Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NN.E DENGAN APPENDICITIS ACUTA


DI RUANG KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA
SAWAHAN MALANG

OLEH
TARMI

RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG


JL.NUSAKAMBANGAN NO.56 MALANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDICITIS

1.1 PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).

Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh


fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

APENDISITIS

1.2 ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan

Anatomi appendiks Posisi Appendiks

1.3 ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1.3.1 Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1.3.1.1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
1.3.1.2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
1.3.1.3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
1.3.1.4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
1.3.2 Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
1.3.3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
1.3.4. Tergantung pada bentuk apendiks:
1.3.4.1. Appendik yang terlalu panjang
1.3.4.2 Massa appendiks yang pendek
1.3.4.3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
1.3.4.4. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

1.4 PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)

1.5 MANIFESTASI KLINIK


1.5.1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual,muntah dan hilangnya nafsu makan.
1.5.2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
1.5.3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
1.5.4. Terdapat konstipasi atau diare.
1.5.5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
1.5.6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
1.5.7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
1.5.8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
1.5.9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
1.5.10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
1.5.11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsovas Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphys sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanovas sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloombergs sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

APENDISITIS
1.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1.6.1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
1.6.2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
1.6.3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.

1.7 KLASIFIKASI
1.7.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1.7.1.1 Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
1.7.1.2 Fekalit
1.7.1.3 Benda asing
1.7.1.4 Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.Tekanan yang
tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

1.7.2 Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.

1.7.3 Apendisitis kronik


Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat
: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
1.7.4 Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik.Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

1.7.5 Mukokel Apendiks


Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi
ganas.Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.

1.7.6 Tumor Apendiks


Adenokarsinoma apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan
kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis
ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan
hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

1.7.7 Karsinoid Apendiks


Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun
diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks
menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

APENDISITIS

1.8 FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
1.9 KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
1.9.1Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
1.9.2 Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
1.9.3 Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.

1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.10.1 Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
1.10.2 Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
1.10.3 Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
1.10.4 Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
1.10.5 Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
1.10.6 Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
1.10.7 Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.

APENDISITIS

1.11 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1.11.1 WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
1.11.1.1Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
1.11.1.2 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
1.11.1.3Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
1.11.1.4Kebiasaan eliminasi.
1.11.2 Pemeriksaan Fisik
1.11.2.1Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
1.11.2.2Sirkulasi : Takikardia.
1.11.2.3Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
1.11.2.4Aktivitas/istirahat : Malaise.
1.11.2.5Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
1.11.2.6Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
1.11.2.7Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
1.11.2.8Demam lebih dari 38oC.
1.11.2.9Data psikologis klien nampak gelisah.
1.11.2.10 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
1.11.2.11 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
1.11.2.12 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

1.12 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.12.1 Pre operasi
1.12.1.1Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
1.12.1.2Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
1.12.1.3Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
1.12.1.4Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
1.12.2 Post operasi
1.12.2.1Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
1.12.2.2Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
1.12.2.3Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
1.12.2.4Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d kurang informasi.
1.13 PATWAY

Invasi dan multipikasi Hipertermi febris

apendiksitis Peradangan pada jaringan Kerusakan kontrol suhu terhadap inflamasi

operasi Sekresi mucus berlebih


Tidak adanya pengalaman pada lumen apendik
anestesi Luka
Apendik teregang
insisi Kurangnya ansietas
Pintu masuk informasi
Depresi sistem Kerusakan jaringan
kuman Spasme dinding Tekanan intraluminal
respirasi
Kurang apendik lebih dari tekanan vena
Ujung saraf terputus
Resiko pengetahuan
Reflek batuk nyeri Hipoksia jaringan
infeksi
peristaltic usus apendiks
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas ulcerasi
Distensi abdomen
Nyeri dipersepsikan
Pelepasan
protagladin perforasi
Gangguan rasa Mual &
nyaman muntah Kerusakan
Stimulasi dihantarkan Resiko ketidakefektifan
integritas perfusi gastrointestinal
jaringan
Resiko kekurangan anoreksia Spinal cord
volume cairan
Ketidakseimbangan Cortex cerebri
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan karasteristik nyeri.
agen injuri biologi nyeri klien berkurang 2) Jelaskan pada pasien tentang
(distensi jaringan dengan kriteria hasil: penyebab nyeri
intestinal oleh Klien mampu 3) Ajarkan tehnik untuk
inflamasi) mengontrol nyeri (tahu pernafasan diafragmatik
penyebab nyeri, mampu lambat / napas dalam
menggunakan tehnik 4) Berikan aktivitas hiburan
nonfarmakologi untuk (ngobrol dengan anggota
mengurangi nyeri, keluarga)
mencari bantuan) 5) Observasi tanda-tanda vital
Melaporkan bahwa 6) Kolaborasi dengan tim
nyeri berkurang dengan medis dalam pemberian
menggunakan analgetik
manajemen nyeri
Tanda vital dalam
rentang normal
TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
Klien tampak rileks
mampu tidur/istirahat
2. Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan 1) Pastikan kebiasaan defekasi
eliminasi keperawatan, diharapkan klien dan gaya hidup
(konstipasi) konstipasi klien teratasi sebelumnya.
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: 2) Auskultasi bising usus
penurunan peritaltik. BAB 1-2 kali/hari 3) Tinjau ulang pola diet dan
Feses lunak jumlah / tipe masukan
Bising usus 5-30 cairan.
kali/menit 4) Berikan makanan tinggi
serat.
5) Berikan obat sesuai indikasi,
contoh : pelunak feses
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1) Monitor tanda-tanda vital
cairan berhubungan keperawatan diharapkan 2) Kaji membrane mukosa, kaji
dengan mual keseimbangan cairan dapat tugor kulit dan pengisian
muntah. dipertahankan dengan kapiler.
kriteria hasil: 3) Awasi masukan dan
Kelembaban membrane haluaran, catat warna
mukosa urine/konsentrasi, berat
Turgor kulit baik jenis.
Haluaran urin adekuat: 1 4) Auskultasi bising usus, catat
cc/kg BB/jam kelancaran flatus, gerakan
Tanda-tanda vital dalam usus.
batas normal 5) Berikan perawatan mulut
TD (systole 110- sering dengan perhatian
130mmHg, diastole 70- khusus pada perlindungan
90mmHg), HR(60- bibir.
100x/menit), RR (16- 6) Pertahankan penghisapan
24x/menit), suhu (36,5- gaster/usus.
37,50C) 7) Kolaborasi pemberian cairan
IV dan elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1) Evaluasi tingkat ansietas,
dengan akan keperawatan, diharapkan catat verbal dan non verbal
dilaksanakan kecemasab klien pasien.
operasi. berkurang dengan kriteria 2) Jelaskan dan persiapkan
hasil: untuk tindakan prosedur
Melaporkan ansietas sebelum dilakukan
menurun sampai 3) Jadwalkan istirahat adekuat
tingkat teratasi dan periode menghentikan
Tampak rileks tidur.
4) Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien

POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri keperawatan, diharapkan karakteristik dan laporkan
fisik (luka insisi post nyeri berkurang dengan perubahan nyeri dengan
operasi kriteria hasil: tepat.
appenditomi). Melaporkan nyeri 2) Monitor tanda-tanda vital
berkurang 3) Pertahankan istirahat
Klien tampak rileks dengan posisi semi fowler.
Dapat tidur dengan 4) Dorong ambulasi dini.
tepat 5) Berikan aktivitas hiburan.
Tanda-tanda vital 6) Kolaborasi tim dokter
dalam batas normal dalam pemberian
TD (systole 110- analgetika.
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji adanya tanda-tanda


berhubungan dengan keperawatan diharapkan infeksi pada area insisi
tindakan invasif infeksi dapat diatasi 2) Monitor tanda-tanda vital.
(insisi post dengan kriteria hasil: Perhatikan demam,
pembedahan). Klien bebas dari tanda- menggigil, berkeringat,
tanda infeksi perubahan mental
Menunjukkan 3) Lakukan teknik isolasi
kemampuan untuk untuk infeksi enterik,
mencegah timbulnya termasuk cuci tangan
infeksi efektif.
Nilai leukosit (4,5- 4) Pertahankan teknik aseptik
11ribu/ul) ketat pada perawatan luka
insisi / terbuka, bersihkan
dengan betadine.
5) Awasi / batasi pengunjung
dan siap kebutuhan.
6) Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan 1) Mandikan pasien setiap hari
berhubungan dengan keperawatan diharapkan sampai klien mampu
nyeri. kebersihan klien dapt melaksanakan sendiri serta
dipertahankan dengan cuci rambut dan potong
kriteria hasil: kuku klien.
klien bebas dari bau 2) Ganti pakaian yang kotor
badan dengan yang bersih.
klien tampak bersih 3) Berikan Hynege Edukasi
ADL klien dapat pada klien dan keluarganya
mandiri atau dengan tentang pentingnya
bantuan kebersihan diri.
4) Berikan pujian pada klien
tentang kebersihannya.
5) Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka
pasien
6) Bersihkan dan atur posisi
serta tempat tidur klien.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji ulang pembatasan
tentang kondisi keperawatan diharapkan aktivitas pascaoperasi
prognosis dan pengetahuan bertambah 2) Anjuran menggunakan
kebutuhan dengan kriteria hasil: laksatif/pelembek feses
pengobatan b.d menyatakan ringan bila perlu dan
kurang informasi. pemahaman proses hindari enema
penyakit, pengobatan 3) Diskusikan perawatan
dan insisi, termasuk mengamati
berpartisipasi dalam balutan, pembatasan mandi,
program pengobatan dan kembali ke dokter
untuk mengangkat
jahitan/pengikat
4) Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi
medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka,
adanya drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,


Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
FORMAT PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Pada Nn. E dengan Appendicitis Acuta

di Kamar Operasi RS PantiWaluya Malang

Tanggal Masuk/Pukul : 26 Mei 2016 jam : 08.05

Tanggal Pengkajian/Pukul : 26 Mei 2016 jam : 16.00

No Register : 141175

Sumber Pengkajian : Pasien dan Keluarga

2.1 PENGKAJIAN

2.1.1 PRE-OPERASI

a) Biodata
Nama : Nn. E
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia-Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Alamat : Jln. Klayatan Gang 3 No.29 RT 10 RW 02Malang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa Medis : Appendicitis Acuta
b) Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah.

c) Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan sejak tanggal 26 Mei 2016 jam 04.00 merasa nyeri pada
perut sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak hilang
timbul. Pasien juga mengatakan badan terasa panas dan mengigil. Karena
nyeri tidak berkurang, keluarga kemudian membawa pasien ke UGD RS
PantiWaluya. Setelah diperiksa, diperoleh hasil tensi 100/70 mmHg, nadi
88 per menit, suhu 37,6C, RR 24x/menit. Terpasang infus RL 20 tpm.
Pasien dianjurkan rawat inap dan menjalani operasi. Pada saat pengkajian,
pasien merasa nyeri perut sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan terus
menerus. Skala nyeri 5, dan nyeri lebih dirasakan saat perut kanan bawah
ditekan kemudian di lepaskan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluarga mengatakan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya.

e) Riwayat Penyakit Keluarga (Genogram) :


Keluarga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular dan keturunan.

f) Riwayat Alergi :
Tidak ditemukan alergi pada pasien.

g) Data Psikososial
1. Konsep Diri
Gambaran Diri : Pasien mengatakan mampu menerima kondisi
tubuhnya saat ini.
Harga Diri : Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan
penyakitnya.
Identitas Diri : Pasien mengatakan bahwa mengenali dirinya sendiri
dan keluarganya.
Peran Diri : Pasien mengatakan tidak dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari yaitu bersekolah karena masih di rawat di
rumah sakit.
Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan
bersekolah kembali serta tidak merasa nyeri lagi.
2. Hubungan Sosial: Hubungan pasien dengan keluarga baik, terbukti
selama dirumah sakit pasien dijaga oleh ibu dan ayahnya. Hubungan
pasien dengan tenaga medis baik, terbukti selama dilakukan pengkajian
pasien kooperatif.
3. Spiritual : Pasien mengatakan agama Islam, selama di rumah
sakit pasien tidak dapat menjalankan ibadah. Selama dirumah pasien
rajin dan menjalankan ibadah dengan baik.
4. Kecemasan : Pasien mengatakan merasa cemas dengan kondisi
tubuhnya karena merasa nyeri terus menerus pada perut kanan bawah.
5. Kehilangan : Pasien berada pada tahap kehilangan depresi dimana
pasien sering menangis dan merasa takut menjalani operasi.

h) Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Nutrisi
Di rumah
Makan berapa kali dalam sehari : 3 x/hari
Minum berapa kali dalam sehari : 1500-2000 cc/hari
Jenis Makanan : Sayur, nasi, lauk, buah
Jenis Minuman : Susu, teh, jus, air putih
Makanan Kesukaan : Bakso
Masalah yang mempengaruhi masukan makanan : Tidak ada masalah
yang mempengaruhi makanan pasien.
Diet khusus, makanan pantang : Tidak ada makanan pantang
Keterangan : Semua makanan dan minuman
bisa di konsumsi karena tidak ada alergi.
Di RS : pasien mengatakan dipuasakan karena persiapan operasi
2. Pola Eliminasi
Di Rumah
BAB : Pasien mengatakan BAB sehari satu kali sehari pada pagi hari.
BAK : Pasien mengatakan BAK 4-5x/sehari.
Keterangan : Pasien BAB dan BAK melakukannya sendiri

Di RS
BAB : Pasien mengatakan tidak bisa BAB dari awal masuk rumah sakit
BAK : Pasien mengatakan BAK 5-6x/sehari.
Keterangan : Pasien sering BAK dikarenakan dipasang infuse, ketika
BAB dan BAK pasien di bantu oleh ibunya.

3. Pola Kebersihan Diri


Di Rumah
Mandi : 2 x/sehari
Gosok Gigi : 2 x/sehari
Keramas : 2-3 x/seminggu
Gunting Kuku : 2 minggu sekali
Keterangan : Pasien melakukannya secara mandiri.

Di RS
Mandi : pasien mengatakan belum mandi saat di rumah sakit
Gosok Gigi : pasien mengatakan belum gosok gigi saat di rumah
sakit
Keramas : Pasien mengatakan belum keramas selama di rumah
sakit.
Gunting Kuku : Pasien mengatakan tidak menggunting kuku saat di
rumah sakit.
Keterangan : Pasien belum melakukan kebersihan diri saat di rumah
sakit karena kesakitan.
4. Pola Aktivitas
Di Rumah : Pasien merupakan seorang pelajar. Setiap hari
berangkat ke sekolah dari pukul 06.30-14.00. dan pada malam hari
mengerjakan tugas.
Di RS : selama di rumah sakit pasien hanya berbaring di
tempat tidur.

5. Pola Istirahat/ Tidur


Di Rumah
Tidur siang : Pasien tidur selama 2 jam ; biasa tidur dari jam 14.00-
16.00
Tidur malam : Pasien tidur selama 7,5 jam ; jam berapa biasa tidur
21.00-04.30
Masalah tidur : Pasien tidak mempunyai masalah gangguan tidur.
Keterangan : Pasien tidak memiliki gangguan pada saat tidur.

Di RS
Tidur siang : pasien mengatakan belum bisa tidur siang karena
kesakitan
Tidur malam : tidak terkaji
Masalah tidur : Pasien mengatakan belum bisa tidur siang karena
kesakitan

Keterangan : pasien belum tidur selama di rumah sakit.


i) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Pasien tampak bedrest.
Kesadaran : komposmentis
GCS : 4-5-6
TTV :
TD : 100/70 mmHg Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37,6 C Respirasi : 24 x/menit

2. SkalaNyeriMenurut VAS (Visual Analog Scale)

3. Pemeriksaan Kulit dan Kuku


Inspeksi
Warna Kulit : Sawo matang
Keterangan : Tidak ada luka, tidak ada bekas operasi, tidak ada
oedema.
Palpasi
Kondisi Kulit : Terasa hangat saat diraba.
Turgor Kulit : Kembali < 2 detik.
CRT : Kembali < 2 detik.
Keterangan : Tidak terdapat nyeri tekan.

4. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : Bulat, tidak ada lesi, kepala tampak bersih.
Rambut : Persebaran warna rambut merata, berwarna
kehitaman.
Massa : Tidak tampak adanya massa di kepala.
Keterangan :-
Palpasi
Kepala : Tidak terasa adanya massa di kepala.
Keterangan : Tidak ada nyeri tekan di kepala.

5. Pemeriksaan Mata
Inspeksi
Alis : Persebaran alis merata, tampak simetris kanan dan kiri
Mata : Mata tampak simetris kanan dan kiri.
Bola mata : Tampak bulat
Sklera : Tampak berwarna putih, ikterik (-).
Pupil : Reflek cahaya +/+
Konjungtiva : Berwarna merah muda
Keterangan : Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Palpasi
Mata : Bola mata teraba kenyal antara kanan dan kiri
Keterangan : Tidak ada nyeri tekan pada kedua mata.

6. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi
Lubang hidung : Tampak bersih, sekret (-), simetris kanan dan kiri.
Hidung : Tepat berada di tengah wajah, tidak mengalami
kelainan bentuk.
Keterangan : Tidak ada luka pada hidung.
Palpasi
Sinus Hidung : Tidak ada nyeri tekan pada sinus hidung.
Keterangan :-
7. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi
Daun telinga : Simetris kanan dan kiri.
Kondisi lubang telinga : Lubang telinga tampak bersih, secret (-).
Keterangan :-
Palpasi
Telinga : Tidak ada nyeri tekan pada tragus.
Keterangan :-
8. Pemeriksaan Mulut
Inspeksi
Bibir : Tampak Lembab, warna merah muda, bentuk bibir
normal.
Gigi : Gigi tampak rapi
Gusi : Berwarna merah muda
Lidah : Tepat berada di tengah, tampak sedikit kotor
Uvula : Tepat berada di tengah
Tonsil : Tidak ada pembesaran pada tonsil
Keterangan : Bibir atas dan bawah simetris.
Palpasi
Keterangan :-
9. Pemeriksaan Leher
Inspeksi
Kondisi kulit : Tidak ada luka
Keterangan : Warna kulit sawo matang
Palpasi
Kelenjar Tiroid : Kelenjar tiroid ikut bergerak saat pasien menelan
Vena jugularis : Tidak ada pembesaran pada vena jugularis
Trakea : Tidak ada defiasi pada trakea (kemiringan trakea)
Kelenjar Limfe : Tidak ada nyeri tekan pada area kelenjar-kelenjar
Keterangan :-
10. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
Dada : Bentuk dada normal, tidak ada retraksi dada, simetris
antara dada kanan dan kiri
Kondisi kulit : Tidak ada bekas luka, persebaran warna kulit tidak
merata.
Keterangan :-
Palpasi
Pada Dada : Getaran taktil fremitus teraba antara kanan dan kiri
Perkusi : Terdengar suara sonor
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan seperti ronchi.

Suara Nafas

11. Pemeriksaan Abdomen


Inspeksi : Warna kulit sawo matang, lessi (-), bekas luka (-).
Auskultasi : Terdengar bising usus 10x/menit
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
Perkusi : Terdengar suara hipertimpani
Keterangan :-
12. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Inspeksi : Pada tangan kiri terpasang infuse 20 tpm.
Palpasi : Adanya nyeri tekan pada daerah yang terpasang infus
Kekuatan Otot :

5 5

5 5
Keterangan : Kekuatan otot pasien baik
j) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tanggal : 26 Mei 2016
Pemeriksaan Hasil Normal

Hematologi
Jumlah leukosit 22.58 4.0-11.0
Jumlah eritrosit 4.86 4.00-5.00
Hemoglobin 13.4 11.5-15.0
Hematokrit 40 37.0-45.0
MCV 88.6 82.0-90.0
MCHC 32.3 32.0-37.0
Jumlah Trombosit 382 150-400

k) Terapi
Nama & Dosis Obat Pemberian Fungsi Obat

Gotoran 3x1 gr/iv Infeksi-infeksi yang


disebabkan oleh pathogen
yang sensitive terhadap
ceftriaxone seperti ISPA,
Infeksi THT, ISK, Sepsis,
dan infeksi pasien dengan
gangguan pertahan tubuh.
Infus RL 20 TPM
2.1.2 INTRA-OPERATIF

2.1.2.1 Pengkajian tgl : Tgl 26-5-2016

2.1.2.2 Tanggal operasi : Tgl 26-5-2016

2.1.2.3 Jam Operasi : Pukul 14.45

2.1.2.4 Diagnose medis : Appendicitis Acuta

2.1.2.5 Jenis Tindakan : Appendixtomi

2.1.2.6 Jenis operasi : Besar

2.1.2.7 Jenis anestesi : Regional

2.1.2.8 Tim Bedah :

Dokter Operator : dr. T


DokterAnestesi : dr. S
Asisten operator : P. B
Asistenanastesi : P. R
Perawat Instrumen : Sr. T

2.1.2.9 Persiapanpasien : Serahterimapasien Site marking

Sigh in Surat
Persetujuan

2.1.2.10 Keluhanutama : Nyeri perut kanan bawah

2.1.2.11 Kesadaran : CM Apatis Somnolen Sopor


Coma

2.1.2.12 TTV : TD: 100/70 mm/Hg Nadi: 88 x/menit

Sat O2 : 99 % Suhu: 37,6 C


RR: 24 x/menit
2.1.2.13 Pemeriksaan Fisik Head To Toe Secara Prioritas

Normal
Head to Toe Ya Tidak Keterangan

Kepala

Leher

Dada

Abdomen

Genetalia

Integumen

Ekstrimitas

2.1.2.14 Persiapan anestesi :

Monitor ECG
O2 4L /menit
Set SAB
Stetoscope
Spinocain no. 27 : 1 buah
Spuit 5 cc, 3 cc : 1/1 buah
Obat :
o Fentanyl : 200 mg
o Lidocain : 40 mg
o Marchain Heavy : 15 mg
o Remophain : 30 mg
2.1.2.15 Balance cairan

CairanMasuk
1. Infus RL : 1000 cc
CairanKeluar
1. Urine : 400 cc
2. Perdarahan : 150 cc

2.1.2.16 PersiapanLingkungan

1. Suhu Ruangan
2. Lampu Operasi
3. Tempat sampah medis dan non medis
4. Meja operasi
5. Meja Instrumen
6. Meja mayo
7. Standart Waskom
8. Suction
9. Couter

2.1.2.17 Persiapan instrumen Steril

1. Hanvad mess no. 3 : 1 buah


2. Gunting kasar (mayo) : 1 buah
3. Gunting metsemboum : 1 buah
4. Pinset anatomis : 2 buah
5. Pinset chirurgis : 2 buah
6. Desinfeksi klem : 1 buah
7. Duk klem : 3 buah
8. Klem pean bengkok kecil : 4 buah
9. Klem pean bengkok besar : 1 buah
10. Klem khocker : 4 buah
11. Nald foeder : 2 buah
12. Haak dalam ( langen back ) : 2 buah
13. Klem bibcock : 1 buah
14. Chucing/kom berisi betandine : 1 buah
15. Bengkok : 1 buah
16. Duk besar : 1 buah
17. Duk kecil : 5 buah
18. Sarung meja mayo : 1 buah
19. Sarung pelana : 1 buah
20. Baju steril : 3 buah
21. Handuk steril : 3 buah
22. Kom berisi NS 0,9% : 1 buah

2.1.2.18 Bahan Habis Pakai

1. Paragon mess no. 10 : 1 buah


2. Cut gut plain no. 2.0 / vicryl 2.0 / prolene 4.0 : 1/1/1 buah
3. Mersilk 2.0 : 1 buah
4. Sarung tangan 7 / 7 : 1 / 2 buah
5. NS 0,9 % : 1 buah
6. Sufratule : 1 buah
7. Hypafix : 10x10 cm
8. Betadine : 50 cc
9. Kassa / depress : 10 / 10
10. Kacang / stil deppers : 2 buah

2.1.2.19 Teknik Intrumentasi :

1) Pasien datang, cek kelengkapan pasien serah terima dengan perawat


anastesi
2) Sign in di Ruang Premedikasi.
3) Bantu pasien memindahkan di meja operasi.
4) Tim anastesi melakukan induksi. Dengan SAB anestesi
5) Posisikan pasien dengan supine, tangan kanan dan kiri terlentang. Bantu
pasien untuk melepas baju.
6) Perawat instrumen melakukan scrubbing (cuci tangan), gowning
(memakai gaun steril), dan gloving (memakai sarung tangan)
7) Operator dan asisten cuci tangan, pasangkan gaun operasi dan handscone
kepada keduanya sesuai ukuran.
8) Operator mendesinfeksi area operasi dengan desinfeksi klem, betadine
dan 4 buah deppers di dalam cucing.
9) Desinfeksi klem di turunkan (on)
10) Berikan Underpad steril untuk menutupi daerah genetalia
11) Draping :
11.1 Duk kecil : di bagian atas, bawah, kanan dan kiri pasien
11.2 Duk besar : menutupi seluruh anggota badan pasien
11.3 Pelana : di letakkan di bagian atas daerah genetalia
12) Dekatkan meja mayo dan meja instrument
13) Berikan pinset cirurgie kepada operator untuk menandai daerah yang
akan di insisi
14) Berikan mess pada operator dan berikan mosquito dan kasa pada asisten
untuk merawat perdarahan. Insisi dilakukan 1 cm dibawah umbilicus
sepanjang 5 cm.
15) Lakukan Time out (konfirmasi nama klien, umur, ruangan, diagnosa,
jenis tindakan, tim operasi, lama operasi dan antisipasi kejadian kritis)
16) Insisi dilakukan sampai tampak fascia, lalu berikan langenbeek untuk
memperluas lapang pandang. Berikan 2 klem khocker untuk menjepit
fascia
17) Berikan gunting kasar untuk membuka fascia dan dilebarkan sampai
tampak peritoneum. Berikan gunting metsemboem s/d rongga abdomen
terbuka
18) Operator memperlebar lapangan pandang operasi dengan haak/
langenback/ retractor.
19) Retracktor diataskan di lateral kanan sampai tampak pangkal usus besar.
20) Ketika tampak pangkal usus besar, operator memastikan dengan cara
menarik keluar dengan pinset anatomis sampai dengan ditemukan
appendik.
21) Setelah appendik ditemukan, kemudian berikan klem bebcock untuk
menarik ujung appendik dan di klem dengan pean untuk menjepit pangkal
appendik.
22) Setelah itu diikat dengan Zide no. 2-0, kemudian appendik dipotong
dengan mes atau pisau di bawah jepitan klem dan di cauter
(menghentikan perdarahan). Identifikasi perdarahan dengan
menggunakan still depper kecil. Bila masih ada perdarahan dicauter
(menghentikan perdarahan).
23) Dan operator akan mengulang untuk mencari perdarahan pada sisi
sebaliknya.
24) Lakukan Sign Out (cocokan jenis tindakan, alat, bahan habis pakai yang
telah digunakan, perhatian khusus saat recovery room)
25) Jahit area operasi lapis demi lapis.
25.1 Pada lapisan peritoneum dijahit dengan catgut plain no. 0-1 jarum
round
25.2 Fasia dijahit dengan vicryl no. 2-0 jarum round
25.3 Pada lapisan lemak dijahit dengan plain no. 0-1 jarum cutting
25.4 Pada lapisan kulit dijahit dengan prolene no. 4-0 jarum cutting
26) Luka operasi dibersihkan, Berikan Suftratul dan tutup luka dengan
menggunakan hipafik
27) Operasi Selesai
28) Dokumentasikan.
2.1.3 POST-OPERATIF

2.1.3.1 Pasien Pindah Ke :

RR Jm ; 16.00 ICU jm:..

2.1.3.2 Keluhan Saat di RR

Mual Muntah Pusing Menggigil

Nyeri Luka Operasi Kaki terasa tebal

2.1.3.3 KeadaanUmum

Baik Sedang Sakit Berat

2.1.3.4 PemeriksaanFisik Head To Toe SecaraPrioritas

Normal
Head to Toe Ya Tidak Keterangan

Kepala

Leher

Dada

Abdomen

Genetalia

Integumen

Ekstrimitas
2.1.3.5 TTV:

TD : 100/70 mmHg Nadi : 80 x/mnt

Suhu : 37C RR :20 x/mnt Sat O2 : 99%

2.1.3.6 SkalanyeriMenurut VAS (Visual Analog Scale)


ANALISA DATA

Tgl/ Analisa data Masalah Etiologi


jam
26 Mei DS : Gangguan rasa Obstruksi lumen
2016 Pasien mengatakan nyeri nyaman nyeri (fekalit, tumor, dll)
pada perut sebelah kanan
Jam bawah
14.30 Pasien mengatakan nyeri
dirasakan terus menerus Mukus yang
dan tidak berkurang diproduksi mukosa
Pasien mengatakan hanya usus akan mengalami
menyebar di bagian perut bendungan
kanan bawah
Pasien mengatakan skala
nyeri yang dirasakan = 5
Pasien mengatakan nyeri Peningkatan tekanan
seperti di tusuk-tusuk dan intralumen /
lebih nyeri saat di tekan di Apendiks
lepas kemudian.

DO :
K/u lemah Aliran darah
Pasien tampak berbaring berkurang
Pasien tampak menahan
kesakitan
Pasien tampak terpasang
Edema dan ulsersi
infuse RL 20 tpm
mukosa
Skala nyeri 5
TTV:
TD : 100/70
mmHg Terputusnya aliran
N : 88 x/menit darah
S : 37,6 C
RR : 24 x/menit

Obstruksi vena,
edema bertambah dan
bakteri masuk


Peradangan meluas

Nyeri abdomen
bawah

Gangguan rasa
nyaman nyeri
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia :17 thn Dx. Medis : Appendicitis Acuta

Diagnosa
No Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses peradangan sekunder
terhadap Apendicitis Acut
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia : 17 thn Dx. Medis : Appendicitis
Acuta

Intervensi
No Dx. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1 Tupan : 1. Keadaan umum 1. Bina hubungan saling


gangguan rasa membaik percaya dengan pasien
nyaman nyeri 2. Pasien tidak tampak dan keluarga
dapat teratasi kesakitan 2. Ukur tanda-tanda vital
3. Skala nyeri 1-3 pasien tensi, suhu, nadi,
Tupen : 4. TTV dalam batas pernafasan
peradangan normal
3. Kaji skala nyeri pasien
dapat teratasi TD : 100-
4. Atur posisi nyaman untuk
130/70-90
mmHg pasien
S : 36,6-37,5 5. Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi
C
6. Kolaborasi dalam
N : 60-100 pemberian terapi pre
x/menit
operasi
RR : 16-20
x/menit
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia : 17 thn Dx. Medis :
Appendicitis Acuta
Implementasi
No Tanggal/Jam Implementasi Tanda Tangan
Dx
1 26 Mei 2016 1. Membina hubungan saling percaya
Jam 17.00 dengan pasien dan keluarga dengan
cara memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dari tindakan yang
akan di lakukan.
2. Mengukur tanda-tanda vital pasien
tensi, nadi, suhu, pernafasan
3. Mengkaji skala nyeri pasien
4. Mengatur posisi tidur nyaman pasien
5. Mengajarkan teknik relaksasi dan
distraksi dengan menarik nafas dalam
dan mengalihkan perhatian dari nyeri
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia : 17 thn Dx. Medis :
Appendicitis Acuta
Evaluasi
Tgl/Jam Data Evaluasi Pasien Hasil Tercapai
DS : S: o
Pasien mengatakan o Pasien mengatakan
nyeri pada perut masih nyeri pada
sebelah kanan bawah bagian kanan
Pasien mengatakan bawah
nyeri dirasakan terus o Pasien mengatakan
menerus dan tidak skala nyeri 5
berkurang o Pasien mengatakan
Pasien mengatakan nyeri seperti di
hanya menyebar di tusuk-tusuk dan
bagian perut kanan hanya menyebar di
bawah perut sebelah kanan
Pasien mengatakan bawah
skala nyeri yang O:
dirasakan = 5 o Keadaan umum
Pasien mengatakan lemah
nyeri seperti di tusuk- o Pasien tampak
tusuk dan lebih nyeri lemas
saat di tekan di lepas o Pasien tampak
kemudian. menahan kesakitan
o Skala nyeri 5
DO : o TTV
K/u lemah TD : 100/70
mmHg
Pasien tampak
N : 88 x/menit
berbaring
Pasien tampak S : 37,6C
menahan kesakitan RR : 24 x/menit
Pasien tampak A:
terpasang infuse RL o Masalah teratasi
20 tpm P:
Skala nyeri 5 o Lanjutkan intervensi
TTV:
TD : 100/70
mmHg
N : 88 x/menit
S : 37,6 C
RR : 24 x/menit
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Appendicitis Acuta
Penyuluh : Perawat
Kelompok Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tanggal : 26 Mei 2016
Waktu : 30 menit (jm 16.30-17.00)
Tempat : Ruang RR kamar operasi
Metode : Ceramah dan Tanya
Media : Laptop

A. Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga pasien memahami tentang
penyakit Appendicitis acuta dan dapat menurunkan angka kejadian
2) Tujuan khusus
Setelahmengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga
mampu :
a. Mengulangi lagi pengertian appendicitis acuta
b. Menyebutkan gejala dan tanda appendicitis acuta
c. Menyebutkan cara perawatan dan pengobatan appendicitis acuta

B. Kegiatan
No Materi Kegiatan
1 Pembukaan 1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri
(3 menit) 2. Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus
pertemuan ini
3. Menyampaikan waktu dan kontrak waktu
yang akan digunakan untuk penyuluhan
2 Proses Menyampaikan isi materi penyuluhan :
(17 menit)
1.Menjelaskan pengertian appendicitis acuta
2.Menjelaskan tanda dan gejala appendicitis
acuta
3.Menjelaskan perawatan dan pengobatan
appendicitis acuta
3 Evaluasi 1.Memberikan pertanyaan pada peserta
(7 menit) mengenai materi yang sudah disampaikan
2.Memberikan kesempatan pada peserta untuk
bertanya
3. Peserta penyuluhan memahami dan mengerti
seluruh materi yang telah disampaikan
4 Penutup 1.Penyuluh mengucapkan terima kasih kepada
(3 menit) peserta
2.Mengucapkan salam penutup

C. MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah
infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis.
2. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi, yaitu obstruksi lumen, infeksi kuman dari colon yang paling
sering adalah E. Coli dan Streptococcus, laki-laki lebih banyak dari wanita.
Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan
oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut, dan
tergantung pada bentuk apendiks seperti appendik yang terlalu panjang,
massa appendiks yang pendek, penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks, dan kelainan katup di pangkal appendiks
4. Manifestasi klinis
4.1 Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan
4.2 Nyeri tekan lepas dijumpai
4.3 Terdapat konstipasi atau diare
4.4 Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
4.5 Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
5. Penatalaksanaan medis
5.1 Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
5.2 Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi).
5.3 Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium.
6. Klasifikasi
6.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
6.2 Apendisitis Purulenta
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis.

Anda mungkin juga menyukai