Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Anak merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki
daya perhatian pendek, dan memiliki masa yang paling potensial untuk
belajar. Anak yang sehat merupakan akar dari pertumbuhan generasi muda
yang kuat dan unggul untuk mengisi pembangunan suatu Negara. Faktor
yang kondusif untuk kesehatan anak ke masa depan adalah dengan upaya
pendidikan kesehatan anak sejak dini.
Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan atas anak untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen didalam
kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap seseorang anak. Kualitas
pendidikan untuk anak berkaitan erat dengan sumber daya manusia yang
berkualitas pula. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah yang
memiliki jasmani dan rohani yang sehat. Upaya pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas dan sehat antara lain dengan melaksanakan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Maka dari itu upaya pendidikan untuk
kesehatan anak melalui Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan Puskesmas sangat penting karena akan sangat membantu
anak dalam tumbuh kembangnya ke masa depan.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal
79 menyatakan bahwa Kesehatan Sekolah diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup
sehat sehingga peserta didik belajar, tumbuh dan berkembang secara
harmonis dan setinggi-tingginya menjadi Sumber Daya Manusia yang
berkualitas. Usaha Kesehatan Sekolah adalah segala usaha yang dilakukan
untuk meningkatkan kesehatan peserta didik. Kegiatan pokok program UKS,
dikenal dengan istilah Trias UKS, meliputi: 1) Pelayanan kesehatan di
sekolah; 2) Penyuluhan pendidikan kesehatan di sekolah; dan 3) Pembinaan

1
lingkungan kehidupan sekolah yang sehat. Kegiatan UKS harus dilakukan di
semua jenjang pendidikan, mulai tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar,
sekolah lanjutan tingkat pertama, sampai sekolah menengah umum dan
kejuruan, baik yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan
Nasional maupun Departemen Agama, temasuk pondok pesantren dan jalur
pendidikan luar sekolah. Program UKS juga harus dilaksanakan di Sekolah
Luar Biasa (SLB) yaitu sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak cacat.
Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik dan
menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya (Pedoman Pembinaan dan Pengembangan
Usaha Kesehatan Sekolah, 2012)
Perawat komunitas melaksanakan perannya dengan melaksanakan
skrening kesehatan, memberikan pelayanan dasar untuk luka dan keluhan
minor dengan memberikan pengobatan sederhana, memantau status
imunisasi siswa dan keluarganya dan juga aktif dalam mengidentifikasi anak-
anak yang mempunyai masalah kesehatan. Perawat perlu memahami
peraturan yang ada dan menyangkut anak-anak usia sekolah, seperti
memberikan libur pada siswa karena adanya penyakit menular, kutu, kudis
atau parasit lain. Disamping itu perawat juga berperan sebagai konsultan
terutama untuk para guru, perawat dapat memberikan informasi tentang
pentingnya memberikan pengajaran kesehatan di kelas, pengembangan
kurikulum yang terkait dengan kesehatan, serta cara-cara penanganan
kesehatan yang bersifat khusus, kecacatan dan penyakit-penyakit yang ada
seperti hemofilia dan AIDS. Perawatan kesehatan sekolah mengaplikasikan
praktek keperawatan untuk memenuhi kebutuhan unit individu, kelompok dan
masyarakat sekolah. Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu
jenis pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan dan

2
menumbuhkan kemandirian siswa untuk hidup sehat, menciptakan
lingkungan dan suasana sekolah yang sehat. Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkunganya dan sasaran penunjang
adalah guru dan kader.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari kesehatan sekolah
2. Bagaimana praktik dari perawatan sekolah (trias KS): UKS?
3. Bagaimana Isu praktik perawat yang ada di sekolah?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui konsep kesehatan sekolah
2. Mengetahui praktik perawatan sekolah (trias KS): UKS.
3. Mengetahui Isu praktik perawat sekolah

3
BAB II
ISI

Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang akan


menjadi tumpuan kualitas bangsa dalam kontesk sumber daya manusia yang
akan datang. Kelompok usia anak sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 66
juta atau 28% dari jumlah penduduk menurut hasil sensus penduduk 2010.
Dari jumlah tersebut, sekitar 46 juta atau 70% di antaranya bersekolah baik di
tingkat sekolah dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI); sekolah menengah
pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs); dan sekolah menengah
atas(SMA)/sekolah menengah kejuruan (SMK)/madrasah aliyah (MA).
Semakin banyak jumlah anak usia sekolah tersebut juga
mengindikasikan jumlah masalah kesehatan yang muncul pada jenjang usia
tersebut juga banyak. Masalah kesehatan anak usia sekolah sangat
kompleks dan bervariasi. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 26,4%
anak usia kelompok SD/SMP menderita anemia gizi yang dapat berpengaruh
pada prestasi belajar. Di samping itu Riskesdas juga melaporkan perilaku
berisiko yang dilakukan oleh kelompok usia anak sekolah, seperti merokok
pada 18,3% anak usia 15-19 tahun, kurang aktivitas fisik pada 35,4% anak
usia 15-19 tahun, kurang mengonsumsi sayuran pada 95% anak usia 13-15
tahun, tidak menggosok gigi secara benar pada 92,3% anak usia 13-15
tahun, dan tidak mencuci tangan dengan benar pada 80% anak usia 13-15
tahun. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya jajanan yang tidak
memenuhi syarat lingkungan sekolah. Laporan BPOM 2013 menunjukkan
bahwa sekitar 31,8% panganan dan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dijual
di lingkungan sekolah dasar mengandung bahan berbahaya (Hukormas,
2014).
Kemenkes RI masih giat dalam upaya penanggulangan masalah
kesehatan anak usia sekolah di Indonesia. Tiga masalah utama yang jadi
fokus utama ialah kebiasaan merokok pada usia sekolah, kurang makan

4
sayur dan buah, dan perilaku mencuci tangan agar bisa mencegah penyakit.
Menurut perbandingan Riskesdas tahun 2007 dan 2010, ditemukan kejadian
anak merokok pada usia sekolah ialah usia tahun lima sampai sembilan,
anak merokok pada usia sekolah meningkat dari 1.2 persen menjadi 1.7
persen. Kemudian, kategori 10 sampai dengan 14 tahun dari 10.3 persen
meningkat menjadi 17.5 persen dan makin tinggi dikategori umur selanjutnya.
Kemudian, prevalensi anak usia sekolah kurang makan buah dan
sayur masih di angka 93.6 persen dari 100 persen untuk kategori umur 10
sampai dengan 14 tahun. Sementara perilaku benar dalam cuci tangan ialah
masih sebatas 17 persen di umur 10 sampai 14 tahun dari 100 persen.
Semua itu tengah menjadi fokus pada Kemenkes RI agar tahun depan bisa
ditekan dari tahun ke tahun.
"Masalah anak usia sekolah itu terdiri dari anak sudah mulai merokok,
kurang makan sayuran dan buah, dan perilaku cuci tangan yang memburuk.
Semua itu fokus kita sekarang yang rata-rata terus meningkat," jelasnya dr.
Kuwait Sri Handoyo, Sekertaris Ditjen Bina Gizi & Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), dalam acara bertema Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
dan Anak di Gedung Adhyatma, Kantor Kemenkes, Jakarta, Kamis
(5/12/2013).
dr. Kuwait menuturkan, untuk bisa menanggulangi semua masalah
kesehatan usia itu, Kemenkes RI sudah berkolaborasi lintas sektoral dengan
Kemendikbud untuk memaksimalkan Unit Kesehatan Sekolah. Dalam UKS
nanti, akan ada guru konseling selaku mediator bagi anak-anak yang sudah
memiliki kebiasaan merokok, kurang makan sayur dan perilaku, mengedukasi
pentingnya mencuci tangan. Sehingga dari pemaksimalan peran UKS,
populasi masalah anak pada tiga masalah itu bisa terus ditekan setiap tahun
(Qalbinur Nawawi, 2013).
Sedangkan menurut hasil evaluasi dan pengamatan yang dilakukan
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa
masalah kesehatan yang sering menimpa peserta didik meliputi:

5
a. Sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan :
Jamban
Air bersih
b. Meningkatnya pecandu narkoba.
c. Meningkatnya HIV/AIDS melalui hubungan seksual.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat seperti: diare, cacingan, gigi berlubang
dan lain-lain.
(Kemendikbud, Dirjen Pendidikan Dasar, 2012)

2.1 Konsep Kesehatan Sekolah


2.1.1 Sejarah Usaha Kesehatan Sekolah
Usaha kesehatan sekolah dirintis sejak tahun 1956 melalui Pilot
Project di Jakarta dan Bekasi yang merupakan kerjasama antara
Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Dan kebudayaan dan
Departemen Dalam Negeri. Dalam tahun 1980 ditingkatkan menjadi
Keputusan Bersama antara Depdikbud dan Depkes tentang kelompok kerja
UKS. Untuk mencapai kemantapan dan pembinaan secara terpadu
ditetapkan surat keputusan bersama antara Mendikbud, Menkes, Mendagri,
dan Menag tanggal 3 September 1980 tentang Pokok Kebijaksanaan dan
Pengembangan UKS No. 408a/U/1984, Nomor 3191/Menkes/SKB/VI/1984,
Nomor 74/th/1984, Nomor 61/1984. Sedangkan tentang Tim Pembina UKS
Nomor 408b, Nomor 319a/Menkes/SKB/VI/1984, Nomor 74a/1984, Nomor
61/1984 yang disempurnakan dengan Nomor 0372a/P/1989, Nomor
390a/Menkes/SKB/VI/1989, Nomor 140a/1989, Nomor 30a tahun 1989,
tanggal 12 Juni 1989 (Effendy, 1998).

2.1.2 Dasar Kebijakan


Dasar kebijaksanaan pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah adalah
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Pembinaan Anak Sekolah.

6
2.1.3 Pola Pembinaan
Pembinaan Kesehatan Anak, dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pembinaan bayi, balita, dan anak usia pra sekolah (umur 0-6
tahun)
b. Pembinaan kesehatan anak usia sekolah (umur 7-21 tahun) yang
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
Pra Remaja (7-12 tahun)
Remaja (13-18tahun)
Dewasa muda (19-21 tahun)
Pola pembinaan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan
kesehatan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.1.4 Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah


a. Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan
terhadap masalah kesehatan.
b. Usia sekolah sangat peka untuk menenamkan pengertian dan
kebiasaan hidup sehat.
c. Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi
dengan baik.
d. Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berperngaruh
terhadap prestasi belajar yang dicapai.
e. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia
anak-anak yang merupakan wajib belajar.
f. Pendidikan kesehatan melalui anak-anak adalah sangat efektif
untuk mengubah perilaku dan kebiasaan hidup sehat.

2.1.5 Program Pembinaan Anak Usia Sekolah


a. Melalui sekolah, dikenal dengan usaha kesehatan sekolah (UKS),
dilaksanakan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai

7
pendidikan menengah, termasuk sekolah agama dan taman
kanak-kanak serta sekolaha luar biasa.
b. Di luar sekolah, melalui kelompok-kelompok khusus seperti
kelompok desa wisma, organisasi pemuda seperti karang taruna,
lembaga swadaya masyarakatdan sebagainya.

2.2 Praktik Perawatan Sekolah: UKS


2.2.1 Definisi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan, usaha
kesehatan sekolah adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaan
hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikandan
pelayanan kesehatan disekolah, perguruan sekolah serta usaha-usaha yang
dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan pemeliharaan kesehatan di
sekolah. (Effendy, 1998: 111).
Usaha kesehatan sekolah adalah salah satu wahana untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik
sedini mungkin, selanjutnya di sebutkan UKS harus sudah mendapat tempat
dan perhatian yang baik di dalam lingkungan pendidikan. Secara garis besar
UKS dapat dikelompokan dalam tiga bidang atau di sebut dengan 3 program
UKS atau yang dikenal sebagai Trias UKS yaitu: a. pendidikan kesehatan, b.
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan c. kehidupan lingkungan yang
sehat. Usaha ini dijalankan mulai dari Sekolah Dasar sampai sekolah
lanjutan, sekarang pelaksanaanya diutamakan di sekolah Dasar. Hal ini
disebabkan karena Sekolah merupakan komunitas (kelompok) yang sangat
besar, rentan terhadap berbagai penyakit, dan merupakan dasar bagi
pendidikan selanjutnya. Meskipun demikian bukan berarti mengabaikan
pelaksanaan selanjutnya di sekolah sekolah lanjutan (Murifah, 1991: 251).
Menurut Adik Wibowo (2002) struktur organisasi UKS mengikuti
struktur organisasi Departemen Kesehatan RI yaitu:
Tingkat Pusat

8
Sub Direktorat Kesehatan Sekolah dan Olahraga, Direktorat Kesehatan
Masyarakat terdiri dari beberapa seksi yaitu seksi kesehatan anak
sekolah dan mahasiswa, seksi kesehatan anak-anak luar biasa, seksi
olahraga kesehatan, seksi pengembangan metode. Fungsi dan
tanggung jawabnya membuat program kerja melakukan koordinasi,
melakukan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan UKS di seluruh
Indonesia, mengusahakan bantuan teknis dan materiil, bersama-sama
dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyusun kurikulum
tentang kesehatan pada umumnya dan UKS pada khususnya,
menyelenggarakan lokakarya, seminar, rapat kerja diskusi penataran
dan lain-lain.
Tingkat Provinsi
Fungsi dan tanggung jawabnya adalah sebagai koordinator pelaksana
UKS di tingkat provinsi yang meliputi : membuat rencana program kerja,
membuat bimbingan teknis, melakukan koordinasi dan pengawasan,
menerima laporan kegiatan dari tingkat kabupaten/ kota melaporkan
kegiatan ke tingkat pusat, memberi bantuan materi dan keuangan ke
daerah dan lain-lain usaha yang dianggap perlu.
Tingkat Kota/Kabupaten
Penanggung jawab UKS pada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Fungsi dan tanggung jawabnya meliputi : membuat rencana kerja
harian, melakukan koordinasi kegiatan-kegiatan kesehatan yang
ditujukan kepada anak didik dan masyarakat sekolah, melakukan
pengawasan pelaksanaan UKS di sekolah, melaporkan kegiatan
ditingkat provinsi, menyelenggarakan kursus-kursus kesehatan, kursus
UKS bagi guru, murid, dan petugas kesehatan setempat, memupuk
kerjasama yang ada hubungannya dengan pelaksanaan UKS.
Tingkat Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu usaha kesatuan unit
organisasi kesehatan yang langsung memberi pelayanan kepada

9
masyarakat secara menyeluruh dan terintegrasi di wilayah kerja tertentu
dalam bentuk usaha-usaha kesehatan.
Tingkat Sekolah
Keanggotaan Tim Pelaksana UKS di sekolah ditetapkan oleh kepala
sekolah. Keanggotaannya terdiri dari unsur Pemerintah Desa/Kelurahan,
Kepala Sekolah, Guru, Pamong Belajar, Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), Puskesmas, Orang tua murid, serta unsur lain yang relevan.
2.2.2 Tujuan UKS
Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik dan
menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.Sedangkan secara khusus tujuan UKS adalah
untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan
peserta didik yang di dalamnya mencakup:
a. Memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk melaksanakan
prinsip hidup sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha
peningkatan kesehatan di sekolah dan di perguruan agama, di rumah
tangga, maupun di lingkungan masyarakat;
b. Sehat, baik dalam arti fisik, mental, sosial maupun lingkungan; dan
c. Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk,
penyalahgunaan narkoba, alkohol dan kebiasaan merokok serta hal-hal
yang berkaitan dengan masalah pornografi dan masalah sosial lainnya.
2.2.3 Sasaran Usaha Kesehatan Sekolah
UKS ialah upaya pelayanan kesehatan yang terdapat di sekolah yang
bertujuan menangani anak didik yang mengalami kecelakaan ringan,
melayani kesehatan dasar bagi anak didik selama sekolah (pemberian
imunisasi), memantau pertumbuhan dan status gizi anak didik (Drajat
Martianto, 2005: 1). Sasaran pembinaan dan pengembangan UKS meliputi

10
peserta didik sebagai sasaran primer, guru pamong belajar/tutor orang tua,
pengelola pendidikan dan pengelola kesehatan serta TP UKS di setiap
jenjang sebagai sasaran sekunder. Sedangkan sasaran tertier adalah
lembaga pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah/TK sampai SLTA,
termasuk satuan pendidikan luar sekolah dan perguruan tinggi agama serta
pondok pesantren beserta lingkungannya (Depkes, 2008). Sasaran lainnya
adalah sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan
kesehatan. Sasaran tertier lainnya adalah lingkungan yang meliputi
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar sekolah. Sekolah
sebagai lembaga (institusi) pendidikan merupakan media yang penting untuk
menyalurkan segala bentuk pembaharuan tata cara dan kebiasaan hidup
sehat, agar lebih mudah tertanam pada anak-anak. Dengan demikian, akan
dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan keluarga, masyarakat
sekitarnya, bahkan masyarakat yang lebih luas lagi. Anak didik dikemudian
hari diharapkan akan memiliki sikap dan kebiasaan hidup dangan norma-
norma kesehatan.
2.2.4 Ruang Lingkup Pembinaan UKS
Ruang lingkup pembinaan UKS meliputi:
a. Pendidikan kesehatan
b. Pelayanan kesehatan
c. Pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat
d. Ketenagaan
e. Sarana prasarana
f. Penelitian dan pengembangan
g. Manajemen/organisasi
h. Monitoring dan evaluasi.
2.2.5 Program Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan
peserta didik dilakukan upaya penanaman prinsip hidup sehat sedini mungkin

11
melalui Tri Program UKS. Menurut Nasrul Effendy (1998: 112), kegiatan
utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS, yang terdiri dari:
2.2.5.1 Pendidikan kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan kesehatan
adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan.
Menurut Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah Kota Depok, pendidikan
kesehatan dilaksanakan dengan tujuan, agar peserta didik memiliki:
pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup sehat dan teratur,
nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat, keterampilan dalam
melaksanakan hal yang berkaiatan dengan pemeliharaan, pertolongan dan
perawatan kesehatan, kebiasaan hidup sehari-hari yang sesuai dengan
syarat kesehatan, dan kemampuan untuk melaksanakan perilaku hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
a. Kegiatan Intrakulikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan
merupakan bagian kurikulum sekolah, dapat berupa mata pelajaran
yang berdiri sendiri seperti mata pelajaran ilmu pengetahuan
kesehatan atau disisipkan dalam ilmu-ilmu lain seperti olahraga
dan kesehatan, ilmu pengetahuan dan sebagianya.
Taman Kanak-kanak/Raudhatuh Athfal
Pelaksanaan pendidikan kesehatan sesuai dengan Garis-
garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan, yang diberikan pengenalan,
pembangkit minat, dan penanaman kebiasaan hidup sehat.
Materi pendidikan kesehatan mencakup:
Kebersihan dan kesehatan pribadi;
Kebersihan dan kerapihan lingkungan;

12
Makanan dan minuman sehat.
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui kegiatan kurikuler
adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran.
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya pada standard
isi yang telah diatur dalam Peraturan Mendiknas nomor 22
tahun 2006 pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan.
Pelaksanaannya diberikan melalui peningkatan pengetahuan
penanaman nilai dan sikap positif terhadap prinsip hidup sehat
dan peningkatan keterampilan dalam melaksanakan hal yang
berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan dan perawatan
kesehatan. Materi pendidikan kesehatan mencakup :
Menjaga kebersihan diri;
Mengenal pentingnya imunisasi;
Mengenal makanan sehat;
Mengenal bahaya penyakit diare,demam berdarah dan
influenza;
Menjaga kebersihan lingkungan (sekolah/madrasah dan
rumah);
Membiasakan buang sampah pada tempatnya
Mengenal cara menjaga kebersihan alat reproduksi;
Mengenal bahaya merokok bagi kesehatan;
Mengenal bahaya minuman keras;
Mengenal bahaya narkoba;
Mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba;
Mengenal cara menolak perlakuan pelecehan seksual.
Sekolah Menengah Pertama/Madrash Tsanawiyah

13
Pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui kegiatan kurikuler
adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran.
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya pada standard
isi yang telah diatur dalam Peraturan Mendiknas nomor 22
tahun 2006 pada mata Pelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan, dimana untuk pendidikan kesehatan
pelaksanaanya dilakukan melalui peningkatan pengetahuan,
keterampilan, penanaman kebiasaan hidup sehat, terutama
melalui pemahaman penafsiran konsep-konsep yang
berkaitan dengan prinsip hidup sehat. Materi pendidikan
kesehatan mencakup:
Memahami pola makanan sehat;
Memahami perlunya keseimbangan gizi;
Memahami berbagai penyakit menular seksual;
Mengenal bahaya seks bebas;
Memahami berbagai penyakit menular yang bersumber
dari lingkungan yang tidak sehat;
Memahami cara menghindari bahaya kebakaran;
Memahami cara menghadapi berbagai bencana alam.
Sekolah Menengah Atas / Sekolah Menengah Kejuruan /
Madrasah Aliyah
Pelaksanaan pendidikan kesehatan melalu kegiatan kurikuler
adalah pelaksanaan pendidikan pada jam pelajaran.
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya
pada standard isi yang telah diatur dalam Peraturan
Mendiknas nomor 22 tahun 2006 pada dimata Pelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan pengetahuan,

14
keterampilan, terutama melalui peningkatan pemahaman dan
penafsiran konsep-konsep yang berkaitan dengan prinsip
hidup sehat sehingga mempunyai kemampuan untuk
menularkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pendidikan kesehatan mencakup:
Menganilisis bahaya penggunaan narkoba;
Memahami berbagai peraturan perundangan tentang
narkoba;
Menganalisis dampak seks bebas;
Memahami cara menghindari seks bebas;
Memahami bahaya HIV/AIDS;
Memahami cara menghindari penularan seks bebas.
Pada sekolah/madrasah kejuruan yang banyak
menggunakan mesin-mesin, peralatan tenaga listrik /
elektronika bahan kimia untuk pelaksanaan praktek di bengkel
sekolah / madrasah dapat mengakibatkan resiko atau bahaya
kecelakaan bagi peserta didik. Untuk itu perlu ditanamkan
sikap hidup yang selalu mengutamakan keselamatan kerja.
Sehingga pendidikan kesehatan untuk sekolah/madrasah
kejuruan harus ditekankan juga kepada pendidikan keamanan
dan keselamatan kerja.
Sekolah Luar Biasa
Pendidikan kesehatan pada SDLB, SMPLB, dan SMALB
dilaksanakan sesuai dengan kurikulum, materi, maupun
metode pengajarannya disesuaikan dengan kebutuhan,
tingkat kemampuan peserta didik, tingkat kemampuan guru
serta situasi dan kondisi sekolah, peserta didik, sarana dan
fasilitas pedidikan yang tersedia.
b. Kegiatan Ekstrakulikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan
di masukkan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler dalam rangka

15
menanamkan perilaku sehat peserta didik. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dapat berupa penyuluhan kesehatan dari petugas
puskesmas yang berkaitan dengan higiene personal yang meliputi
pemeliharaan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan kuku, mata,
telinga dan sebagainya, lomba poster sehat, dan perlombaan
kebersihan kelas.
Materi Mata Pelajaran Pendidikan Kesehatan di SD/ MI
a. Kesehatan pribadi, termasuk kesehatan pribadi
b. Makan dan minum sehat
c. Pengetahuan tentang UKS
d. Pencegahan penyakit (penyakit menular, tidak menular, dan
imunisasi
e. Kesehatan lingkungan
f. Pendidikan keselamatan
g. Pemeriksaan kesehatan
h. Keseimbangan antara gerak dan istirahat
i. P3K dan P3P
Disamping diberikan melalui mata pelajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan juga dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran lain yang
relevan misalnya pendidikan agama, karena pada sub pokok bahasan
pendidikan agama banyak juga yang berhubungan dengan masalah
kesehatan.
Faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan pendidikan
kesehatan
a. Keteladanan dan dorongan
Faktor keteladanan dan dorongan dari tenaga kependidikan
(Kepala sekolah/madrasah, guru, dan pegawas sekolah/madrasah)
di sekolah/madrasah, orang tua di rumah maupun masyarakat
mempunyai dampak positif terhadap keberhasilan pendidikan
kesehatan. Kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah dituntut

16
untuk selalu dapat menjadi contoh tauladan dan mampu
mendorong peserta didik, baik dalam perbaikan, berpenampilan
maupun bertingkah laku yang baik. Dengan demikian dapat
diharapkan peserta didik akan mencontohnya atau paling tidak
merasa bersalah bila tidak bertingkah laku yang baik, berpakaian
dan berpenampilan sesuai dengan yang dilakukan para tenaga
kependidikan tersebut. Akhirnya dalam diri peserta didik akan
tertanam kebiasaan yang baik pula
b. Kerjasama Antar Guru
Mengingat keberhasilan pendidikan kesehatan tergantung dari
pelaksanaan pendidikan yang terus menerus, yaitu tidak hanya
diberikan pada jam pelajaran yang tersedia, tetapi juga dilanjutkan
dengan pengamatan dan bimbingan hidup sehat untuk semua
murid tidak mungkin dilakukan hanya oleh guru Penjaskes.
c. Hubungan Guru dengan Orang Tua
Kesinambungan hubungan antara guru dan orang tua peserta didik
hendaknya harus tetap terjaga dengan baik dalam pengertian apa
yang diberikan oleh guru disekolah, hendaknya juga ditunjang oleh
orang tua dirumah. Dengan cara ini peran guru dan orang tua
dalam mengupayakan hal pendidikan kesehatan diharapkan dapat
saling menunjang dan dapat saling melengkapi.
d. Peran Serta Siswa Pendidikan ksehatan adalah pendidikan yang
menekankan pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat. (Tim
Pembina Usaha Kesehatan Sekolah Kota Depok).
2.2.5.2 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik agar dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat, yang pada akhirnya dapat meningatkan
produktivitas belajar dan prestasi belajar. Penekanan utama pada pelayanan
kesehatan di sekolah atau madrasah adalah upaya peningkatan (promotif),

17
pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif)
yang dilakukan secara serasi dan terpadu terhadap peserta didik yang pada
khususnya dan warga sekolah pada umumnya dibawah koordinasi pembina
UKS dengan bimbingan teknis dan pengawasan puskesmas setempat
(Nursalam, 2004).
Pelayanan kesehatan disekolah atau madrasah pada dasarnya
dilaksanakan dengan kegiatan yang komprehensif, yaitu kegiatan
peningkatan kesehatan (promotif) berupa penyuluhan kesehatan dan latihan
keterampilan memberikan pelayanan kesehatan, kemudian kegiatan
pencegahan (preventif) berupa kegiatan peningkatan daya tahan tubuh,
kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit, dan kegiatan
penghentian proses penyakit ssedini mungkin, serta selanjutnya adalah
kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) berupa
kegiatan mencegah cedera atau cacat agar dapat berfungsi optimal. Namun
demikian, upaya pelayanan kesehatan di sekolah, pemeriksaan berkala
seluruh siswa, penyuluhan kesehatan dan imunisasi.
Tujuan pelayanan kesehatan di sekolah
a. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakuka tindakan
hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit
dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan dan cacat
c. Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi akibat
penyakit/kelainan pengembalian fungsi dan peningkatan
kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi
optimal.
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan terhadap peserta didik
a. Sekolah/madrasah dilakukan melalui kegiatan ekstrakulikuler
b. Puskesmas serta instansi kesehatan jenjang berikutnya sesuai
kebutuhan/dengan program.

18
Kegiatan utama pelayanan kesehatan di sekolah dasar.
Pelayanan kesehatan di sekolah dasar diutamakan pada upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit, (preventif),
serta penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehbilitatif) yang
dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut.
a Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan
intrakurikuler dan penyuluhan kesehatan serta latihan keterampilan
oleh tenaga kesehatan di sekolah. Misalnya kegiatan penyuluhan
gizi, kesehatan pribadi, penyakit menular, cara menggosok gigi
yang benar, cara mengukur tinggi dan berat badan, serta cara
memeriksa ketajaman pengelihatan.
b Tindakan pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan
peningkatan daya tahan tubuh, mata rantai pemutusan rantai
penularan penyakit, dan penghentian proses penyakit pada tahap
dini sebelum timbul penyakit. Misalnya, imunisasi yang dilakukan
oleh petugas puskesmas, pemberantasan sarang nyamuk,
pengobatan sederhana oleh dokter kecil, kegiatan penjaringan
(skrining) kesehatan bagi siswa SD kelas satu dan pemeriksaan
berkala setiap enam bulan bagi seluruh siswa.
c Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan
melalui kegiatan pencegahan komplikasi dan kecacatan akibat
proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik yang cedera atau cacat agar dapat berfungsi dengan normal
lagi. Kegiatan dapat berupa pengobatan ringan dan pertolongan
pertama di sekolah serta rujukan medis ke puskesmas untuk
mengurangi derita sakit, kecelakaan, keracunan atau kondisi lain
yang membahayakan nyawa, dan kasus penyakit khusus.
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan di sekolah
a. Kegiatan pelayanan kesehatan yang didelegasikan kepada
guru.Sebagian pelayanan kesehatan dapat didelegasikan kepada

19
guru apabila di sekolah/ madrasah sudah ada guru yang telah
dibimbing tentang UKS oleh puskesmas. Kegiatan yang
didelegasikan itu ialah kegiatan promotif, preventif dan pengobatan
sederhana yang diperlukan pada saat terjadi kecelakaan atau
penyakit. Dlam hal ini kegiatan tersebut selain menjadi kegiatan
pelayanan, juga menjadi kegiatan pendidikan.
b. Kegiatan pelayanan kesehatan oleh petugas puskesmas Kegiatan
pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh petugas
puskesmas dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan secara terpadu (antara Kepala Sekolah atau
Madrasah dan Petugas Puskesmas).
2.2.5.3 Pemeliharaan lingkungan sekolah sehat
Lingkungan sekolah adalah bagian dari lingkungan yang menjadi
wadah atau tempat kegiatan pendidikan. Lingkungan sekolah sehat adalah
lingkungan sekolah yang kondisinya dapat mendukung penanaman perilaku
hidup bersih dan sehat serta peningkatan derajat kesehatan peserta didik.
Pentingnya Pemeliharaan lingkungan sekolah
a. Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental
b. Lingkungan sekolah yang sehat merupakan kondisi yang
keberhasilan proses belajar mengajar secara keseluruhan.
c. Lingkungan sekolah yang sehat merupakan suatu kondisi yang
menunjang penanaman perilaku sehat peserta didik (kondisi yang
menunjang keberhasian pendidikan kesehatan). Pemeliharaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat
d. Dilaksanakan dalam rangka menjadikan sekolah/ perguruan agar
sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya
proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan kesadaran,
kesanggupan dan keterampilan peserta didik untuk menjalankan
prinsip hidup sehat.
Lingkungan sekolah dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:

20
a. Lingkungan fisik, yang meliputi penyediaan dan pemeliharaan
tempat penampungan air bersih, pengadaan dan pemeliharaan
tempat pembuangan sampah, pengadaan dan pemeliharaan air
limbah, pemeliharaan kamar mandi, WC, kakus, urinoar,
pemeliharaan kebersihan dan kerapian ruangan kelas, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium dan tempat ibadah,
pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan taman
sekolah (termasuk penghijauan sekolah), pengadaan dan
pemeliharaan warung sekolah, pengadaan dan pemeliharaan
pagar sekolah.
b. Lingkungan non fisik (mental dan social), yang dilakukan melalui
usaha pemantapan sekolah sebagai lingkungan pendidikan dengan
meningkatkan pelaksanaan konsep ketahanan sekolah sehingga
tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat
antar sesame warga sekolah.
Kegiatan pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat
mencakup:
a. Pemeliharaan Lingkungan Fisik Sekolah
Penyediaan air bersih, pada prinsipnya harus tersedia pada tiap
sekolah. Sebagai sumber air bersih dapat dipakai/diambil dari
PAM atau sumur (sumur gali maupun sumur pompa). Agar
airnya tetap bersih maka sumber air tersebut perlu selalu
dipelihara sehingga tidak tercemar. Sumber air bersih yang
yang berasal dari sumur gali dibuatkan dinding pengaman dan
lantai yang baik tidak licin di sekitar sumur.
Disediakan/dibuatkan penampungan air bersih yang baik dan
bertutup serta mudah dibersihkan. Tempat penampungan air
bersih selalu dipelihara kebersihannya dengan cara sekali
seminggu air dibuang dan dinding serta tutupnya di sikat atau
dibersihkan, bila ada bagian yang rusak harus diperbaiki.Tiap

21
ruangan sebaiknya disediakan tempat pembuangan sampah,
yang tertutup (bila mungkin) atau terbuka (karena sampah
sekolah umumnya sampah kering). Setiap hari sampah dalam
kotak/bak sampah ini dibuang dan dikumpulkan ditempat
penampungan sampah yang lebih besar (dapat permanen)
sampai petugas pembuangan sampah datang mengambilnya
atau dapat juga sampah dibakar selanjutnya abu ditimbun
tanah. tempat pembuangan sampah yang lebih
besar/permanen sebaiknya jauh dari kegiatan peserta didik
(ruang kelas, tempat bermain dan sebagainya)
Untuk pembuangan air limbah perlu dibuatkan saluran yang
baik agar dapat mengalir lancar sehingga tidak ada genangan
air. Setiap hari saluran tersebut sebaiknya dibersihkan dan
kegiatan ini dapat dilakukan oleh penjaga sekolah, tetapi dapat
pula pada waktu-waktu tertentu dilakukan oleh peserta didik
dibawah bimbingan guru (kerja bakti). Mendidik murid dengan
melibatkan mereka secara langsung adalah metode yang paling
tepat untuk pendidikan kesehatan lingkungan.
Kamar mandi, tempat wudhu, WC, dan paturasan setiap hari
dibersihkan, antara lain: lantainya disapu dan disikat agar bersih
dan tidak licin, serta tidak berbau. Dindingnya dibersihkan dan
dalam waktu tertentu dikapur ulang/dicat agar lebih bersih, tidak
banyak coretan, dan tampak terang. Ajar dalam bak harus
sering diganti dngan yang baru.
Ruangan-ruangan (kelas, perpustakaan, laboratorium) perlu
dijaga kebersihannya misalnya disapu, dilap dan sebagainya.
Keindahannya juga perlu sering diperhatikan seperti
penempatan lukisan-lukisan yang berhubungan dengan
pendidikan, misalnya hasil karya anak-anak yang baik, gambar
tokoh-tokoh pendidikan dan sebagainya digantung di dinding

22
kelas. Paku tempat menggantungkan gambarhendaknya lebih
tinggi dari anak yang tertinggi.
Halaman dan kebun sekolah perlu dijaga kebersihan,
keindahan dan kerindangannya. Pelaksanaan dapat dilakukan
melalui penghijauan dengan menanam tanaman yang
bermanfaat dan dapat menambah keindahan, misalnyaditanami
tanaman yang bergizi, yang berkaitan dengan obat-obatan
tradisional (apotik hidup), tanaman yang rindang tetapi tidak
membahayakan dan sebagainya.
Kantin/warung sekolah perlu diadakan yang pengelolaannya
dilakukan oleh sekolah baik oleh guru ataupun penjaga sekolah,
dengan pengawasan sekolah, dan orang luar dengan arahan
kepala sekolah. Yang perlu mendapatkan perhatian dan
pengawasan antara lain makanan yang dijual hendaknya
bergizi, penyajian makanan hendaknya tertutup, alat-alat dan
perabot yang bersih (memenuhi syarat kesehatan), harga
terjangkau (relative murah) oleh sebagian besar peserta didik.
Hendaknya sekolah/ madrasah berpagar dan dibuat dari bahan
yang tidak membahayakan dan mempunyai pintu yang mudah
ditutup dan dapat dikunci. Pagar juga perlu dijaga keindahanya
dan kebersihannya dengan jalan bila terbuat dari benda mati
setiap saat dicat dan bagian yang rusak diperbaiki /diganti. Bila
pagar terbuat dari tumbuh-tumbuhan hendaknya selalu
dipelihara misalnya dipotong, disiram dan sebagainya.
Pemeliharaan lingkungan fisik dapat dilakukan oleh penjaga
sekolah, dan pada waktu-waktu tertentu (misalnya kerja bakti)
dapat dilakukan oleh peserta didik dibawah bimbingan guru,
dapat juga oleh guru, peserta didik dan orang tua terutama bila
kegiatan tersebut memerlukan dana.
b. Pemeliharaan Lingkungan Non Fisik (mental dan social)

23
Pemeliharaan lingkungan mental dan sosial yang sehat dilakukan
melalui upaya pemantapan sekolah sebagai lingkungan pendidikan
(Wawasan Wiyata Mandala). Pemeliharaan lingkungan mental dan
sosial dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan antara lain:
kepramukaan, PMR, dokter kecil, bakti sosial masyarakat sekolah
terhadap lingkungannya, perkemahan dan penjelajahan, karnaval,
bazaar, lomba, shalat berjamaah disekolah, dan sebagainya.
Program pemeliharaan tersebut akan dapat mencapai sasaran dan
berhasil baik bila seluruh anggota masyarakat sekolah (guru
pegawai sekolah, peserta didik dan orang tua peserta didik) turut
aktif berperan serta (Kegiatan Pemeliharaan Petugas KIA, KB-KRR,
UKS dan Pertemuan AMP serta JUMBARA, 2005).
Pembinaan lingkungan keluarga
Pembinaan lingkungan keluarga bertujuan untuk: meningkatkan
pengetahuan orang tua peserta didik tentang hal- hal yang berhubungan
dengan kesehatan, meningkatkan kemampuan dan partisipasi orang tua
peserta didik dalam pelaksanaan hidup sehat. Pembinaan lingkungan
keluarga dapat dilakukan antara lain dengan: kunjungan rumah yang
dilakukan pelaksana UKS, ceramah kesehatan yang dapat
diselenggarakan di sekolah bekerjasama dengan dewan sekolah atau
dipadukan dengan kegiatan di masyarakat dengan koordinasi LKMD.
Pembinaan masyarakat sekitar
Pembinaan dilakukan dengan cara pendekatan kemasyarakatan,
dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau madrasah dan pondok
pesantren, guru, ataupun pembina UKS. Misalnya dengan membina
hubungan baik atau kerjasama dengan masyarakat, LKMD atau dewan
kelurahan, ketua RT/RW, dan organisaasi-organisasi kemasyarakatan
lainya.
Penyelenggaraan penyuluhan tentang kesehatan dan pentingnya arti
pembinaan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang sehat.

24
Untuk itu masyarakat bisa diundang kesekolah, pembicara dapat
dimintakan dari puskesmas, pemerintah daerah setempat, dan
narasumber lainya seperti lembaga swadaya masyarakat.
Penyuluhan massa baik secara tatap muka maupun melalui media
cetak dan audiovisiual. Menyelenggarakan proyek panduan di sekolah
atau madrasah dan pondok pesantren.
Program pembinaan unsur penunjang
Program pembinaan unsur penunjang meliputi pembinaan
ketenagaan dan pembinaan sarana serta prasarana yang mendukung
usaha kesehatan di sekolah.

2.2.6 Peran Perawat Kesehatan Sekolah


2.2.6.1 Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di sekolah, perawat
mempunyai peran:
a. Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik dengan
melakukan pengumpulan data, analisis data, serta perumusan dan
prioritas masalah.
b. Menyusun perencanaan kegiatan UKS bersama Tim Pembina Usaha
Kesehatan di Sekolah (TPUKS).
c. Melakukan kegiatan UKS sesuai dengan rencana kegiatan yang
disusun.
d. Menilai dan memantau hasil kegiatan UKS.
e. Mencatat dan melaporkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
2.2.6.2 Sebagai pengelola kegiatan UKS, perawat kesehatan yang
bertugas di puskesmas menjadi salah seorang anggota TPUKS atau
dapat juga ditunjuk sebagai seorang koordinator UKS di tingkat
puskesmas.
2.2.6.3 Sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan, peranan perawat
kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan dapat dilakukan
secara langsung (melalui penyuluhan kesehatan) atau tidak langsung

25
sewaktu melakukan pemeriksaan kesehatan peserta didik secara
perorangan. (Ferry, 2009)

2.2.7 Peran Perawat Sekolah


2.2.7.1 Communicator
Kesehatan, kesejahteraan dan pelayanan sosial bagi siswa
seringkali rumit, terpecah-pecah, atau bahkan tidak tersedia baik tertulis dan
keterampilan komunikasi verbal adalah kebutuhan adalah agar perawat
sekolah untuk bekerja secara efisien dengan peserta didik, guru, orang tua
dan tenaga medis komunitas.
Sekolah perawat bagaimana dapat mengidentifikasi masalah dan
dapat merekomendasikan solusi untuk masalah tersebut. banyak perawat
sekolah memberikan pendidikan kesehatan di dalam dan di luar ruang kelas,
dengan kelompok individu eith dan dengan keluarga. keterampilan
komunikasi yang baik sekl mendapatkan pesan penting di seluruh staf
sekolah cildert dan masyarakat
2.2.7.2 Perencana dan Koordinator Kesehatan Siswa
Manajemen kasus adalah komponen menuntut pelayanan kesehatan
sekolah, anak-anak dengan masalah kesehatan yang kompleks mungkin
memerlukan kunjungan rumah dan rujukan ke servis medis atau lembaga
sumber daya seperti departemen kesehatan. satu individu yang bertanggung
jawab untuk mengkoordinasikan aktivis ini adalah perawat sekolah.Di sekolah
keperawatan harus bisa memotifasi, mengorginasi dah harus bisa felexibel
sementara kita mengunakan aktifitas ganda. perawat sekolah juga harus siap
untuk menghadapi peristiwa yang tak terduga.
2.2.7.3 Teacher
Perawat sekolah berfungsi sebagai guru kepada siswa serta staf
sekolah, orang tua serta lembaga masyarakat. Konsultasi staf mengenai

26
individu siswa merupakan komponen utama dari kegiatan sekolah perawat.
Guru dan staf terbuka untuk bantuan dengan masalah perilaku, resolusi
konflik dan kinerja siswa pada umumnya. Perawat sekolah juga diminta untuk
memberikan pelatihan tentang cara untuk memberikan bantuan pertama atau
menangani situasi darurat.
2.2.7.4 Peran Dalam Profesi
Perawat sekolah adalah anggota dari profesi yang secara serius
melakukan kegiatan di kesehatan sekolah. Asosiasi Perawat Amerika telah
membentuk Pusat Keperawatan untuk Sekolah berkolaborasi dengan Koalisi
Keperawatan Nasional untuk Sekolah. Pada tahun 1990, lebih dari 50
organisasi berpartisipasi untuk membentuk National Health and Education
Consortium (NHEC), yang dibentuk untuk memperantarai kesehatan dan
edukasi. NHEC mengembangkan kebijakan untuk promosi pendidikan
kepada anak-anak. Meskipun pada sistem yang dibuat mempekerjakan lebih
dari satu perawat, perawat sekolah lebih sering bekerja sendiri. Anggota yang
masih aktif sangat penting untuk meningkatkan perawat sekolah yang
profesional.
2.2.7.5 Populasi Berisiko
Anak yang rentan secara medis adalah anak dengan penyakit kronis,
disertai dengan ketergantungan pada teknologi, atau dengan perkembangan
yang terlambat. Kenyataannya, 10% sampai 15% anak usia sekolah di US
mempunyai masalah kesehatan kronik; 10% diantaranya terkena penyakit
berat seperti asma, leukimia, hemofilia, masalah mobilitas, dan gangguan
kejang. Kemiskinan mungkin berpengaruh pada kemampuan anak untuk
belajar. Ketika anak mempunyai penyakit kronis, anak-anak ini merupakan
populasi berisiko. Perawat sekolah bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan kesehatan untuk anak dan melatih guru dan staf yang
merawat anak-anak tersebut. Pelayanan kesehatan adalah istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan keperluan yang jelas untuk murid-murid
berisiko: anak dengan peralatan trakeostomi membutuhkan bantuan ekstra,

27
seperti halnya anak yang menggunakan kursi roda. Anak lainnya mungkin
membutuhkan medikasi untuk asma, kejang, diabetes mellitus, ADHD,
hemofilia, atau penyakit kronik lain seperti HIV. Anak-anak yang
menggunakan inhaler dan oksigen masih ditempatkan pada kelas umum.
Pada kondisi tertentu, anak di sekolah mungkin membutuhkan
teknologi (misal, kateter, respirator, gastrotomi) untuk bertahan hidup. Staf
sekolah mungkin akan diminta untuk melakukan tindakan medis seperti
suction anak dengan trakeostomi, memberikan nutrisi parenteral pada
gastrotomi, dan melakukan katerisasi. Rencana Edukasi Individual (IEP)
dibuat untuk murid berisiko pada kelas reguler. Rencana Perawatan
Kesehatan Individual (IHP) adalah rencana perawatan yang digunakan pada
setting edukasi untuk mengidentifikasi, mengkomunikasikan, dan
mendokumentasikan kebutuhan perawatan kesehatan tiap murid. IHP dibuat
berdasarkan proses keperawatan dan ditulis oleh tim kesehatan. Tiap IHP
berisi rekam medis, seperti rencana medikasi dan perawatan emergensi
(misal, gigitan serangga atau anafilaksis). Rencana perawatan emergensi
untuk IHP harus dibuat oleh perawat. Rencana perawatan emergensi
mengantisipasi kecelakaan di sekolah, kekambuhan penyakit kronik, dan
kebutuhan sumber pelayanan kesehatan.
IHP sama seperti rencana keperawatan tetapi lebih sering dilakukan
selain perawat. Untuk anak-anak berisiko, tim multidisiplin membuat sebuah
IHP. Perawat sekolah merupakan bagian dari tim ini, yang terdiri dari
administrator, guru, dokter, ahli gizi, orang tua, dsb. Koordinator edukasi
bertanggung jawab pada pengkajian anak, pelatihan, dan monitoring. Input
dari orang tua dibutuhkan untuk edukasi secara optimal.
2.2.7.6 Penemuan Kasus
Program intervensi dini untuk mengidentifikasi anak dari lahir sampai
usia 3 tahun yang disabilitas mungkin menggunakan sekolah untuk
melakukan screening. Input dari dokter menjadi bagian dari Rencana
Pelayanan Keluarga Individual (IFSP). IFSP dibuat untuk membantu

28
perkembangan optimal anak dengan disabilitas sejak lahir sampai usia 3
tahun. Seluruh staf sekolah membantu mengidentifikasi anak dan remaja
yang berisiko secara fisik, emosi, atau masalah edukasi. Perawat sekolah
mempunyai perspektif kesehatan yang dapat menambah observasi dari guru
dan staf, tetapi guru menjalankan peran penting dalam mengkaji kebutuhan
kesehatan muridnya. Observasi yang dilakukan di kelas, ruang makan, atau
tempat bermain memberikan tips untuk guru dan perawat sekolah bagaimana
menyediakan kebutuhan murid-murid.
Perencanaan screening oleh perawat sekolah seperti screening
penglihatan, pendengaran, gigi dan mulut merupakan komponen penting
dalam penemuan kasus. Murid yang tidak masuk sekolah selama lebih dari
10 hari membutuhkan home visit dan/ atau pengkajian yang dilakukan
keluarga, karena keluarga berisiko tinggi kadang-kadang tidak mampu untuk
mengatur keperluan anak mereka di sekolah. Perawat sekolah adalah kunci
dalam pemberi pelayanan kesehatan pada komunitas. Kolaborasi dengan
penyedia pelayanan kesehatan komunitas membutuhkan manajemen kasus
yang dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan untuk
anak. Perawat sekolah memberikan kartu informasi emergensi secara
lengkap kepada orang tua yang berisi nama pemberi pelayanan kesehatan,
dan agar orang tua mudah dihubungi pada hari tertentu. Dokumentasi yang
baik dan adanya feedback, meningkatkan koordinasi perawatan pada
komunitas.
2.2.7.7 Perawat sebagai Anggota Tim
Model pelayanan keperawatan dikemukakan oleh Organisai Perawat
Sekolah Minnesota (SNOM) memberikan gambaran komplesisitas perawat
sekolah. Pelayanan keperawatan kepada anak sejak lagi sampai usia 21
tahun termasuk manajemen kasus, pengkajian kesehatan, pencegahan
penyakit, pelayanan keperawatan, pengembangan kebijakan, dan promosi
kesehatan. Kolaborasi merupakan kunci untuk membangun sebuah tim yang
efektif. Seluruh komunitas sekolah adalah klien perawat sekolah. Perawat

29
sekolah bekerja dengan keluarga, akses pelayanan kesehatan, dan
lingkungan. Kesehatan komunitas penting untuk perawat sekolah.

2.2.8 Fungsi Perawat Sekolah


a. Memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu
dan memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi
yang ada di sekolah
b. Memberikan kontribusi untuk mempertahankan dan memperbaiki
lingkungan fisik dan sosial sekolah
c. Menghubungkan program kesehatan sekolah dengan program
kesehatan masyarakat yang lain (Efendi, 2009).

2.2.9 Perkembangan Anak Sekolah Dasar


Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa
pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal
anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya
perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan psikososial anak.
Perkembangan fisik
Perkembangan fisik pada masa ini lambat dan relatif seragam
sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas. Peningkatan berat
badan anak lebih banyak daripada panjang badannya. Peningkatan
berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena
bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa
organ tubuh.
Perkembangan motorik
Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih
terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Anak-anak
terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga
mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus
keterampilan-keterampilan motorik, anak-anak terus melakukan

30
berbagai aktifitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk
permainan, disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktifitas
permainan olahraga yang bersifat formal seperti senam, berenang.
Perkembangan kognitif
Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka
kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat,
karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah
luas, dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian
tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi
anak.
Pola perkembangan anak dibagi menjadi 4 tahapan; stadium
sensorimotorik (0-18 atau 24 bulan), stadium praoperasional (1-7 tahun),
stadium operasional konkrit (7-11 tahun), stadium operasional formal
(11-15 tahun atau lebih). Pemikiran anak usia sekolah dasar disebut
stadium operasional konkret artinya aktifitas mental difokuskan pada
objek-objek peristiwa nyata atau konkret. Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu
mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena ia
mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak
oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Hanya saja, apa yang
dipikirkan oleh anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya
dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda
yang benar-benar nyata. Sebaliknya, benda-benda atau peristiwa-
peristiwa yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan
realitas, masih sulit dipikirkan oleh anak.
Perkembangan psikososial
Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas
atau perbuatan yang dapat membuahkan hasil, sehingga dunia
psikososial anak menjadi kompleks. Anak lebih memahami dirinya
melalui karakteristik internal daripada karakteristik eksternal dan dapat

31
memilah apa yang baik bagi dirinya, maupun memecahkan masalahnya
sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang
menarik perhatiannya.
Masa usia anak sekolah adalah transisi dalam interaksi sosial yaitu
terjadinya perubahan figur tokoh yang akan berpengaruh pada diri anak.
Dalam hal ini tokoh ibu akan digantikan oleh tokoh guru. Menurut
Suryosubroto, bahwa keberhasilan proses belajar mengajar sangat
ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses belajar
mengajar. Untuk itu, di dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
perlu dilakukan kerja sama dengan guru.

2.3 Isu Praktik Keperawatan Sekolah


Sejauh ini pelaksanaan UKS masih menitik beratkan pada pembinaan
terhadap fisik gedung sekolah, seperti pengaturan pencahayaan dan ventilasi
di ruang kelas, higiene dan sanitasi di kantin sekolah, kebersihan jamban
sekolah, pengelolaan sampah serta saluran air limbah di sekolah. Sedangkan
pembinaan yang mengarah kepada pembentukan pola hidup sehat di
kalangan peserta didik masih kurang. Anak diharapkan dapat secara mandiri
memilih makanan yang sehat baik di kantin sekolah maupun dalam
kehidupan sehari-hari; mampu menolak ajakan teman sebaya untuk
merokok; serta menolak ajakan mencoba narkoba atau melakukan hubungan
seks pranikah. Kemampuan ini perlu diberikan agar anak tidak mudah
mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungannya atau
tindak kekerasan (bullying) (Depkes RI. 2013).
2.3.1 Pelayanan Kesehatan Sekolah
Layanan berbasis sekolah merupakan layanan kesehatan yang
didasarkan pada sekolah. Layanan kesehatan berbasis sekolah dapat
diberikan di seluruh kota dan dimulai oleh pihak sekolah. Definisi layanan
memiliki arti yang bervariasi pada setiap negara. Klinik berbasis sekolah
memberikan perawatan primer untuk siswa, keluarga mereka, dan staf

32
sekolah. Sebagian masyarakat mayakini bahwa sekolah hanya menyediakan
pendidikan saja, sementara kesehatan disediakan oleh layanan kesehatan.
Keterlibatan orang ta dan masyarakat sangat penting dalam mendukung
usaha kesehatan sekolah.
2.3.2 Kolaborasi
The 1993 State Adolescent Health Coordinator Conference
menegaskan bahwa perlunya kerjasama sebagai strategi untuk membina
anak-anak, keluarga, guru, penyedia layanan kesehatn,layanan kesehatan
mental, pekerja social, dan lembaga nutrisi memiliki kepentingan dalam
mewujudkan kesehatan anak. Interdisiplin dalam praktek dalah istilah yang
digunakan dalam dunia akademis, tapi jarang digunkan setelah lulus.
Interdisiplin dalam praktek sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan perawat
sekolah.
2.3.3 Sumber
Layanan sumber daya kesehatan sekolah atau The School Health
Resource Service (SHRS), dari kantor kesehatan sekolah, Ilmu Kesehatan
Universitas Colorado, menyediakan koleksi referensi kesehatan sekolah
terbaru, yang berkaitan dengan program yang sudah beroperasi di sekolah
dan masyarakat di seluruh negara untuk topik tertentu dalam kesehatan
sekolah, sumber informasi dengan proyek lainnya, dan layanan bibliografi
untuk menggambar bersama-sama pendidikan dan basis data kesehatan
yang tersedia
2.3.4 Inovasi
Memperluas teknologi dan meningkatkan akuntabilitas sangat
diperlukan dalam inovasi layanan kesehatan sekolah. Pemanfaatan
kesehatan dapat diperburuk oleh sejumlah factor yaitu: minimnya jumlah
penyedia layanan kesehatan, jam layanan kesehatan susah diakses
kurangnya transformasi, kurangnya informasi, kurangya biaya pengobatan.
Klinik berbasis sekolah dapat membantu anak-anak dan keluarga.
2.3.5 Klinik Berbasis Sekolah Dan Perawatan Primer

33
Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dan
hampir semua anak-anak membutuhkan layanan kesehatan. Konsep
penawaran pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan sekolah telah
diadopsi dari beberapa negara. Layanan kesehatan primer dilakukan secara
preventif (imunisasi) dan manajemen untuk meminimalkan cedera.
2.3.6 Informasi
Klinik erbasis sekolah dimulai pada akhir 1960-an di barat dallas. staf
dengan praktisi perawat, dokter paruh waktu, dan pekerja sosial, klinik
berbasis sekolah menyediakan perawatan primer. Pendanaan terpisah dari
anggaran pendidikan, dan termasuk dana baik swasta dan publik. Gerakan
ini telah memperoleh perijinan sebagai sarana untuk mengatasi masalah
akses ke perawatan. Alasan utama untuk mempromosikan layanan
kesehatan primer adalah aksesibilitas, ketersediaan, dan kesesuaian
pelayanan kepada populasi sekolah
Sampai saat ini terdapat lebih dari 500 layanan kesehatan primer di
sedolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas si
United State. Praktisi perawat sekolah ini tidak menggantikan sekolah
perawat. Namun, beberapa perawat sekolah memiliki keprihatinan tentang
peran mereka ketika sebuah klinik berbasis sekolah yang bekerja di sekolah
mereka. Perawat memiliki peran yang berharga dalam layanan kesehatan
primer. Isu utama yang menjadi perhatian perawat sekolah adalah (1) bahwa
staf klinik akan mengambil semua tanggung jawab perawat dan (2) bahwa
akan ada kebingungan di kalangan siswa dan staf atas peran yang berbeda.
klinik perawat ditutupi oleh pusat kesehatan asuransi kewajiban masyarakat
khawatir tentang kewajiban mereka sendiri
2.3.7 Meningkatkan Peran Media
Media cetak merupakan sumber belum dimanfaatkan untuk
mengembangkan hubungan kesehatan sekolah dan untuk sekolah iklan
perawatan kesehatan. Media mencari berita untuk menyediakan newsletter

34
publik, data dari program yang sukses. Televise merupakan media yang
efektif sebagai media promosi kesehatan.
2.3.8 Teknologi
Teknologi informasi menjadi penting untuk kelompok kerja, manajemen
data, dan penelitian. dalam survei tahun 1998 terhadap teknologi komputer
dalam keperawatan sekolah, Smith, Cureton, Hooper, dan Deamer
menemukan keinginan yang kuat antara perawat sekolah untuk lebih akses
ke membandingkan sebagai sarana untuk pemeliharaan record, akses,
sebuah pencarian informasi. Perawat yang disurvei menunjukkan perlunya
pendidikan pereservice dan terus dana dari pengetahuan computer.
2.3.9 Merokok di Usia Sekolah
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat, Alma Lucyati
mengatakan gejala kebiasaan merokok sejak usia dini terus meningkat dan
dalam kondisi mengkhawatirkan. Dari total perokok di Jabar, tercatat sekitar
27% dilakukan perokok usia produktif antara 11 hingga 46 tahun. Bahkan,
sekitar 16% kebiasaan merokok dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Kebiasaan merokok aktif pada anak cenderuing meningkat.
Bila dulu usia anak berani merokok saat duduk di bangku SMP, sekarang ini
dapat dijumpai anak-anak SD kelas 4 sudah mulai banyak yang meroko
secara diam-diam. Padahal, konsumsi rokok sejak usia dini dapat
menimbulkan kebiasaan merokok yang sulit dihentikan, serta berisiko
terhadap kesehatan maupun lingkungan. Selain itu juga bisa menjadi pintu
masuk bagi anak untuk mengkonsumsi narkoba.
2.3.10 Penggunaan Narkoba
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian
narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007
berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan
meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-
anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam).
Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah

35
mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba
menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam
lintingan tembakaunya. Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan
anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah
dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah
menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang
tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun
perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan
oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu
namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah
pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal.
Adalah sangat penting untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak
dari bahaya narkoba dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat
seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan
konsekuensi negatif yang akan mereka terima. Anak-anak membutuhkan
informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya
narkoba atau juga mengurangi dampak dari bahaya narkoba dari pemakaian
narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya
narkoba adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak
usia sekolah (school-going age oriented).
2.3.11 Hubungan Seks Pranikah
Bukan rahasia lagi, sebagian remaja sudah pernah melakukan
hubungan seks sebelum menikah. Ada banyak alasan yang mendasari
perilaku 'kebablasan' tersebut, termasuk kurangnya pengetahuan yang
komprehensif tentang kesehatan reproduksi. Pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi mencakup banyak hal, termasuk di antaranya
pengetahuan tentang dampak-dampak negatif dari perilaku seks berisiko.

36
Makin paham tentang kesehatan reproduksi, diyakini para remaja akan
semakin menjauhi seks sebelum menikah.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan
Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN), Dr H Soedibyo Alimoeso, MA di sela seminar membahas hasil
SKRRI 2012 di Hotel Bidakara, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2013).Bahkan
ada yang mengira, asalkan loncat-loncat setelah berhubungan seks maka
tidak akan terjadi kehamilan. Kalau namanya ketemu (sperma dan sel telur),
mau loncat-loncat seperti apa juga tetap hamil. Seperti itu kan karena tidak
paham," kata Soedibyo.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2012
mengungkap, 8,3 persen remaja pria dan 0,9 persen remaja wanita mengaku
pernah berhubungan seks sebelum menikah. Data terakhir yang dikeluarkan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengenai
peningkatan angka hubungan seks pranikah sangat mengejutkan. Hal ini
seperti diungkap oleh sex educator dan sex counselor, Naek L.
Tobing.Berdasarkan berbagai penelitian, banyak remaja yang melakukan
hubungan seksual pranikah secara bebas. Dari hasil penelitian Program
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa 54 persen
remaja Indonesia telah melakukan hubungan seks. Remaja berumur 13-15
tahun sudah melakukan hubungan seksual. 60 persen di antaranya tidak
menggunakan pengaman (alat kontrasepsi) dan 85 persen melakukannya di
rumah sendiri. Remaja merupakan usia yang paling rentan terhadap paparan
hal-hal yang berbau seksual.
2.3.12 Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku,
melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan

37
pemberdayaan masyarakat (empowerman) sebagai suatu upaya untuk
membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam
tatanan masing-masing, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat,
dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan (Dachroni,
2002).
Manfaat PHBS di sekolah adalah 1) terciptanya sekolah yang bersih dan
sehat sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah
terlindung dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit, 2) meningkatkan
semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar
peserta didik, 3) citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat
sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat), 4) meningkatkan
citra pemerintah daerah dibidang pendidikan, 5) menjadi percontohan
sekolah sehat bagi daerah lain (Albar, 2003).
PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan
oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat.
Syarat-syarat sekolah ber PHBS yaitu 1) mencuci tangan dengan air
bersih yang mengalir dan sabun, 2) jajan dikantin sekolah yang sehat, 3)
membuang sampah pada tempatnya, 4) mengikuti kegiatan olahraga di
sekolah, 5) menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,
6) tidak merokok di sekolah, 7) memberantas jentik nyamuk di sekolah secara
rutin, 8) buang air kecil di jamban sekolah.
Hal ini dapat dicapai melalui upaya yaitu salah satunya dengan
penerapan PHBS di sekolah-sekolah, harapan ini tidak terwujud jika tidak ada
peran serta dari pengelola UKS, sehingga kepada guru pembimbing UKS
diharapkan mampu membimbing dan memberikan pengetahuan dalam
pembentukan kesedaran tentang kebiasaan hidup bersih dan sehat.

38
Berdasarkan pada kondisi inilah implementasi program PHBS cukup tepat
pada murid sekolah dasar (Kristiawati, 2008).
Disisi lain peran guru dalam proses belajat mengajar di SD masih cukup
dominan oleh semua sekolah, guru, dan komite sekolah akan dilibatkan
secara aktif dalam pelaksanaan program penyadaran PHBS (Chuswatun,
2008). Indikator PHBS di sekolah akan memberikan indikasi keberhasilan
atau pencapaian kegiatan PHBS di sekolah. Indikator yang dikembangkan
tentunya meliputi indikator yang terkait dengan perilaku siswa di sekolah dan
indikator yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan di lingkungan sekolah sebagai bentuk dukungan kebijakan.
dimana indikator PHBS di sekolah dapat dirincikan menjadi dua bagian
antara lain : 1) indikator perilaku siswa 2) indikator lingkungan sekolah. Agar
indikator PHBS memenuhi persyaratan tersebut, perlu dilakukan kajian
dengan pemilihan responden atau informan masyarakat sekolah terutama
siswa sekolah. Dengan diketahuinya perkembangan pelaksanaan PHBS di
sekolah maka dapat dilakukan upaya promosi kesehatan lebih lanjut
sehingga dapat meningkatkan jumlah sekolah sehat di Indonesia
(Ismoyowati, 2007).
Jika sebagian murid SD memahami PHBS bukan tidak mungkin dapat
menekan tingginya angka kesakitan seperti, penyakit diare, DBD dan
penyakit ISPA yang kerap kali datang pada musim panca roba (Eurika
Indonesia, 2014).

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan suatu bentuk upaya membina dan
engembangkan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program
pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah maupun perguruan agama.
UKS in memiliki program yang dikenal dengan trias UKS yaitu pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatna dan pembinaan lingkungan sehat. Dalam
mewujudkan hal tersebut sangat penting adanya kerja sama yang sinergis
antara siswa maupun pihak guru serta tenaga kesehatan didalamnya. Peran
perawat kesehatan sekolah sangat penting adanya dalam melakukan trias
UKS tersebut melalui pelatihan pada siswa untuk usaha promotif dan
preventif serta praktik langsung dalam kuratif. Hal penting yang dapat
dilakukan dalam program UKS ini diantaranya pola hidup bersih dan sehat
(PHSB), merokok, sek pranikah serta pelayanan kesehatan yang merupakan
dasar dalam membangun kesehatan baik dalam diri sendiri dan lingkungan.

40
3.2 Saran
Dalam pelaksanaan UKS di Indonesia sendiri perlu ditingkatkan
kerjasama antara pihak sekolah dan tenaga kesehatan khususnya perawat.
Perawat sendiri dapat berperan dalam mewujudkan program UKS melalui
pelatihan pada siswa sekolah dan program lainnya.

41
42

Anda mungkin juga menyukai