Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan

pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut

perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22

minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .

Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22

minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan

patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya

dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan

yang cukup berbeda .

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta,

sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks

biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus

selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta .

Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya

tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta

perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari

semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum

jelas penyebabnya

1
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia

kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak

akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda

permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang

untuk mendapatkan pertolongan .

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada permulaan

persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya,

penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan

operasi . Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi

medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu

dan janinnya.

Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan

pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian

maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah

Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per

100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu 295 per

100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019)

menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting kematian maternal di

Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%),

sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.

Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan

perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang

kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio

2
plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya

tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih

menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor

predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam

angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS

Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi

plasenta previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari plasenta previa ?

2. Bagaimana pe ngklasifikasian dari plasenta previa ?

3.Apa saja etiologi dari plasenta previa ?

4.Apa faktor predisposisi dan presipitasi dari plasenta previa ?

5. Bagaimana patofisiologi plasenta previa ?

6.Apa tanda dan gejala plasentra previa ?

7. Bagaimana cara menegakkan diagnosa plasenta previa ?

8. Apa prognosis dari plasenta previa ?

9.Bagaimana pengaruh plasenta previa ?

10. Apa komplikasi plasenta previa ?

11. Bagaimana penatalaksanaan plasenta previa ?

3
1.3. Tujuan

Makalah ini disusun bertujuan untuk:

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita, dan

anak prasekolah.

2. Untuk menambah informasi kepada mahasiswa kebidanan pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya mengenai plasenta previa.

3. Untuk menambah literatur bacaan mahasiwa kebidanan pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

1.4. Manfaat

1. Manfaat Bagi Masyarakat.

Meningkatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan mengenai tanda-tanda bahaya dan

usaha penanggulangan sehingga diharapkan dapat dicegah secara dini.

2. Manfaat Bagi MahasiswaMerupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah

didapat untuk mendapatkan pengalaman nyata.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus

sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal

plasenta berada pada bagian atas uterus (Prawirohardjo, 2006).

Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior

(belakang) maupun anterior (depan), sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi

os serviks (Varney, 2006).

Plasenta previa yaitu plasenta yang tumbuh di tempat yang rendah di daerah penipisan-

pembukaan pada segmen bawah rahim. Karena itu, plasenta terletak lebih rendah dari janin

(mendahului letak janin) dan dapat menghalangi pelahiran pervaginam (Benson, 2008).

Menurut FK. UNPAD. 1996, plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak

normal, rendah sekali sehingga menutupi seluruh atatu sebagian ostium internal. Angka kejadian

plasenta previa adalah 0,4 0,6 % dari keseluruhan persalinan.

Plasenta previa adalah keadaaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu

pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir

(Ostium Uteri Internal) (Rustam mochtar, 1998).

Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim

sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal

plasenta terletak di bagian atas uterus (Hanifa Winkjosastro, 2005).

5
Dapat disimpulkan bahwa plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu

pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir.

2.2 Klasifikasi

Kasifikasi plasenta previa menurut Prawirohardjo (2006) didasarkan atas terabanya jaringan

plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu :

1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

2. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

3.Plasenta previa marginalis,apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggirpembukaan.

4. Plasenta previa letak rendah,apabila plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah

uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, pinggir plasenta berada

kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada

pembukaan jalan lahir .

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, maka

klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta previa totalis pada pembukaan 4

cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm

(Prawirohardjo, 2006).

2.3 Etiologi

Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester

ketiga. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut ( Varney, 2006) :

6
1. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim

(28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita

yang pernah melahirkan bayi aterm. Menurut Prawirohardjo (2006), paritas dapat dibedakan

menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Primipara adalah wanita yang telah

melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). Multipara

adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008).

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya

mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).

Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada primipara.

Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi

pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan

memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi

kejadian plasenta previa makin besar karena keadaan endomentrium kurang subur

(Prawirohardjo, 2006).

2. Usia ibu

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan

melahirkan pada usia < 20 dan > 35 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian

maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun (Prawirohardjo, 2006).

Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat

terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur, sklerosis pembuluh

darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak

7
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk

mendapatkan aliran darah yang adekuat (Manuaba, 2008). Plasenta previa terjadi pada umur

muda karena endometrium masih belum sempurna.

3. Riwayat pembedahan rahim, termasuk seksio sesarea (risiko meningkat seiring

peningkatan jumlah seksio sesarea).

Seksio sesarea yaitu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut

dan dinding uterus (Prawirohardjo, 2006). Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu

yang telah mengalami pembedahan itu merupakan seorang yang mempunyai parut dalam uterus

dan tiap kehamilan serta persalinan berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung

dengan bahaya rupture uteri. Riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan risiko terjadinya

plasenta previa yaitu (3,9 %) lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka (1,9 %) untuk

keseluruhan populasi obstetric (Cunningham, 2008). Hasil penelitian M.J Langgar, P Nugrahanti

diperoleh 149 penderita plasenta previa yang dirawat di rumah sakit Dr.Saiful Anwar Malang

tahun 2005-2006, 49 % plasenta previa terjadi pada ibu dengan bekas seksio sesarea sebelumya.

Kejadian plasenta previa meningkat pada ibu dengan riwayat seksio sesarea di sebabkan karena

endometrium yang cacat akibat bekas luka sayatan.

4. Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).

Kehamilan kembar yaitu Kehamilan dengan 2 janin atau lebih (Prawirohardjo, 2006). Pada

kehamilan kembar ukuran plasenta lebih besar dari ukuran normal dan tempat implantasinya

membutuhkan ruang yang luas, untuk mendapatkan aliran darah yang lebih kuat (Varney, 2006).

Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah

mencakup :

8
a. Perdarahan (hemorrhaging).

b.Usia lebih dari 35 tahun.

c. Multiparitas.

d. Pengobatan infertilitas.

e. Multiple gestation.

f. Erythroblastosis.

g. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.

h. Keguguran berulang.

i. Status sosial ekonomi yang rendah.

j. Jarak antar kehamilan yang pendek.

k. Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang

meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas cesar atau

operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah

plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.

Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus

tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi

akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa, tidak selalu benar. Memang

apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang

9
letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau menutupi

pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun

kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25

tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari

grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

2.4 Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan

terjadinya plasenta previa adalah :

a. Melebarnya pertumbuhan plasenta :

1)Kehamilan kembar (gamelli).

2) Tumbuh kembang plasenta tipis.

b. Kurang suburnya endometrium :

1) Malnutrisi ibu hamil.

2)Melebarnya plasenta karena gamelli.

3)Bekas seksio sesarea.

4)Sering dijumpai pada grandemultipara.

c. Terlambat implantasi :

1)Endometrium fundus kurang subur.

2)Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk

nidasi.

2.5 Patofisiologi

10
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada

triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan

dengan semakin tuanya kehamilan (Manuaba, 2008).

Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :

1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.

2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu

memberikan nutrisi janin

3. Villi korealis pada korion leave (korion yang gundul) yang persisten

Menurut Davood (2008) sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga, plasenta

previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit. Perdarahan diperkirakan

terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga.

Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks

mulai membuka.

Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan

pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya

sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya

berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna

kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya

plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya

tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk

berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan

perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta,

makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan

11
terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan

mulai (Oxorn, 2003).

Gambar 1. Plasenta Previa

2.6 Tanda dan Gejala

a. Perdarahan tanpa nyeri.

b. Perdarahan berulang.

c. Warna perdarahan merah segar.

d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.

e. Timbulnya perlahan-lahan.

f. Waktu terjadinya saat hamil.

g. His biasanya tidak ada.

h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.

i. Denyut jantung janin ada.

j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.


12
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.

l. Presentasi mungkin abnormal.

Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri biasanya

baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun demikian, banyak peristiwa

abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal plasenta yang sedngan tumbuh. Penyebab

pendarahan perlu ditegaskan kembali.

Kalau plasenta terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah uterus dan

dilatasi ostium internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan robekan pada tempat

pelekantan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus.

Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut-serabut otot miometrium

segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar bias menekan bembuluh

darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi pelepasan plasenta dari

dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.

Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat daerah

pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan kemudian

dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari tempat implantasi

plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah plasentah dilahirkan, mengingat

segmen bahwa uterus lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan

korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen bahwa kurang mendapat

kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks

yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.

Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :

a. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.

13
b. Darah biasanya berwarna merah segar.

c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.

d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.

e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila

dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding)

biasanya lebih banyak.

Gejala Utama :

Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar,

tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.

Gejala Klinik :

a. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali

biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih

banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.

b. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya

rasa sakit.

c. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.

d. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang

terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.

e. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan,

sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%)

dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan

adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia

14
dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin

mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.

Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta previa.

Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau transvaginal

(dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin

dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari pemeriksaan

ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum

pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena

pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.

Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui

vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta

previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan

pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada

umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan

hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari

rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim.

Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta

previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh

dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang

mungkin terjadi.

2.7 Diagnosa

Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua, sering kali

lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat dilakukan pemeriksaan USG.

15
Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam

kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz, 2003).

1) Anamnesis

Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan

antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan

bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada

kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada

multigravida (Prawirohadjo, 2007).

2) Pemeriksaan luar

a. Inspeksi

Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan

sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis (Prawirohardjo, 2006).

b. Palpasi

Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering dijumpai kesalahan

letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih

goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul (Sheiner, 2001).

c. Ultrasonografi

Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan pemeriksaan

ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak

menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak rasa nyeri (Prawirohadjo, 2006).

USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan plasenta previa. Transvaginal

16
Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100% identifikasi plasenta previa.

Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson, 2003).

Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium.

Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta

previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).

d. Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri

eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri

eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai (Johnson, 2003).

2.8 Prognosis

Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan

kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga penting

dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya,

kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu

disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular

Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena komplikasi

tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif dan meskipun

jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion (Hanafiah, 2004).

Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan

janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan

bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga

meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).

17
2.9 Pengaruh Plasenta Previa

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan

a. Bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam PAP

b. Terjadi kesalahan letak janin

c. Partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus:

a. Letak janin yang tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik

b. Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli

c. Sering dijumpai inersia primer

d. Perdarahan

2.10 Komplikasi

Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa oleh Usta (2005) :

a. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Adanya atrofi

pada desidua dan vaskularisasi yang berkurang menyebabkan suplai darah dari ibu ke janin

berkurang. Dalam darah terdapat oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh janin

untuk berkembang. Kekuranagan suplai darah menyebabkan suplai makanan berkurang

(Prawirohardjo, 2006).

b. Anemia janin. Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan

mengurangi sirkulasi darah antara uterus dan plasenta sehingga suplai darah ke janin berkurang

(Prawirohardjo, 2006).

c. Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen. Berkurangnya suplai darah

berarti suplai oksigen dari ibu ke janin juga berkurang (Prawirohardjo, 2006).

18
d. Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan. Pada kasus yang terbengkalai, bila

ibu tidak mendapatkan pertolongan transfuse darah akibat banyak kehilangan darah akibat

perdarahan hebat dapat menyebabkan shock bahkan kematian pada ibu (Prawirohardjo, 2006).

e. Infeksi dan pembentukan bekuan darah. Luka pada sisa robekan plasenta rentan

menimbulkan infeksi intrauterine.ibu dengan anemia berat karena perdarahan dan infeksi

intrauterine, baik seksio sesarea maupun persalinan pervaginam sama-sama tidak mengamankan

ibu maupun janinnya (Prawirohardjo, 2006).

f. Kehilangan darah yang membutuhkan transfuse. Kehilangan banyak darah akibat

perdaahan hebat perlu mendapatkan pertolongan transfuse segera. Perdarahan merupakan factor

dominant penyebab kematian maternal khususnya di Negara Indonesia (Prawirohardjo, 2006).

g. Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya menimbulkan

risiko terbesar pada janin (Cunningham, 2006).

h. Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang dipengaruhi

oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh. Penyebab saat ini tidak diketahui

(Cunningham, 2006).

Masalah dan komplikasi lain adalah:

a. prolaps tali pusat

b. prolaps plasenta

c. plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan

dengan kerokan.

d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan

e. Perdarahan post partum

f. Infeksi karena perdarahan yang banyak

19
g. Bayi premature atau lahir mati.

h. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena

perdarahan, endimetritis pasca persalinan.

i. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti asviksia

berat sampai kematian.

2.11 Penatalaksanaan

1) Terapi ekspektatif (pasif)

Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa

melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non

invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik (Prawirohardjo, 2006).

Syarat-syarat terapi ekspektatif :

a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.

Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian

berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan

berkembang dalam kandungan sampai janin matur. Dengan demikian angka kesakitan dan

kematian neonatal karena kasus preterm dapat ditekan (Prawirohardjo, 2006).

b. Belum ada tanda-tanda in partu.

Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta previa bila tidak

terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam kandungan. Hal ini

memberikan peluang janin untuk tetap berkembang dalam kandungan lebih lama sampai aterm,

dan dengan demikian pula kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih besar lagi

(Prawirohardjo, 2006).

20
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).

Selama ibu tidak memiliki riwayat anemia, terapi pasif dapat dilakukan karena

kemungkinan perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar Hb normal bila sebelumnya

tidak dilakukan pemeriksan dalam (Prawirohardjo, 2006).

d. Janin masih hidup.

Bila janin masih hidup, berarti besar kemungkinan janin masih dapat bertahan dalam

kandungan sampai janin matur. Sehingga tidak perlu mengakhiri kehamilan dengan segera

karena hanya akan memperkecil kesempatan hidup janin bila sudah berada di luar kandungan

(Prawirohardjo, 2006).

2) Terapi aktif

Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak,

harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan

persalinan dengan plasenta previa (Prawirohardjo, 2006).

a. Seksio sesarea

Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga

walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan

(Prawirohardjo, 2006).

b. Melahirkan pervaginam

Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat

dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

21
1) Amniotomi dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan pembukaan > 3 cm

serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah

rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,

akselerasi dengan infus oksitosin (Prawirohardjo, 2006).

2) Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan

bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup

(Prawirohardjo, 2006).

3) Traksi dengan Cunam Willet

Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai

perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali

menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang

telah meninggal dan perdarahan tidak aktif (Prawirohardjo, 2006).

Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat

kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa

adalah :

1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk

mengurangi kesakitan dan kematian.

2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat

melakukan pertolongan lebih lanjut.

3) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap

melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.

22
2.12 Asuhan Kebidanan

Kasus Perdarahan Plasenta Previa

s o a p

NY. Y, 30 tahun, # Objektif: # Assesment: # Planning:


periksa tanggal 7
Maret 2012, jam KU:Lemah Ny. Y, 30 tahun, P:Jelaskan keadaanibu
08.00 Kesadaran: GIIIPIIA0M0, hamil saat ini dan hasil
32 minggu, punggung pemeriksaan yaitu
# Subjektif: Composmentis kiri, kedudukan kehamilan ibu
TTV : kepala, bagian mengalami
-Ibu mengatakan ini terbawah janin belum
TD: 90/70mmHg, komplikasi dimana
kehamilan ketiga dan masih PAP, janin intra ari-ari berada pada
2 anak lahir hidup N: 92x/m, R: 24x/m, uteri tunggal hidup. bagian bawah rahim
-Ibu mengatakan S: 36,5C TB: 150cm dan ibu harus dirujuk
BB: 60kg -Ibu dengan plasenta
HPHT tanggal 25-07- P: Lakukan observasi
previa. Masalah : Ibu
2011 (Sebelum hamil: cemas ttv, perdarahan, dan
dengan
50kg) djj
-Ibu mengatakan saat kehamilannya
ini usia kehamilannya Kebutuhan : atasi
Inspeksi:terlihat P:Anjurkan ibu
32 minggu kecemasan ibu dengan
pengeluaran darah melakukan
memberikan
pervaginam sebanyak beristirahat total dan
-Ibumengatakan ada penjelasan tentang
150cc. mengurangi aktivitas
merasakan gerakan keadaan janin dan
yang berat
janin Palpasi : keadaan ibu.
Diagnosa Potensial :
-Ibu mengeluh keluar P: Lakukan
- Leopold I : TFU
darah berwarna merah pemasangan infuse
pusat-px (30cm), pada -Terjadinya
segar melalui alat RL 20 tpm
fundus teraba bagian
kelamin sejak jam perdarahan
lunak dan tidak
22.00 wib pada antepartum P:Lakukan
melenting yakni
tanggal 06-03-2012 pemasangan oksigen 2
bokong. - Terjadinya gawat liter
-Ibu mengatakan saat janin
- Leopold II : Pada
darah keluar tidak bagian kiri perut - Terjadinya aspiksia P: Lakukan
terasa nyeri teraba bagian keras Antisipasi : persetujuan tindakan

-Ibu mengatakan dan memanjang yakni


punggung janin dan -Melakukan P: Berikan
cemas dengan
23
kehamilannya pada bagian kanan kolaborasi dengan penyuluhan tentang
teraba bagian bagian Dokter Obgyn kebutuhan nutrisi ibu
kecil yakni ektremitas hamil
janin. - Penatalaksanaan
perdarahan P: Siapkan keperluan
- Leopold III : Pada antepartum rujukan Tanggal 07-
terbawah janin teraba 03-2012, jam 08.30
ada satu bantalan -Penatalaksaan
yang mengganjal pada aspiksia pada BBL P: Ibu dan keluarga
bagian segmen bawah setuju untuk
rahim. dilakukan rujukan.
- Leopold IV : Bagian
P: Keadaan ibu lemah,
terbawah janin belum
TD: 100/70, N: 86
masuk PAP.
x/m, R : 22 x/m, S :
Auskultasi :
36,6. DJJ 144X/m.
DJJ : 144x/m Masih terlihat
Perkusi : reflex patella pengeluaran darah
kiri: kanan : (+) merah segar
TP : 02-05-2012 pervaginam. Ibu
TBBJ : (30-12) X 155 terpasang infuse RL
= 2790 gram 20 tpm dan oksigen 2
Pemeriksaan liter.
Laboratorium : Hb
:10,5 gr # Planning: P: Ibu sudah dirujuk
Jelaskan keadaan untuk penanganan
ibu saat ini dan hasil lebih lanjut
pemeriksaan yaitu
kehamilan ibu
mengalami
komplikasi dimana
ari-ari berada pada
bagian bawah rahim
dan ibu harus dirujuk
Lakukan observasi
ttv, perdarahan, dan
djj

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada masa kehamilan , hampir seluruh tubuh wanita hamil mengalami perubahan. Untuk itu,

perwatan prenatal yang baik sangat penting untuk mencegah timbulnya komplikasi yang

menyertai kehamilan. Status kesehatan ibu hamil merupakan modal dasar kesehatan dan

pertumbuhan generasi penerus, sehingga perlu perhatian serius untuk menurunkan tingkat

kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator pelayanan kesehatan di

suatu daerah.

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang

meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas sesar atau

operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah

plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim. Gejala yang paling sering terjadi pada plasenta

previa berupa pendarahan jadi kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan

tanpa nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya.

3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pengetahuan tentang masalah kebidanan di bidang

Plasenta Previa dapat diatasi dan semakin menunjukkan peningkatan manajemen kebidanan.

Selain itu Plasenta Previa merupakan sebuah keadaan abnormal dimana penyebabnya masih

25
belum diketahui secara pasti, namun masih banyak keadaan pada Plasenta Previa yang masih

belum mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal. Hal inilah yang diharapkan dapat

berubah ke arah kemajuan dan dapat mengurangi terjadinya keadaan abnormal pada massa

kelahiran dengan diadakannya penyuluhan kesehatan di bidang plasenta previa.

26
Daftar Pustaka

1. Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri


Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
2. Oxorn, H. (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human pf Labor
and Birth. Jakarta : Yayasan Essentia Medica.
3. Oylese and smulian JC. Plasenta Previa, Plasenta Acreta and Vasa Previa. Florida
Giernsey Press Co Ltd. 2006.
4. Pawiharjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo. Jakarta : Penerbitan. PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2008.
5. Sipono.1985. Ilmu Kebidanan Bagian Patologi Edisi Pertama. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya: Palembang

27

Anda mungkin juga menyukai