Anda di halaman 1dari 10

PERUBAHAN NILAI GIZI PROTEIN SELAMA PROSES PENGAWETAN DAN

PENGOLAHAN PANGAN

PAPER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Gizi Ikani

Kelas T03

Dosen Pembimbing :

Dr. Ir.Bambang Budi Sasmito, MS

(195701191986011001)

Oleh :

Elya Hidayati

(135080301111003)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan
ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein
digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses
tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur
proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan
pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa
dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno, 1990).

Penetapan protein secara akurat merupakan pekerjaan yang sulit


dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah protein
membentuk grup yang sangat beragam dan luar biasa kompleksnya baik dalam
komposisi maupun dalam sifat sehingga sulit untuk memisahkan, memurnikan
atau mengekstrak, sifat amfoterik dari protein, kemampuan mengabsorbsi yang
tinggi, dan sensitifitas terhadap elektrolit, panas, pH, dan pelarut. Oleh karena itu
analisa protein dalam makanan pada umumnya lebih kepada kadar total protein
dan bukan pada kadar protein tertentu (Anwar & Sulaeman 1992).

Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena


itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Secara umum
analisa protein dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu metode Kjeldahl,
metode Biuret, dan metode Lowry. Penentuan konsentrasi protein merupakan
suatu proses yang rutin dilakukan dalamanalisis biokimia. Pilihan metode yang
baik dan tepat untuk suatu pengukuran tergantung pada beberapa faktor yaitu
benyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pengukuran, serta alat spektrofotometer yang tersedia
(spektrofotometer Vis atau UV) (Tika,2007).

1.2 Tujuan

Mengetahui pengaruh cara pengolahan terhadap perubahan kadar protein


terlarut bahan pangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Protein

Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik


dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan
bahan pangan berprotein dapat dilakukan secara fiisik, kimia atau biologis. Secara
fisik biasanya dilakukan dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia
dengan penggunaan pelarut organik, pengoksidasi, alkali, asam atau belerang
dioksida; dan secara biologis dengan hidrolisa enzimatis atau fermentasi.

Diantara cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah


proses pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan
pengeringan. Sementara itu kita ketahui bahwa protein merupakan senyawa
reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang mempunyai gugus reaktif
yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula pereduksi, polifenol,
lemak dan produk oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya seperti alkali,
belerang dioksida atau hidrogen peroksida.

Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam


amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi reaksi
antara asam amino yang satu dengan yang lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin
dari lisin dan alanin. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi
protein akibat terjadinya penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau
availabilitas asam-asam amino esensial. Selain itu reaksi antara protein dengan
gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan penyebab
utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan

A. Reaksi Maillard

Reaksi Maiilard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi


dengan gugus amina dari asam amino terutama epsilon-amino-lisin dan alfa-
amino asam amino N-terminal. Raksi ini banyak terjadi pada pembakaran roti,
pembuatan breakfast cereal, pemanasan daging terutama apabila kontak
dengan bahan nabati, serta pengolahan susu bubuk. Yang terakhir merupakan
hal yang paling penting karena susu bubuk banyak digunakan untuk bayi dan
anak-anak, dimana ketersediaan asam-asam aminonya sangat penting artinya
untuk pertumbuhan. Selain itu di dalam susu bubuk juga mengandung gula
pereduksi, sehingga mudah bereaksi dengan asam-asam amino yang
terkandung di dalam susu tersebut

Penurunan nilai gizi protein akibat reaksi maillard dapat diuraikan


sebagai berikut: lisin dan sistin rusak akibat bereaksi dengan karbonil atau
dikarbonil dan aldehid padahal lisin merupakan salah satu asam amino
esensial, penurunan ketersediaan semua asam amino termasuk leusin karena
terbentuknya ikatan silang antar asam-asam amino melalui produk reaksi
maillard, dan penurunan mutu cerna protein karena tercegahnya penetrasi
enzim ke dalam substrat protein atau karena tertutupnya sisi protein yang
dapat diserang enzim dalam ikatan silang tersebut (Muchtadi 1989a).

Hal ini diduga penambahan asam dan garam menyebabkan terjadinya


denaturasi protein sehingga protein lebih mudah dicerna. Menurut Winarno et
al. (1980) menyatakan bahwa penambahan asam, basa atau enzim dapat
menyebabkan penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul
lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat
berbentuk diantaranya unsur nitrogen dan asam amino.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penurunan nilai gizi protein


akibat reaksi Maillard terjadi sebagai berikut: (1) lisin dan sistin mengalami
kerusakan sebagai akibat bereaksi dengan senyawa karbonil atau dikarbonil
dan aldehid, padahal lisin merupakan salah satu asam amino esensial; (2)
penurunan ketersediaan semua asam-asam amino, termasuk leusin yang
biasanya paling stabil, sebagai akibat terbentuknya ikatan silang (cross
linkage) antar asam-asam amino melalui produk reaksi Maillard; dan (3)
penurunan daya cerna karena terhambatnya penetrasi enzim ke dalam substrat
protein atau karena tertutupnya sisi protein yang dapat diserang enzim karena
terjadinya ikatan silang tersebut.
B. Reaksi dengan Senyawa Polifenol

Selain reaksi Maillard kerusakan protein (asam amino) lain yang dapat
terjadi adalah karena terjadinya reaksi dengan senyawa polifenol yang berasal
dari tanaman seperti fenolat, flavonoiddan tanin. Senyawa polifenol tersebut
akan mudah teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau
terdapatnya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-kuinon.

Senyawa orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi


dengan protein dapat membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam
amino lisin sehingga ketersediaannya akan menurun. Selain itu senyawa
kompleks proteinpolifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim protease
sehingga daya cerna proteinnya juga rendah, sehingga secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa nilai gizi protein tersebut juga akan turun.

C. Pembentukan lisinoalanin

Pada umumnya pengolahan protein dengan alkali dillakukan untuk


memperbaiki sifat fungsional protein. Ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu pembentukan lisinolalanin dan rasemisasi asam amino, yang
keduanya dapat berakibat pada penurunan nilai gizi protein tersebut.

Lisinolalanin adalah senyawa N-epsilon-(DL-2-amino-karboksi-etil)-


L-lisin yang disingkat dengan LAL. Senyawa tersebut terdiri dari residu lisin
yang gugus epsilon-aminonya terikat pada gugus metil dari residu alanin.

Pembentukan lisinoalananin akan menurunkan daya cerna protein


karena terbentuknya ikatan silang (cross linkage). Selain itu lisinolalanin juga
bersifat toksik apabila termakan, yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan ginjal (nephrocytomegaly), namun mekanismenya belum diketahui
dengan jelas. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari parameter
fisik dan kimia yang mempengaruhi pembentukan lisinolalanin. Tujuan
utamanya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan LAL dari protein
yang diberi perlakuan menggunakan alkali. Dilaporkan bahwa LAL dapat
terbentuk pada pH 9, pembentukannya akan dipercepat pada pH antara 11-12
dan pada kondisi suhu tinggi.

Struktur protein merupakan kriteria penting yang dapat mempengaruhi


pembentukan LAL. Jumlah LAL yang terbentuk tergantung pada konsentrasi
lisin dan residu sistein serta serin dalam protein, serta jarak antara lisin ke
residu sistin atau serin dalam rantai protein. Protein yang residu lisin dan sistin
atau serinnya berdekatan atau hanya dibatasi oleh satu atau dua residu lainnya
akan dapat segera membentu LAL.

D. Rasemisasi Asam Amino

Selain terbentuknya lisinoalanin, terjadinya rasemisasi asam amino


merupakan fenomena lain yang terjadi pada saat protein diperlakukan dalam
larutan alkali dan dapat mempengaruhi nilai gizi protein. Rasemisasi juga
dapat terjadi dalam suasana asam atau proses penyangraian (roasting),
terutama apabila terdapat lipidatau gula pereduksi.

Pada kejadian ini, asam amino bentuk L akan berubah menjadi bentuk
D yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Demikian pila ikatan peptida L-D,
D-L atau D-D dari protein juga tidak dapatdiserang oleh enzim proteolitik,
sehingga daya cerna protein menurun. Asam-asam amino D-lisin, D-teronin,
D-triptofan, D-leusin, D-isoleusin dan D-valin sama sekali tidak dapat
digunakanoleh tubuh. Sedangkan D-fenilalanin dapat menggantikan L-
fenilalanin dan D-metionin dapat digunakan sama baiknya dengan L-metionin
oleh tubuh.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, akan terjadi rasemisasi asam


amino dalam larutan alkali yang berakibat terjadinya penurunan nilai biologis
beberapa asam mino tersebut. Arginin, sistin, treonin dan sistein sebagian
akan rusak, sementara itu glutamin dan asparagin akan dideaminasi dalam
larutan alkali. Dalam larutan asam, triptofan sedikit lebih mudah rusak, sistein
sebagian dikonversi menjadi sitin, serin dan treonin sebagian akan rusak.
Fenilalanin dan treonin sebagain akan rusak oleh sinar ultra violet. Semua
asam amino dalam bahan pangan, terutama lisin, treonin dan metionin
bersifatsensitif terhadap pemanasan kering dan radiasi. Oleh karena itu, dalam
proses pembakaran dan pemanggang serealia, kacang-kacangan dan campuran
bahan pangan lain, akan terjadi penurunan nilai biologis protein secara
signifikan.

E. Interaksi antara Protein dan Lipid Teroksidasi

Penurunan nilai gizi protein juga dapat disebabkan karena terjadinya


interaski antara protein dengan lipid teroksidasi, yang seringkali tidak
diperhatikan dalam proses pengolahan pangan. Oksidasi lipid yang
mengandungasam lemak tidak jenuh berlangsung melalui tiga tahap: (1)
pembentukan produk primer seperti lipid hidroperoksida; (2) degradasi
hidroperoksida melalui radikal bebas dan membentuk produk-produk sekunder
seperti aldehid, hidrokarbon dan lain-lain; serta (3) polimerisasi produk
primerdan sekunder membentuk produk akhir yang stabil. Produk-produk
yang terbentuk tersebut dapat bereaksi dengan protein, terutama dengan asam
amino lisin, membentuk protein modifikasi yang sulit dicerna oleh enzim
proteolitik. Disamping itu, asam amino triptofan dan asam amino lain yang
mengandung sulfur juga dapat rusak teroksidasi oleh adanya radikal bebas dan
hidroperoksida.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering


menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar
tidak diinginkan.
Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam
amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi
reaksi antara asam amino lisin dan alanin membentuk lisiolalanin. Selain
itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi
Maillard, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein
selama pengolahan dan penyimpanan. Rekasi-reaksi yang terjadi selama
pengolahan bahan pangan pangan dapat menyebabkan menurunnya nilai
gizi protein akibat terjadinya penurunan daya cerna protein dan
ketersediaan atau availabilitas asam-asam amino esensial

3.2 Saran

Pengolahan makanan dengan kandungan protein tinggi harus diperhatikan


suhunya akan protein yang terkandung di dalamnya tidak banyak mengalami
kerusakan, penambahan sukrosa(gula) sebagai antidenaturan dapat digunakan
untuk mencegah denaturasi protein pada bahan makanan berprotein tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, F dan A. Sulaeman. 1992. Penetapan Zat Gizi Dalam Makanan. PAU
Pangan dan Gizi IPB.

Muchtadi, D. 1989a. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Tika, I Nyoman. 2007.Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas


Pendidikan Ganesha.

Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai