Penelitian dilakukan oleh Desti Harum pada Peternakan Sapi milik KUD Kota Boyolali
yang terdiri dari 33 ekor sapi. Perlakuan asset biologis pada KUD Kota Boyolali memenuhi
standar, namun pada laporan keuangannya sapi perah digolongkan sebagai persediaan karena
ketidaktahuan pihak pengurus mengenai pengelolaan asset biologis secara akuntansi. Sehingga
hal ini bertentangan dengan standar yang berlaku.
Sapi perah merupakan asset biologis yang mengalami penyusutan. Penyusutan disini kita
sebut dengan deplesi. Harga perolehan asset biologis meliputi harga pembelian bibit yaitu harga
untuk perolehan awal sap perah ketika masuk ke peternakan, biaya pemeliharaan hingga
menghasilkan yaitu biaya pakan rumput, susu, jerami, dan pakan tambahan ampas tahu. Apabila
sapi perah habis masa produktifnya untuk dijual maka sapi merah memiliki nilai sisa atau nilai
residu. Pada kasus ini metode deplesi yang digunakan adalah metode jasa produksi, yaitu harga
perolehan dikurangi dengan nilai sisa.
Pada kasus ini sapi perah dinilai sebagai persediaan yang nilainya dirata-ratakan
berdasarkan perkembangan harga dengan rasio. Namun seharusnya, sapi perah dinilai dinilai
sesaui dengan harga perolehannya kemudian dikurang dengan akumulasi deplesinya.