Rekapan Askep Ok Tarmi Fix
Rekapan Askep Ok Tarmi Fix
OLEH
TARMI
1.1 PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
APENDISITIS
1.2 ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan
sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%,
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
1.3 ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1.3.1 Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1.3.1.1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
1.3.1.2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
1.3.1.3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
1.3.1.4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
1.3.2 Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
1.3.3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
1.3.4. Tergantung pada bentuk apendiks:
1.3.4.1. Appendik yang terlalu panjang
1.3.4.2 Massa appendiks yang pendek
1.3.4.3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
1.3.4.4. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
1.4 PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)
APENDISITIS
1.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1.6.1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
1.6.2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
1.6.3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.
1.7 KLASIFIKASI
1.7.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut
pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1.7.1.1 Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
1.7.1.2 Fekalit
1.7.1.3 Benda asing
1.7.1.4 Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.Tekanan yang
tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
APENDISITIS
1.8 FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
1.9 KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
1.9.1Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
1.9.2 Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
1.9.3 Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
APENDISITIS
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri keperawatan, diharapkan karakteristik dan laporkan
fisik (luka insisi post nyeri berkurang dengan perubahan nyeri dengan
operasi kriteria hasil: tepat.
appenditomi). Melaporkan nyeri 2) Monitor tanda-tanda vital
berkurang 3) Pertahankan istirahat
Klien tampak rileks dengan posisi semi fowler.
Dapat tidur dengan 4) Dorong ambulasi dini.
tepat 5) Berikan aktivitas hiburan.
Tanda-tanda vital 6) Kolaborasi tim dokter
dalam batas normal dalam pemberian
TD (systole 110- analgetika.
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
No Register : 141175
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 PRE-OPERASI
a) Biodata
Nama : Nn. E
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia-Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Alamat : Jln. Klayatan Gang 3 No.29 RT 10 RW 02Malang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa Medis : Appendicitis Acuta
b) Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah.
f) Riwayat Alergi :
Tidak ditemukan alergi pada pasien.
g) Data Psikososial
1. Konsep Diri
Gambaran Diri : Pasien mengatakan mampu menerima kondisi
tubuhnya saat ini.
Harga Diri : Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan
penyakitnya.
Identitas Diri : Pasien mengatakan bahwa mengenali dirinya sendiri
dan keluarganya.
Peran Diri : Pasien mengatakan tidak dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari yaitu bersekolah karena masih di rawat di
rumah sakit.
Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan
bersekolah kembali serta tidak merasa nyeri lagi.
2. Hubungan Sosial: Hubungan pasien dengan keluarga baik, terbukti
selama dirumah sakit pasien dijaga oleh ibu dan ayahnya. Hubungan
pasien dengan tenaga medis baik, terbukti selama dilakukan pengkajian
pasien kooperatif.
3. Spiritual : Pasien mengatakan agama Islam, selama di rumah
sakit pasien tidak dapat menjalankan ibadah. Selama dirumah pasien
rajin dan menjalankan ibadah dengan baik.
4. Kecemasan : Pasien mengatakan merasa cemas dengan kondisi
tubuhnya karena merasa nyeri terus menerus pada perut kanan bawah.
5. Kehilangan : Pasien berada pada tahap kehilangan depresi dimana
pasien sering menangis dan merasa takut menjalani operasi.
Di RS
BAB : Pasien mengatakan tidak bisa BAB dari awal masuk rumah sakit
BAK : Pasien mengatakan BAK 5-6x/sehari.
Keterangan : Pasien sering BAK dikarenakan dipasang infuse, ketika
BAB dan BAK pasien di bantu oleh ibunya.
Di RS
Mandi : pasien mengatakan belum mandi saat di rumah sakit
Gosok Gigi : pasien mengatakan belum gosok gigi saat di rumah
sakit
Keramas : Pasien mengatakan belum keramas selama di rumah
sakit.
Gunting Kuku : Pasien mengatakan tidak menggunting kuku saat di
rumah sakit.
Keterangan : Pasien belum melakukan kebersihan diri saat di rumah
sakit karena kesakitan.
4. Pola Aktivitas
Di Rumah : Pasien merupakan seorang pelajar. Setiap hari
berangkat ke sekolah dari pukul 06.30-14.00. dan pada malam hari
mengerjakan tugas.
Di RS : selama di rumah sakit pasien hanya berbaring di
tempat tidur.
Di RS
Tidur siang : pasien mengatakan belum bisa tidur siang karena
kesakitan
Tidur malam : tidak terkaji
Masalah tidur : Pasien mengatakan belum bisa tidur siang karena
kesakitan
4. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : Bulat, tidak ada lesi, kepala tampak bersih.
Rambut : Persebaran warna rambut merata, berwarna
kehitaman.
Massa : Tidak tampak adanya massa di kepala.
Keterangan :-
Palpasi
Kepala : Tidak terasa adanya massa di kepala.
Keterangan : Tidak ada nyeri tekan di kepala.
5. Pemeriksaan Mata
Inspeksi
Alis : Persebaran alis merata, tampak simetris kanan dan kiri
Mata : Mata tampak simetris kanan dan kiri.
Bola mata : Tampak bulat
Sklera : Tampak berwarna putih, ikterik (-).
Pupil : Reflek cahaya +/+
Konjungtiva : Berwarna merah muda
Keterangan : Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Palpasi
Mata : Bola mata teraba kenyal antara kanan dan kiri
Keterangan : Tidak ada nyeri tekan pada kedua mata.
6. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi
Lubang hidung : Tampak bersih, sekret (-), simetris kanan dan kiri.
Hidung : Tepat berada di tengah wajah, tidak mengalami
kelainan bentuk.
Keterangan : Tidak ada luka pada hidung.
Palpasi
Sinus Hidung : Tidak ada nyeri tekan pada sinus hidung.
Keterangan :-
7. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi
Daun telinga : Simetris kanan dan kiri.
Kondisi lubang telinga : Lubang telinga tampak bersih, secret (-).
Keterangan :-
Palpasi
Telinga : Tidak ada nyeri tekan pada tragus.
Keterangan :-
8. Pemeriksaan Mulut
Inspeksi
Bibir : Tampak Lembab, warna merah muda, bentuk bibir
normal.
Gigi : Gigi tampak rapi
Gusi : Berwarna merah muda
Lidah : Tepat berada di tengah, tampak sedikit kotor
Uvula : Tepat berada di tengah
Tonsil : Tidak ada pembesaran pada tonsil
Keterangan : Bibir atas dan bawah simetris.
Palpasi
Keterangan :-
9. Pemeriksaan Leher
Inspeksi
Kondisi kulit : Tidak ada luka
Keterangan : Warna kulit sawo matang
Palpasi
Kelenjar Tiroid : Kelenjar tiroid ikut bergerak saat pasien menelan
Vena jugularis : Tidak ada pembesaran pada vena jugularis
Trakea : Tidak ada defiasi pada trakea (kemiringan trakea)
Kelenjar Limfe : Tidak ada nyeri tekan pada area kelenjar-kelenjar
Keterangan :-
10. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
Dada : Bentuk dada normal, tidak ada retraksi dada, simetris
antara dada kanan dan kiri
Kondisi kulit : Tidak ada bekas luka, persebaran warna kulit tidak
merata.
Keterangan :-
Palpasi
Pada Dada : Getaran taktil fremitus teraba antara kanan dan kiri
Perkusi : Terdengar suara sonor
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan seperti ronchi.
Suara Nafas
5 5
5 5
Keterangan : Kekuatan otot pasien baik
j) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tanggal : 26 Mei 2016
Pemeriksaan Hasil Normal
Hematologi
Jumlah leukosit 22.58 4.0-11.0
Jumlah eritrosit 4.86 4.00-5.00
Hemoglobin 13.4 11.5-15.0
Hematokrit 40 37.0-45.0
MCV 88.6 82.0-90.0
MCHC 32.3 32.0-37.0
Jumlah Trombosit 382 150-400
k) Terapi
Nama & Dosis Obat Pemberian Fungsi Obat
Sigh in Surat
Persetujuan
Normal
Head to Toe Ya Tidak Keterangan
Kepala
Leher
Dada
Abdomen
Genetalia
Integumen
Ekstrimitas
Monitor ECG
O2 4L /menit
Set SAB
Stetoscope
Spinocain no. 27 : 1 buah
Spuit 5 cc, 3 cc : 1/1 buah
Obat :
o Fentanyl : 200 mg
o Lidocain : 40 mg
o Marchain Heavy : 15 mg
o Remophain : 30 mg
2.1.2.15 Balance cairan
CairanMasuk
1. Infus RL : 1000 cc
CairanKeluar
1. Urine : 400 cc
2. Perdarahan : 150 cc
2.1.2.16 PersiapanLingkungan
1. Suhu Ruangan
2. Lampu Operasi
3. Tempat sampah medis dan non medis
4. Meja operasi
5. Meja Instrumen
6. Meja mayo
7. Standart Waskom
8. Suction
9. Couter
2.1.3.3 KeadaanUmum
Normal
Head to Toe Ya Tidak Keterangan
Kepala
Leher
Dada
Abdomen
Genetalia
Integumen
Ekstrimitas
2.1.3.5 TTV:
ANALISA DATA
Obstruksi vena,
edema bertambah dan
bakteri masuk
Peradangan meluas
Nyeri abdomen
bawah
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia :17 thn Dx. Medis : Appendicitis Acuta
Diagnosa
No Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses peradangan sekunder
terhadap Apendicitis Acut
Nama : Nn. E No. RM : 141175
Usia : 17 thn Dx. Medis : Appendicitis
Acuta
Intervensi
No Dx. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
A. Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga pasien memahami tentang
penyakit Appendicitis acuta dan dapat menurunkan angka kejadian
2) Tujuan khusus
Setelahmengikuti penyuluhan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga
mampu :
a. Mengulangi lagi pengertian appendicitis acuta
b. Menyebutkan gejala dan tanda appendicitis acuta
c. Menyebutkan cara perawatan dan pengobatan appendicitis acuta
B. Kegiatan
No Materi Kegiatan
1 Pembukaan 1. Mengucap salam dan memperkenalkan diri
(3 menit) 2. Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus
pertemuan ini
3. Menyampaikan waktu dan kontrak waktu
yang akan digunakan untuk penyuluhan
2 Proses Menyampaikan isi materi penyuluhan :
(17 menit)
1.Menjelaskan pengertian appendicitis acuta
2.Menjelaskan tanda dan gejala appendicitis
acuta
3.Menjelaskan perawatan dan pengobatan
appendicitis acuta
3 Evaluasi 1.Memberikan pertanyaan pada peserta
(7 menit) mengenai materi yang sudah disampaikan
2.Memberikan kesempatan pada peserta untuk
bertanya
3. Peserta penyuluhan memahami dan mengerti
seluruh materi yang telah disampaikan
4 Penutup 1.Penyuluh mengucapkan terima kasih kepada
(3 menit) peserta
2.Mengucapkan salam penutup
C. MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah
infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis.
2. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-
kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi, yaitu obstruksi lumen, infeksi kuman dari colon yang paling
sering adalah E. Coli dan Streptococcus, laki-laki lebih banyak dari wanita.
Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan
oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut, dan
tergantung pada bentuk apendiks seperti appendik yang terlalu panjang,
massa appendiks yang pendek, penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks, dan kelainan katup di pangkal appendiks
4. Manifestasi klinis
4.1 Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan
4.2 Nyeri tekan lepas dijumpai
4.3 Terdapat konstipasi atau diare
4.4 Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
4.5 Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
5. Penatalaksanaan medis
5.1 Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi.
5.2 Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi).
5.3 Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium.
6. Klasifikasi
6.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
6.2 Apendisitis Purulenta
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis.