Anda di halaman 1dari 17

KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

1. Pengantar

2. Overview Otonomi Daerah

Pengertian Otonomi Daerah


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sentralisasi
Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia (Wikipedia). Sentralisasi
adalah penyerahan kekuasaan serta wewenang pemerintahan sepenuhnya kepada
pemerintah pusat. Pemerintah pusat dimaksud adalah Presiden dan Dewan Kabinet.
Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan politik dan kewenangan administrasi.
Kewenangan politik adalah kewenangan membuat dan memutuskan kebijakan sedangkan
kewenangan administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan.
Desentralisasi
Desentralisasi (otonomi daerah) adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia
(Wikipedia)
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda) menjelaskan pengertian desentralisasi yang terdapat pada Pasal 1 angka 7 yang
menyebutkan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengelolaan Pra Otonomi Daerah
Pada masa sebelum 1998, kekuasaan pemerintah pusat Negara Republik Indonesia
sangat sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi perpanjangan tangan kekuasaan
Jakarta (Pemerintah pusat). Dengan kata lain, rezim orde baru mewujudka kekuasaan
sentripetal, yakni berat sebelah memihak pusat bukan pinggiran (daerah).
Daerah yang kaya akan sumber daya alam di tarik keuntungan produksinya dan di
bagi-bagi di antara elit Jakarta, alih-alih di investasikan untuk pembangunan daerah.
Akibatnya, pembangunan antara daerah dengan Jakarta menjadi timpang. B.J. Habibie yang
menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca orde baru membuat kebijakan untuk
mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan menerbitkan UU Nomor 5 tahun
1999 tentang pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menanggulangi adanya keinginan provinsi
memisahkan diri dari republik seperti Aceh, Riau, dan Papua menuntut merdeka dan ingin
berpisah dari republik Indonesia juga bermunculan aspirasi dari berbagai daerah yang
menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi atau kabupaten. Dengan terbitnya Undang-
Undang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada Jakarta dan tidak lagi mau
didikte pusat.
Ruang Lingkup Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah
Pasal 2 UU 17/2003 menyatakan bahwa ruang lingkup keuangan negara yaitu:

1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum, pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. Penerimaan negara;

4. Pengeluaran negara;

5. Penerimaan daerah;

6. Pengeluaran daerah;

7. Kekayaan negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau
perusahaan daerah;

8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaran
tugas pemerintahan dan atau kepentingan umum;

9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.

Asas dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara

Sebelum UUKN berlaku terdapat beberapa asas yang digunakan dalam pengelolaan
keuangan negara dan diakui kekuatan berlakunya dalam pengelolaan keuangan negara
selanjutnya. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara yang dimaksud adalah:

1. Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara
disajikan dalam satu dokumen anggaran;

2. Asas universalitas, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan


secara utuh dalam dokumen anggaran;

3. Asas tahunan membatasi masa berlakunya angaran untuk suatu tahun tertentu;dan

4. Asas spesialitas, yaitu mewajiban agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara
jelas peruntukannya

Perkembangan selanjutnya dengan berlakunya UUKN terdapat penambahan asas baru dalam
pengelolaan keuangan negara. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara menurut
UUKN yaitu:

1. Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
nagara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku;

2. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak


dan kewajiban pengelolaan keuangan negara;
3. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berasarkan kode etik
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;

5. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah
aas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan
pemeriksaan keuangan nagara dengan tidak boleh dipangaruhi oleh siapapun

Terwujudnya Good Governance


Pengelolaan Keuangan Negara
dalam Penyelenggaraan Negara
diselenggarakan secara :
Profesional
Terbuka
Sesuai Pasal 23C Bertanggung jawab
UUD 1945

Asas-asas Baru (best practises) : Asas-Asas Umum


Akuntabilitas berorientasi hasil Pengelolaan Keuangan
Profesionalitas Negara
Proporsionalitas
Keterbukaan dalam PKN
Pemeriksaan keuangan oleh BP yang bebas
& mandiri

Asas-asas yng telah lama


dikenal :
Tahunan
Universalitas
Kesatuan
Spesialitas

3. Konsep Desentralisasi Fiskal


Pengertian dan Tujuan Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal secara garis besar adalah penyerahan kewenangan fiskal dari
pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Menurut Ivar Kolstad dan Odd-Helge
Fjeldstad, desentralisasi fiskal adalah pemberian wewenang belanja dan pengelolaan sumber
sumber pendapatan kepada pemerintah daerah.
Sedangkan menurut Bernard Dafflon, dalam mengeksplorasi tentang desentralisasi
fiskal maka ada tiga hal utama yang patut diperhatikan. Pertama, asumsinya adalah bahwa
daerah merupakan bagian utama yang akan memberikan pelayanan public. Kedua, adanya
hubungan yang kompleks antara daerah dengan pergerakan masyarakat. Ketiga, pembagian
keuangan kepada masing-masing daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan
hubungan antara level pemerintah maupun hubungan dengan daerah lain.
Desentralisasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada
daerah harus disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan besarnya
kewenangan tersebut. Desentralisasi fiskal merupakan salah satu jalan untuk mengatasi
ketidakefisienan pemerintahan, ketidakstabilan makro ekonomi, dan ketidakcukupan
pertumbuhan ekonomi.

Tujuan Desentralisasi Fiskal di Indonesia.


Secara garis besar desentralisasi memiliki tujuan agar daerah dapat mandiri dan
secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional. Di Indonesia desentralisasi fiskal
memiliki tujuan (Menurut Rahmat Suryadi), diantaranya;
1.Kesinambungan kebijakan fiskal (fiscal sustainability) secara makro
2.Mengoreksi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara Pusat dan Daerah
3.Mengoreksi ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) antar daerah
4.Meningkatkan akuntabilitas, efektivitas & efisiensi Pemda
5.Meningkatkan kualitas pelayanan publik
6.Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan.

Pembagian Kewenangan dan Fungsi Pemerintah


Dengan adanya desentralisasi fiskal, maka daerah memiliki wewenang untuk mengatur
dan mengelola anggarannya sendiri untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk
menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi (pusat) dan menentukan belanja
rutin dan investasi. Dengan kata lain, pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk
menentukan regulasi terhadap anggarannya sendiri. Namun yang menjadi tantangan ialah
apabila daerah tersebut belum siap dan tidak memiliki sumber daya yang cukup, maka
desentralisasi fiskal ini akan menjadi hambatan bagi tujuannya sendiri yaitu memandirikan
dan memajukan pembangunan nasional.
Fungsi dari Pemerintah Pusat hanyalah memberikan advice serta monitoring
pelaksanaan alokasikan belanja daerah.

Manfaat dan Masalah Desentralisasi Fiskal


Manfaat desentralisasi fiskal adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan masyarakat
dengan alokasi belanja pemerintah daerah, terjadi efisiensi melalui kompetisi dan
peningkatan kemampuan keuangan.
Sementara itu masalah yang timbul karna desentralisasi fiskal adalah ketidak efisienan
dari pengambilan kebijakan dan penggunaan sumber daya, jika ada ekternalitas positif dan
negatif diantara daerah.
Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan desentralisasi fiskal.

Manfaat desentralisasi fiskal adalah:

Efisiensi ekonomis.
Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan dengan
preferensi masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar
yang tinggi.
Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah.
Pemerintah daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak
bisa ditarik oleh pemerintah Pusat.

Kelemahan desentralisasi fsikal adalah:


Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro.
Sulitnya menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi.
Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pemerataan.
Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah daripada keuntungan yang
didapat.

4. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah


Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD)
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menunjuk pada hubungan
keuangan antarberbagai tingkatan pemerintahan disuatu negara dalam kaitannya dengan
distribusi pendapatan negara dan pola pengeluarannya, termasuk kekuasaan dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi terhadap tingakat pemerintahan yang lebih rendah
(Suparmoko, 2013).

Dalam sistem sentralisasi pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan


pemerintah daerah didasarkan pada dua kategori yaitu: pendapatan yang ditunjuk (Iuran
pembangunan daerah, pungutan produksi, cess) dan subsidi.

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan transfer
dana dari pusat ke daerah sistem desentralisasi dengan sistem otonomi daerahnya, dana
transfer ke daerah dialokasikan dalam bentuk dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil), dana otonomi khusus, dan dana penyesuangan yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dalam pelaksanaan HKPD secara internasional memiliki beberapa dampak positiF


dan dampak negatif terhadap anggaran. Tipe Transfer yang sebaiknya dihindari pengambil
kebijakan untuk merancang beberapa bentuk anggaran antar-pemerintah sebagai berikut:
1) Anggaran dengan tujuan yang tidak jelas.
2) Pendapatan umum suatu program pembagian dengan faktor ganda yang bekerja
dalam tujuan yang tumpang tindih, memperlemah akuntabilitas dan tidak
menghasilkan efisiensi atau tujuan ekuitas fiskal.
3) Desentralisasi pajak atau pembagian berdasarkan pajak menawarkan alternative
yang lebih baik untuk program pembagian pendapatan sebagaimana mereka
mendorong akuntabilitas ketika tetap menjada otonomi subnasional
4) Anggaran untuk membiayai defisit subnasional yang menciptakan insentif untuk
terjadinya defisit yang lebih besar dimasa yang akan datang.
5) Anggaran unconditional yang memasukkan insentif untuk upaya fiskal. Memperbaiki
pemberian pelayanan dan menurunkan biaya pajak sebaiknya menjadi tujuan sektor
publik.
6) Anggaran berdasarkan Input (atau proses) atau ad hoc kondisional, dimana
melemahkan otonomi lokal, fleksibilitas, efisiensi fiskal dan tujuan ekuitas fiskal.
7) Anggaran modal tanpa jaminan dari cadangan dana di masa yang akan datang, yang
memiliki potensi untuk menciptakan gajah putih.
8) Anggaran yang dinegosiasikan atau bertindak bebas dalam suatu sistem federal yang
dapat menciptakan ketidaksetujuan dan perpecahan.
9) Anggaran yang mencakup seluruh kebutuhan pemerintah lokal, yang menciptakan
inekuitas tinggi.
10) Anggaran yang melibatkan perubahan besar dalam total cadangan dan alokasi dana
anggaran.
Sementara itu pengambil kebijakan sebaiknya menghargai beberapa prinsip di bawah ini
dalam merancang dan mengimplementasikan transfer antar pemerintah:
1) Menjadikan proses tersebut tetap sederhana. dalam rancangan transfer fiskal, aturan
yang keras mungkin lebih baik dari aturan penuh, jika hal itu menghasilkan
penerimaan dan keberlanjutan yang lebih luas.
2) Fokus dalam tujuan utama dalam program pemberian dana dan membuat rancangan
yang konsisten terhadap tujuan tersebut. Menentukan beberapa tujuan dalam satu
program pendanaan akan menghadirkan resiko kegagalan untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
3) Memperkenalkan batasan tertinggi (berhubungan dengan indikator makro) dan
batas terendah untuk menjamin stabilitas dan prediktibilitas dalam pemberian dana
anggaran
4) Menyamakan ekuitas fiskal per kapita ke dalam standar tertentu dengan tujuan
untuk mencapai kesetaraan fiskal.
5) Akuntabilitas
6) Dalam program anggaran dengan tujuan spesifik, Bergerak dari suatu budaya sektor
publik dalam pembagian jatah dalam suatu lingkungan yang memungkinkan
terjadinya praktek yang bertanggung jawab, cepat tanggap, dapat
dipertanggungjawabkan dan adil dalam pemerintahan merupakan suatu hal yang
krusial.

Vertical dan Horizontal Imbalance

Fiscal Imbalance adalah ketidakcocokan dalam kekuatan pendapatan dan tanggung


jawab pengeluaran dari pemerintah. Dalam literatur tentang federalisme fiskal, dua jenis
ketidakseimbangan fiskal diukur:

1. Ketidakseimbangan Fiskal Vertikal. Merupakan ketidakseimbangan fiskal yang diukur


antara dua tingkat pemerintahan (pusat dan Provinsi), serta membahas masalah
struktural sehingga diperlukan koreksi oleh penugasan dari pendapatan dan
pengeluaran tanggung jawab pemerintah.

2. Ketidakseimbangan Fiskal Horizontal. Merupakan ketidakseimbangan fiskal diukur


antara pemerintah pada tingkat yang sama. Ketidakseimbangan ini juga dikenal
sebagai kesenjangan daerah yang memerlukan pemerataan.

5. Perencanaan dan Penyusunan APDBN/ABPD

6. Budgeting
Struktur Anggaran
Anggaran adalah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang rencana
penerimaan dan pengeluaran untuk suatu kegiatan untuk jangka waktu tertentu, biasanya
satu tahun. Ada anggaran yang disusun berdasarkan atas tahun kalender yaitu mulai tanggal
1 Januari dan di tutup pada tanggal 31 Desenber dalam tahun yang bersangkutan, tetapi ada
pula yang dimulai pada tanggal 31 April dan berakhir pada tanggal 31 Maret tahun
berikutnya seperti dalam masa Pemerintahan Orde Baru.
Struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah ( APBD )
Struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah ( APBD ) terdiri dari tiga unsur yaitu :
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Umum Kas
Daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan dalam satu tahun anggaran
yang tidak perlu dibayar kembali oleh Negara, pendapatan daerah terdiri dari :
- Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah
- Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus
- Lain-Lain pendapatan yang sah terdiri dari hasil penjualan kekayaan daerah
yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah
yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi,
keuntungan selisih nilai tukar terhadap mata uang asing dan komisi/ptongan
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan hak daerah
barang/jasa oleh daerah
2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah yang
dipergunakan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
wajib adalah yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar
kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah sedangkan
urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan
serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari klasifikasi menurut
urusan pemerintahan dan klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan. Sedangkan
klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan Negara digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan terdiri dari pelayanan umum,
ketetiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari belanja pegawai, belanja barang
dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah dan bantuan sosial.

3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan
pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, pembiayaan terdiri dari penerimaan
pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan, penerimaan pembiayaan terdiri dari SiLPA
tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan Negara
yang dipisahkan, penerimaan pinjaman serta penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan adalah pembentukan dana cadangan, penyertaan
modal pemerintah daerah, pembayaran pokok utang serta pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan, jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup deficit anggaran.

Struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah ( APBN )


Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara,
keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan.
Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan
pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak
lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan
sumber penerimaan utama dari APBN.

Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber
daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan
kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaananggaran,jumlahnya semakin
meningkat secara signifikan tiap tahunnya. Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum
tahun anggaran 2000, pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan
(pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan.

Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/lembaga tidak boleh


menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai
kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan terkait.

Belanja Negara
Belanja terdiri atas dua jenis :

1. Belanja pemerintah pusat, adalah belanja yangdigunakan untuk membiayai kegiatan


pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah.
Belanja pemerintah pusat dapat di kelompokkan menjadi:

o Belanja pegawai,

o Belanja barang,

o Belanja modal,

o Pembiayaan bunga utang,

o Subsidi BBM dan subsidi non-BBM,

o Belanja hibah,

o Belanja sosial (termasuk penangulangan bencana), dan

o Belanja lainnya.

2. Belanja daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah, untuk


kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja
daerah meliputi:

o Dana bagi hasil,

o Dana alokasi umum,

o Dana alokasi khusus,


o Dana otonomi khusus.

Defisit dan Surplus


Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang
melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran
defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih
dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu:
keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance).
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk
pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi belanja
termasuk pembayaran bunga.

Pembiayaan
Pembiayaan disini meliputi:

1. Pembiayaan dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang


Negara, serta penyertaan modal Negara.

2. Pembiayaan luar negeri, meliputi penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas
pinjaman program dan pinjaman proyek.

3. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan
monatorium.

Siklus Anggaran
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam proses penyusunan
RAPBN, antara lain siklus APBN, kondisi ekonomi domestik dan Internasional yang tercermin
dalam asumsi dasar ekonomi makro, berbagai kebijakan APBN dan pembangunan, parameter
konsumsi komoditas bersubsidi, kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara, resiko
fiskal dan kinerja pelaksanaan APBN dari tahun ke tahun. Siklus adalah putaran waktu yang
berisi rangkaian kegiatan secara berulang dengan tetap dan teratur. Oleh karena itu, Siklus
APBN dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan
penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN yang berulang dengan tetap dan
teratur setiap tahun anggaran. Secara ringkas, penggambaran siklus APBN disajikan pada
Gambar 1.1
Siklus APBN diawali dengan tahapan kegiatan perencanaan dan penganggaran
APBN. Terkait penyusunan rencana anggaran (kapasitas fiskal), Pemerintah, BPS, Bank
Indonesia mempersiapkan asumsi dasar ekonomi makro yang akan digunakan sebagai acuan
penyusunan kapasitas fiskal oleh Pemerintah. Selain itu juga disiapkan konsep pokok-pokok
kebijakan fiskal dan ekonomi makro. Dalam tahapan ini, terdapat dua kegiatan penting yaitu:
perencanaan kegiatan (Perencanaan) dan perencanaan anggaran (Penganggaran). Dalam
perencanaan, para pemangku kepentingan terutama Kementerian Negara/Lembaga (K/L)
menjalankan perannya untuk mempersiapkan RKP/RKAKL yang mencerminkan prioritas
pembangunan yang telah ditetapkan oleh Presiden dan mendapat persetujuan DPR.
Setelah melalui pembahasan antara K/L selaku chief of operation officer (COO)
dengan Menteri Keuangan selaku chief financial officer (CFO) dan Menteri Perencanaan,
dihasilkan Rancangan Undang-Undang APBN yang bersama Nota Keuangan kemudian
disampaikan kepada DPR. Setelah dilakukan pembahasan antara Pemerintah dan DPR,
dengan mempertimbangkan masukan DPD, DPR memberikan persetujuan dan pengesahan
sehingga menjadi Undangundang APBN, di mana tahapan kegiatan ini disebut penetapan
APBN. Pada tahapan selanjutnya, pelaksanaan APBN dilakukan oleh K/L dan Bendahara
Umum Negara dengan mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai alat
pelaksanaan APBN. Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan
Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan dan pencatatan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas
(LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Atas LKPP tersebut, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan, dan LKPP yang telah diaudit oleh BPK tersebut
disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-undang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN untuk dibahas dan disetujui.
Di setiap tahapan siklus APBN, terdapat rangkaian aktivitas yang melibatkan masing-
masing pemangku kepentingan pengelolaan APBN. Proses pengelolaan APBN juga dibatasi
oleh jadwal atau time frame yang disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR. Dari setiap
rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan pada setiap jadwal
yang telah ditetapkan tersebut dihasilkan keluaran (output) yang menjadi dasar penetapan
output untuk setiap tahapan berikutnya sehingga menjadi APBN.
Siklus Anggaran
1.Tahap penyusunan dan penetapan.
Pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro kepada Dewan Perwakilan Rakyat (bulan mei)
Pemerintah pusat dan DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran
sebagai acuan bagi Kementrian Lembaga dalam penyusunan anggaran.
Menteri/pimpinan lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Lembaga (RKA-KL) dan dibahas dengan DPR, hasilnya disampaikan ke MEnteri Keuangan
sebagai bahan rancangan Undang Undang APBN tahun berikutnya.
Pemerintah pusat menyampaikan RUU APBN dan Nota Keuangan kepada DPR untuk
dibahas (bulan Agustus)
DPR menyetujui RUU APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum Tahun Anggaran
yang bersangkutan berakhir.

2.Tahap pelaksanaan.
Setelah UU APBN ditetapkan, rincian pelaksanaannya dituangkan dalam peraturan
presiden tentang rincian APBN.
Menkeu memberitahu K/L agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran
berdasarkan alokasi dalam peraturan presiden tentang rincian APBN.
Menkeu mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran dan disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur
Jendral Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala kantor wilayah Ditjen
Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa
Pengguna Anggaran
Penanggung jawab kegiatan mengajukan dana dengan menerbitkan Surat
Pemerintah Membayar (SPM) kepada kuasa BUN
Pemerintah menyusun laporan realisasi semester I APBN dan prognosis dan
disampaikan ke DPR selambat-lambatnya akhir juli tahun anggaran yang bersangkutan.
Jika ada penyesuaian pemerintah pusat mengajukan RUU perubahan APBN

3.Tahap pengawasan pelaksanaan.


Pengawasan dilakukan atasan kepala kantor/satker K/L
Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN
Pengawasan oleh DPR

4.Tahap pertanggungjawaban.
Menteri/pimpinan lembaga membuat laporan keuangan : 1.Laporan Realisasi
Anggaran 2. Neraca 3. Catatan atas laporan keuangan
Laporan keuangan disampaikan ke Menkeu paling lambat 2 bulan setelah TA ybs
berakhir.
Menkeu meyusun rekapitulasi LK dan disampaikan ke presiden
Presiden menyampaikan LK ke BPK untuk diaudit
LK yang diaudit disampaikan presiden ke DPR sebagai RUU pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN

Sistem Anggaran di Indonesia

1. Sistem Anggaran Tradisional

Sistem anggaran tradisional adalah sistem anggaran yang berdasarkan jenis-jenis


pengeluaran dan penerimaan. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran negara harus
didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan
penyimpangan atas dana yang terbatas. Ciri-ciri sistem anggaran tradisional :
a. Anggaran diklasifikasikan menurut jenis pengeluaran dan penerimaan.

b. Berorientasi ke belakang (backward oriented), artinya anggaran tahun sebelumnya


dijadikan acuan untuk menyusun anggaran tahun berjalan.

c. Bersifat incremental karena memasukkan unsur tambahan/marjinal terhadap


anggaran tahun yang lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

d. Menitikberatkan pada input dari semua kegiatan daripada outputnya.

Sistem anggaran tradisional memiliki kelebihan, yaitu :

a. Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak memerlukan analisis yang rumit.

b. Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan forward


oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.

c. Lebih mudah dalam melakukan pengawasan

Selain memiliki kelebihan, sistem anggaran tradisional juga memiliki kelemahan, yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran kurang dapat memberikan


informasi yang berguna bagi kepentingan analisis ekonomi.

b. Hanya memberikan informasi tentang kegiatan yang dilakukan, bukan hasil dari
kegiatan tersebut.

c. Klasifikasi anggaran tidak menggambarkan adanya suatu program.

d. Hanya mencakup satu tahun anggaran sehingga kurang dapat menjelaskan


pengeluaran yang akibatnya lebih dari satu tahun anggaran.

e. Mengabaikan aspek analisis manfaat (cara menentukan bahwa suatu kegiatan


mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan kegiatan yang lain).

2. Anggaran Berbasis Kinerja ( Performance Budgering System )

Anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan penyusunan anggaran


berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan yang terstruktur dalam
suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar pemikirannya adalah penganggaran harus
dapat digunakan sebagai alat menajemen sehingga penyusunan anggaran harus dapat
memberikan hasil yang berguna bagi pengambilan keputusan manajerial
(legislatif/eksekutif). Oleh karena itu, anggaran harus dianggap sebagai program kerja.
Anggaran berbasis kinerja memusatkan perhatian pada pengukuran efisiensi hasil kerja
dengan tujuan memaksimumkan output yang dapat dihasilkan dari input tertentu. Tiga unsur
pokok anggaran berbasis kinerja, yaitu:

a. Pengeluaran pemerintah dikelompokkan menurut program dan kegiatan.

b. Performance measurement (pengukuran hasil kerja).


c. Program reporting (pelaporan program).

Ciri-ciri anggaran berbasis kinerja:

a. Klasifikasi anggaran didasarkan pada program dan kegiatan.

b. Penekanan pada pengukuran hasil kerja dan bukan pada aspek pengawasan.

c. Setiap kegiatan harus dilihat dari segi efisiensi dengan memaksimalkan output.

d. Memerlukan standar pengukuran hasil kinerja.

Kelebihan anggaran berbasis kerja :

a. Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan.

b. Merangsang partisipasi motivasi aktif unit-unit operasional melalui proses usul


dari bawah dan penilaian anggaran yang bersifat aktual.

c. Meningkatkan fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan


pada setiap tingkat eksekutif.

d. Memungkinkan alokasi dana secara optimal karena setiap kegiatan selalu


dipertimbangkan dari segi efisiensi.

e. Dapat menghindarakan pemborosan.

Kelemahan dari anggaran berbasis kerja:

a. Cenderung menurunkan peran badan legislatif dalam proses perumusan


kebijaksanaan dan penentuan anggaran.

b. Tidak terdapat kejelasan tentang penanggung jawab dan siapa yang menanggung
dampak dari setiap keputusan.

c. Tidak semua kegiatan dapat distandarkan dan diukur secara kuantitatif.

3. Zero Based Budgeting ( ZBB )

ZBB adalah sistem anggaran yang mengasumsikan bahwa kegiatan pada tahun
anggaran yang bersangkutan dianggap berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan anggaran
yang lalu. Dasar pemikirannya adalah anggaran tidak selalu didasarkan pada kegiatan di masa
yang lalu tetapi anggaran harus diciptakan dari sesuatu yang sedang atau akan dilakukan.
Setiap kegiatan harus dapat diformulasikan ke dalam paket keputusan (decision package).

ZBB lebih memusatkan perhatian pada sasaran untuk memperbaiki manajemen


melalui perbaikan pelayanan manajerial dengan menekankan penilaian atas permintaan
pendanaan unit-unit pelaksana.

Langkah-langkah penyusunan ZBB :


a. Penentuan keputusan manajemen.

b. Pembentukan paket keputusan.

c. Konsolidasi skala prioritas.

d. Alokasi dana.

Karakteristik ZBB :

a. Dimulai dari kondisi belum adanya sumber daya.

b. Perlu dibuat urutan terhadap tujuan-tujuan dan program-program organisasi

c. Memerlukan perhatian terhadap prioritas operasi entitas dan alternatif-


alternatifnya.

Kelebihan ZBB:

a. Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang


bermanfaat bagi keputusan manajemen.

b. Dana dapat dialokasikan dengan efisien karena terdapat beberapa alternatif


keputusan dan alternatif bagi pelaksanaan kegiatan.

c. Setiap program/kegiatan selalu di-review setiap tahun (minimal lima tahun sekali).

d. Pengambilan keputusan dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan yang


dianggap kritis dan mendesak.

Kelemahan :

a. Sulit diterapkan karena tidak semua kegiatan dapat disusun rangking keputusannya
secara konsisten dari tahun ke tahun.

b. Terlalu mahal dan memakan banyak waktu.

c. Memerlukan keahlian khusus terutama untuk menganalisis dan menentukan


prioritas/rangking.

d. Memerlukan data yang lebih banyak dan perlu dukungan analisis yang kuat.

e. Asumsi yang digunakan kurang realistis.

f. Kadang-kadang sulit memutuskan bahwa kegiatan yang satu benar-benar lebih


penting dibandingkan dengan kegiatan yang lain.

SISTEM-SISTEM ANGGARAN NEGARA

Sistem Anggaran Tradisional (sistem anggaran berdasarkan objek pengeluaran), titik


berat perhatian pada segi pelaksanaan dan pengawasan atau lebih menekankan di
segi administrasi saja, yang meliputi: penyusunan anggaran, pengesahan oleh
lembaga yang berwenang, pembelanjaan, pembuatan laporan, dan
pertanggungjawaban kas.
Sistem Anggaran Kinerja, dititikberatkan pada segi pengendalian anggaran. Sasaran
yang hendak dicapai harus dirumuskan terlebih dahulu dengan jelas, barulah jumlah
biaya yang ditetapkan. Adapun keterbatasan sistem ini, yaitu terbatasnya tenaga ahli
dalam bidang anggaran dan akuntansi yang dimiliki, kegiatan dan jasa umumnya tidak
dapat segera diukur (per unit output maupun biaya per unit), klasifikasi rekening
pemerintah berdasarkan anggaran bukan akuntansi biaya.
Sistem Anggaran Program, meliputi tahap-tahap berupa: perencanaan, penyusunan
program, penyusunan anggaran, pengendalian (pengawasan dan penilaian). Indonesia
mengarah ke sistem ini.
PRINSIP-PRINSIP PENGANGGARAN
1. Demokratis, mengandung makna bahwa anggaran negara (di pemerintahan Pusat
maupun di pemerintahan Daerah), baik yang berkaitan dengan pendapatan maupun
yang berkaitan dengan pengeluaran, harus ditetapkan melalui suatu proses yang
mengikutsertakan sebanyak mungkin unsur masyarakat selain harus dibahas dan
mendapatkan persetujuan dari lembaga perwakilan rakyat.
2. Adil, berarti bahwa anggaran negara haruslah diarahkan secara optimum bagi
kepentingan orang banyak dan secara proporsional, dialokasikan bagi semua
kelompok dalam masyarakt sesuai dengan kebutuhannya.
3. Transparan, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan serta pertanggung jawaban
anggaran negara harus diketahui tidak saja oleh wakil rakyat, tetapi juga oleh
masyarakat umum.
4. Bermoral Tinggi, berarti pengelolaan keuangan negara harus berpegang kepada
peraturan perundangan yang berlaku, dan juga senantiasa mengacu pada etika dan
moral yang tinggi.
5. Berhati-hati, berarti pengelolaan anggaran negara harus dilakukan secara berhati-
hati, karena jumlah sumber daya yang terbatas dan mahal harganya. Hal ini semakin
terasa penting jika dikaitkan dengan unsur hutang negara.
6. Akuntabel, berarti bahwa pengelolaan keuangan negara haruslah dapat
dipertanggung jawabkan setiap saat secara intern maupun ekstern kepada rakyat.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara (APBN)

1.Presiden

Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan


Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Dikuasakan kepada menteri keuangan selaku pengelola fiscal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan.
Dikuasakan kepada menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau
penggunaan barang kementerian Negara atau lembaga yang dipimpinnya.
Diserahkan kepada gubernur / bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2.Menteri kuangan
Bertugas menyusun kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro.
Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN
Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan
Melaksanakan pemungutan pendapat an Negara yang telah ditetapkan dengan UU
Melaksanakan fungsi bendahara umum Negara
Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggung jawaban pelaksanaan
APBN
Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiscal berdasarkan ketentuan
UU

3.Menteri/Pimpinan lembaga
Menyusun rancangan anggaran kementerian Negara atau lembaga yang dipimpinnya
Menyusun dokumen pelaksaan anggaran
Melaksanakan anggaran kementerian Negara/ lembaga yang dipimpinnya
Melaksaan pemungutan penerimaan Negara bukan pajak dan menyetornya ke kas
Negara
Mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
Negara atau lembaga yang dipimpinnya.
Mengelola barang milik/ kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab
kementerian Negara/ lembaga yang dipimpinnya
Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian Negara/ lembaga
yang dipimpinnya
Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawab nya berdasarkan
ketentuan UU

Anda mungkin juga menyukai