Anda di halaman 1dari 11

KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

Pemotongan atau Penghematan Dana APBN dan Dampaknya terhadap Pengelolaan


Keuangan Negara dan Daerah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sejak proklamasi kemerdekaam Indonesia 17 Agustus 1945, sistem pemerintahan di
Indonesia mengenal sistem pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pemerintahan
daerah terdiri dari pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota. Di bawah
pemerintah kabupaten atau kota terdapat kecamatan dan setiap kecamatan dibagi menjadi
kelurahan atau desa. Dengan pembagian daerah administrasi ini, maka dituntut adanya suatu
sistem keuangan negara yang dapat menajmin kelancaran pemerintahan dan pembangunan.
Sehingga terjadilah transfer keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) belum direalisasikan secara


maksimal dalam penggunaannya, masih ada anggaran-anggaran yang terlalu berlebihan
dalam penggunaannya. Seharusnya anggaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan saja,
agar belanja negara dapat dimanfaatkan semaksimalnya. Oleh karena itu dalam rangka
pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN ini dibuat lah kebijakan untuk malakukan
pemotongan atau penghematan dana APBN.

Oleh karena itu penulis ingin membahas seperti apa pemotongan atau penghematan
dana APBN ini serta dampaknya terhadap pengelolaan keuangan negara dan daerah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Apakah pemotongan atau penghematan dana APBN dan dampaknya terhadap


pengelolaan keuangan negara dan daerah?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Agar bisa menjelaskan pemotongan atau penghematan dana APBN
2. Agar bisa memahami dampak pemotongan atau pengehmatan dana APBN
terhadap pengelolaan keuangan negara dan daerah.

Adapun manfaatnya adalah :

1. Bagi penulis, agar dapat memperdalam ilmu dan pemahaman penulis mengenai
pemotongan atau penghematan dana APBN serta dampaknya terhadap
pengelolaan keuangan negata dan daerah.
2. Bagi pembaca, agar bisa menambah wawasan pembaca mengenai hubungan
keuangan pusat dan daerah.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD)

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menunjuk pada hubungan
keuangan antarberbagai tingkatan pemerintahan disuatu negara dalam kaitannya dengan
distribusi pendapatan negara dan pola pengeluarannya, termasuk kekuasaan dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi terhadap tingakat pemerintahan yang lebih rendah
(Suparmoko, 2013).

Dalam sistem sentralisasi pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan


pemerintah daerah didasarkan pada dua kategori yaitu: pendapatan yang ditunjuk (Iuran
pembangunan daerah, pungutan produksi, cess) dan subsidi.

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan transfer dana
dari pusat ke daerah sistem desentralisasi dengan sistem otonomi daerahnya, dana transfer ke
daerah dialokasikan dalam bentuk dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Dana Bagi Hasil), dana otonomi khusus, dan dana penyesuangan yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dalam pelaksanaan HKPD secara internasional memiliki beberapa dampak positiF


dan dampak negatif terhadap anggaran. Tipe Transfer yang sebaiknya dihindari pengambil
kebijakan untuk merancang beberapa bentuk anggaran antar-pemerintah sebagai berikut:
1) Anggaran dengan tujuan yang tidak jelas.
2) Pendapatan umum suatu program pembagian dengan faktor ganda yang bekerja dalam
tujuan yang tumpang tindih, memperlemah akuntabilitas dan tidak menghasilkan
efisiensi atau tujuan ekuitas fiskal.
3) Desentralisasi pajak atau pembagian berdasarkan pajak menawarkan alternative yang
lebih baik untuk program pembagian pendapatan sebagaimana mereka mendorong
akuntabilitas ketika tetap menjada otonomi subnasional
4) Anggaran untuk membiayai defisit subnasional yang menciptakan insentif untuk
terjadinya defisit yang lebih besar dimasa yang akan datang.
5) Anggaran unconditional yang memasukkan insentif untuk upaya fiskal.
Memperbaiki pemberian pelayanan dan menurunkan biaya pajak sebaiknya menjadi
tujuan sektor publik.
6) Anggaran berdasarkan Input (atau proses) atau ad hoc kondisional, dimana
melemahkan otonomi lokal, fleksibilitas, efisiensi fiskal dan tujuan ekuitas fiskal.
7) Anggaran modal tanpa jaminan dari cadangan dana di masa yang akan datang, yang
memiliki potensi untuk menciptakan gajah putih.
8) Anggaran yang dinegosiasikan atau bertindak bebas dalam suatu sistem federal yang
dapat menciptakan ketidaksetujuan dan perpecahan.
9) Anggaran yang mencakup seluruh kebutuhan pemerintah lokal, yang menciptakan
inekuitas tinggi.
10) Anggaran yang melibatkan perubahan besar dalam total cadangan dan alokasi dana
anggaran.
Sementara itu pengambil kebijakan sebaiknya menghargai beberapa prinsip di bawah ini
dalam merancang dan mengimplementasikan transfer antar pemerintah:
1) Menjadikan proses tersebut tetap sederhana. dalam rancangan transfer fiskal, aturan
yang keras mungkin lebih baik dari aturan penuh, jika hal itu menghasilkan
penerimaan dan keberlanjutan yang lebih luas.
2) Fokus dalam tujuan utama dalam program pemberian dana dan membuat rancangan
yang konsisten terhadap tujuan tersebut. Menentukan beberapa tujuan dalam satu
program pendanaan akan menghadirkan resiko kegagalan untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
3) Memperkenalkan batasan tertinggi (berhubungan dengan indikator makro) dan batas
terendah untuk menjamin stabilitas dan prediktibilitas dalam pemberian dana
anggaran
4) Menyamakan ekuitas fiskal per kapita ke dalam standar tertentu dengan tujuan untuk
mencapai kesetaraan fiskal.
5) Akuntabilitas
6) Dalam program anggaran dengan tujuan spesifik, Bergerak dari suatu budaya sektor
publik dalam pembagian jatah dalam suatu lingkungan yang memungkinkan
terjadinya praktek yang bertanggung jawab, cepat tanggap, dapat
dipertanggungjawabkan dan adil dalam pemerintahan merupakan suatu hal yang
krusial.

2.2 Vertical dan Horizontal Imbalance

Fiscal Imbalance adalah ketidakcocokan dalam kekuatan pendapatan dan tanggung


jawab pengeluaran dari pemerintah.Dalam literatur tentang federalisme fiskal, dua jenis
ketidakseimbangan fiskal diukur:

1. Ketidakseimbangan Fiskal Vertikal. Merupakan ketidakseimbangan fiskal yang


diukur antara dua tingkat pemerintahan (pusat dan Provinsi), serta membahas masalah
struktural sehingga diperlukan koreksi oleh penugasan dari pendapatan dan
pengeluaran tanggung jawab pemerintah.
2. Ketidakseimbangan Fiskal Horizontal. Merupakan ketidakseimbangan fiskal diukur
antara pemerintah pada tingkat yang sama. Ketidakseimbangan ini juga dikenal
sebagai kesenjangan daerah yang memerlukan pemerataan.
BAB III

PEMBAHASAN

Pemotongan atau Penghematan dana APBN dan Dampaknya terhadap Pengelolaan


Keuangan Negara dan Daerah

3.1 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah


Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Dalam Rangka
Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.

Inpres tersebut ditujukan kepada:

1. Para Menteri Kabinet Kerja

2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)

3. Jaksa Agung

4. Panglima TNI

5. Sekretaris Kabinet

6. Kepala Staf Kepresidenan

7. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)

8. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah dianggarkan dalam


penggunaanya sebagaimana mestinya oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya masih
banyak oknum tertentu yang menggunakan APBN tersebut tidak sesuai dengan anggaran
yang sudah ditetapkan, oleh karena itu untuk pengendalian dan pengamanan pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 dikelurkan lah Inpres Nomor 4
Tahun 2016tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja
Kementerian/Lembaga (K/L). Dengan dikeluarkannya Inpres ini dimaksudkan dalam
penggunaannya lebih dihemat lagi APBN tersebut.

"Adapun K/L yang mendapat pemotongan anggaran terbesar adalah Kementerian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dari total anggaran sebesar Rp 104,080 triliun,
anggaran Kementerian PUPR dipotong Rp 8,495 triliun. Disusul kemudian anggaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dari total Rp 49,232 triliun dipotong
sebesar Rp 6,523 triliun,K/L lain yang mendapat potongan besar adalah Kementerian
Pertanian dari Rp 31,507 triliun dipotong Rp 3,923 triliun, Kementerian Perhubungan dari Rp
48,465 triliun dipotong Rp 3,750 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan dari Rp
13,801 triliun dipotong Rp 2,890 triliun, Kementerian Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemristek Dikti) sebesar Rp 1,953 triliun.Kemudian, Kementerian Sosial Rp 1,582 triliun,
Polri Rp 1,560 triliun, Kementerian Keuangan Rp 1,467 triliun, Kementerian Agama Rp
1,399 triliun, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Rp 1,385 triliun." sebut Inpres
tersebut, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet setkab.go.id.

Total anggaran yang dipotong dari APBN Tahun Anggaran 2016 adalah Rp 50,016
triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 20,951 triliun merupakan efisiensi belanja operasional,
dan Rp 29,064 triliun merupakan efisiensi belanja lain. Selain itu dalam pemotongan itu juga
terdapat Rp 10,908 triliun yang merupakan anggaran pendidikan, dan Rp 1,434 triliun yang
sebelumnya masuk anggaran kesehatan.

Dalam Inpres ini, penghematan dan pemotongan belanja Kementrian atau Lembaga
dilakukan utamanya terhadap belanja perjalan dinas dan paket rapat (meeting), langganan
daya dan jasa, honorarium tim atau kegiatan, biaya rapat, iklan, dan operasioanl perkantoran
lainnya. Karena dalam pelaksanaannya masih banyak Kementrian atau Lembaga yang
menggunakan belanja untuk anggaran tersebut berlebihan dan tidak sesuai dana yang
seharusnya dianggarkan, jadi dengan penghematan dan pemotongan belanja Kementrian atau
Lembaga ini dapat mengurangi belanja negara dan dana dari pemotongan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk hal yang lebih dibutuhkan.

Penetapan kebijakan pemotongan dan penghematan dana APBN ini dapat berjalan
secara efektif apabila didukung oleh seluruh komponen pemerintahan, serta melakukan
pengawasan dan pengendalian dengan baik.
Dampak Pemotongan dan Penghematan Dana APBN terhadap Pengelolaan Keuangan
Negara dan daerah

Dampak yang ditimbukan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016
tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga
(K/L) adalah:

Dengan berkurangnya anggaran dalam perjalanan dinas maka pengguna anggaran


tersebut tidak bisa seenaknya saja menggunakan anggaran untuk perjalanan dinas ini
secara berlebihan lagi, pengguna anggaran harus bisa menggunakan anggaran yang sudah
disediakan pemerintah sebagaimana mestinya dan tidak berlebihan, jadi dapat membuat
kesadaran pegguna anggaran meningkat dalam pemanfaatan belanja sehingga pemerintah
dapat menghemat anggaran negara.

Dapat mengurangi kegiatan yang tidak efektif sehingga belanja negara dapat dihemat
juga dalam penggunaannya. Misalnya, perjalanan dinas yang biasanya dilakukan
seminggu dapat dilakukan hanya tiga hari saja dan tiga hari itu dapat dimaksimalkan atau
rapat yang diselenggarakan diluar kota dengan biaya yang sangat mahal dapat dilakukan
di dalam kota saja dengan biaya yang relatif lebih rendah.

Meningkatkan biaya pelayanan sosial, misalnya: menigkatnya iuran masyarakat terhadap


jaminan kesehatan atau BPJS

Pengurangan subsidi kepada masyarakat, sehingga hal-hal yang biasa disubsidi oleh
pemerintah dikurangi dan membuat pembayaran menjadi naik.

3.2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan


Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun Anggaran 2016. PMK ini
ditandatangani pada tanggal 16 Agustus 2016 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Berdasarkan PMK ini, pemerintah akan memangkas Rp 19,418 triliun untuk 169 daerah,
terdiri dari 143 kota/kabupaten dan 26 provinsi.Penundaan penyaluran sebagian DAU
merupakan momentum dari daerah untuk melakukan penghematan secara tepat. Pemerintah
daerah juga memfokuskan diri pada penghematan belanja operasional seperti anggaran untuk
perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), dan biaya rapat. Tujuan dari penghematan ini
adalah agar pengelolaan keuangan negara tetap kredibel.
Kebijakan penundaan penyaluran sebagian DAU memiliki dampak yang berbeda
disetiap daerah, karna ada tiga hal yang menjadi pertimbangan Kemenkeu dalam menunda
penyaluran DAU, yakni perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja dan perkiraan posisi
saldo kas di daerah pada akhir tahun.

Pemkot Surabaya mengatakan adanya dampak yang akan terjadi jika penundaan DAU
terealisasikan, karna Pemerintaha Surabaya mengandalkan alokasi DAU itu untuk membayar
gaji PNS yang saat ini berjumlah 16 ribu akan terancam tidak mendapat gajian selama empat
bulan selama September, Oktober, November dan Desember tahun 2016. Hingga saat ini
Risma sebagai Walikota Surabaya mengaku kepada media masih menunggu mekanisme dari
Permenkeu dan tidak mau beresiko mengambil gaji untuk PNS tersebut dari pos lain. Tidak
hanya di Surabaya, dampak penundaan DAU di Kabupaten Bogor, bakal mengalami hal
serupa bahwa sebanyak 20 ribu PNS terancam tidak mendapatkan gaji. Begitupula dengan
167 daerah lainnya di Indonesia.

Adanya penundaan DAU membuat Pemerintah daerah khawatir akan memangkas


anggaran untuk pelayanan masyarakat seperti penghematan anggaran untuk puskesmas,
rumah sakit, sekolah, pemeliharaan jalan adalah contoh alokasi yang harus tetap ada.

Selain dampak diatas, diperkirakan kemungkinan terjadi potensi fenomena gaji buta
yang terjadi karena dana program dan kegiatan dipotong. Akibatnya, para pegawai
pemerintah yang meski setiap bulan mendapat gaji tidak melakukan kegiatan atau
pekerjaannya dengan baik karena alasan tidak adanya anggaran.
BAB IV

PENUTUPAN

4.1 KESIMPULAN

Untuk menstabilkan Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Negara (APBN)


pemerintah membuat kebijkan-kebijakan dalam pemotongan dan penghematan dana APBN
sehingga anggaran yang didapatkan sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan untuk
pembiayaan.

4.2 SARAN

Dalam pembuatan kebijakan sehubungan dengan pemotongan dan penghematan dana


APBN sebaiknya pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian agar kebijakan
tersebut dapat berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko. M.. Kuangan Negara: Dalam Teori dan Praktik. BPFE, Yogy Edisi Keenam .
BPFE, Yogyakarta. 2013.

http://setkab.go.id/presiden-jokowi-tandatangani-inpres-penghematan-dan-pemotongan-
belanja-kl-2016/

http://finance.detik.com/read/2016/05/16/125109/3211256/4/jokowi-teken-inpres
pemangkasan-anggaran-rp-50-t-terbesar-kementerian-pupr

http://agendaguru.blogspot.co.id/2016/08/akibat-pembekuan-dau-gaji-pns
terancam.html#ixzz4K7eGTeOH

https://en.wikipedia.org/wiki/Fiscal_imbalance

http://pattiro.org/2016/08/dampak-penundaan-sebagian-transfer-dau-2016-terhadap-
pelayanan-publik-di-daerah/

Anda mungkin juga menyukai