Anda di halaman 1dari 8

RESUME HASIL PRAKTIKUM MANAKTA

KELOMPOK 1

Oleh :

MUHAMMAD AKBAR

L221 15 307

BUDIDAYA PERAIRAN

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Resume Mingguan Manajemen Akuakultur Tawar

Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar dimulai pada tanggal 19 September

2017. Pada hari pertama dilakukan Persiapan Wadah yaitu dengan pencucian, pengisian

air dan pengukuran terhadap bak yang akan digunakan dalam pembudidayaan. Organisme

yang dipelihara pada praktikum ini adalah Ikan Nila (Oreocrhromis niloticus). Pemberian

pakan dilakukan sebanyak 3 x sehari yaitu pada saat pagi, siang dan sore hari. Kemudian

pada hari selanjutnya dilakukan penebaran benih ikan Nila sebanyak 150 ekor. Lalu

dilakukan sampling pada 5 ikan nila yang dilakukan secara acak untuk menentukan

seberapa banyak jumlah pemberian pakan perharinya yaitu 3% dari bobot tubuh benih

ikan nila. Sampling dilakukan tiap minggu untuk melihat bagaimana SR, FCR,

Mortalitas, Laju Pertumbuhan dan Penyebab-penyebab Kematian Ikan. Pada Minggu ke-

III kembali dilakukan sampling pada 5 ikan secara acak dengan hasil sebagai berikut:

1. Survival Rate (SR)

Menurut Fatimah (1992) dalam Muliani (2014) menyatakan bahwa kelangsungan

hidup ikan sangat bergantung pada daya adaptasi ikan terhadap makanan dan lingkungan,

status kesehatan ikan, padat tebar, dan kualitas air yang cukup mendukung pertumbuhan.

Kelangsungan hidup benih ikan ikan nila di amati setelah seminggu dari

penebaran awal. Jumlah benih ikan pada awal penebaran adalah 150 ekor.

Seminggu setelah penebaran jumlah benih ikan adalah . Dengan membandingkan jumlah

benih awal dan jumlah benih akhir maka kelangsungan hidup benih ikan nila dapat

dihitung dengan rumus (Widiastuti, 2009) :

()
Survival Rate (SR) = ()
100%

16
= 100 100%

= 0,16 100%

= 16 %
Survival Rate pada pada pemeliharaan pada minggu ketiga adalah 16 %, hal ini

mengalami penurunan dari minggu sebelumnya yaitu sebesar 24,667 %.

2. Feed Convertion Rate (FCR)

Menurut Sulawesty (2014) rasio konversi pakan menunjukkan keefisienan dalam

pemberian pakan. Nilai yang makin rendah menunjukkan bahwa makanan yang dapat

dimanfaatkan dalam tubuh lebih baik dan kualitas makanannya lebih baik juga, karena

dengan pemberian sejumlah pakan yang sama akan memberikan pertambahan berat tubuh

yang lebih tinggi.

Menurut Handayani (2014) pakan yang diberikan dalam jumlah yang banyak,

akibatnya ikan mengkonsumsi pakan yang lebih banyak untuk meningkatkan

pertumbuhan, akan tetapi karena jumlah pakan yang diberikan melebihi dari batas

kemapunan dari ikan untuk mengkonsumsi pakan tersebut mengakibatkan sebagian

pakantidak dimanfaatkan secara efisien oleh ikan.

Menurut Ratnasari (2011) Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan indikator

untuk menentukan efektifitas pakan. Konversi pakan dapat diartikan sebagai kemampuan

spesies akuakultur mengubah pakan menjadi daging atau banyaknya pakan yang

dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Semakin besar nilai FCR, maka semakin

banyak pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan.. Feed Convertion

Rate dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Dik :

Bobot Ikan Awal (Wo) : (0.077 + 0,074 + 0,061 + 0,071 + 0,026) : 5 = 0,035 : 5 = 0,07

gram

Bobot Ikan Akhir (Wt) : (0,085 + 0,055 + 0,054 + 0,095 + 0,060) : 5 = 0,349 : 5 = 0,0698

gram

Total Pakan : 0.21 x 7 = 1.47 gram

Sisa Pakan (Pakan terbuang + Feses) : 0.32 gram


Bobot Ikan = Bobot Ikan Akhir (Wt) - Bobot Ikan Awal (Wo)

= 0.0698 gram 0.07 gram

= -0.0002 gram/minggu

Jumlah Pakan Yang Dikonsumsi (F) = Total Pakan - Sisa Pakan

= 1.47 gram 0.32 gram

= 1.15 gram

FCR =

1.15 gram
= 0.0002 gram

= -5750 gram

Jadi, Feed Convertion Rate (FCR) ikan selama 7 hari adalah -5750 gram. Terjadi

kesalahan dalam perhitungan ini karena bobot ikan (-). Hal ini terjadi karena kesalahan

yang dilakukan saat melakukan sampling.

3. Mortalitas

Menurut Ratnasari (2011) mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu

populasi organisme yang menyebabkan berkurangnya jumlah individu di populasi

tersebut. Menurut Hartini (2013) tingginya tingkat mortalitas benih ikan pada tahap

pemeliharaan karena disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah penurunan kualitas

air media hidup. Pemeberian pakan yang terlalu banyak pada saat pemelihraan

mengakibatkan banyak pakan ikan terbuang sehingga mempercepat penurunan kualitas

air media hidup.

Tingkat mortalitas pada pemeliharaan benih ikan nila ini termasuk tinggi melebihi

50% dari jumlah ikan. Mortalitas dapat dihitung menggunkan rumus :


Mortalitas =
100%

84
= 100 100%

= 0,84 100%
= 84 %

Mortalitas pada pemeliharaan pada minggu ketiga adalah 84 %, hal ini mengalami

penaikan dari minggu sebelumnya yaitu sebesar 75,333 %.

4. Ph dan Suhu

Kisaran pH selama pemeliharaan adalah 5-7 sedangkan kisaran suhunya adalah 24-

26 oC. Hal ini sesuai dengan Ardita dkk (2015) tingkat keasaman media pemeliharaan

berkisar antara 7,24 - 7,36 yang masih dalam kisaran normal untuk ikan dapat tumbuh

dan berkembang baik.

Ikan nila mampu hidup pada suhu antara 15 oC 37 oC. Suhu optimum

pertumbuhan ikan nila adalah 25 oC-30 oC. Menurut Kordi dan tancung (2007) diacu oleh

Karlyssa (2015), bahwa kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan ikan adalah 28oC-

32oC.

Pengaruh suhu rendah terhadap ikan adalah rendahnya kemampuan mengambil

oksigen (hypoxia). Selain itu, suhu rendahdapat menyebabkan ikan tidak aktif,

bergerombol serta tidak mau berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap

penyakit berkurang. Hal tersebut diduga salah satu penyebab kematian benih ikan

terutama pada awal pemeliharaan (Taufik 2009).

5. Laju Pertumbuhan

Menurut Ratnasari (2011) pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot

maupun panjang dalam suatu periode waktu tertentu.Pertumbuhan dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan

dengan ikan itu sendiri seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan,

kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor

eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang
meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi

kualitas dan kuantitas. Tidak dilakukan perhitungan panjang tubuh karena tidak dilakukan

sampling terhadap panjang tubuh benih ikan.

Dalam menghitung Laju Pertumbuhan Bobot Ikan dilakukan sampling pada 5 ikan

secara acak :

Dik :

Bobot Ikan Awal (Wo) : (0.077 + 0,074 + 0,061 + 0,071 + 0,026) : 5 = 0,035 : 5 = 0,07

gram

Bobot Ikan Akhir (Wt) : (0,085 + 0,055 + 0,054 + 0,095 + 0,060) : 5 = 0,349 : 5 = 0.0698

gram

Panjang Ikan Awal (Wo) : (1.4 + 1.4 + 01.5 + 1.8 + 1.9) : 5 = 8 : 5 = 1.6 cm

Panjang Ikan Akhir (Wt) : (1.21 + 1.02 1.01 + 1.26 + 1.12) : 5 = 5.65 : 5 = 1.124 cm

Laju Pertumbuhan

Bobot Ikan / minggu = Bobot Ikan Akhir (Wt) - Bobot Ikan Awal (Wo)

= 0.0698 gram 0.07 gram

= -0.0002 gram/minggu

Jadi Laju Pertumbuhan bobot ikan selama seminggu yaitu -0.0002 gram

Panjang Ikan / minggu = Panjang Ikan Akhir (Wt) - Panjang Ikan Awal (Wo)

= 1.124 cm 1.6 cm

= -0.476 cm/minggu

Jadi Laju Pertumbuhan panjang ikan selama seminggu yaitu -0476 gram.

6. Penyebab penyebab Kematian Ikan

Pada praktikum ini tingkat Mortalitas Ikan terbilang cukup tinggi yaitu 75,333 %.

Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Pertama adanya kecelakaan pada saat

pemeliharaan yaitu wadah pemeliharaan yang tercemar oleh Kaporit. Sehingga


mempengaruhi kualitas air pada bak budidaya. Penanggulangan yang dilakukan yaitu

dengan pencucian dan pergantian air pada bak budidaya. Namun ikan mengalami

kematian sebanyak 25 ekor.

Penyebab lain tingginya Mortalitas yaitu kurangnya pengalaman praktikan dalam

melakukan pemeliharaan benih ikan. Sehingga banyak kesalahan yang terjadi pada saat

pemeliharaan ikan yang menyebabkan tigkat kematian ikan tiap harinya.

Menurut Kordi dan tancung (2007) diacu oleh Karlyssa (2015), bahwa kisaran suhu

yang optimal bagi kehidupan ikan adalah 28oC-32oC. Sedangkan selama pemeliharaan

suhunya air yaitu 24 oC -26 OC suhu yang tidak sesuai dengan suhu optimal bagi

kehidupan ikan nila juga menjadi penyebab mortalitas selama pemliharaan benih ikan nila

sangat tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Pratiwi (2013) yang menyatakan bahwa ada

beberapa faktor yang menyebabkan fluktuasi produksi benih ikan nila yaitu kualitas

induk, inbreeding (perkawinan individu yang memiliki kerabat dekat, salah satu dampak

yang dirasakan adalah menurunkan kualitas benih), tingkat kelangsungan hidup (Survival

Rate), iklim, suhu, kualitas air, keahlian pekerja, hama, penyakit, dan faktor cuaca yang

sering mengalami perubahan drastis sehingga suhu air kolam ikut mengalami perubahan

serta pada musim hujan sehingga mengakibatkan kematian benih ikan nila mencapai 80%

merupakan beberapa risiko produksi dalam budidaya perikanan.

7. Kesalahan Sampling

Menurut Nazution (2003) pada pengambilan sampel secara random, setiap unit

populasi, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor

pemilihan atau penunjukan sampel yang mana akan diambil, yang semata-mata atas

pertimbangan peneliti, disini dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Dengan cara

random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah satu
usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Keuntungan pengambilan sampel

dengan probability sampling adalah sebagai berikut:

- Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan.

- Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan.

- Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.

Sampling yang dilakukan secara acak pada 5 ikan menyebabkan adanya hasil

minus pada beberapa perhitungan. Hal ini disebabkan karena ikan yang di ambil sampling

sebelumnya mati mati selama pemeliharaan. Penyebab lain dari minusnya perhitungan

dari hasil sampling yaitu karena adanya perbedaan ukuran yang cukup besar antara benih

ikan yang dipelihara.

Anda mungkin juga menyukai