Anda di halaman 1dari 4

ETILEN

Etilen merupakan hormon tumbuhan (fitohormon) berwujud gas yang biasanya diproduksi oleh
tanaman dalam jumlah tertentu, dengan adanya faktor cekaman lingkungan seperti naungan,
kekeringan, kebanjiran, tekanan mekanis, pelukaan serta infeksi memicu tanaman untuk
memproduksi etilen secara berlebihan sehingga menghambat pertumbuhan tanaman (Ningrum
2013).

Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat dipercepat. Pada buah-buahan
klimaterik penggunaan gas etilen telah banyak digunakan untuk mempercepat pematangan
buah dan tingkat kematangan yang lebih seragam (Park et al., 2006; Singh dan Dwivendi, 2008;
Korsak dan Park, 2010). Etilen memainkan peran penting dalam mengatur pematangan buah
dan penuaan dan secara langsung mempengaruhi kualitas apel segar, termasuk penampilan,
warna, tekstur dan rasa (Yang et al., 2013).

Buah pisang masih terus melanjutkan proses respirasi setelah dipetik dari pohon. Laju respirasi
diukur dari jumlah O2 yang dikonsumsi atau CO2 yang dihasilkan selama pertumbuhan,
penuaan (maturation) , pematangan dan masa pelayuan sehingga diperoleh pola respirasinya.
Buah pisang mempunyai pola respirasi yang tergolong sebagai buah klimakterik (Winarno dan
Wirakarkusumah 1981).

Selama pemeraman terjadi hidrolisis pati dan degradasi dinding sel yang mengakibatkan
perubahan tekstur pada buah pisang. Selama proses pemasakan, buah pisang akanmengalami
peningkatan pelunakan buah, akan tetapi perlakuan dengan menggunakan suhu dingin akan
lebih terhambat dengan menggunakan suhu kamar (Sumadi dkk, 2004).

Suhu udara pada media pemeraman kedap udara lebih tinggi dibanding suhu udara pada media
pemeraman tidak kedap udara.Suhu tinggi pada media pemeraman kedap udara diakibatkan
oleh tidak adanya sirkulasi udara, sehinggga udara panas terkurung didalam. Buah pisang yang
dihasilkan pada media pemeraman kedap udara menjadi matang abnormal. Penyebab
kematangan abnormal diduga kandungan oksigen dalam media pemeraman sangat sedikit
sehingga kurang untuk kebutuhan respirasi

Buah yang mengalami proses pematangan akan mengalami perubahan tekstur yaitu buah yang
sudah matang akan jauh lebih lunak dibandingkan dengan buah yang masih muda. Hal ini
disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut berubah menjadi pektin yang dapat
larut atau hidrolisis zat pati. Oleh karena itu selama proses pematangan buah terjadi banya
peristiwa perubahan-perubahan biokimiawi dan struktural. Menurut Sumadi dkk (2004) selama
proses pemasakan, buah pisang akan mengalami pelunakan buah akibat degrades dinding sel
dan hidrolisis pati
bahwa etilen menyebabkan respon rangkap tiga atau triple response pada kecambah kacang
kapri. Triple response yang dimaksud antara lain menghambat pemanjangan batang,
menebalkan batang dan munculnya kebiasaan membuat lekukan (hook) yang menyebabkan
batang tumbuh secara horizontal atau mendatar (Salisbury dan Ross 1995).

bahwa kedelai yang ditumbuhkan bersama-sama dengan buah pisang sebagian besar tumbuh
normal untuk semua varietas sehingga tidak terlihat variasi triple response pada ketiga varietas
tanaman karena gas etilen yang dihasilkan oleh buah pisang mungkin kurang cukup untuk
memicu triple response.

Pada tanaman yang memperlihatkan triple response, pertumbuhan panjang kecambahnya


terhambat dan juga terjadi penebalan pada batang. Penebalan ini terjadi karena pemelaran sel
ke arah samping sehingga batang cenderung pendek dan tebal (Salisbury dan Ross 1995).
Pemelaran sel ke arah samping ini diakibatkan oleh tekanan turgor pada dinding sel yang
mengakibatkan sel dalam keadaan turgid (mengembang) (Salisbury dan Ross 1992).

Epikotil merupakan bagian dari batang kecambah yang membengkok karena etilen. Menurut
seorang ahli fisiologi Rusia yaitu Dimitry N. Neljubow 1876-1926 bahwa bengkokan ini
memungkinkan batang bertumbuh secara horizontal atau mendatar sehingga pertumbuhan
tanaman kedelai menjadi tidak normal (Salisbury dan Ross 1995). Semakin kecil nilai derajat
bengkokan kedelai menunjukkan kedelai tahan terhadap etilen dan tidak memunculkan
kebiasaan atau membuat bengkokan (hook) yang menyebabkan kedelai tumbuh mendatar.

Terbentuknya bengkokan (hook) pada epikotil kecambah kedelai adalah karena hasil
pembelahan dan pemanjangan sel diferensial. Sel-sel bagian dalam bengkokan (hook)
memanjang lebih lambat dibandingkan dengan sisi luar dan proses ini dikendalikan oleh etilen
serta auksin (Raz dan Koornneef 2001, Raz dan Ecker 1999, Silk dan Ericson 1978, Lehman et al.
1996 dalam Vriezen et al. 2004).

Pada kecambah kedelai yang memperlihatkan triple response yang direfleksikan dengan
pertumbuhan batang terhambat dan batang cenderung tebal karena pemelaran sel ke arah
samping lebih terpacu. Perubahan bentuk sel disebabkan oleh orientasi mikrofibil selulosa yang
diendapkan ke dinding sel, lebih ke arah memanjang sehingga menghambat pemelaran yang
sejajar dengan mikrofibil dan hanya memungkinkan pemelaran terjadi dalam arah tegak lurus
terhadap mikrofibil (Salisbury dan Ross 1995).
AUKSIN

Beberapa faktor seperti konsentrasi haramakro dan mikro dalam media perakaran,jenis zat
Pengatur tumbuh yang digunakan sangat mempengaruhi dalam tahap perakarandan Pertunasan.
Selain itu, konsentrasimineral dalam media kultur mempengaruhikarakteristik perakaran.
Pengurangan setengah konsentrasi unsur hara makro dan mikro dalam media perakaran dapat
meningkatkan laju perakaran (Fotopoulus & Sotiropoulus, 2005).
Zat Pengatur Tumbuh (plant growth regulator) adalah senyawa organik bukan nutrisi
yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Dewi, 2008). Dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur. Dewi (2008) menyebutkan bahwa fungsi auksin
antara lain mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan
percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme dan geotropisme. Auksin
terbagi menjadi beberapa jenis antara lain : Indole Acetic Acid (IAA) , Indole Butyric Acid
(IBA), Naphtaleneacetic Acid (NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D). Di alam
IAA diidentifikasikan sebagai auksin yang aktif di dalam tumbuhan (endogenous) yang
diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif seperti contonya tunas, sedangkan IBA dan
NAA merupakan auksin sintetis (Hoesen et al., 2000). tetapi untuk menginduksi perakaran akan
lebih baik hanya dengan penambahan satu jenis auksin saja (George & Sherrington, 1984)
Hu & Wang (1983) dalam Dodds &Roberts (1995) mengatakan bahwa kemampuan jaringan
untuk membentuk akar bergantung pada zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan ke dalam
media, antara lain auksin. Selain jenis auksin, konsentrasi auksin juga berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman dalam kultur jaringan.
Auksin sintetik yang sering digunakan untuk menginduksi menginduksi,perakaran in
vitro adalah NAA danIBA dalam konsentrasi rendah (Dodds & Roberts, 1995). Himanen et al.
(2002) dan Husniati (2010) menyatakan bahwa auksin memicu terjadinya pembelahan sel,
sehingga diperlukan untuk pembentukan akar. Akan tetapi pada kondisi tertentu auksin juga
dapat bersifat meracuni tanaman. Auksin jenis IAA pada konsentrasi 0,1 mg/L menghasilkan
akar terpanjang Pada konsentrasi rendah, IAA menyebabkan pemanjangan baik pada pucuk
maupun pada akar Jika konsentrasi IAA lebih tinggi, efeknya menjadi berlawanan sehingga
pemanjangan pucuk dan akar menjadi terhambat Fuchs (1986) mengatakan bahwa penambahan
auksin dengan konsentrasi tertentu tidak selalu meningkatkan pertumbuhan akar tetapi justru
dapat menurunkan pertumbuhan akar. Hal tersebut berhubungan dengan kadar nitrogen yang ada
pada masing-masing media tumbuh yang telah dikombinasikan dengan berbagai jenis auksin.
Kaneda & Harada (1979) cit. Kaneda et.al. (1997) mengatakan bahwa jumlah nitrogen yang
melimpah pada media kurang baik untuk pertumbuhan akar karena asam amino yang terbentuk
dapat menghambat pembentukan akar. Penambahan konsentrasi yang optimal untuk
pertumbuhan akar berbeda pada masing-masing tanaman. Pada umumnya auksin digunakan
untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu
pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987). Dalam proses
pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen
yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh
jaringan tanaman (Winata, 1987).
Auksin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman, dalam penelitian ini
mendorong pembentukan kalus dan akar. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan akar
Luckwill (Jum1956 dalam Abidin, 1987) telah melakukan suatu eksperimen dengan zat kimia
NAA, IAN, dan IAA. Diperoleh petunjuk bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan
primordia akar. Substansi kimia yang digunakan dalam penelitian ini mengandung bahab-bahan
tersebut. Dewi (2008) menyebutkan bahwa salah satu fungsi auksin adalah mempengaruhi
diferensiasi dan percabangan akar. Hu dan Wang (1983) dalam Dodds dan Roberts (1995)
mengatakan bahwa kemampuan jaringan untuk membentuk akar bergantung pada zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang ditambahkan ke dalam media, antara lain auksin.

Anda mungkin juga menyukai