Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah

karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan

Kasus Demam Dengue ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat

laporan kasus yang lebih baik kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di

stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya.

Jakarta,

September 2017

Penulis

1
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN

No Rekam Medik : 00 92 21 **

Nama : An. MA

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Jakarta, 12 Agustus 2015

Usia : 2 tahun

Alamat : Pasar Rebo

Tanggal Masuk RS : 28 Agustus 2017

Ruang Perawatan : Paviliun Badar

No Kamar : 10

2
1.2 ANAMNESIS

Anamnesis di Bangsal pada tanggal 28 Agustus 2017

Keluhan Utama : Lemas sejak 2 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Batuk, nafsu makan berkurang, sering tidur.

Riwayat Penyakit Sekarang : 4 hari SMRS OS mengalami diare sebanyak

4x. Keluhan disertai dengan batuk, demam dan nafsu makan berkurang. Awal

mula demam berlangsung tinggi kemudian naik turun. Orang tua pasien

datang ke poli RSIJ mengeluh OS lemas sejak 2 hari SMRS dan sering tidur.

BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :OS tidak pernah menderita sakit seperti ini

sebelumnya.

OS pernah di rawat di RSIJ dengan diagnosis

kejang demam kompleks 6 bulan yang lalu.

Os memiliki riwayat epilepsi.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak memiliki riwayat penyakit asma pada

keluarga dan tidak terdapat penyakit

kelainan pembekuan darah.

Riwayat Pengobatan :Pasien rutin mengkonsumsi obat depakene.

Riwayat Pola Makan :Nafsu makan baik, makan 3x/hari. Makanan

berupa nasi sayur dan lauk.

Riwayat Kehamilan :Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan

(Antenatal Care) ke dokter tidak pernah terkena

infeksi dan sakit selama hamil.

3
Riwayat Kelahiran :OS lahir normal spontan, cukup bulan,

angsung menangis tanpa harus dirangsang, tidak

ada kekuningan. BBL: 2950 gram, PBL: 49 cm.

Riwayat Imunisasi : Lengkap dilakukan sesuai usia.

(Kesan imunisasi dasar lengkap )

Riwayat Tumbuh Kembang :

Personal sosial : sudah bisa menggunakan sendok garpu

Motorik halus : sudah bisa mencorat-coret

Bahasa : sudah bisa mengkombinasikan kata

Motorik kasar : sudah bisa naik tangga

- Pertumbuhan dan perkembangan saat bayi sesuai dengan usia

- Bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

(Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia)

Riwayat Alergi :Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan,

suhu dan debu.

(Kesan : tidak ada alergi)

Riwayat Psikososial :Tinggal dengan ibu serta ayahnya.

Lingkungan rumah bersih dan udara masuk ke

dalam rumah.

4
1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Apatis

Tanda Vital

- Suhu : 36oC (di bangsal)

- Nadi : 96x/menit

- Pernapasan : 22x/menit

Antropometri

- BB : 10 kg

- TB : 84 cm

- LK : 48 cm

Status Gizi

- BB/U x 100 %

10/11 X 100% = 90 % Gizi baik

- TB/U x 100 %

84/87 X 100% = 96 % Gizi baik

- BB/TB x100 %

10/11 X 100% = 90 % Gizi baik

Kesimpulan : Gizi baik

5
Status Generalis

- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda

peradangan, tidak terdapat adanya purpura, sianosis.

- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak

rontok).

- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun

hidrosefalus,bentuk bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak

terdapat tanda-tanda peradangan.

- Mata : Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera

ikterik (-/), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.

- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-),

septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.

- Telinga :Normotia, serumen (-/-), tidak terdapat tanda-tanda

peradangan.

- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah

kotor dan tremor (-), stomatitis (-).

- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil membesar (-/-).

- Leher : Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran

kelenjar tiroid (-/-).

6
- Thorax

Pulmo :

Inspeksi : Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris

dextra sinistra, tidak terdapat retraksi dinding thorax,

tidak terdapat bagian dinding thorax yang tertinggal

saat inspirasi, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.

Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris

dextra sinistra, Vocal fremitus simetris.

Perkusi : Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheezing ( -/- )

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Batas kanan linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-),

gallop (-)

- Abdomen

Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak edema, tidak

terdapat tanda-tanda peradangan atau tanda

perembesan plasma seperti petekie dan ekimosis.

7
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Palpasi : Tidak teraba pembesaran hepar dan spleen, turgor

kulit elastis.

Perkusi : Terdengar suara timpani pada seluruh lapang

abdomen.

- Ekstremitas superior

Akral : Hangat (+/+)

Edema : (-/-)

Sianosis : (-/-)

RCT : <2 detik

- Ekstremitas inferior

Akral : Hangat (+/+)

Edema : (-/-)

Sianosis : (-/-)

RCT : <2 detik

- Kelenjar inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.

- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak

terdapat adanya perdarahan.

- Genitalia : Laki-laki, fimosis (-), tidak terdapat tanda-tanda

peradangan.

8
- Kulit : Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali

dengan cepat.

- Status Neurologis : GCS: 15

Reflek fisiologis +

Reflek patologis -

Tanda Rangsang Meningeal

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

28 Agustus Hematologi Rutin


2017

Hb 11,6 g/dL 10,8 12,8

Leukosit 4,05 103/L 5,5 15,5

Hematokrit 33 % 35 43

Trombosit 138 103/L 217 491

Eritrosit 4,25 106/L 3,6 5,2

MCV 77 fl 73 101

MCH 27 pg 23 31

MCHC 36 g/dL 26 - 34

9
Elektrolit

Na Darah 118 mEq 135-147

K Darah 4,8 mEq/L 3,5-5,0

Cl Darah 87 mEq/L 94-111

Tanggal Jam Hb Leukosit Ht Trombosit

28 Agustus 2017 17.26 11,6 4.050 33 138.000

29 Agustus 2017 06.00 11,2 4.320 31 130.000

18.00 13,7 6.010 39 146.000

22.00 11,0 5.410 31 150.000

30 Agustus 2017 06.00 12,4 6.830 37 130.000

30 Agustus 2017 18.00 11,8 8.180 33 115.000

31 Agustus 2017 09.10 11,9 9.140 35 116.000

10
1.5 RESUME

An. M usia 2 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS disertai

nafsu makan menurun (+) batuk (+) dan sering tidur (+). Pada pemeriksaan fisik

ditemukan S: 36oC, Nadi: 96 x/mnt, Pernapasan: 22 x/mnt. Pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan: leukosit : 4.050 L, Hematokrit 33%, trombosit: 138.000

L, Na darah 118 mEq/L, Cl darah 87 mEq/L.

1.6 ASSESSMENT :

Demam Dengue

Demam Berdarah Dengue

1.7 DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Demam Dengue riwayat febris dengan GEA dehidrasi

ringan sedang

Diagnosis Gizi : Gizi Baik

Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

Diagnosis Tumbang : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

1.8 TERAPI

Planning :

- Loading RL 200 cc selanjutnya RL 300 cc + NaCl 3%

100 cc 10 tpm

- Kn3A 400 cc + NaCl 3% 100 cc 10 tpm.

- Depaken syr

- Antrain IV 3x125 mg

11
1.9 FOLLOW UP

Hari/tanggal S O A P

29 Agustus Demam (+), S: 36,8 C DD Lanjutkan Terapi

2017 (06.00) lemas (+), RR : 20 x/m

batuk (+), N: 98 x/m

tidak nafsu

makan

30 Agustus Demam (-), S: 36 C DD Lanjutkan Terapi

2017 (06.00) lemas (+), RR : 32 x/m

batuk sudah N: 80 x/m

membaik.

Nafsu makan

sudah

membaik.

31 Agustus Lemas (+), S: 36,4 C Rencana Pulang

2017 (06.00) nafsu makan RR : 30 x/m -

membaik. N: 82 x/m

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit demam akut, yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus,
family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus

2.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus


dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4


yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan
flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan


mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei
epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue
pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus
dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan
toxorhynchites.

13
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan
pasific barat. terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di
tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parah. begitu juga kasus
peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan,
banyak orang dewasa yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan
dengan DEN -1 juga mengalami penyakit ulkus peptikum.
Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 10 hari. Infeksi virus
dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk Masa inkubasi
instrinsik sekitar 4 13 hari (rata rata 4 7 hari ) Viraemia tampak sebelum
awitan gejala dan berlangsung selama rata rata lima hari setelah awitan.
Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan
hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.

2.4 Klassifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi
menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
atau demam berdarah dengue.

14
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba tiba, tetapi juga
merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 50 % penderita demam
berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu
kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

2.5 Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami


keluhan dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti
pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar getah bening, hati dan limfa.
Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan


membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi
sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini
berakibat berkurangnya volume plasma,terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan. Plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan


ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura
dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah
diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat
anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

15
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah
pemberian plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi
tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau
akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding
pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja
singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi.
Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya


megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan
dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya
dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya
DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak
lama telah menjadi bahan perdebatan.

Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada
pasien DHF tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak
menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit
memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan
memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

16
2.6 Manifestasi Klinis

Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 7 hari
Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis,
gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.

Uji torniquet positif

Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu
titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di
nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus
DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20
petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase
syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan
terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.

Pembesaran hati (hepatomegali)

Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 98 % pada anak anak
di thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.

Syok

Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang
menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang
lembab, dingin, dan gelisah.

17
Temuan laboratorium

- Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )

- Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau


lebih.

Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan


hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura (tampak melalui rontgen dada)
dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran
plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau
mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi
dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Uji tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan
masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada
analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat,
sedangkan reserve alkali merendah.
Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular
pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10
biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.

18
Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok
besar, yaitu:
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa
akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi
antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan
komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serologi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada
tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini
adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang
kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi
antidengue dari kelas IgM.

2.8 Tatalaksana

Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah


dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (
berkelambu ). Penatalaksanaan pada DHF ialah :

1. Tirah baring

2. Makanan lunak

Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter
dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan
garam saja.

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat


diberikan kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari
golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena
bahaya perdarahan.

4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.


Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu :

19
o Keadaan umum memburuk
o Hati semakin membesar
o Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
o Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala

Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus
disiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam
terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb
dan Ht setiap 4 6 jam pada hari hari pertama pengamatan, selanjutnya
setiap 24 jam.

Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume


cairan intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan
dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat
dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan
pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.

Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan


telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila
tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma
atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam
hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na
bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume
intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi.

20
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan
melena)
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan
kadar Hb dan Ht.

Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan


yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien
dengan renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti
adanya DIC, heparin perlu diberikan.

Gambar 1. Alur Tatalaksana DBD grade 1 dan 2


21
Gambar 2. Alur Tatalaksana DBD grade 3 dan 4

22
DAFTAR PUSTAKA

Peters H, Gilles Wol. Tropical medicine & Parasitology. 3rd. London: Medical
Publications ; 1991.

WHO. Dengue hemorrhagic fever Diagnosis, treatment, prevention and control.


Page: 25,68. Geneva WHO. 1997.

UI. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak,
dan dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit
FKUI; Jakarta, 1999.

Alvin Kliegman Behrman. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Edisi 15 Vol 2.


EGC.

Garna, Herry, Heda Melinda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005.

Tjokronegoro, Arjatmo, Hendra Utama. Demam Berdarah Dengue. Fakultas


Kesehatan Universitas Indonesia. Jakarta: 2005.

Soedarmo, Soemarmo S., dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2008.

UI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Jilid 1. 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai