Anda di halaman 1dari 3

Buku a fatih syuhud

Ummu Habibah Istri Rasulullah

Post on December 11, 2014 by A. Fatih Syuhud tagged: Akhlak Rasul

Ummu Habibah adalah Istri Nabi Muhammad yang merupakan putri dari Abu Sufyan. Abu
Sufyan adalah kepala suku Quraisy yang paling berpengaruh di Makkah yang sangat
menentang dakwah Islam. Namun satu tahun setelah pernikahan putrinya dengan Nabi, Abu
Sufyan menyatakan diri masuk Islam. Ummu Habibah sendiri masuk sejak awal kerasulan
Nabi dan bersama suaminya hijrah ke Habasyah (Ethiopia) untuk menghindari penindasan
bangsa Quraish.
Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin El-Ukhuwah
Ponpes Putri Al-Khoirot Malang

Ummu Habibah adalah salah satu istri Nabi. Nama aslinya adalah Romlah binti Abu Sofyan
dan lahir pada tahun 35 sebelum hijrah atau 589 Masehi. Ummu Habibah adalah julukan
kuniyah berdasarkan nama putrinya dari suami pertama. Ia salah satu perempuan Makkah
yang masuk Islam sejak awal kerasulan Nabi Muhammad hampir bersamaan dengan
sepupunya yaitu Usman bin Affan, Khalifah ketiga Islam. Sedangkan ayahnya, Abu Sofyan
bin Harb, adalah salah satu musuh Islam utama dan paling berkuasa di Makkah pada awal
kerasulan Nabi karena ia ketua suku Quraish. Abu Sofyan baru masuk Islam setelah
penaklukan Makkah pada tahun ke-8 Hijrah atau 630 Masehi. Setahun setelah putrinya
menikah dengan Rasulullah.

Ummu Habibah masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi dari kakek buyut
mereka yakni Abdu Manaf. Oleh karena itu, ia menjadi istri Nabi yang paling dekat
hubungan nasabnya dengan Rasulullah. Ia juga menjadi istri Nabi yang paling mahal
maskawinnya. Ia juga menjadi satu-satunya istri Nabi yang saat dinikah berada di tempat
yang berbeda dengan Nabi: yakni Nabi berada di Madinah sedangkan Ummu Habibah berada
di Habasyah (Ethiopia).

Pernikahan Ummu Habibah dengan Nabi adalah perkawinan yang kedua. Suami sebelumnya
adalah Abdullah bin Jahsh Al-Asadi. Dengan suami pertamanya inilah pada tahun 616
Masehi ia hijrah ke Habasyah (Ethiopia) setelah masuk Islam demi menghindari penindasan
dan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Dari suami pertama inilah Ummu Habibah memperoleh
seorang putri bernama Habibah. Sejarawan Ibnu Ishaq menyatakan bahwa saat berada di
Habasyah Abdullah bin Jahsh murtad dan memilih masuk Kristen sampai meninggal pada
tahun 627 Masehi .[1] Sedangkan Ummu Habibah tetap menjadi seorang muslimah dan
menolak ajakan suaminya untuk masuk Nasrani dan memilih bercerai dengan suaminya.[2]
Namun, pendapat yang sahih menyatakan hal ini tidak benar. Ubaidillah bin Jahsh tetap
seorang muslim dan tidak bercerai dengan Ummu Habibah sampai akhir hayatnya. Faktanya,
berdasarkan penuturan Ummu Habibah sendiri, Rasulullah baru menikahinya setelah
kematian suaminya.[3]

Pernikahan Nabi dengan Ummu Habibah terbilang unik dibanding pernikahan istri-istri Nabi
sebelumnya karena beberapa hal. Pertama, yang menjadi wali nikah saat perkawinan itu
adalah kerabat jauh dari Ummu Habibah yang bernama Khalid bin Said bin Al-Ash yang saat
itu sama-sama berada di negara Habasyah (Ethiopia). Jadi, yang menjadi wali bukanlah ayah
atau saudara kandung dari Ummu Habibah yang saat itu masih kafir. Al-Mawardi dalam Al-
Hawi Al-Kabir menyatakan ini menunjukkan bahwa ayah yang kafir tidak berhak dan tidak
sah menikahkan putrinya yang muslim dan hak perwalian pindah ke kerabat lain yang
muslim atau ke wali hakim.[4]

Kedua, Rasulullah sebagai pengantin pria berada di Madinah dengan jarak 1.357 km dari
negeri Habasyah tempat pengantin wanita berada. Ini artinya, pengantin pria dapat tidak hadir
pada acara ijab kabul dan mewakilkan pada orang lain.

Ketiga, Nabi meminta bantuan raja Habasyah yang non-muslim untuk melamar Ummu
Habibah. Raja Najasyi tidak hanya memenuhi permintaan Rasulullah, tapi juga sekaligus
membantu Nabi memberikan maskawin sejumlah 400 dinar emas serta pesta perkawinan
yang meriah. Setelah itu, Raja Najasyi mengutus Syurahbil bin Hasanah untuk menemani
Ummu Habibah ke Madinah menemui Nabi. Al- Quran mengingat peristiwa ini dengan
turunnya ayat dalam QS Al-Mumtahanah 60:7. Ummu Habibah menikah dengan Nabi dalam
usia 36 tahun sedang Rasulullah berusia 60 tahun. Pernikahan ini terjadi pada tahun ke-7
hijriah atau 628 masehi. Setahun kemudian, Abu Sufyan bin Harb, ayah dari Ummu Habibah
dan kepala suku Quraish yang paling memusuhi Nabi menyatakan masuk Islam.

Salah satu hikmah berharga yang bisa diambil dari kisah Ummu Habibah ini adalah bahwa
tidak ada larangan bagi seorang muslim untuk bersahabat baik dengan orang non-muslim
selagi mereka juga berperilaku baik pada kita. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS
Al-Mumtahanah 60:8 Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang (kafir) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.[]
[1] Dalam kitab Ar-Raudh Al-Anf, 6/347, Ibnu Ishak menceritakan:
:
:. Lihat juga, Sirah Ibnu Ishaq,
Tahqiq Muhammad bin Humaidullah, hlm. 241. Riwayat hadits dalam soal ini sanadnya
dianggap dhaif karena Ibnu Ishak adalah generasi ketujuh yang tidak pernah bertemu Sahabat
Nabi.
[2] Dalam kitab Al-Istiab (Hamish Al-Isobah), hlm. 2/263; Tarikh Thabari, 2/213. Lemahnya
riwayat Thabari karena berasal dari Hisyam bin Muhammad bin Saib Al-Kalbi yang menurut
Imam Ahmad berstatus matruk. Lihat Lisanul Mizan 6/196.
[3] Dalam hadits sahih riwayat Ahmad dengan sanad yang sahih dari Zuhri dari Urwah dari
Ummi Habibah:

. (Bahwasanya Ummu Habibah
pernah menjadi istri dari Ubaidullah bin Jahash. Ia datang ke Habasyah tempat Raja Najasyi
dan meninggal di sana. Dan bahwa Rasulullah menikahi Ummu Habibah saat ia masih di
negara Habasyah. Yang menikahkan adalah Raja Najasyi dengan mahar 4000 dinar). Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai. Lihat, Tabaqat Ibnu Saad 8/97, 218; Al-
Mustadrak 4/21-22.
[4] Al-Mawardi dalam Al-Hawi Al-Kabir, hlm. 9/116 menyatakan:

Anda mungkin juga menyukai