Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian yang
berbeda-beda dalam kehidupannya, Perilaku dan kepribadian didasarkan dari
berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor lingkungan, yang
berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya.
Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam
beradaptasi menjaga kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalui
berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang negatif dengan berusaha
menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas serangan negatif,
misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata.
Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal,
seperti kita ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai
macam corak dan gaya, mulai dari logat bahasa yang digunakan, cara
berpakaian, tradisi prilaku keyakinan dalam beragama, maupun merespon atas
kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa
nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan
berbagai macam adaptasi, mulai dari suara meraung-raung, adajuga cukup
dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas
berbagai perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan
terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan pengkajian dan
tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSI Ibnu Sina
Bukittinggi menyusun panduan dalam penanganan nyeri.

TUJUAN
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam
asesmen dan manajemen nyeri di RSI Ibnu Sina Bukittinggi sehingga kualitas
pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSI Ibnu Sina Bukittinggi
semakin baik.

B. Definisi
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
4. Asesmen nyeri adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa nyeri pada
pasien di rumah sakit yang terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang
nyeri.
5. Asesmen nyeri awal adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa sakit /
nyeri pada saat pasien dilayani pertama kali di IGD, rawat jalan, maupun rawat
inap.
6. Asesmen nyeri ulang adalah suatu tindakan melakukan penilaian ulang
terhadap rasa sakit / nyeri pada pasien yang telah dilakukan asesmen nyeri
awal maupun yang telah dilakukan pengelolaan nyeri baik di rawat jalan,
IGD, ruang rawat inap, rawat khusus ICU, sampai pasien terbebas dari rasa
nyeri.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Panduan managemen nyeri diterapkan kepada semua pasien baik rawat inap,
rawat jalan, UGD, dan pelayanan penunjang lainnya.
B. Pelaksana panduan adalah para tenaga kesehatan dan seluruh staf yang bekerja
di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi
C. Prinsip
1. Petugas RS harus mempunyai respon dan kepedulian terhadap pasien rawat
jalan, rawat inap, dan yang merasakan/mengalami nyeri akibat dari suatu
penyakit.
2. Tujuan : dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan menghindari
keadaan yang lebih fatal.
3. Petugas RS menghargai setiap mekanisme yang dilakukan oleh pasien dalam
merespon rasa nyeri sesuai dengan norma dan kepercayaan yang dianutnya.
D. Kewajiban dan tanggung jawab
1. Staf RS
Memahami dan dapat menerapkan prosedur managemen nyeri sehingga
dapat segera melaporkan kepada petugas medis yang berwenang.
2. Paramedis
a. Mempunyai respon dan kepedulian yang tinggi kepada seluruh pasien yang
ada di wilayah kerjanya.
b. Cepat tanggap terhadap keluhan pasien khususnya nyeri.
c. Segera melaporkan keadaan nyeri pasien kepada dokter penanggung
jawab pasien.
3. Dokter
a. Segera merespon laporan medis.
b. Segera memberikan tindakan sesuai standar terapi.
c. Adakan pemantauan dan pastikan pasien berkurang dari rasa nyeri.
BAB III
KEBIJAKAN

A. Semua pasien rawat inap, IGD dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya baik pada waktu awal maupun saat
kunjungan dan hari berikutnya.
B. Pengkajian manajemen nyeri dilakukan dengan P,Q,R,S
C. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif
D. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
E. Komunikasi dengan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan
gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.
BAB IV
TATA LAKSANA

A. CARA MELAKUKAN ASESMEN NYERI


1. Asesmen awal nyeri dilakukan dengan cara anamnesa kepada pasien ,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Anamnesa terhadap keluhan nyeri pada pasien, hal hal yang ditanyakan
pada pasien saat melakukan anamnesa adalah sebagai berikut :
a. Onset
Kapan mulai terjadi nyeri?, Berapa lama nyeri dirasakan ?
(menit,jam,hari,bulan dll), Seberapa sering nyeri terjadi ?
b. Provocating (Penyebab)
1) Apa yang menjadi pencetus atau yang memperberat terjadinya nyeri?
2) Apa yang dapat meredakan nyeri?
c. Quality (kualitas )
1) Kualitas nyeri ?
2) Seperti apa nyeri yang dirasakan?
3) Apakah seperti tertusuk? terbakar?
4) kena benda tumpul?
5) seperti tertekan benda berat? kram?
d. Region (Lokasi )
1) Apakah nyerinya menyebar?
2) bila menyebar ke daerah tubuh yang mana?
e. Severate (Skala)
1) Berapa skala nyeri yang dirasakan pasien, dengan cara mengukur skala
nyeri dengan menggunakan metode yang sesuai dengan pasien.
3. Asesmen ulang nyeri dilakukan kepada pasien yang telah dilakukan
penanganan / pengelolaan nyeri atau dilakukan tiap 30 menit s/d 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
4. Asesmen ulang nyeri dilakukan :
a. Shift dinas untuk nyeri ringan
b. Nyeri sedang dilakukan saban 3 jam
c. Nyeri berat dilakukan saban 1 jam
d. Pada saat pengukuran tanda tanda vital pasien
e. 1 jam setelah pengelolaan nyeri atau sesuai jenis dan onset obat.
f. Setelah pasien menjalani prosedur operasi / tindakan lain yang
menimbulkan rasa sakit.
g. Sebelum transfer pasien antar ruang
h. Setelah pasien transfer antar ruang
i. Sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
5. Untuk pasien yang mengalami nyeri cardiak ( jantung ), dilakukan asesmen
ulang tiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
B. METODE PENILAIAN SKOR NYERI
RS Islam Ibnu Sina Bukitinggi menetapkan 4 metode yang dapat dipakai untuk
menilai skor nyeri yaitu :
1. Numeric Rating Scale ( NRS )
a. Indikasi :
Digunakan untuk umur > 6 tahun dan pasien dewasa, dapat menggunakan
angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.
b. Cara :
Pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan, yang dilambangkan
dengan
angka 0 10.
c. Gambar :

Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan ( pasien dapat berkomunikasi dengan baik )
4-6 : nyeri sedang ( pasien nampak mendesis, menyeringai ,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik)
7 - 10 : nyeri berat ( kadang-kadang pasien tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya,sudah tidak dapat diatasi dengan alih
posisi, nafas panjang dan distraksi.
2. Wong Baker Face PainScale ( WBFPS)
a. Indikasi :
digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
b. Cara :
Dokter, Perawat, bidan menilai intensitas nyeri yang dirasakan pasien
dengan cara mencocokkan skala nyeri dengan ekspresi wajah pasien.
c. Gambar :

Keterangan :
Wajah 0 : pasien tidak merasakan nyeri sama sekali.
Wajah 2 : pasien hanya sedikit merasakan nyeri.
Wajah 4 : pasien merasa lebih nyeri ( agak mengganggu )
Wajah 6 : pasien merasa jauh lebih nyeri ( mengganggu aktivitas )
Wajah 8 : pasien merasa sangat nyeri tetapi tidak sampai menangis
(sangat mengganggu )
Wajah 10 : pasien merasa sangat nyeri sampai menangis (tak tertahankan)
3. FLACC( Face, Leg, Activity, Cry, Consolability )
a. Indikasi:
digunakan pada anak usia < 1 - 3 tahun yang belum dapat berkomunikasi
, atau pada pasien NICU yang tidak dalam pengaruh sedasi.
b. Cara :
Pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah pasien,
gerakan kaki,aktifitas pasien, menangis dan suara pasien dengan di
cocokkan pada tabel dan dilakukan scoring.

Score Nilai
Kategori
0 1 2 Score
Menyeringai,
Tidak ada Dagu gemetar,
Face mengerutkan dahi,
ekspresi khusus, gerutu berulang
(Wajah) tampak tidak tertarik
senyum (sering)
(kadang-kadang)
Menendang,
Posisi normal
Leg (Kaki) Gelisah, tegang kaki
atau santai
tertekuk
Berbaring
Activity tenang, posisi Menggeliat, tidak bisa Kaku atau
(Aktivitas) normal, gerakan diam, tegang tegang
mudah
Merintih, merengek, Terus
Cry
Tidak menangis kadang-kadang menangis,
(Menangis)
mengeluh, berteriak
Consolabili Dapat ditenangkan
Sering
ty dengan sentuhan,
Rileks mengeluh, sulit
(Kemampu pelukan, bujukan,
dibujuk
an Consol) dapat dialihkan
Skala 0 = Nyaman, Skala 1 3 = Kurang nyaman, Skala 4
6 = Nyeri Sedang,
Skala 7 10 = Nyeri hebat
Total Score
c. Skala :
Keterangan :
Skala 0 : Tidak Nyeri (Nyaman)
1-3 : Nyeri Ringan (Kurang nyaman)
4-6 : Nyeri Sedang
7 -10 : Nyeri Berat
4. BPS
Penialian SKOR
nyeri BPS
Skala 1 2 3 4
Ekspresi Tenang Sebagian Seluruh Wajah
wajah wajah tegang wajah menyeringai &
/ (dahi tegang mengkerut
mengkerut) (kelopak
mata
menutup)
Pergerakan Tenang Sebagian Menekuk Menekuk total
ekstermitas pada daerah total dengan dengan terus
atas atau siku menekuk jari-jari menerus
posisi mengepal
toleransi Bisa Adanya Melawan Tidak mampu
terhadap mengikuti respon batuk pola ventilasi mentoleransi
ventilasi irama/pola tetapi tetap pola ventilasi
mekanik ventilasi masih dapat
/ventilator mengikuti
pola ventilasi
TOTAL
a. Pasien tidak sadar dengan penggunaan ventilasi mekanik/ventilator
b. Skala penilaian 1-12
c. Katagori penilaian
1) Ringan : < 6
2) Sedang : 6-8
3) Berat :9
C. KRITERIA NYERI
Berdasarkan skala nyeri atau berat ringannya nyeri , kriteria nyeri dibagi menjadi
3 yaitu nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat.
a. Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan dimana
pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 1- 3. Pada nyeri ringan biasanya
pasien secara obyektif masih dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang, dimana
pada pengukuran skala nyeri ada pada skala 4 - 6. Pada nyeri sedang secara
obyektif pasien nampak mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri dan dapat mendiskripsikan nyeri yang dirasakan serta masih dapat
mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat, dimana
pada pengukuran skala nyeri pada skala 7-10. Pada nyeri berat secara
obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya dan tidak dapat diatasi dengan alih baring dan nafas
panjang.

D. PENANGANAN NYERI
Sebelum melakukan penanganan nyeri , dokter/ perawat terlebih dahulu
melakukan asesmen nyeri yang dirasakan pasien karena nyeri merupakan
pengalaman interpersonal dari pasien sendiri.
Penanganan terhadap nyeri secara umum dilakukan dengan cara Non
Farmakologis dan Farmakologis. Dibawah ini cara penanganan nyeri berdasarkan
tingkat berat ringannnya nyeri yang dirasakan pasien.

1. Nyeri Ringan ( skala 1-3 )


Pada pasien dengan nyeri ringan atau skala 1-3 ,secara umum
penanganannnya dilakukan melalui tindakan non farmakologi yang
disesuaikan menurut kemampuan pasien seperti tindakan dibawah ini :
a. Stimulasi Kulit
Tehnik ini mendistraksi pasien dan menfocuskan perhatian pada stimulas
taktil jauh dari sensasi yang menyakitkan sehingga mengurangi persepsi
nyeri. Beberapa tindakan yang dapat mengurangi rasa nyeri adalah :
1) Massage :
Suatu tindakan untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien
sehingga dapat . membantu relaksasi dan menurunkan ketegangan
otot dan dapat mengurangi kecemasan
Caranya : Mengusap, Menekan, Gesekan, Getaran dan Menepuk
2) Kompres panas atau dingin
Melakukan pengompresan pada daerah yang nyeri
Seperti : mandi hangat, bantalan pemanas, kompres panas atau
dingin, rendam air hangat atau dingin : secara umum dapat meredakan
nyeri dan meningkatkan pemulihan area cidera.
b. Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang sakit dapat membantu mengatasi
nyeri akut. Dapat juga diberi bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut
pada area persendian.
c. Teknik distraksi
Untuk mengalihkan perhatian pasien ke dalam hal lain yang dapat
menurunkan atau mengurangi rasa nyeri bahkan sampai dengan mampu
meningkatkan toleransi terhadap nyerinya sehingga pasien merasa berada
dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Contoh : Pada pasien anak dapat diarahkan untuk melihat gambar pada
buku, bermain puzzle, meniup gelembung.
Pada pasien dewasa dengan membaca Koran, nonton TV (visual) dan
mendengarkan musik, humor (audiometri) sesuai dengan selera dan
tingkat volume yang dapat ditoleransi oleh pasien
d. Relaksasi
Merupakan bagian dari terapi perilaku kognitif yang bertujuan untuk
mengendalikan nyeri dengan menurunkan ketegangan fisiologis tubuh.
3 hal utama yang diperlukan untuk relaksasi :
1) Posisi yang nyaman berbaring ataupun duduk
2) Fikiran tenang / beristirahat
3) Kepala ditopang
4) Lingkungan yang tenang
5) Relaksasi nafas dalam
e. Guided imagery
Tehnik menggunakan Imajinasi seseorang untuk mencapai efek postif
tertentu dapat juga dikombinasikan dengan tehnik relaksasi nafas dalam
sehingga menghasilkan ketenangan dan kedamaian.
(Smeltzer, bare, Hinkle & Cheever, 2010)
2. Nyeri Sedang ( skala 4 - 6 )
Pada pasien dengan nyeri sedang atau skala 4-6 , penanganannya dapat
dilakukan melalui tindakan non farmakologi dan dikombinasi dengan
farmakologi. Pada nyeri tingkat sedang ini perawat harus melakukan
kolaborasi dengan DPJP.
3. Nyeri Berat ( skala 7 - 10)
Pada pasien dengan nyeri berat atau skala 7 - 10, penanganannya secara
umum menggunakan farmakologis.
Pada nyeri tingkat berat ini jika obat yang dberikan oleh DPJP tidak dapat
mengatasi nyerinya maka DPJP perlu untuk melakukan kolaborasi dengan
dokter syaraf / dokter anestesi.
Penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan diagram based on the 3 step
WHO analgetsic Ladder, yaitu :
a. Nyeri ringan sedang diberikan Analgesik Non Opioid (Aspirin,
Paracetamol/ibuprofen).
b. Nyeri sedang diberikan Weak Opioid, Non Opioid, dan analgesik
adjuvant ( codein, tramadol and buprenorphine) used combination with a
non opioid, e.g aspirin, paracetamo or ibuprofen).
c. Nyeri Berat diberikan Strong Opioid ( Morphin, hydromorphone, oxycodone
or buprenorphine) may be caused alone or in combination with a non
opioid.

Pemberian obat-obatan dalam pengelolaan pasien dengan nyeri harus berdasarkan


advis dokter.
Beberapa obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri adalah :
a. Paracetamol
1) Efek analgesik untuk nyeri ringan - sedang dan anti piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opoid untuk memberikan efek analgesik yang
lebih besar.
2) Dosis 10 mg/kg BB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa
dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg/hari.
b. Obat Anti Inflamasi Non Steroid( OAINS )
1) Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, antipiretik.
2) Kontra indikasi : pasien dengan Triad Franklin (polip
hidung,angioedema dan urtikaria ) karena sering terjadi reaksi
anafilaktik)
3) Efek samping : gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzym hati.
c. Ketorolak
1) merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat.
2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek
samping opioid (depresi pernafasan, sedasi,statis gastrointestinal).
Sangat baik untuk terapi.
d. Tramadol
1) Merupakan analgetik yang lebih paten dari OAINS oral, efek samping
lebih sedikit /ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS
2) Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca herpetik, nyeri pasca operasi.
3) Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
4) Pemberian : IV, epidural, rektal, oral.
5) Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg perhari.
6) Dosis maximal : 400 mg dalam 24 jam
f. Opioid
1) Merupakan analgetik paten (tergantung dosis ) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
2) Contoh opioid yang sering digunakan adalah : morfin, fentanyl,
meperidin.
3) Dosis opioid yang diberikan disesuaikan tiap individual untuk
mendapatkan dosis yang tepat, pemberian melalui titrasi.
4) Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
5) Efek samping :
a) Depresi pernafasan , dapat terjadi bila :
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting.
Pemberian sedasi bersamaan ( benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu )
Adanya kondisi tertentu seperti : gangguan elektrolit,
hipovolemi,uremia, gangguan respirasi dan peningkatan TIK.
Obstruksi jalan nafas intermiten
b) Sedasi
c) Sistem saraf Pusat: Euforia,halusinasi, miosis, kekakuan otot dan
coma (pemberian petidin)
d) Toksisitas metabolit :
Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching,multifocal,
kejang.
Petidin tidak boleh digunakan >72 jam untuk penatalaksanaan
nyeri pasca bedah.
Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal
terutama pada pasien usia >70 th.

e) Efek kardiovaskular :
Tergantung jenis, dosis dan cara pemberian , status volume
intravascular serta level aktifitas simpatetik.
Morfin menimbulkan vasodilatasi
Petidin menimbulkan takikardi.
f) Gastrointestinal : mual, muntah.
g. Efek analgesik pada Antidepresan
1) Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tsb dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
2) Indikasi : nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-
herpetik,cedera saraf perifer, nyeri sentral )
h. Anti-konvulsan
1) Carbamazepine : efektif untuk nyeri neuropatik.
2) Efek samping : somnolen,gangguan berjalan,pusing
3) Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropati.
i. Antagonis kanal natrium
1) Lidocain dan Prokain: nyeri neuropatik dan pasca operasi.
ALUR TATA LAKSANA NYERI

Evaluasi penyebab nyeri

Nyeri sesuai dengan trauma Nyeri tidak sesuai dengan


Nyeri oleh penyebab lain
pembedahan trauma pembedahan

Pertimbangkan adanya :
Pemakaian anestesia Bebat yang terlalu ketat
regional Kompartemen syndrome
Ya Tidak
Perdarahan

Terafi dengan : Kelainan Fisiologis : Spasme Otot Buli penuh Penyebab Lain :
Evaluasi posisi catheter
- O/PR/IV Acetaminofen Hipoksemia Pemisahan dari
kemudian test catheter
dengan bolus anastesia lokal - PO/IV NSAID Hiperkarbia orang tua Rasa
- PO/IV Opioid Diazepam Ketolorac lapar Cemas
IV/PO oxybutynin
pemasangan
Terapi Penyebab katheter

Terapi Penyebab

Nyeri masih ada


Nyeri hilang
BAB V
DOKUMENTASI

A. Asesmen awal nyeri


B. SPO Penanganan nyeri
C. SPO asesmen nyeri
D. SPO pengelolaan nyeri

Anda mungkin juga menyukai