Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

1. Kasus ( Masalah Utama )


Perilaku Kekerasan

2. Proses Terjadinya Masalah

A. Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang


yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada
di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan
kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah ( fitriyani, hanik, 2015).
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman.
(Stuart dan Sundeen, 2013). Amuk merupakan respons kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan
(Keliat, 2009).

B. Rentang Respons Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Amuk
Gambar : Rentang Respons Marah
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol ( Stuart & ssudden, 2013 )

Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif

Karakteristik Pasif Asertif Amuk


N ada bicara Negatif Positif Berlebihan
Menghina diri Menghargai diri Menghina orang lain
Dapatkah saya sendiri Anda selalu/tidak
lakukan? Saya dapat/akan pernah?
Dapatkah ia lakukan?la lakukan
Nada suara Ia Diam D diatur T Tinggi
Lemah Menuntut
Merengek
S sikap tubuh Melotot, T tegak, relaks Tegang, bersandar
menundukan kepala kedepan
Personal space Orang lain dapat menjaga jarak yang Memiliki teritorial
masuk pada teitorial menyenangkan orang lain
pribadi Mempertahankan hak
tempat/teritorial
Gerakan Minimal, lemah Mengancam,
Resah Memperlihatkan ekspansi gerakan
gerakan yang sesuai

Kontak mata Melotot


Sedikit/tidak ada Sesekali (intermiten)

Sesuai dengan
kebutuhan interaksi

2
( Kelliat, budiana. 2009)

C. Gejala Atau Tanda Marah

1. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman
c. Rasa terganggu
d. Marah (dendam)
e. Jengkel
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat

4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Keraguan
d. Tidak bermoral
e. Kebejatan
f. Kreativitas terlambat

3
5. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan
f. Humor

( fitryani, hanik. 2015 )

D. Proses Terjadinya Amuk


Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah respons
marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat
berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa
perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1)
mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata
yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan
pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk.

E. Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari dorongan
insting (instinctual drives).
2. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari peningkatan
frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan.

4
3. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut.
a. Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu, mengatur sistem
informasi dan memori.
b. Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi
pendengaran.
c. Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta pengelolaan
emosi dan alasan berpikir.
d. Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin (5-
HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.

4. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar mengakibatkan
kegagalan kemampuan dalam berespons positif terhadap frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self esteem)
individu.
c. Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child abuse)
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi penggunaan kekerasan
sebagai koping.
Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar
dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai berikut.
a. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.
b. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok, saudara,
figur olahragawan atau artis, serta media elektronik (berita kekerasan, perang,
olahraga keras).

5
5. Sosial kultural
a. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan ekspresi
perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang
kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap marah
yang sehat.
Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan
yang maladaptif antara lain sebagai berikut.
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
b. Status dalam perkawinan.
c. Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
d. Pengangguran.
e. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur keluarga
dalam sosial kultural.
( kelliat, budiana.2009)

F. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1. Internal
a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai.
c. Kritik( kelliat, budiana.2009)

6
G. penatalaksanaan farmakologi

Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah
atau perilaku kekerasan adalah :

1. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi


yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi.
2. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood
4. Amitriptyline danTrazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan
dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
5. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
6. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan (yosep, 2007)

3. Proses Keperawatan

a. Pohon diagnosa

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah Kronik

7
b. Diagnosa Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Diagnosa keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Harga Diri Rendah kronik
d. Koping Individu Tidak Efektif
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak, melempar dan membanting barang-barang
- Agitasi
- Meninju
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif:
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

8
- Merusak dan melempar barang-barang.

c. Gangguan harga diri: harga diri rendah


Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
( stuart, sudden, 2013)
Rencana Intervensi Perilaku Kekerasan
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.

2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.

9
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara:
1) verbal,
2) terhadap orang lain,
3) terhadap diri sendiri,
4) terhadap lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) Obat
2) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
3) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
4) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas dalam dan
pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat.
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol
perilaku kekerasan.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala,
serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.

10
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan.
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
Strategi Penahanan

Stategi Preventif Strategi antisipasi Strategi Penahanan

Antisipasi
Komunikasi
Kesadaran diri Manajemen krisis

Pendidikan pasien Perubahan lingkungan Pengasingan

Latihan asertif Perilaku Pengendalian/pengekangan


Psikofarmakologi

Rangkaian Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku Kekerasan


Manajemen Krisis
1. Identifikasi pemimpin tim krisis.
2. Susun atau kumpulkan tim krisis.
3. Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
4. Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
5. Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
6. Susun strategi dan beritahu anggota lain.
7. Tugas penanganan pasien secara fisik.
8. Jelaskan semua tindakan pada pasien, Kami harus mengontrol Tono, karena perilaku Tono
berbahaya pada Tono dan orang lain. Jika Tono sudah dapat mengontrol perilakunya, kami
akan lepaskan.
9. Ikat/kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman).
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.

11
11. Jaga tetap kalem dan konsisten.
12. Evaluasi tindakan dengan tim.
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.

Pengasingan
Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di tempat yang aman dan cocok
untuk tindakan keperawatan. Tujuannya adalah melindungi pasien, orang lain, dan staf dari
bahaya. Hal ini legal jika dilakukan secara terapeutik dan etis. Prinsip pengasingan antara lain
sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995: 738).
1. Pembatasan gerak
a. Aman dari mencederai diri.
b. Lingkungan aman dari perilaku pasien.
2. Isolasi
a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya paranoid.
b. Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap.
3. Pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus.
Pengekangan
Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien, serta melindungi pasien dan
orang lain dari cedera. Indikasi antara lain sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan mengontrol perilaku.
2. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial.
3. Hiperaktif dan agitasi.
Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan.
2. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai.
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital, sirkulasi, dan membuka ikatan
untuk latihan gerak.
4. Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan perawatan diri.

12
( stuart, sudden. 2013)

Evaluasi

1. Pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai
jadwal, yang meliputi:
1) secara fisik,
2) secara sosial/verbal,
3) secara spiritual,
4) terapi psikofarmaka.
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat.
( fitryani, hanik dkk, 2013)

13
DAFTAR PUSTAKA

Fitryasari, risky, hanik, endang dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba medika
Keliat, budi anna, dkk. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, gall & sundeen. 2013. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakata: EGC

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

14

Anda mungkin juga menyukai