Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena

merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60 % kematian

ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa

nifas terjadi dalam 24 jam pertama (prawirohardjo,2005).

Kasus panggul sempit dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan

bayi sehingga diperlukan salah satu cara alternatif lain dengan

mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding

uterus melalui dinding perut yang disebut Sectio Caesarea

(mochtar.R,1998).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik section

caesarea, yaitu transperitonealis, corporal (klasik), dan ekstraperitoneal.

Section caesarea adalah lahirnya janin, plasenta, dan selaput ketuban

melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim

(www.tenreng.files.wordpress.com/2008).

Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah Caesar,

yaitu adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah Caesar

dengan frekuensi diatas 11 %, antara lain cidera kandung kemih, cidera

rahim, cidera pada pembuluh darah, cidera pada usus dan infeksi yaitu

infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus serta infeksi


akibat luka operasi. Pada operasi Caesar yang direncanakan angka

komplikasi nya kurang lebih 4,2 % sedangkan untuk operasi Caesar

darurat (septio Caesar emergency) berangka kurang lebih 19 %. Setiap

tindakan opersi Caesar memiliki tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada

operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir

jalan lahir misalnya,sering terjadi cidera pada rahim bagian bawah atau

cidera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas operasi

sebelumnya dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul

sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan

cedera pada kandung kemih dan usus

(www.tenreng.files.wordpress.com/2008).

Pada tahun 2008 jumlah ibu nifas pada RSUD Abepura dilaporkan

sebanyak 1.575 kasus. Dari jumlah ibu nifas post SC dengan indikasi CPD

(Chepalopelvic Disproporti) atau panggul sempit sebanyak 46 kasus (3,49

%) (laporan medic RSUD Abepura,2008).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, studi kasus ini dilakukan untuk

mengetahui manajemen kebidanan pada ibu nifas post section caesarea

dengan rumusan sebagai berikut :

1. Bagaimana mengkaji data pada ibu nifas post sectio caesarea indikasi

CPD ?

2. Bagaimana menginterpretasikan data dasar dan merumuskan diagnose

keperawatan pada ibu nifas post SC indikasi CPD ?


3. Bagaimana menentukan diagnosa potensial pada ibu nifas post SC

indikasi ?

4. Bagaiman membuat rencana asuhan kebidan pada ibu pada ibu nifas post

SC indikasi CPD ?

5. Bagaimana mendokumentasikan asuhan kebidanan pada bu nifas post SC

indikasi CPD ?

6. Bagaimana mengevaluasi tindakan asuhan kebidanna pada ibu nifas post

SC indikasi CPD ?

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Menarasikan asuhan keperawatan pada ibu nifas post SC indikasi CPD

secara intensif.

2. Tujuan khusus

a. Mengkaji data pada ibu nifas dengan post SC indikasi CPD

b. Menginterpretasikan data dasar dan merumuskan diagnosa

keperawatan pada ibu nifas dengan post SC indikasi CPD

c. Menentukan diagnosa potensial pada ibu nifas dengan post SC

indikasi CPD

d. Membuat rencana asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan post

SC indikasi CPD

e. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan

post SC indikasi CPD


f. Mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan pada ibu nifas dengan

post SC indikasi CPD


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Pengertian Sectio Caesaria

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio

Caesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim

(Mochtar R, 2002: 117).

Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen

seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara

ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan

mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin

umum sebagai pengganti kelahiran normal. (Yusmiati, 2007)

Cephalopelvic Disproportion ( CPD ) adalah tidak ada kesesuaian

antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran panggul. Disproporsi

sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian

antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar

melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang

menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu

sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi

sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar

ataupun kombinasi keduanya.


Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan

ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati

panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita telah

bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu dimasukkan

ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh. Sebuah

misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu

dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap

tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang

wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu

hamil untuk meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui

vagina.

3. Jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyayatan

a. Seksio sesarea klasik atau corporal

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan

cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan

sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan

kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal

karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang

berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

b. Seksio sesarea ismika atau profundal.

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada

segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan

luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang


baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan

ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan

kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri

pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada

kandung kemih post operasi tinggi.

c. Seksio sesarea ekstra peritonealis

Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka

cavum abdominal.

4. Klasifikasi Sectio Caesarea

a. Seksio Sesarea Primer

Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara

seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya

pada panggul sempit.

b. Seksio Sesarea Sekunder

Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa,

bila tidak ada kemajuan persalinan, baru dilakukan seksio sesarea.

c. Seksio Sesarea Ulang

Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea dan pada

kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

d. Seksio Sesarea Postmortem : Seksio sesarea yang dilakukan segera

pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan

janin masih hidup.

5. Ukuran Panggul dan Penyebab Terjadinya CPD


Tulang tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.

Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang

tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan

antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat

artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium.

Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os

sakrum (tl panggul) dan os koksigis (tl.tungging). Pada wanita, di luar

kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi

pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih

longgar,misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh

lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis

menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin

dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang. Secara

fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis

minor.

a. Pintu Atas Panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra

sacrum, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata

diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke

promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur

dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan

menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,

promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap

menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai

menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan


kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang

ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata

diagonalis. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke

promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata

diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata

obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak

antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih

antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity) Ruang panggul ini memiliki

ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak

dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi

spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah

kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut

distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu

sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica

berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum

dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4 .

c. Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang

datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu

garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu

bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis

adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum

(10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia


tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara

pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

6. Indikasi Sectio Caesarea

a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.

b. Plasenta previa

c. Gawat janin

d. Pernah seksio sesarea sebelumnya

e. Kelainan letak janin

f. Hipertensi

g. Rupture uteri mengancam

h. Partus lama (prolonged labor)

i. Partus tak maju (obstructed labor)

j. Distosia serviks

k. Ketidakmampuan ibu mengejan

l. Malpresentasi janin.

7. Komplikasi Sectio Caesarea


a. Infeksi puerpuralis (nifas)
Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi atau perut sedikit kembung
Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan, disebabkan karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia uteri
Perdarahan pada placenta bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

8. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik,
uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan
ini dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
b. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak
lintang, letak dahi, hidrosefalus.
c. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor
yang mempersempit jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran
kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal.
Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi,
lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada
persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric
bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional
artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi
empat, yaitu :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul
naegele, panggul robert, split pelvis, panggul asimilasi.
b. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka
dan sendi sakrokoksigea.
c. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.
d. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio
koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan
dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu
bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya, yaitu
sebagai berikut :
e. Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm
atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm.
Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan
dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya
lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas
panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952)
membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang
dari 12 cm.
f. Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina
isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa
panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya
kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya
kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan
forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah
panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan
pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah
panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter
sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
g. Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu
bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah
panggul.
10. Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis.
Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti
seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki
panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu
berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul
sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :
a. Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan
ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan
dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-jangkar
panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan sebagainya.
Yang diukur adalah :
Distansia spinarum ( 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka
anterior superior sinistra dan dekstra.
Distansia kristarum ( 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara
dua tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara
spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior
dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra dan spina iliaka
anterior superior sinistra.
Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
Konjugata eksterna (Boudeloque) 18 cm, jarak antara bagian
atas simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
Distansia tubernum ( 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan
kiri.

b. Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir
hingga menyentuh bagian tulang belakang/promotorium. Hitung
jarak dari tulang kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui
ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur,
2010).
c. Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk
panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran
dalam ketiga bidang panggul.
11. Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang
melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram
dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram
adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500 gram.
Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau
kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul.
12. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi
a. Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung
berbagai faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul,
pergerakan sendi-sendi panggul, besarnya kepala janin, persentasi
dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum persalinan
berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena
itu, jika CV < 8 cm dilakukan sectio caesarea primer
sedangkan CV > 8 -10 cm dapat dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang
kepala, tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak
muka, atau kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan
percobaan, yaitu :
1) Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan
dengan pervaginam secara spontan atau dibantu dengan
ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu dalam
keadaan baik (dikatakan berhasil).
2) Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap
dan berakhir 1 jam sesudahnya. Setelah 1 jamkepala
turun sampai H III, test of labor berhasil. Persalinan
percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi kurang
baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan
forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan
tersebut, dilakukan sectio caesarea. (Dinan S.
Bratakoesoema, 2005).
h. Seksio Sesarea Seksio sesarea elektif dilakukan pada
kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau
disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan
pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama
beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap
gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum
dipenuhi.
i. Simfisiotomi Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan
panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak
dilakukan lagi.
j. Kraniotomi dan Kleidotomi Kraniotomi adalah suatu tindakan
yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi
tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin
dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas
perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.
k. Kleidotomi Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi
kepala dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan
bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada
keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada
satu atau kedua klavikula.
13. POST PARTUM
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 8 minggu. (Mochtar, 1998)

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

a. Nifas Dibagi dalam 3 Periode


1) Puerperium Dini

Kepulihan dimana ibu boleh berdiri dan berjalan-jalan.

2) Puerperium Intramedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 68
minggu.

3) Puerperium Remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-
minggu bulanan atau tahunan. (Mochtar, 1998).

b. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Post Partum


1) Perubahan Fisiologis
a) Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi
lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat dan berat uterus
1000 gram, waktu uri lahir tinggi fundus uteri 2 jari di
bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam setelah
lahir tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan
konsistensi lembut dan kontraski masih ada. Setelah 12
jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas umbilikus setelah 2
hari tinggi fundus uteri turun 1 cm. Satu minggu setelah
persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis
dengan berat uterus 500 gram, dua minggu setelah
persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di atas simfisis
dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan
tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50
gram, dan 8 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri
kembali normal dengan berat 30 gram. (Mochtar, 1998)
b) Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina dalam masa nifas.
Locea Rubra (Cruenta)
Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan
sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke
3 7 pasca pesalinan.
Lochea Serosa
Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak
berdarah lagi. Pada hari ke 7 14 pasca persalinan.
Lochea Alba
Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda
bahaya jika setelah lochea rubra berhenti warna darah
tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea Purulenta
jika terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk, Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya.
Pengeluran rata-rata lochea 240 270 ml. (Mochtar,
1998).
c) Servik dan Vagina
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat
dilalui oleh 2 jari, sisinya tidak rata karena robekan saat
melahirkan. Bagaimanapun juga servik tidak dapat
kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil.
Osteum externum akan menjadi lebih besar karena
adanya. Dalam beberapa hari bentuk servik mengalami
distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu.
Struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak dengan
sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi akan
kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam
6 8 minggu meskipun bentuknya tidak akan sama
persis hanya mendekati bentuk awalnya saja.
d) Perineum
e) Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang
besar, yang kemudian setelah persalinan menjadi
edema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan
sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi
dan hemoroid. Perawat perlu melaporkan adanya
edema, khimosis, kemerahan dan pengeluaran (darah,
pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji
tanda-tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan
sembuh dalam 2 minggu. (Pillitteri, 1999).
f) Proses Laktasi
Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang
diproduksi oleh placenta menstimulasi perkembangan
kelenjar susu. Pada hari pertama post partum terdapat
perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak
masa kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari
pertama post partum mammae terasa penuh atau
membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti
dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi
produksi susu. (Pillitteri, 1999).
g) Tanda-tanda Vital
Jumlah denyut nadi normal antara 50 70 x/menit.
Takikardi mengidentifikasi perdarahan penyakit
jantung infeksi dan kecemasan. Tekanan darah terus
selalu konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan.
Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai
adanya peradarahan. Kenaikan tekanan darah sistole 30
mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya dicuriagi
kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan
suhu tubuh hingga 38o C pada 24 jam pertama atau
lebih diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi.
Perawat perlu mengkaji tanda-tanda vital, karena
sebagai petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau
komplikasi post partum lainnya. (Sherwen, 1999).
h) Sistem Pernafasan
Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum
melahirkan dalam 6 8 minggu post partum.
Respiratory rate 16 24 kali per menit. Keseimbangan
asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu post
partum. Dan metabolisme basal akan meningkat selama
14 hari post partum. Pada umumnya tidak ada tanda-
tanda infeksi pernafasan atau distress pernafasan pada
beberapa wanita mempunyai faktor predisposisi
penyakit emboli paru. Secara tiba-tiba terjadi dyspneu.
Emboli paru dapat terjadi dengan gejala sesak nafas
disertai hemoptoe dan nyeri pleura. (Sherwen, 1999).

i) Sistem Muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah
ada oedema atau perubahan vaskular. Ekstermitas
bawah harus diobservasi akan adanya udema dan
varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting
udema, kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena,
kemerahan yang diduga sebagai tanda dari
tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin
dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah
kemungkinan komplikasi. (Sherwen, 1999).
j) Sistem Persyarafan
Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar
kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda
tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan
tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik
dan sakit kepala. (Sherwen, 1999).
k) Sistem Perkemihan
Untuk mengkaji sistem perkemihan pada masa post
partum secara akurat harus meliputi riwayat : kebiasaan
berkemih, infeksi saluran kemih, distensi kandung
kemih, retensi urine. Kemampuan untuk berkemih,
frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias.
Kemampuan untuk merasakan penuhnya kandung
kemih dan pengetahuan tentang personal hygiene. Pada
umumnya dalam 4 8 jam setelah melahirkan ibu post
partum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan
kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu
post partum akan sering berkemih tiap 3 4 jam sekali
untuk menghidari distensi kandung kemih. (Pillitteri,
1999).
l) Sistem Pencernaan
Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya
bising usu 5 35 /menit. Kurangnya pergerakan usus
pada hari pertama post partum adalah hal yang biasa
terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat kelahiran,
kurang asupan makan (puasa) sesaat sebelum
melahirkan selanjutnya pada beberapa hari pertama
post partum. Khususnya saat berada di rumah sakit.
Beberapa ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan
makannya. Jika terjadi konstipasi, abdomen akan
mengalami distensi, maka feses akan terpalpasi.
(Sherwen, 1999).

14. Perubahan Psikologis


a. Taking in Phase
Timbul pada jam pertama kelahiran 1 2 hari selama masa ini ibu
cenderung pasif, ibu cenderung dilayani dalam memenuhi cenderung
sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal, nyeri
setelah melahirkan.
b. Taking Hold Phase

Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan


sendiri, telah suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai
mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya pada hari 4 7
hari post partum.

c. Letting Go Phase

Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya.


Proses ini perlu menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir
minggu pertama.

15. Penatalaksanaan Post Partum (Novak, 1999).


a. Early Ambulation

Ibu post partum diharapkan sedini mungkin melakukan early


ambulation, dimana ibu 8 jam pertama istirahat tidur terlentang,
setelah 8 jam diperbolehkan miring ke kiri atau ke kanan untuk
mencegah trombosis dan boleh bangun dari tempat tidur setelah 24
jam sampai 48 jam post partum.

b. Perawatan Payudara

Perhatikan kebersihan mammae, putting bila ada luka segera obati,


dan pada ibu yang belum mampu mengeluarkan ASI dilakukan
perawatan payudara post partum.

c. Pemberian Nutrisi

Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang porsinya lebih


banyak daripada waktu hamil, disamping untuk mempercepat
pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan
produksi ASI.
d. Aktivitas Seksual

Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat pengeluaran


lochea akhir minggu ke 4. Perhatikan posisi, sebaiknya wanita pada
posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang telalu dalam.

16. Mobilisasi Dini Post Partum (POST SECTIO CAESAREA)


Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis. (Carpenito, 2000) . Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur,
kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan
ekstermitas atas. (Hincliff, 1999). Mobilisasi ibu post partum adalah suatu
pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah
beberapa jam melahirkan dengan persalinan Caesar. (Soelaiman, 1993)
Menurut Manuaba (1998), tujuan mobilisasi post partum adalah :
a. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi peurperium
b. Mempercepat involusi alat kandungan
c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
Menurut Rambey (2008), manfaat mobilisasi dini adalah :
a. Melancarkan sirkulasi darah
b. Membantu proses pemulihan
c. Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh
darah balik serta menjaga pedarahan lebih lanjut
Menurut Fizari (2009), manfaat lain dari mobilisasi dini adalah :
1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat
2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik
3. Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara
anaknya
17. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
a. Peningkatan suhu tubuh : Karena adanya involusi uterus yang tidak
baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan
infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu
tubuh.
b. Perdarahan yang abnormal : Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus
akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang
abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk
penyempitan pembuluh darah yang terbuka.
c. Involusi uterus yang tidak baik : Tidak dilakukan mobilisasi secara
dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga
menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
18. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito (2000), dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak
yaitu :
a. Rentang gerak pasif : Rentang gerak pasif ini berguna untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan
otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif : Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
seperti berbaring, menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional : Berguna untuk memperkuat otot-otot dan
sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan post
operasi sectio caesarea hari 1-3 adalah adanya rasa nyeri.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama
haid, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak,
penolong siapa, nifas normal atau tidak.
c) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh klien apakah menggunakan KB
hormonal atau yang lainya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab
oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran
dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus di observasi dan penurunan
tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
2. Sistem pernafasan
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar
tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat
terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada
saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada
klien yang memakai anaestesi general.
3. Sistem perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan.
Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi,
muntah akibat anestesi.
4. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,
tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori
perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.
5. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai ketakutan,
marah atau menarik diri.
Klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam
pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk
menghadapi situasi baru.
6. Eliminasi
Kateter urinaris indweiling mungkin terpasang: urine jernih pucat.
Bising usus tidak ada, samar atau jelas.
7. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber. Misal: trauma bedah/
insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek anestesia,
mulut mungkin kering.
9. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda kering dan utuh.
Jalur parental bila digunakan paten can sisi bebas eritema, bengkok, nyeri
tekan.
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
11. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan
tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali
normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah
menunjukkan adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila
tekanan darah tinggi, dapat menunjuk kemungkinan adanya pre-
eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit
kemungkinan disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan
mencapai lebih dari 38oC pada hari kedua sampai hari-
hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit
yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan
istiraha penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama
post partum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira
110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena
infeksi khususnya bila disertai peningkatan
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada
respirasi cepat pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya
ikutan dari tanda-tanda syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa apakah
konjungtiva pucat, apakah skelera ikterus, dan lain-lain

b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran kelejar
tiroid, pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.

c) Thorak
- Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil, pruduksi
kolostrums /48 jam. Kaji ada tidaknya massa, atau
pembesaran pembuluh limfe.
- Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler tunggal
- Paru: kaji pernafasa ibu

d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus. Kaji adanya linea gravidarum, strie
alba, albican.

e) Genetalia
- Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi
normal.
- Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lokhea
- Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn struktur
internal dan eksternal.
- Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan produksi
mukus normal.

f) Perinium dan Anus


Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis,
discharge, loss of approximation). Dan kaji ada tidaknya hemoroid.

g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari,
hangat, adanya nyeri dan kemerahan, varises, refleks patella, dan
kaji homans sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
2) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan
diri.
3. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, bersihan
jalan napas efektif.
Kriteria hasil : Tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan
dapat melakukan batuk efektif.
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk).
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas.
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas.
Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan
nafas.
d. Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.
e. Ajarkan batuk efektif.
Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.

2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma


pembedahan, efek anastesi, efek hormonal dan distensi kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ........x 24 jam, klien
tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil : Mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri,
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya, dan mampu
untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan.
b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
c. Ajarkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
e. Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien.
f. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas
pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan
kualitas baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan
pengeluaran urine yang sesuai.
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan
intraoperasi.
Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan
penggantian.
b. Kaji pengeluaran urinarius.
Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistemurinarius.
c. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.
Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik
menunjukan kekurangan cairan.
d. Catat munculnya mual/muntah.
Rasional : mual yang terjadi 12-24 jam pascaoperasi dihubungkan dengan
anestesi; mual lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan dengan
narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat- obatan lainnya.
e. Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mengindikasikan formasi
hematoma/pendarahan.
f. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer.
g. Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius yang
adekuat.
h. Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai
petunjuk.
Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
Hb/Ht
Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.
Elektrolit serumdan pH.
Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalamcairan atau
tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan.
j. Berikan darah atau kemasan SDM bila diperlukan sesuai indikasi.
Rasional : kehilangan pendarahan, penurunan produksi SDM dapat
mengakibatkan anemia berat atau progresif.
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, gangguan
mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil : Tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh
yang sakit/kompensasi dan mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan
gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma
mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
c. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti bel
atau lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan
mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
d. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan
mencegah kontraktur dan atrofi otot.
e. Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
f. Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai yang
diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien emosional.
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, defisit
perawatan diri teratasi
Kriteria hasil : Mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri, dan mengidentifikasi/menggunakan sumber-
sumber yang tersedia.
Intervensi :
a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai
kebutuhan fisik.
b. Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk
berbaring datar.
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal).
Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan bantuan
profesional
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit,
pemajanan pada patogen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x 24 jam, klien
tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan
fungsio laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37 C), dan
pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi
(color).
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan
teknik aseptik.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
d. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat
keterlibatan.
e. Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah berlebihan.
f. Berikan antibiotik pada praoperasi
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
perubahan fisiologis, periode pemulihan, dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 24 jam, klien
menunjukan pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan,
dan kebutuhan perawatan diri.
Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis,
kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pengetahuan ibu, maturasi dan kompetensi.
b. Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima
penyuluhan.
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan
sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan
perasaan sejahtera
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Pasien


Klinis. Jakarta : EGC., Ed.9. 2009.
2. Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, EGC : jakarta. 2001.

3. Fizari, S. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From


Http://sekuracity/blogspot.com. 2013

4. Hincliff, S. Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC. 1999.

5. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC; 2005.

6. Mansjoer, A. Dasar-dasar Keperwatan Maternitas, EGC : jakarta. 1995.

7. Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC. 1998.

8. Manuaba, I. B. G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan :


Jakarta. 2000.

9. Mochtar, R. Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid 2.


EGC : Jakarta. 2002.

10. Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.

11. Syaifudin, Abdul Bari, Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina
Pustaka : Jakarta. 2002.

12. Winkjosastro, H. Dkk. Ilmu kebidanan, Bina Pustaka : Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai

  • Leaflet Gizi Balita
    Leaflet Gizi Balita
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Gizi Balita
    yo2_laxana
    100% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • TELAAH
    TELAAH
    Dokumen4 halaman
    TELAAH
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi
    Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi
    Dokumen8 halaman
    Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen11 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • ZZZZ PPT Desiminasi Akhir
    ZZZZ PPT Desiminasi Akhir
    Dokumen16 halaman
    ZZZZ PPT Desiminasi Akhir
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen11 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Observasi Baru Pokja 3
    Observasi Baru Pokja 3
    Dokumen21 halaman
    Observasi Baru Pokja 3
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen11 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Dokumen2 halaman
    Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen11 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Vira Fix
    BAB IV Vira Fix
    Dokumen4 halaman
    BAB IV Vira Fix
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • No
    No
    Dokumen1 halaman
    No
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen3 halaman
    COVER
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen3 halaman
    Bab V
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • GANDCHAT
    GANDCHAT
    Dokumen1 halaman
    GANDCHAT
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Dokumen2 halaman
    Pre eklampsi, Umur 39 tahun, KPD, Nutrisi ibu kurang
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Woc Teori
    Woc Teori
    Dokumen2 halaman
    Woc Teori
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Woc Teori
    Woc Teori
    Dokumen2 halaman
    Woc Teori
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Halaman Pengesahan Fix
    Halaman Pengesahan Fix
    Dokumen1 halaman
    Halaman Pengesahan Fix
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • TELAAH
    TELAAH
    Dokumen4 halaman
    TELAAH
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Meeydia Hislove-unfortunately Umboh
    Belum ada peringkat