Anda di halaman 1dari 17

E.

TEKNIK EKSODONSIA

Gigi yang akan diekstraksi berjaringan pendukung lunak dan keras. Setiap gigi secara
individual berbeda keadaan struktur jaringan gigi dan pendukungnya dan keadaannya
tergantung pada faktor macam elemen gigi, perkembangan gigi, dan juga keadaan jaringan
pendukungnya. Gigi berakar tunggal akan berbeda dengan gigi berakar jamak. Keadaan
akar gigi yang berpenampang melintang bulat berbeda dengan yang pipih. Struktur gigi
sehat berbeda dengan yang keropos. Oleh karena terdapat perbedaan keadaan pada setiap
gigi maka eksodonsia dapat dibedakan menjadi eksodonsia sederhana dan rumit yang akan
berbeda dalam teknik pelaksanaannya.
Eksodonsia sederhana dilaksanakan tanpa menggunakan teknik odontektomi atau dan
separasi gigi baik cara tertutup maupun terbuka.
Teknik eksodonsia yang dipakai akan menentukan jenis alat yang dibutuhkan. Untuk
dapat menghayati mengapa suatu gigi dapat mencabut dirinya sendiri maka harus
diperhatikan bahwa kekuatan eksodonsia yang dikeluarkan muskulus tangan operator
diteruskan melalui pegangan forsep lalu ke paruh forsep kemudian memegang gigi untuk
menggerakkannya ke arah tulang alveolus bukal dan lingual. Gerakan gigi itu berakibat
dinding alveolus tertekan ke luar sehingga soket gigi akan melebar. Gerakan bukal-lingual
yang dilakukan berkali-kali menyebabkan soket makin melebar sampai cukup untuk jalan gigi
ke luar dan soketnya.
Suatu gigi berporos panjang, arah gerak eksodonsia harus sejajar dengan poros
panjang gigi itu. Dapat dibayangkan bahwa poros panjang gigi merupakan garis lanjutan
poros panjang paruh forsep gigi yang dipakai. Prinsip mi harus dipegang teguh untuk
menunjang bedah atraumatika. Eksodonsia yang dilakukan secara barbarik akan berakibat
pada luka eksodonsia yang besar yang akan menghambat penyembuhan luka.
Sesuai dengan alat yang akan digunakan maka ada tiga teknik yang dapta dipilih
dalam eksodonsia yaitu a). Teknik Forsep, b). Teknik Elevator, c). Kom binasi Teknik
Elevator dan Forsep. Meskipun demikian kedaan gigi yang akan diekstrasi serta jaringan
pendukungnya ikut menambah macam teknik eksodonsia yaitu yang dikenal dengan teknik
d). Teknik Separasi Gigi/Akar Gigi, dan e). Teknik Odontektomi. Masing-masing teknik
eksodonsia ini akan diuraikan dalam bab ini.

Persiapan Jaringan Lunak Pra-Eksodonsia


Sebelum melakukan ekstraksi gigi, jaringan lunak di sekitar gigi harus dilepas
perlekatannya dengan gigi yang akan diekstraksi.
Cara. (a). Bersihkan gigi-gigi danjanngan sekitar gigi dengan larutan antiseptika
(misalnya dengan tingtura yodida 3%); (b). Bersihkan gigi-gigi dan kalkulus terutama dan gigi

Universitas Gadjah Mada 1


yang akan diektraksi sebab gerakan forsep dapat melepas kalkulus dan akan jatuh ke thiam
soket gigi; (c). Dengan menggunakan skalpel, jaringan gingiva dinsisi. Gunakan garis gingiva
sebagai panutan irisan, lalu insisi dibawa ke interproksimal menuju puncak jaringan lunak
interproksimal. Insisi sampai kedalaman tulang alveolar. Pekerjaan ini sering penulis lakukan
dengan menggunakan eksplorer untuk menghindari kerusakan jaringan lunak oleh forsep,
bila paruh forsep ditekan masuk di bawah jaringan mi. Maksudnya adalah agar jaringan
lunak tidak menjadi koyak karena gerak lingual-bukal akar gigi.

Penerangan di Daerah Rongga Mulut


Daerah operasi harus jelas dilihat operator maupun pembantu operator, oleh sebab itu
penerangan lampu di daerah rongga mulut harus baik. Selama operator bekerja, penerangan
lampu yang paling banyak ditujukan ke daerah rongga mulut serta tempat alat yang akan
digunakan. Dengan keadaan itu diharapkan konsentrasi kerja operator akan Iebih baik.

Kain Penutup Penderita


Untuk menjaga kebersihan dan melindungi penderita dan kotoran pada saat operasi
dibutuhkan kain penutup penderita yang steril. Kain penutup ini dapat menutup daerah
kepala (di sekitar mulut dibiarkan tetap terbuka), bahu, dan dada penderita.
Warna kain penutup dapat putih atau hijau yang penting adalah bersih dan steril.
Ukurannya adalah lebar 30 inci, panjang 48 inci dan berlubang berukuran 6 x 4 inci yang
berjarak dan tepi atas sepanjang 20 inci.

1. Teknik Forsep
Persyaratan Penggunaan Forsep

a). Memilih forsep yang tepat dan baik dalam hal macam maupun ukuran. Forsep yang
terlalu kecil bagi lebar gigi yang akan diekstraksi atau forsep yang berengsel rusak dapat
berakibat fraktur mahkota atau akar gigi. b). Memegang pegangan forsep jangan terlalu
dek4t engselnya yang benar adalah hampir seluruh ujung pegangan forsep tergenggam di
tangan. c). Poros panjang paruh forsep sej ajar dengan poros panjang gigi yang akan
diekstraksi. d). Paruh forsep harus memegang sebagian akar yang masih dalam keadaan
utuh, jangan sekali-sekali memegang gigi pada mahkotanya. f). Gigi tetanggajangan sampai
terganggu oleh gerakan forsep.

Kekuatan Dasar Eksodonsia

Universitas Gadjah Mada 2


Kekuatan dasar yang digunakan pada ekstraksi gigi maksila berposisi normal
pada arkus dentalis.
Untuk melakukan eksodonsia dibutuhkan kekuatan untuk menggerakan gigi dan
melebarkan soket gigi dengan maksud agar gigi terpisah dari jaringan lunak dan tulang
sekelilingnya.
Kekuatan dasar pertama yang diberikan kepada gigi maksila pada. waktu ekstraksi
ialah menggerakan forsep ke apikal gigi sampai paruh forsep memegang leher akar gigi dan
bersandar pada sementum. Kekuatan pertama itu diikuti dengan kekuatan tekan ke arah
tulang bukal dan lingual dan kekuatan putar (rotasi) ke arah mesio-distal tergantung pada
keadaan gigi itu sendiri. Tulang maksila pada umumnya lebih tipis di daerah labial/bukal
dibanding daerah palatinal, namun pada daerah pertemuan dengan tulang zigomatikus
tulang bukal sedikit menebal. Kedaan itu juga akan berpengaruh pada kekuatan eksodonsia
yang diberikan.
Kekuatan dasar dasar untuk masing-masing gigi yaitu sebagai berikut:
Gigi incisivus sentralis. Kekuatan tekan ke labial, diikuti tekan ke lingual lalu tekan ke
labial lagi cliikuti dengan rotasi ke mesial (dapat ditambah ke distal) lalu mengangkat gigi ke
luar dan soket gigi (gerak ektraksi).
Dominasi kekuatan gerak untuk gigi ini ialah gerak ke labial dan putar ke mesial
(rotasi).
Gigi incisivus lateralis. Tekan ke labial dengan rotasi ke mesial sambil gigi ditarik ke
luar soket gigi.
Gigi Caninus. Tekan ke labial lalu tekan ke lingual lalu tekanan labial lagi disertai rotasi
ke mesial (dapat ditambah ke distal) sambil menarik gigi keluar soket gigi.
Gigi Premolar Pertama. Tekanan ke bukal, tekanan ke lingual, dan angkat keluar gigi
dengan menariknya ke arah bukal. Kadang-kadang perlu melakukan tekanan rotasi ke
mesio-distal sedikit.
Gigi Premolar Kedua. Tekanan ke arah bukal, lalu ke arah lingual, kalau diperlukan
tambahkan tekanan rotasi ke mesio-distal sedikit sambil menarik gigi keluar soket gigi ke
arah lingual atau bukal.
Gigi Molar Pertama. Tekanan ke arab bukal lalu ke arah lingual, kemudian gigi ditarik
keluar dan soket gigi ke arah bukal.
Gigi Molar Kedua. Tekana ke arah bukal, lalu ke arah lingual dan gigi ditarik ke luar
dan soket gigi ke arah bukal. Kadang-kadang diperlukan tekanan rotasi ke arah mesio-distal.
Gigi Molar Ketiga. Tekanan ke arah bukal diikuti tekanan rotasi ke arah distal. Gerakan
itu dapat dilakukan bila keadaan masing-masing akar tidak melebar (devergen) atau masing-
masing akar berpadupadan (fused).

Universitas Gadjah Mada 3


Kekuatan dasar yang digunakan pada eksodonsia gigi mandibula pada posisi
normal.
Tekanan awal yang digunakan pada ekstraksi semua gigi mandibula ialah kekuatan ke
apikal sampai paruh forsep memegang leher akar gigi dan bersandar pada bagian
sementum. Lalu untuk masing-masing gigi mandibula diikuti oleh tekanan seperti berikut:
Gigi incisivus sentralis. Tekanan ke labial, tekanan ke lingual sedikit tekanan ke mesial
dan ke distal lalu menarik gigi keluar soket gigi.
Gigi incisivus lateralis. Tekanan ke labial, tekanan ke lingual lalu tekanan ke arah
mesio-distal sedikit dan kemudian gigi ditank keluar soket gigi ke arah labial.
Gigi caninus. Tekanan ke labial dengan rotasi ke mesial dan gigi ditank ke luar soket
gigi ke arah labial.
Gigi premolar pertama. Tekanan ke arah bukal dengan sedikit rotasi ke mesiodistal
dan gigi ditarik ke luar soket gigi ke arah bukal.
Gigi premolar kedua. Tekanan ke arab bukal dengan rotasi ke arah mesio-distal sedikit
dan kemudian gigi ditarik ke arah bukal.
Gigi molar pertama. Tekanan ke arah bukal lalu ke arah lingual, kadang dapat dibantu
dengan sedikit tekanan rotasi mesio-distal dan tarik gigi ke arah bukal.
Gigi molar kedua. Tekanan ke arah bukal, lalu tekanan ke arah lingual dan kadang-
kadang dapat ditambah tekanan sedikit rotasi ke mesio-distal lalu gigi ditank ke arah bukal.
Gigi molar ketiga. Tekanan ke arah bukal kadang dicoba untuk menambah rotasi
mesio-distal dan gigi ditarik ke arah bukal atau lingual.

Universitas Gadjah Mada 4


Variasi kekuatan untuk eksodonsia
Pada hakekatnya terdapat variasi keadaan suatu gigi yang akan diekstraksi; a).
mungkin gigi dalam keadaan posisi normal pada arkus dentalis normal, b). disana mungkin
talc terdapat gigi yang bertumpuk (overlapping), c). mungkin pula gigi terdekat berestorasi
logam, porselin atau sintetik porselin yang kontur proksimalnya dapat menderita troma oleh
gerakan bukal, lingual, atau rotasi gigi yang akan diekstraksi dan berakibat tumpata atau
restorasi lepas atau pecah.
Secara hati-hati operator harus selalu mempelajari gigi dan menentukan bila: a).
terdapat gigi terdekat yang akan terluka, dan b). bila gigi terdekat terdapat restorasi yang
mungkin pecah atau lepas dari akibat gerakan eksodonsia gigi ini. Bila dalam pemeriksaan
gigi didapat keadaan seperti di atas maka gerakan dasar untuk menggoyahkan gigi harus
dirubah dengan tujuan menghindari segala troma yang mungkin terjadi.
Langkah pertama ialah 1). Bila keadaan memungkinkan untuk mengeluarkan gigi dan
dalam soket gigi hanya menggunakan forsep atau elevator. 2). Tetapi bila tidak mungkin
untuk menggunakan teknik itu, mengambil langkah selanjutnya yalta sebelum forsep
diaplikasikan maka dapat diusahakan untuk memagas dulu permukaan proksimal gigi yang
akan diekstraksi dengan menggunakan diskus karborundum (Archer, 1975) sampai
diperkirakan gerakan ekstraksi gigi tidak mengakibatkan troma gigi lain.

Posisi Penderita di Kursi Gigi dan Posisi Operator


Setelah penderita duduk, sandaran punggung dan sandaran kepala kursi diatur agar
penderita duduk dengan nyaman. Posisi penderita bila operator akan mengeijakan di bagian
mandibula penderita ialah sebagai berikut ini:
Dengan mengatur sandaran kepala kursi usahakan agar bidang okiusal gigi posterior
dapat berposisi sejajar dengan lantai atau membentuk sudut kira-kira 10 derajat dengan
lantai. Cara ini mudah dikeijakan bila operator berdiri di muka samping kanan pendenita
(menghadap penderita) atau berdiri di samping kanan belakang penderita menghadap ke
muka searah penderita.
Bila operator akan bekerja dari sebelah belakang penderita, maka sebaiknya sudut
yang dibentuk oleh bidang oklusal gigi posterior terhadap lantai diperbesar. Dengan
demikian sewaktu bekerja tangan dan pandangan operator tidak terganggu.
Untuk mengerjakan daerah maksila, maka bidang okiusal gigi posterior maksila diatur
posisinya sehingga membentuk sudut antara 45 - 90 derajat sesuai dengan kebutuhan
operator pada waktu bekerja.

Universitas Gadjah Mada 5


2. Teknik Elevator
Dalam melakukan eksodonsia ternyata selain forsep masih ada alat lain yang dapat
dipergunakan untuk maksud itu yaitu elevator. Namun demikian bagi pemula dalam
eksodonsia disarankan agar menggunakan forsep sampai mahir dahulu sebelum
mengembangkan diri untuk menggunakan elevator.
Elevator sebagal salah satu alat eksodonsia direncana berbeda oleh pabnk pembuat
yang berbeda sehingga di pasaran orang dibuat bingung untuk memilihnya. Banyak elevator
keluaran pabnk yang dibuat berlebihan yang seharusnya tak perlu demikian. Setiap
pengguna elevator untiik maksud eksodonsia cukup memilih beberapa macam elevator saja
namun harus benar-benar menguasai dan efisien penggunaannya untuk berbagai kasus
yang dihadapi. Lebih baik operator mengembangkan ketrampilan dan penguasaan hanya
beberapa elevator saja danpada berusaha untuk menggunakan secara efektif sejumlah
besar elevator. Kira-kira terdapat 10 macam disain elevator yang sangat mendasar yang
penting untuk dikuasai keterampilan penggunaannya.
Beberapa hal yang penting diketahul dalam menggunakan elevator adalah indikasi
penggunaan elevator, bahaya yang dihadapi dalam menggunakan elevator, aturan
penggunaan elevator, pengenalan bagian elevator, elevator yang umum digunakan, dan
prinsip kerja dalam penggunaan elevator.

Indikasi penggunaan elevator


Elevator digunakan untuk a) menggerakkan dan mengeluarkan gigi yang tak dapat
dipegang mulut forsep, sebagai misal adalah gigi impaksi, malposisi; b) mengambil akar gigi,
akar gigi yang fraktur, dan gigi berkaries; c) melonggarkan gigi sebelum aplikasi forsep; d)
memisahkan akar gigi dengan mahkota gigi, akar dengan akar lain pada gigi berakarjamak;
e) mengambil tulang intraradikular.

Ekstraksi gigi
Elevator diindikasi untuk ekstraksi gigi secara keseluruhan pada keadaan berikut:
a). Gigi impaksi maksila atau mandibula karena lokasi dan posisi gigi impaksi
menyebabkan operator tidak dapat menggunakan forsep untuk mengeluarkannya;
b). Gigi malposisi ke lingual, bukal atau gigi berjejal (crowded), terutama gigi premolar
maksila atau mandibula atau gigi incisivus lateralis yang karena lokasi gigi itu tak mungkin
mengaplikasikan forsep tanpa mengganggu gigi yang ada di dekatnya atau pada saat gerak
luksasi dilakukan akan menimbulkan tekanan pada gigi di dekatnya; Untuk mengerjakan
daerah maksila, maka bidang oklusal gigi posterior maksila diatur posisinya sehingga
membentuk sudut antara 45 - 90 derajat sesuai dengan kebutuhan operator pada waktu
bekerja.

Universitas Gadjah Mada 6


c). Gigi bergeser miring (tilted) ke anterior mengisi tempat yang terjadi karena ekstraksi
gigi di dekatnya terlalu dini sehingga tidak mungkin menggunakan forsep tanpa mengganggu
gigi di dekatnya.

Pengambilan akar gigi


Elevator diindikasi untuk mengambil akar gigi pada keadaan berikut ini: a) akar gigi
yang fraktur setinggi garis gingiva, setengah panjang akar, atau sepertiga apikal; b) sisa akar
gigi yang tertinggal di dalam alveolus pada eksodonsia sebelumnya bahkan mungkin
kejadiannya telah lama; c) akar gigi yang tertinggal di dalam alveolus karena proses karies
gigi yang berkaitan.

Bahaya penggunaan elevator


Elevator harus digunakan secara berhati-hati dan dilakukan dengan penuh
konsentrasi, karena dapat mengakibatkan: a) merusak gigi di dekatnya atau bahkan
menyebabkan gigi di dekatnya terangkat ke luar dan soket; b). fraktur maksila atau
mandibula; c) fraktur processus alveolans; d) jaringan lunak tertusuk dan mungkin vasa
besar dan syaraf dapat terluka; e) sinus maksilaris terlukai dalam bentuk perforasi sinus
maksilaris, akar gigi atau gigi molar ketiga maksila terdorong masuk kedalam sinus; f) ujung
akar gigi molar ketiga mandibula terdorong masuk ke dalam kanalis mandibularis; g) akar
gigi atau bahkan gigi molar ketiga mandibula terdorong ke arah lingual, mematahkan tulang
lingual mandibula yang tipis dan masuk ke dalam suatu spatium sublinguale.
Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan elevator maka operator
harus memperhatikan benar tentang aturan yang harus ditaati saat menggunakan elevator.
a). Jangan menggunakan gigi di dekatnya sebagai tumpuan elevator kecuali gigi itu
akan diekstraksi juga;
b). Jangan menggunakan tulang bukal setinggi garis gingiva sebagai tumpuan elevator
kecuali bila bekerja di daerah molar ketiga mandibula atau di daerah itu akan dilakukan
odontektomi;
c). Jangan menggunakan tulang lingual setinggi garis gingiva sebagai tumpuan
elevator;
d). Selalu menggunakan pelindung jari untuk melindungi penderita dan terpelesetnya
elevator;
e). yakim bahwa kekuatan yang digunakan elevator berada di bawah kontrol, dan
bahwa ujung elevator ditempatkan pada arah yang benar. Operator yang letih tidak
menjamin sistem kontrol tangannya beijalan dengan baik sehingga penggunaan elevator
harus lebih berhati-hati;

Universitas Gadjah Mada 7


f). Bila sedang memotong melalui tulang interseptal, berhati-hati jangan menarik akar
gigi di dekatnya, sehingga secara tidak sengaja mendorongnya dan alveolusnya;
g). Jangan mengambil tulang intraradikular telalu dalam dengan elevator di daerah
sinus maksilaris karena dinding dasar sinus dapat ikut terangkat bila ada keadaan hampiran
sinus (sinus approximily,).

Klasifikasi elevator

Elevator dapat diklasifikasikan menurut (1) pemakaian dan (2) bentuk.


(1). Klasifikasi menurut pemakaian.
a). Elevator yang dipolakan untuk bagian gigi secara keseluruhan; b). Elevator yang
dipolakan untuk mengambil akar gigi yang fraktur setinggi garis gingiva, c). Elevator yang
dipolakan untuk mengambil akar gigi yang fraktur dan tinggal setengah panjang akar; d).
Elevator yang dipolakan untuk mengambil akar gigi yang tinggal sepertiga panjang akar yang
dinamakan elevator fragmen apikal; e). Elevator yang dipolakan untuk memotong tulang juga
dapat untuk mengambil akar atau gigi, dinamakan osisektor; f). Elevator yang dipolakan
untuk memotong dan mengangkat mukoperiostum, dinamakan elevator mukoperiosteal
(mucoperiosteal elevator).

(2). Klasifikasi menurut bentuk.


Klasifikasi elevator menurut,bentuknya adalah:
a). Elevator lurus (straight): tipe ganjal atau baji (wedge) berujung lurus;
b). Elevator lengkung (angular) sepasang kiri dan kanan; dan
c). Elevator batang-silang (cross bar), pegangan elevator tegak lurus pada tangkainya.

Bagian Elevator
Bagian elevator di bawah berlaku untuk semua elevator:
a). Pegangan elevator (handle), bagian ini dapat menjadi lanjutan dan tangkai elevator
atau tegak lurus terhadap tangkai elevator;
b). Tangkai (shank);
c). Mata elevator (blade) yaitu bagian yang menangani pada mahkota atau akar gigi.

Elevator yang umum digunakan


Dalam mempersiapkan eksodonsia yang komplikatif perlu disediakan sejumlah
elevator yang sedikitnya dapat digunakan secara umum. Elevator di bawah ini adalah
elevator yang dapat memenuhi keperluan itu (belum termasuk elevator periapikal kecil, atau
ejektor fragmen apikal).

Universitas Gadjah Mada 8


1). Elevator apekso: a) Elevator apekso kiri No.4; b) Elevator apekso lurus No. 81; c)
Elevator apekso kanan No. 5 ; d) Elevator Miller apekso Nos. 73 dan 74.
2). Elevator batang-silang: No. 1L (kiri) dan 1R (kanan), 11L -11 R, dan 14L - 14R
(setiap pabrik memberi nomor yang berbeda).

Prinsip kerja elevator


Prinsip kerja elevator ketika digunakan adalah:
a). Tuas, pengumpil (lever),
b). ganjal, baji (wedge),
c). putar (wheel),
d). gandar roth (axle) atau
e). kombinasi dua atau lebih dari prinsip ini.

Penggunaan Khusus Elevator Tertentu


(1) Elevator Apekso Lurus (ssw) No.81 (Hu-Friedy) atau No.30 1.
Elevator apekso lurus No.81 dan No.30 1 ini terutama digunakan pada maksila yaitu
pada kasus fraktur gigi-gigi insisivus sentralis dan lateralis, kaninus, serta premolar maksila
setinggi garis gingiva.
Elevator ini digunakan sebagai elevator dengan kerja ganjal (wedge).

Teknik penggunaan
(a)Tempatkan elevator ganjal ini di daerah mesiolabial dalam ruang yang ditempati
oleh membrana pendental.
(b)Aplikasikan tekanan apikal dan sedikit gerakan labiolingual; lalu masukkan elevator
di distal gigi dan ulangi;
(c) Masukan elevator di mesial dan ulangi lagi;
(d) Untuk mengemudikan elevator sepanjang akar gigi dapat dipakai mallet bedah.
(e) Ada dua tempat masuk elevator ke dalam ruang peridental yaitu sebelah distal dan
mesial. Setelah ujung elevator apekso lurus dimasukkan pada setiap ruang peridental (distal
dan mesial), dan dengan tekanan dan gerakan seperti yang dilakukan sebelunmya ulangi
prosedur itu sampai elevator telah melakukan penetrasi samapai kedalaman 5 mm pada
setiap tempat mesial dan distal akar gigi.
(f) Sekarang gunakan gerakan setengah putar dengan tekanan apikal.

Cara menghindari bahaya penggunaan elevator.


(1)Gunakan selalu pelindung jaringan bila menggunakan elevator; (2) Melindungi
jaringan dengan memegang lapisan tulang lingual dengan jan telunjuk, dan ibu jari

Universitas Gadjah Mada 9


memegang lapisan tulang bukal atau sebaliknya tergantung sisi yang dioperasi. Elevator
beijalan masuk di antara jan telunjuk dan ibu jari, dan dengan jalan ini kedua sisi atau kedua
lapisan tulang dan jaringan lunak terlindungi dan cedera atau fraktur.
Bila fraktur tulang, atau elevator terpeleset tatkala kekuatan penuh atau tekanan
dikeluarkan oleh operator, kerusakan berat terhadap jaringan tulang, jaringan lunak, syaraf,
vasa darah besar dapat terjadi. Lebih baik yang terluka operatornya sendiri daripada
pendentanya.

(2) Penggunaan Elevator Apekso (Kanan/Kiri) No.4 dan No.5 pada mandibula
Pada elevator apekso ini mata elevator ada pada sudut 45 derajat terhadap pegangan
artinya tangkai elevator bersudut 45 derajat terhadap pegangannya dan mata elevator
bersudut 90 derajat terhadap tangakainya.
Prinsip kerja elevator ini sama dengan elevator apekso lurus misalnya dengan kerja
ganjal. Elevator ini dapat digunakan semua gigi bawah yang mengalami fraktur akar setinggi
garis gingiva. Refleksikan mukoperiosteum dahulu dengan menggunakan elevator
periosteal.
Posisi operator pada pengambilan semua akar gigi bawah kiri adalah di muka
penderita.
Pada pengambilan semua akar gigi bawah kanan operator berdiri di samping
penderita.
Ibu jari pada lingual, jari telunjuk pada lipatan mukobukal, dan jari-jari lainnya
memegangi mandibula.

(3) Pengambilan akar gigi yang fraktur setinggi garis gingiva


(a)Masukkan ujung mata elevator apekso No.4 dengan gerakan putar dan bersamaan
dengan gerakan ini diberikan tekana apikal sepanjang permukaan mesial akar gigi dalam
ruang yang ditempati membrana peridental, sejajar dengan poros panjang akar gigi, sampai
dicapai kedalaman 2-3 mm.
(b) Bila dengan tekanan sedikit pada pegangan elevator, namun ujung elevator masih
gagal untuk penetrasi rung membrana peridental, maka langkah selanjutnya adalah
membuat lubang awal dengan menggunakan bur tulang yang kecil dan bulat No.4 sepanjang
sisi permukaan mesial dan distal akar gigi. sekali terbentuk jalan keluar lalu memperlebar
jalan itu dengan cara menggerakkan gigi ke arah bukolingual.
Seianjutnya mengambil elevator apekso No.5 dan mengulangi prosedur diatas. Mula-
mula bila diperlukan mengebur titik awal dulu lalu masukkan ujung mata elevator sepanjang
permukaan distal akar gigi dalam ruang di antara gigi akar gigi dan tulang yang ditempati
membrana peridental; selanjutnya masukan sej ajar dengan poros panjang akar gigi. Lalu

Universitas Gadjah Mada 10


dengan gerakan putar dan tekanan bukolingual sedikit demi sedikit memperbesar ruang
dengan menekan tulang alveolar sampai dicapai jalan masuk dengan kedalaman 3 mm.
Selanjutnya masukan ujung elevator apekso No.4 pada permukaan mesial akar gigi,
dengan menggunakan gerakan putar dan tekanan ke apikal berkali-kali sampai dicapai
kedalaman 6 mm.
Prosedur ini berganti-ganti dengan menggunakan gerakan putar dengan tekanan ke
apikal sampai akar gigi bergerak keluar alveolus.
Apabila prosedur ini gagal untuk mengeluarkan akar gigi, lalu gunakan teknik elevator
Apekso ganda.

(4) Teknik Elevator Apekso Ganda.


Pegang elevator apekso No.4 di tangan kiri dan No.5 di tangan kanan. Lalu letakkan
ujung-ujung kedua elevator pada akar gigi; yang menempel pada permukaan akar gigi
masmg-masing elevator adalah dan bagian permukaan mata elevator sisi sebaliknya.
Dengan menggunakan kedua elevator itu dengan tekanan tuas ke arah okiusal, mengangkat
akar gigi ke arah permukaan.
Elevator ganda dan teknik terdahulu digunakan pada gigi mandibula yaitu kaninus,
insisivus sentralis dan lateralis, molar.

(5) Pengambilan akar gigi yang fraktur setengah panjang akar


Tehnik Separasi Gigi
Separasi gigi (tooth division/root separation) adalah cara elstraksi gigi atau akar gigi
dengan jalan memisahkan satu/lebih akar gigi dan mahkota gigi dengan menngunakan
crosscut fissure burs atau mahkota gigi dipisahkan seluruhnya dan akar-akar gigi dan
kemudian memisahkan masing-masing akar sam dengan lainnya. Biasanya separasi gigi
dilakukan setelah odontekstomi.
Teknik separasi gigi sering digunakan saat pengambilan gigi impaksi, setelah itu baru
menggunakan forsep gigi atau elevator.

Tehnik Odontektomi
Odontektomi adalah cara ekstraksi gigi dengan jalan refleksi lapisan (flap)
mukopenostal secukupnya dan pengambilan jaringan tulang yang menutupi gigi, serta tulang
di antara akar bukal molar yang umumnya dengan menggunakan bur, tatah (chisel) dan
Rongeur.

Universitas Gadjah Mada 11


Indikasi Odontektomi dan Separasi gigi
Ekstraksi gigi dilakukan dengan cara odontektomi dan atau separasi gigi bila
menghadapi akar gigi yang:
1). Mengalami ankilosis, hipersementosis akar (ankilosis akar gigi banyak terjadi pada
penderita lanjut usia, sedang pada orang muda teijadi ankilosis akar gigi bila ada
peradangan kronis).
2). Divergensinya sangat lebar biasanya pada gigi molar mandibula/maksila.
3). Mengunci yang disebut keadaan locked roots pada gigi molar mandibulalmaksila;
akar-akar gigi molar telah melengkung mulai dan bagian akar yang dekat dengan gingiva ke
bawah dan bertemu di ujung masing-masing akar sehingga akan mengunci bagian tulang
intra-radikular.
4). Pada apeksnya membentuk sudut 90 atau akar-akar berdeviasi tajam pada poros
panjangnya.
Cara itu juga digunakan bila dihadapi gigi-gigi:
5). Dengan post-crowns.
6). Berkaries luas terutama yang meluas sampai di bawah gusi,
7). Yang telah dirawat saluran akar,
8). Bertulang korteks tebal di sebelah bukal/labial,
9). Posterior maksila dalam keadaan sinus approximity yang berarti dasar antrum
sangat rendah dan masuk daerah di antara akar-akar gigi molar,
10). Di daerah tuberositas maksila yang tulang alveolusnya sangat dangkal karena
rongga antrum meluas ke daerah itu.
11). Yang memerlukan kekuatan besar saat ekstraksi di daerah tulang mandibula yang
tipis. Sebaiknya ektraksi gigi pada rahang yang telah mempis dilakukan melalui tehnik
odontektomi dengan menggunakan bur.
12). Malpoisisi, impaksi, dan supernumerari dalam keadaan tulang sekelilingnya
sangat padat atau berposisi di rahang yang sangat sulit.
13). Pada mandibula yang sangat mudah mengalami dislokasi pada saat dilakukan
ekstraksi gigi.
14). Yang dengan tehnik forsep maupun teknik elevator masih menghadapi hambatan
yang berat. Untuk mengatasinya maka ektraksi dilakukan dengan teknik odontektomi dan
bila perlu dengan separasi gigi.

Lapisan (flap) Mukoperiosteal


Dalam melakukan ekstraksi gigi dengan teknik odontektomi, operator harus membuka
tulang secukupnya di bagian bukal/labial gigi yang akan diekstraksi, atau dapatjuga dan
lapisan tulang korteks yang menutupi gigi pada bagian yang akan dioperasi harus

Universitas Gadjah Mada 12


direfleksikan (dibuka) didahului dengan membuat insisi pada janngan mukoperiosteum.
Jaringan mukoperiosteum yang telah dirfleksikan disebut lapisan atau flap mukoperiosteal.
Langkah-langkah insisi sederhana untuk membuat lapisan ini:
(a). Insisi dahulu jaringan lunak sekitar leher gigi yang akan diekstraksi, insisi dilakukan
dan mukosa sampai terasa menotok tulang sehingga penosteum ikut terinsisi,
(b). Teruskan insisi sampai ke leher gigi tetangga di sebelah anterior dan posterior gigi
yang akan diekstraksi itu,
(c). dengan menggunakan penosteal elevator, angkat jaringan terinsisi menjauhi
gingiva.
Archer (1975) mengingatkan bahwa dengan cara insisi demikian terdapat
kemungkinan tidak akan di capai pembukaan tulang yang dapat memuaskan karena lapisan
mukoperiosteum hasil insisi itu bila dibuka akan memberi lapangan operasi yang sangat
sempit dan akibat dan mi adalah saat dilakukan pembukaan tulang lapisan itu akan mudah
koyak terkenai putaran bur atau tarikan alat tissue retractor. Saran Archer adalah agar dibuat
satu insisi semi-vertikal atau dua insisi semivertikal disesuaikan dengan kebutuhannya.
Syarat lapisan mukoperiosteal yang harus dipenuhi untuk mendapat hasil
penyembuhan luka yang baik dalah:
(a) Lapisan mukoperisoteal harus mendapat makanan dan vasa darah dan syaraf
semaksimal mungkin.
(b) Bila merencana suatu lapisan mukoperiosteal selalu berpedoman bahwa dasar
lapisan lebih lebar dan bagian puncak lapisan yang bebas,
(c) Lapisan mukoperiosteal selalu lebih besar dan pembukaan tulang yang akan
dibuat. Syarat ini dimaksudkan agar saat penutupan lapisan mukoperiosteal kembali pada
posisi semula, tepi-tepi lapisan ini berada di atas lubang pembukaan tulang. Bila tepi lapisan
berada di atas lubang pembukaan tulang maka lapisan mukoperiosteal akan jatuh ke dalam
lubang yang berakibat jahitan operasi akan terbuka kembali. Tulang yang terbuka tanpa
dilindungi lapisan mukopenosteal akan mudah tennfeksi lalu timbul rasa sakit dan akhirnya
mengganggu penyembuhan luka.
(d) Rencana pembuatan lapisan mukoperiosteal harus dibuat sebaik-baiknya dengan
pedoman daerah operasi harus dapat dilihat jelas, tidak terlalu sempit untuk menghindari
kekoyakan karena trauma dan kerja alat operasi.
(e) Insisi harus dilakukan seperti berikut: pisau yang digunakan garus baru dan tajam,
insisi jaringan lunak dilakukan sampai kedalaman periosteum yang ditandai dengan pisau
operasi telah dirasa menotok tulang, dalam melakukan insisi lakukan dengan satu irisan
tegas dan lurus dan jangan mengulang-ulang insan karena akan merusak jaringan
penosteum yang kaya vasa darah dan syaraf yang sangat menentukan penyembuhan luka
operasi. Isris secara hati-hati melalui hubungan antara serabut membrana peridental dan

Universitas Gadjah Mada 13


periosteum pada leher gigi. pada tempat mi periosteum banyak melekat dengan tulang
alveolus. Bila perlekatan ini diiris tak berhati-hati sampai menotok tulang yang ada
dibawahnya maka periosteum tetap masih melekat pada tulang dan yang ikut terbuka hanya
mukosa saja. Keadaan demikian itu akan mengakibatkan banyak pendarahan saat dilakukan
operasi. Periosteum merupakan lapisan tipis (dapat dibandingkan dengan lapisan di bawah
kulit telur rebus) dan bila saat melakukan jahitan lapisan mukoperiosteum maka mukosa dan
periosteum harus bersama-sama teijahit. Bila hanya mukosa saja yang terjahit sedang
periosteum tidak maka dapat berakibat luka pada tulang terbuka lagi dan tidak terlindungi.

Eksodonsia pada gigi dengai keadaan peradangan akut di sekitarnya.


Gigi yang akan diekstraksi kadang-kadang dikelilingi oleh keadaan peradangan yang
akut. Pada keadaan radang akut teoritik merupakan kontra-indikasi bagi perawatan
eksodonsia. Namun dalam perawatan suatu radang gigi ada beberapa hal yang peflu
menjadi patokan, yaitu melakukan langkah berikut:
(1). Pengeringan atau drainage, misalnya dengan melakukan insisi dan menghilangkan
gigi penyebab. Drainage ialah suatu cara mengeluarkan hasil peradangan (nanah atau
cairan) yang ada dalam suatu rongga atau luka dengan tujuan mengenngkan daerah rongga
itu. Drain merupakan suatu bahan dapat berbentuk kain kasa, pipa karet, lilitan benag jahit
yang berguna untukjalan keluar nanah atau cairan dan suatu rongga peradangan atau suatu
luka.
Drainage suatu infeksi akut atau infeksi supuratif yang odontogen melalui ekstraksi gigi
penyebab masih menjadi keraguan bagi beberapa operator. Beberapa operator melakukan
drainage dnegan insisi dahulu setelah keadaan radang supuratif. Bila keadaan peradangan
telah mereda segera melakukan ekstraksi gigi penyebabnya. Langkah ini didasarkan atas
pengertian bahwa (a) operasi yang dilakukan di daerah peradangan akut akan berakibat
septikemia; (b) anestesi lokal tidak efektif dilakukan di daerah peradangan. Cara ini ada
kerugiannya yaitu bila insisi dilakukan melalui pendekatan ekstra oral akan membawa bekas
luka di daerah kulit. Penulis mempunyai pengalaman sebagai berikut: (a)
mempertimbangkan keadaan peradangan akut sebagai suatu keadaan yang harus cepat
diatasi dnegan ekstraksi gigi tanpa melalui suatu insisi; (b) keadaan umum pendenta masih
mendukung dasar pemikiran im sedikitnya tidak nampak tanda kenaikan temperatur tubuh
yang sangat tinggi, penderita tidak menggigil, (c) anestesi lokal dimungkinkan melalui
anestesi blok, (d) tak ada hambatan ekstraksi yang berarti, (e) penderita dapat menerima
pengobatan antibiotika.
Bila keadaan peradangan akut dipertimbangkan sebagai hal yang berbahaya bagi
eksodonsia maka penulis mengambil langkah berikut ini:

Universitas Gadjah Mada 14


(a). Redakan keadaan peradangan akut dengan memberi pengobatan antibiotika
terlebih dahulu,
(b). Bila tanda keadaan supuratif telah mulai terlihat berarti keadaan peradangan akut
telah mulai berubah keadaannya menjadi kronis maka drainage dapat dilakukan segera
melalui ekstraksi gigi penyebab; bila ada daerah intra-oral berfluktuasi segera dilakukan
insisi,
(c). Beri pengobatan antibiotika sesuai dosis yang dibutuhkan.
Operator melalui pengalaman klinisnya harus mengetahui mana gigi yang mudah atau
sukar diektraksi. Bila gigi tersebut dalam keadaan sukar dipaksakan diekstraksi maka pada
saat itu akan timbul troma dan berakibat barrier pertahanan pecah, dan akan terjadi infeksi
ke daerah sekeliling sehingga dapat timbul keadaan subakut.

Teknik Eksodonsia pada Kasus Abses Dentoalveolar


Abses dentoalveolar adalah peradangan akut supuratif yang meliputi daerah di dalam
gigi dan jaringan alveolus. Peradangan gigi ini ditandai dengan keluhan gigi berdenyut,
terasa memanjang, dan pada pemeriksaan fisik melalui perkusi dan palpasi bereaksi sangat
positif. Diagnosa diferensialnya adalah pulpitis akuta. Abses Dentoalveolar disebut pula
sebagai periodontitis akuta. Pada awal abses akut ini, peradangan meliputi daerah saluran
akar gigi sampai ke daerah apeks akar gigi. seterusnya pernanahan terbentuk di dalam
saluran akar dan menyebar ke daerah apikal soket gigi yang makin lama kian mengumpul di
daerah itu. Tekanan nanah disitu akan menimbulkan rasa sangat nyeri, berdenyut seakan-
akan mengangkat gigi yang dirasakan penderita sebagai rasa gigi yang memanjang.
Ekstraksi gigi yang bersangkutan akan cepat memberi jalan keluar bagi nanah yang
berkumpul di daerah apeks. Setelah ekstraksi gigi selesai jangan melakukan pembersihan di
daerah alveolus dengan curette sebab mikroorgamsme yang ada di daerah itu dapat masuk
aliran darah dengan cepat dan memmbulkan keadaan septikimia. Biarkan nanah keluar
sendin dan lubang soket gigi secara wajar.
Pada keadaan abses dentoalveolar yang lebih lanjut, nanah yang ada pada apeks
telah meluas ke daerah sekitamya yaitu masuk kedalam jaringan tulang alveolar dan
janngan lunak di sekitar alveolus dan terjadi pembengkakan jaringan mukosa.
Biasanya dalam tingkat pembengkakan radang seperti itu dapat dipalpasi sebagai
suatu tanda fluktuasi. Perawatan kasus ini ialah ekstraksi gigi penyebab disertai insisi di
daerah fluktuasi untuk mempercepat drainage. Insisi abses tersebut dilakukan bila dengan
melalui ekstraksi gigi penyebab didapat basil drainage yang tidak memuaskan. Abses
dentoalveolar bila menyangkut gigi molar mandibula ketiga terutama yang thiam keadaan
malposisi disarankan agar ekstraksinya ditunda sampai keadaan peradangan akut di sekitar
gigi mereda.

Universitas Gadjah Mada 15


Bagaimana bila ekstraksi gigi pada kasus di atas disertai dengan fraktur akar?
Bila dalam ekstraksi gigi masih tertinggal sisa akar maka infeksi yang ada tidak dapat
cepat sembuh, oleh karena itu sisa akar harus segera diambil. Untuk mengambil sisa akar
tersebut dibutuhkan keahlian yang tinggi dan agar keadaan infeksi tidak menjadi Iebih parah.
Penkoronitis akut adalah peradangan akut yang menimpa seluruh jaringan lunak di sekitar
mahakota gigi, terutama pada gigi molar mandibula ketiga. Pada kasus Perikoronitis akut
harus dihadapi dengan sangat berhati-hati. Infeksi akan cepat menjalar ke jaringan
sekitamya dan sampai ramus mandibula, dan dan ramus infeksi mudah meluas ke daerah
tonsil, dasar mulut bahkan sampai faring dan laring. Di daerah sebelah medial ramus
mandibula sangat banyak terdapat vasa darah sehingga baktenemia mudah timbul. Untuk
perikoronitis molar mandibula ketiga yang dalam keadaan infeksi akut sebaiknya ekstraksi
ditunda sampai keadaan mengijinkan.

Bagaimana bila pernanahan telah mencapai permukaan kulit?


Selama nanah masih terkurung di antara periosteum dan tulang rahang, ekstraksi gigi
penyebab dan insisi di daerah fluktuasi intra oral akan merupakan drainage yang baik bagi
infeksi tersebut.
Proses peradangan yang melanjut dapat menyebabkan keadaan indurasi di daerah
pembengkakan pipi, bibir, danlatau kelenjar limfe di leher, dasar mulut dan di tempat lain di
sekeliling ronggamulut. Pada keadaan ini ekstraksi gigi penyebab sulit untuk memberi hasil
yang memuskan.
Kompres hangat pada daerah pembengkakan di daerah kulit biasanya akan
mempercepat terjadinya kepundan di daerah abses. Di daerah kulit ini dengan pendekatan
ekstra-oral, drainage nanah dapat dilakukan sangat mudah melalui suatu inisisi.

Cara insisi-drainage abses ekstra-oral.


Langkah-langkah untuk insisi suatu abses secara ekstra-oral adalah sebagai berikut
ini.
(1). Melakukan desinfektasi daerah operasi sampai daerah leher dengan larutan
tingtura yodida 3% atau larutan antiseptilca lam. Kemudian bersihkan larutan tingtura yodida
yang menempel di kulit dengan larutan alkohol 70%;
(2). Tutup daerah operasi dengan kain steril dengan meninggalkan daerah operasi
tetap terbuka,
(3). Anestesi lokal secara fisis dengan semprotan etil-klorida di daerah sekitar
kepundan. Hindari puncak kepundan dan semprotan etil-kiorida karena tempat ini harus
tetap dalam keadaan lunak saat diinsisi;

Universitas Gadjah Mada 16


(4). Bila di daerah sekitar kepundan telah terlihat butiran memutih seperti salju berarti
etil-klorida telah menjalankan tugasnya untuk anestesi di daerah itu maka segera lakukan
insisi di puncak kepundan secara cepat karena pengaruh anestesi lokal tidak akan lama.
Pertama kali tusukkan skalpel dalam-dalam sampai mencapai rongga abses lalu insisi
diteruskan sepanjang jarak 1 cm.
Melalui lubang insisi masukkan hemostat, rentangkan paruh hemostat lebar-lebar
untuk mengeluarkan semua nanah. Tindakan ini berakhir bila nanah sudah habis keluar.
Nanah yang keluar ditampung ke dalam suatu bengkok.
(5). Masukkan drain berupa kain kasa yodoform atau kain kasa yang telah dibasahi
dalam larutan rivanol dan tinggalkan sedikit bagian drain dipermukaan kulit lalu lakukan
dressing kain kasa yang dilekatkan dengan bantuan plester.
(6). Setiap hari drain diganti dan drain tidak diperlukan lagi bila nanah sudah tidak
terbentuk.
(7). Untuk mempercepat perawatan, umumnya gigi penyebab dihilangkan sebelum
atau sesudah insisi abses di satu kunjungan penderita.

Universitas Gadjah Mada 17

Anda mungkin juga menyukai