BAB I
DEFINISI
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci
tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian
sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain,
pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan
pengelolaan limbah.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan
organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total
pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah mikroorganisme
yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan
dengan gesekan mekanisme yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia.
Flora transien yang flora tansit atau flira kontaminasi, yang jenisnya tergantung dari
leingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari
permukaan dengan gerakan mekanis dan pencucian dengan sabun. Cuci tangan harus
dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan
walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat
dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung
tangan.
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta, kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin.
Jenis alat pelindung: sarung tangan, masker dan gaun pelindung. Tidak semua alat
pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan
dikerjakan.
a. Sarung Tangan
2
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput
lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai
oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh.
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat
pasien tuberkulosa terbuka tanpa luka bagian kulit ataupun perdarahan. Masker
kacamata dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang
melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan
lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut
luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai. Bila ada indikasi
untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka masker selalu
dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan
sebelum melakukan cuci tangan bedah.
c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan sedapat
mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk
melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lain. Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada
saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase,
menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut, menangani
pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai
pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung harus
segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
3
harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4
tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strerilisasi atau DTT dan penyimpanan,
pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan tergantung pada kegunaan alat tersebut dan
berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi.
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam
harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh
digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang lain yang menembus
kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat
tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan
daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17% kecelakaan kerja disebabkan
oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian
dan sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan
ini dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan
jarum suntik setelah penggunaannya.
E. Pengelolaan Limbah
a. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak
dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah, yakni
sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.
b. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan yang
mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah
berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis, limbah
laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya, material yang mengandung darah
seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik,
misalnya potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya
jarum suntik.
F. Kecelakaan Kerja
4
Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui tusukan,
luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan percikan pada kulit yang tidak
utuh, misalnya pecah, terkikis atau kulit eksematosa. Kejadian seperti tersebut harus
dicegah dan keselamatan petugas harus diutamakan.
G. Kewaspadaan Khusus
Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan universal dan
salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan indikasinya.
5
BAB III
TATA LAKSANA
A. Cuci Tangan
a. Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan
atau bak penampung yang memadai. Denga guyuran air mengalir tersebut maka
mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan
akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat
berupa kran atau dengan cara mengguyur drngan gayung, namun cara mengguyur
drngan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui
gagang gayung ataupun percikan air brkas cucia krmbali kr bak prnampung air bersih.
Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana
dengan tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar mudah
dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.
Selain air mengalir ada 2 jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan, yaitu:
sabun atau deterjen dan larutan antiseptik.
c. Larutan Antiseptik
Larutan antispetik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada
kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas,
6
akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik
tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.
Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan
jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria
memilih antiseptik adalah sbb:
1. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas
(gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan tuberkulosis, fungi,
endospora)
2. Efektifitas
4. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
B. Alat Pelindung
a. Sarung tangan
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum
tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan medik
pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat
digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.
Adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan
bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung
tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
Sarung tangan tersebut dari latex atau viril yang tebal, seperti sarung tangan
yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah
tangga dipakai pada waktu membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja
7
kerja, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci dibilas
bersih.
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat
pasien tuberkulosis terbuka tanpa luka di bagian kulit/perdarahan. Masker digunakan
bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien.
Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka
masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan,
bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.
c. Gaun pelindung
Adapun jenis gaun pelindung tersebut berbagai macam bila dipandang dari
berbagai aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung kedap
air, gaun pelindung steril dan non steril.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat
melakukan pembedahan, sedang gaun pelindung non-steril dipakai di berbagai unit
yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah,
ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat, dan kamar bayi.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang
(kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat dipakai
sekali saja (disposable). Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar
bedah, karena lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi.
Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses
dekontaminasi dan dapat dipakai ulang, seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai
sebagai pelapis di bagian dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah
tembusnya cairan tubuh kepada pemakai atau untuk keperluan lain, seperti
pembersihan, pemulasaran jenazah, dsb.
8
Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada saat
membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan
cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan / WC / toliet, mengganti pembalut,
menangani pasien dengan perdarahan masif, melakukan tindakan bedah termasuk
otopsi, perawatan gigi, dsb.
Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk
gaun pelindung, atau celemek. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena
kotoran, darah atau cairan tubuh.
a. Dekontaminasi
Dapat dijumpai berbagai macam disinfektan di pasaran dengan daya kerja masing-
masing. Salah satu yang biasa dipakai terutama di negara berkembang seperti
Indonesia adalah larutan klorin 0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan
jenis alat atau permukaan yang akan didekontaminasi.
Ada beberapa cara melakukan disinfeksi tingkat tinggi, diantaranya adalah dengan
cara:
Merebus tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia maka cara
tersebut adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau daerah terpencil.
9
Cara ini adalah yang terbaik untuk DTT sarung tangan.
c. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan dengan tujuan
mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi adalah cara yang
paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan
langsung dengan darah atau jaringan di bawah kulit secara normal bersifat steril.
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam
harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh
digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau
mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut
didaur ulang walaupun sudah diotoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang
atas pertimbangan penghematan karena 17 % kecelakaan kerja disebabkan oleh luka
tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan
sebelum pembuangan serta 13% sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini
dapat dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum
suntik setelah penggunaannya.
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat
petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya.
Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut
melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan sementaranya, tanpa
menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau
ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recaping), gunakanlah cara
penutupan jarum dengan satu tangan (single handed recapping method) untuk
mencegah jari tertusuk jarum.
10
E. Pengelolaan Limbah
Limbah yang berasal dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
1. Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak kontak
dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah.
Semua limbahn yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal
sebagai sampah non-medik, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari
kegiatan di ruang tunggu pasien atau penunjang, raunag administrasi dan
kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa pembungkus makanan,
plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung dibuang
melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.
2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah kesehatan yang berasal dari bahan
yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan
dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit,
limbah medis dapat berupa:
Limbah klinis
Cara penanganan limbah klinis ini yaitu dengan cara sebelum dibawa
ketempat pembuangan akhir / pembakaran (insenerator) semua jenis limbah
klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning, dan
ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.
Limbah laboratorium
Cara penanganan limbah laboratorium ini dengan cara sebelum keluar dari
ruang laboratorium dilakukan strerilisasi dengan otoklaf selanjutnya ditangani
secara prosedur pembuangan limbah klinis, cara penanganan terbaik untuk
limbah medis adalah dengan insenerasi, dan cara lain adalah menguburnya
dengan metode kapurisasi.
11
3. Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun. Limbah
jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat-obatan sitotoksik dan
senyawa radio aktif.
F. Kecelakaan Kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik
bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan
tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial
yang tidak diinginkan. Yang terpenting disini adalah segera mencucinya dengan sabun
antiseptik, dan usahakan untuk meminimalkan kuman yang masuk ke dalam aliran
darah dengan menekan luka hingga darah keluar. Bila darah mengenai mulut, ludahkan
dan kumur-kumur dengan air beberapa kali, bila mengenai mata cucilah mata dengan
air mengalir (irigasi) atau garam fisiologis, atau bila percikan mengenai hidung
hembuskan keluar hidung, dan bersihkan dengan air.
G. Kewaspadaan Khusus
12
yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk,
bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau
bronkoskopi.
Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri bila mungkin. Bila tidak tersedia,
dapat di bangsal umum dengan pasien sejenis.
Gaun pelindung yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi
kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan
buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah yang tidak dapat
ditahan dengan pembalut. Gaun pelindung harus dilepas sebelum
meninggalkan ruangan.
13
BAB IV
DOKUMENTASI
Simalungun,
NIP.
14