pada sampel atau penanganan selama pasca panen
yang kurang baik (Pantastico, 1993).
Selain pengamatan pada sampel padat, pengamatan kenampakan sifat
inderawi juga dilakukan pada sampel cair berupa susu dan minyak goreng.
Karakteristik yang diamati untuk produk cair ini diantaranya warna dan keseragaman
warna, kilap atau suram, kejernihan sampel dan kekentalan sampel. Parameter
kejernihan adalah parameter yang khusus untuk produk cair. Jernih atau keruh juga
dapat memberikan ciri khas tersendiri dari produk tertentu (Soewarno, 1985).
Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi dan mengandung zat-zat
makanan yang lengkap dan seimbang, namun dibalik itu susu juga mudah mengalami
kerusakan jika tidak dilakukan dengan penanganan yang tepat. Susu adalah suatu
sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal
susu (Muchtadi, dkk., 2009). Menurut Tjahjadi (2008) susu adalah hasil sekresi
kelenjar-kelenjar susu hewan mamalia. Susu merupakan makanan yang hampir
sempurna apalagi jika dilihat dari segi gizinya yang kaya akan protein dan
mempunyai fungsi yang penting yaitu satu - satunya sumber makanan pemberi
kehidupan setelah kelahiran. Air susu terdiri dari zat-zat gizi dengan proporsi yang
seimbang.
Susu yang diamati memiliki warna yang putih 100% seragam, kenampakannya
yang keruh karena mengandung beberapa komponen yang berasal dari perahan
hewan ternak mengandung berbagai zat yang berguna bagi tubuh yaitu 87% air dan
13% adalah zat padat seperti lemak, protein, kalsium, dan sebagainya. Selain itu
terdapat adanya kilap yang bisa disebabkan oleh adanya kandungan lemak dalam
susu, dan juga teksturnya kental. Pada susu, kualitas yang baik adalah keruh.
Berdasarkan pengamatan terhadap sifat kekentalan cairan, susu memiliki sifat
kekentalan yang lebih kental daripada air mineral namun tidak lebih kental daripada
minyak goreng. Hal ini berarti kualitas susu yang diamati panelis cukup baik dan
dapat diterima. Jika pada produk susu kekentalannya berkurang atau semakin cair,
kemungkinan besar komponen lemak yang terkandung telah berkurang atau terpecah
(Usmiati dan Abubakar, 2009).
Sampel cair yang terakhir diamati adalah minyak goreng. Minyak goreng
adalah minyak atau lemak yang berasal dari pemurnian bagian tumbuhan, hewan,
atau dibuat secara sintetik yang dimurnikan dan biasanya digunakan
untuk menggoreng makanan. Minyak masakan umumnya berbentuk cair dalam suhu
kamar. Minyak masakan kebanyakan diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, seralia,
kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola (Sobir dan Siregar, 2010). Berdasarkan
hasil pengamatan, sampel minyak goreng memiliki warna yang seragam dengan
tingkat keseragaman warna 100% bening kekuningan. Karaketristik kenampakannya
keruh dan berupa cairan atau tidak lebih kental dari sampel susu. Menurut literature,
kualitas minyak goreng yang baik seharus jernih. minyak goreng yang keruh
kemungkinan besar masih terdapat impurity atau kotoran-kotoran yang seharusnya
dibersihkan untuk memberikan produk yang baik dari pengolahan yang menggunakan
minyak tersebut, dimana minyak ini sering disebut minyak curah. Minyak goreng
yang keruh juga bisa dikarenakan minyak tersebut telah mengalami proses
penjenuhan atau sudah pernah dipanaskan sehingga ikatan rangkapnya terpecah
sehingga menghasilkan ikatan jenuh dan keruh.
Kejernihan dan warna kuning sering dijadikan parameter utama konsumen
dalam menentukan kualitas minyak goreng. Padahal warna kuning dapat disebabkan
penambahan pewarna makanan dan bukan pigmen asli karoten yang terdapat pada
kelapa sawit. Pigmen ini justru kemungkinan besar hilang pada saat proses purifikasi
untuk menghilangkan warna merah yang merupakan warna asli minyak kelapa sawit.
Selain itu kejernihan pada minyak juga bukan merupakan indikasi bahwa gizi pada
minyak tersebut tinggi. Kejernihan hanya menggambarkan bahwa minyak tersebut
bebas dari padatan pengotor dan telah mengalami proses penyaringan atau
penjernihan selama beberapa kali.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa masing-
masing sampel memiliki kenampakan sifat inderawi yang berbeda-beda baik produk
pangan padat maupun cair. Perbedaan itu bisa disebabkan karena banyak factor
seperti adanya pengaruh genetic seperti menimbulkan perbedaan ukuran dan bentuk
pada sampel padat, perbedaan cara panen, iklim, budidaya, perbedaan pengolahan
yang dilakukan, dll. Apabila membandingkan antara bahan padat dan bahan cair,
bahan yang cair terasa lebih mudah untuk dinilai serta dapat dimengerti langsung
komposisi penyusunnya. Dengan demikian dengan adanya penilaian sensori terhadap
suatu bahan makanan baik yang padat maupun yang cair, sangat membantu dalam
mengetahui karakteristik inderawi dari makanan serta mengetahui sedikit komponen
penyusunnya yang dominan. Dengan penilaian sensori kita dapat mengenal
perbedaan antara bahan makanan yang satu dan yang lain.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil praktikum penilaian sensori pangan kali ini dapat disimmpulkan sebagai
berikut.
1. Apel memiliki ukuran tidak seragam karena pengukuran dimensi yang
dihasilkan berbeda-beda, namun bentuk dan warna seragam dimana warna
apel tersebut yaitu hijau kemerahan dan berbentuk oblate. Terdapat noda salah
satu sampel apel dan setelah dipotong bagian dalam buah apel berubah warna
dari putih mejadi putih kecoklatan karena proses pencoklatan enzimatis.
Selain itu sampel apel juga memiliki kenampakan kilap.
2. Kentang memiliki ukuran yang tidak seragam dengan bentuk oblong
seragam. Warna kentang tersebut yaitu warna cokelat yang seragam, hampir
seluruh permukaan kulit ditutupi noda tanah sehingga kenampakannya suram.
3. Kacang merah memilik bentuk elliptical seragam dengan ukuran yang hampir
seragam. Warna dari kacang merah yang diamati yaitu cukup seragam dengan
tingkat keseragaman warna 90% merah dan 10% coklat dan juga adanya
kenampakan kilap.
4. Beras yang diamati memiliki bentuk dan ukuran yang hampir seragam dengan
bentuk beras berupa elliptical, berwarna warna putih yang seragam, dan
kenampakannya suram.
5. Susu memiliki warna putih susu yang seragam dan memiliki kenampakan
yang keruh, lebih kental daripada air mineral dan adanya kenampakan kilap.
6. Minyak goreng memiliki warna yang seragam yaitu bening kekuningan,
terdapat kilap, berupa cairan, dan keruh.
6.2 Saran
Sebaiknya sampel buah apel/umbi kentang yang diamati tidak cacat, agar
panelis dapat benar-benar mengerti derajat kesempurnaan sampel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Cetakan I.
Penerbit Tiga Serangkai. Solo.

Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.

Haryanti, P. 2010. Keripik Kentang. Available at: http://www.scribd.com ( Diakses


pada tanggal 29 Oktober 2017)

Kramer, A. dan B. A. Twigg. 1970. Quality Control for The Food Industry Third
Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport Connection.

Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.


Bhratara. Jakarta.

Muchtadi, Deddy. 2009. Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta. Bandung.

Nasution A. 1980. Metode Penilaian Citarasa. Dept. IKK, IPB. Bogor.

Nurhadi, B. dan S. Nurhasanah. 2010. Sifat Fisik Bahan Pangan. Widya Padjadjaran.
Jatinangor.

Pantastico, Er.B., 1993. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah Kamariyani.
UGM Press. Yogyakarta.

Sobir dan F. D. Siregar. 2010. Budidaya Melon Unggul. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Soewarno,T. Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan


Hasil Pertanian. Penerbit : Bharatara Karya Aksara. Jakarta.

Tawali, Abu Bakar, dkk. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah
Buahan Impor Yang Dipasarkan Di Sulawesi Selatan. Universitas
Hassanudin. Makassar.

Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan: Volume 1. Jurusan


Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Usmiati, S., dan Abubakar. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Bila Saudara panen padi, kacang polong ataupun apel, apakah setiap
tanaman/rumpun menghasilkan produk yang mempunyai kenampakan yang
seragam? Jelaskan jawaban saudara.
Jawab:
Masing-masing bahan pangan mempunyai karakteristik tersendiri baik bentuk,
ukuran, warna dll. Pada komoditas yang sama sekalipun tidak semuanya
memiliki karakteristik yang sama persis. Hal ini dapat diakibatkan karena
perbedaan cuaca, tempat dan ketersediaan nutrisi dimana masing-masing produk
belum tentu mendapat nutrisi yang sama banyak. Selain itu terdapat faktor
eksternal lain yang mempengaruhi seperti kerusakan mekanis pada saat masa
tanam dan masa pemanenan, yang dapat diakibatkan karena digigit serangga atau
kerusakan pada saat pemotongan.

2. Apabila Saudara pergi ke pasar/supermarket, perhatikan bagaimana cara setiap


bahan atau produk makanan itu disusun. Bagaimanakah setiap jenis bahan itu
disusun dalam beberapa kelompok, apakah menjadi dasar pengelompokkan
tersebut? Apakah setiap kelompok itu memiliki harga yang sama/berbeda?
Jelaskan!
Jawab:
Produk pangan tersebut biasanya disusun dengan cara ditumpuk dan
dikelompokkan berdasarkan bentuk dan ukuran yang biasanya disebut dengan
grading atau pengkelasan. Grade A memiliki kenampakan yang paling baik
berdasarkan ukuran, bentuk dan warna. Pada kelas ini harga jualnya adalah harga jual
paling tinggi. Grade B, grade C dan seterusnya merupakan kelas dibawah grade A
dengan nilai jual semakin turun.

3. Mengapa kita perlu memperhatikan kerakteristik daging buah apel dan kentang
segar?
Jawab:
Karena warna daging buah apel dan kentang padat mengindikasikan tingkat
kesegaran produk. Daging buah apel dan kentang yang sudah tidak segar akan
berubah warna menjadi kecoklatan karena terjadinya reaksi oksidasi yang
menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis. Hal tersebut berpengaruh pada
kualitas buah yang akan mempengaruhi nilai jual dan penerimaan konsumen . Selain
itu kelayakan untuk dikonsumsi juga dapat dilihat dari daging buahnya. Buah apel
dan kentang yang segar mempunyai daging buah yang baik, mempunyai kadar air
yang tinggi, serta bebas dari bintik atau noda yang tidak diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai