A. Lembaga Non-Formal
a. Kuttab atau Maktab
Pada mulanya, di awal perkembangan Islam, Kuttab dilaksanakan di
rumah guru-guru yang bersangkutan, dan yang diajarkan dalah semata-mata
menulis dan membaca syair-syair yang terkenal pada masanya dan pengajaran
Al-Quran belum dikaitkan dari membaca dan menulis.
Kemudian pada akhir abad pertama Hijriyah, mulai timbul jenis
Kuttab, yang sudah mengajrkan membaca Al-Quran dan pokok-pokok ajaran
Agama. Awalnya, kuttab jenis ini berlangsung di masjid yang sifatnya umum
(bukan saja bagi anak-anak, tetapi terutama bagi orang dewasa). Tetapi karena
anak-anak tidak dapat diharapkan untuk menjaga kesucian dan kebersihan
masjid, lalu diadakan tempat khusus disamping masjid untuk tempat anak-
anak belajar yang kemudian berkembanglah tempat-tempat khusus baik yang
dihubungkan dengan masjid maupun yang terpisah dan berkembang menjadi
lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal dan juga mengajarkan
pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya.2
1
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Departemen Agama, 1986), hlm. 91
2
Ibid, hlm. 91
3
Ibid, hlm. 91-92
c. Toko-Toko Kitab
Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang
dengan pesat. Toko-toko ini tidak saja menjadi tempat penjualan buku-buku,
tetapi juga menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan ahli ilmu untuk
diskusi, berdebat dalam berbagai masalah ilmu.4
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1994), hlm. 163
A. Sylaby, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973,) hlm. 73-74
Kemudian pada masa Khalifah Bani Abbas, yakni pada masa Harun
Al-Rasyid 9170-193 H) majlis sastera ini mengalami kemajan yang luar biasa,
karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahua, sehingga khalifah aktif
didalamnya. Pada masanya sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair,
perdebatan antara fuqaha, dan diskusi diantara para sarjana berbagai macam
ilmu pegetahuan, juga diadakan sayembara di antara ahli kesenian dan
pujangga.6
A. Sylaby, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973,) hlm. 76-77
4
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1994), hlm. 163
5
A. Sylaby, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973,) hlm. 73-74
66
Ibid, hlm. 76-77.
f. Badiah
Badiah digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab
yang fasih dan murni serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-
ulama yang banyak pergi ke Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya; 7
i. al Khalil bin Ahmad (160 H). ia pergi ke badiah Hijaz, Najd,
dan Tihamah.
ii. Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar kepada 80 orang syekh di
Bani Aqil.
iii. al Kasai (182 H). Ia belajar di badiah dan menghabiskan 15
botol tinta untuk menulis tentang Arab.
iv. Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di Hudzail selama 17 tahun.
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), hlm. 90
g. Rumah Sakit
Rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati
orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan
dengan perawatan dan pengobatan. Mereka mengadakan berbagai penelitian
dan percobaan dalam bidang kedoteran dan obat-obatan, sehingga berkembang
ilmu kedokteran dan farmasi.8
h. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi Muhammad SAW, masjid telah
menjadi pusat kegiatan dan iformasi. Kemudian masa Bani Umaiyah
berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan,
terutama yang bersifat keagamaan. Pada masa Bani Abbasiyah dan masa
perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid diperlengakapi dengan
berbagai macam sarana dan fasilitas pendidikan, yakni tempat pendidikan
anak-anak, tempat-tempat untuk pengajiandari ulama yang merupakan
kelompok-kelompok(khalaqah), tempat berdiskusi dan munazharah dalam
berbagai ilmu pengetahuan, dan juga dilengkapi dengan ruang
perpusatakaan.9
7
8
Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 98
9
Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 98-99
i. Perpustakaan
10
Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 98
a. Madrasah Nizamiah didrikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri Saljuk
pada tahun 1065 M 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan
satu madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat,
Asfahan, Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad
adalah madrasah yang terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk
mendirikan madrasah-madrasah itu adalad untuk menperkuat pemerintahan
Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab keagamaan pemerintahan.
Rencana pengajaran adalah ilmu syari`ah dan ilmu fiqh dalam 4 madzhab.
b. Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin Zinki di Damaskus.
Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an Nuriyah al Qubra di
Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula tempat kuliah),
masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat tinggal pesuruh madrasah,
kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya yaitu madrasah yang didirikan
pada masa al Ayubi dan madrasah al Mustansiriah di Baghdad (Irak) tahun
631 H. Madrasah al Mustansiriah didirikan oleh khalifah Abasyi al Mustansir
Billah pada tahun 631 H. Ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu ilmu al Qur`an,
syari`ah, bahasa Arab, kedokteran, dan ilmu pasti.
c. Perguruan Tinggi;
i. Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid
(170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218
H). Pada Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama Islam,
tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan
lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan
teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan
Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu
pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin
Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falaq. Di
baitul Hikmah dikumpulkan buku-buku ilmu pengetahuan dalam
bermacam-macam bahasa seperti bahasa Arab, Yunani, Suryani,
Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma`mun mendirikan
peneropong bintang yang disebut peneropong al Ma`muni. Setelah
wafat al Ma`mun, maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian
penuh dari khalifah-khalifah.
ii. Darul `Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di
pinggir sungai Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad.
Menurut keterangan al Makrizi, bahwa Darul `Ilmi didirikan di
kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim Biamrillah al
Fathimi. Ilmu yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq,
kedokteran, dan berhitung.11
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya
Agung, 1992), hlm. 65
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah di luar masjid, yaitu:
a. Khalaqah-Khalaqah untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang
didalamnya terdapat diskusi yang ramai, sering mengganggu orang-orang
yang beribadah di masjid.
b. Semakin berkembang luasnya ilmu pengetahuan, maka diperlukan semakin
banyak khalaqah-khalaqah
c. Untuk mepertahankan kedudukan Bani Abbasiyah dari Turki ketika mulai
berpengaruh, mereka berusaha untuk menarik hati kaum muslim, dengan jalan
memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum. Maka sekolah
didirikan dan dilengkapi fasilitas dan guru digaji secara khusus.
d. Para pembesar negara yang hidup dalam kemewahan sering berbuat maksiat.
Maka mereka mendirikan sekolah mewakafkan dan membelanjakan sebagian
hartanya dijalan Allah, sehingga berharap menjadi penebus dosa.
e. Banyaknya harta kekayaan membuat mereka khawatir, harta kekayaannya
akan jatuh ketangan Sultan, dan nantinya anak mereka akan terlantar. Untuk
itu didirikan sekolah dan asrama yang dijadikan sebagai wakaf keluarga
f. Mempertahankan agama dari pembesar negara yang bersangkutan. Sehingga
mereka mempersyaratkan harus diajarkan aliran keagamaan.12
11
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), hlm. 65
12
Sejarah Pendidikan Islam, hlm.99-101
Pokok-Pokok Rencana Pelajaran
a. Pendidikan Dasar (Kuttab)
i. Membaca Al-Quran dan menghafalnya
ii. Pokok-poko agama Islam
iii. Menulis
iv. Kisah atau riwayat orang-orang besar Islam
v. Membaca dan menghafal syair-syair atau natsar (prosa)
vi. Berhitung
vii. Pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya
b. Tingkat Menengah
i. Al-Quran
ii. Bahasa Arab dan kesusateraannnya
iii. Fiqh
iv. Tafsir
v. Hadits
vi. Nahwu/sharaf/balaghah
vii. Ilmu-ilmu pasti
viii. Mantiq
ix. Ilmu falak
x. Tarikh (sejarah)
xi. Ilmu-ilmu alam
xii. Kedokteran
xiii. Musik
Kemudian, ada mata pelajaran yang berifat kejuruan, misalnya untuk menjadi
juru tulis di kantor-kantor. Selain belajar bahasa, ia harus belajar pidato,
diskusi, berdebat, serta tulisan indah.
c. Pendidikan Tinggi
i. Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastera Arab (Ilmu
Naqliyah)
1. Tafsir Al-Quran
2. Hadits
3. Fiqh dan Ushul Fiqh
4. NahwuSharaf
5. Balaghah
6. Bahasa Arab dan Kesusateraanya
ii. Jurusan Ilmu-Ilmu Umum (Ilmu Aqliyah)
1. Mantiq
2. Ilmu-Ilmu alam dan Kimia
3. Musik
4. Ilmu-ilmu Pasti
5. Ilmu ukur
6. Ilmu falak
7. Ilmu Ilahiyah
8. Ilmu Hewan
9. Kedokteran
Takhasus untuk salah satu bidang ilmu sesudah seseorang tamat dari
perguruan tinggi, dan disesuaikan dengan bakat dan kecenderungan masing-
masing.13
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999), hlm. 71-
87
13
Sejarah Penidikan Islam, hlm. 101
14
Hanun Asrohah, Op.Cit, hlm.71-87