Anda di halaman 1dari 15

Roosganda Elizabeth dan S.

Rusdiana

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI


SUMBER BAHAN BAKAR DALAM MENGATASI BIAYA
EKONOMI RUMAH TANGGA DI PERDESAAN

Biogas Utilization Effectiveness to Lessen Rural Households


Expenditure

1 2
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana
1
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No.70. Bogor 16161
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav.E-59. Bogor

ABSTRACT

Biogas is an important source of renewable energy and could meet the households
demand for fuel. It is one of agricultural wastes processed into fuel through a process
friendly to environment. This paper aims to describe effectiveness of biogas adoption in
order to lessen rural households daily costs. Use of livestock waste for biogas could control
heavy metal pollution in the soil as the side effects of chemical fertilizers application. Biogas
adoption lessens rural households costs of fuel compared to use of conventional fuel.
Additional product of biogas is sludge, among others, useful for organic fertilizer free of
parasites and weed seeds. Thus, biogas is friendly to environment and fuel cost saving to
rural households.

Key words : bioenergy, household expenditure, organic fertilizer

ABSTRAK

Produksi bahan bakar minyak dunia, nyata telah mencapai titik puncaknya
sementara kebutuhan energi di seluruh dunia meningkat pesat. Biogas merupakan sumber
energi terbarukan penting sebagai substitusi unggul dan mampu menyumbangkan andil
untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga. Pengelolaan limbah pertanian dan
peternakan dilakukan untuk meminimalisir dampak negatifnya dan memaksimalkan dampak
keuntungan serta tetap memperhatikan keseimbangan sistem produksi dengan lingkungan
hidup. Pemanfaatan limbah tersebut menjadi sumber bahan baku biogas, diharapkan
menjadi solusi alternatif pencegahan pencemaran logam berat pada tanah, dampak ikutan
intensifikasi penetrasi pupuk anorganik. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara
komprehensif efektivitas pemanfaatan biogas sebagai sumber bioenergi bahan bakar dalam
rangka mendukung strategi mengatasi masalah biaya ekonomi rumah tangga di perdesaan.
Selain biogas, juga dihasilkan sludge dan effluent yang pemanfaatannya masih terbuka
luas, dimana sludge dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (bio fertilizer) yang tidak lagi
mengundang parasit dan biji gulma, sehingga tidak mengandung unsur ikutan yang
berbahaya. Realisasi efektivitas pengaplikasian pemanfaatan biogas sumber bioenergi
bahan bakar mendukung strategi mengatasi biaya ekonomi rumah tangga di perdesaan.
Teknologi menurunkan gas metana pada komoditas peternakan masih perlu diinventarisir
dan diseleksi agar sesuai dan dapat diterapkan terutama pada peternakan rakyat, serta
mampu meningkatkan produktivitas ternak. Teknologi biogas merupakan pilihan yang tepat

220
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

untuk mengubah limbah peternakan untuk menghasilkan energi dan pupuk sehingga
diperoleh keuntungan ganda (multi margin) baik secara sosial ekonomi maupun dari segi
kelestarian lingkungan .

Kata kunci : bioenergi, pengeluaran rumah tangga, pupuk organik

PENDAHULUAN

Produksi bahan bakar minyak dunia, nyata telah mencapai titik puncaknya
sementara kebutuhan energi di seluruh dunia meningkat pesat. Biogas merupakan
sumber renewable energy penting sebagai substitusi unggul dan mampu
menyumbangkan andil untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga.
Pengelolaan limbah pertanian dan peternakan dilakukan untuk meminimalisir
dampak negatifnya dan memaksimalkan dampak keuntungan serta tetap
memperhatikan keseimbangan sistem produksi dengan lingkungan hidup. Limbah
tanaman pangan dibuang atau dibakar, meski hasil pembakarannya ditujukan
untuk kesuburan tanaman kembali.
Kotoran sapi umumnya dibuang ke saluran air dan di lahan-lahan yang
terairi oleh saluran tersebut untuk memudahkan penanganan. Harus dipahami
bahwa kotoran ternak segar belumlah dapat diaplikasikan langsung pada tanaman,
karena belum terkomposisi dengan rasio C/N lebih dari 40. Jerami padi atau
gergaji mengandung persentase karbon yang lebih tinggi dan dapat dicampur
sebagai bahan untuk mendapatkan C/N yang diinginkan. C/N dan beberapa
bahan-bahan tersebut dapat dan umum di gunakan sebagai bahan baku biogas.
(Harahap et al., 1978; Indraswati, 2005).
Pengembangan pertanian, khususnya tanaman padi dan jagung
terintegrasi dengan ternak (ruminansia dan unggas), dalam bentuk sederhana
sejak lama telah dilakukan oleh para petani. Namun kondisi pertanian kita saat ini
dengan areal lahan yang semakin menciut, mendorong pengembangan pertanian
secara intensif dan terintegrasi (Kamarudin, 2008). Kondisi tersebut kembali
ditekankan pada Workshop Jagung Regional Asia ke-10, tahun 2008 di Makassar
yang merekomendasikan penerapan Model Farming System, Crops-Livestock
System (CLS), dan Organic and Un-Organic Farming (Suharto, 2000). Salah satu
produk ikutan dari CLS adalah upaya memproduksi sendiri bahan bakar berupa
biogas yang diperoleh dari limbah tanaman dan kotoran ternak.
Biogas adalah bahan bakar yang bersih karena tidak menghasilkan asap
(seperti halnya kayu, arang), sehingga alat-alat dapur dapat tetap bersih selama
digunakan, dan berfungsi sebagai bahan bakar minyak atau gas alam pengganti
yang unggul. Sebagian petani telah mulai membuat biogas untuk kebutuhan rumah
tangganya, dengan menggunakan limbah tanaman dan kotoran ternak.
Kandungan kedua bahan tersebut kaya sumber gas Methane (CH4) yang memiliki
daya bakar yang sangat baik. Dengan penggunaan biogas sederhana, para petani
ternak tidak perlu bekerja keras dan tetap dapat menghemat uang. Sekalipun
0
demikian, di wilayah yang terlalu dingin (kurang dari 15 C) dan terlalu panas (di

221
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

0
atas 37 C), terdapat sedikit masalah dalam memproduksi biogas, karena gas lebih
0
bagus diproduksi pada suhu 32-37 C.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara
komprehensif efektivitas pemanfaatan biogas sebagai sumber bioenergi bahan
bakar dalam rangka mendukung strategi mengatasi masalah biaya ekonomi rumah
tangga di perdesaan.

PERAN INFORMASI BIOGAS DI PERDESAAN

Selain dari petani yang sudah memanfaatkan penggunaan biogas,


informasi dan bimbingan pembuatan biogas juga dapat diperoleh Badan
Penyuluhan Pertanian, Penyuluh Pertanian dan aparat pertanian lainnya. Peran
aktif informasi yang patut diketahui sebelum membuat biogas selain untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, adalah diberdayakan agar mampu
menggerakkan usaha agribisnis yang menguntungkan. Petani ternak dapat
memulai dengan membuat unit produksi biogas yang sederhana, dan tidak
membutuhkan biaya banyak dan lebih mudah dijalankan. Petani diberi pengarahan
dan penyuluhan agar mampu menguasai pengaplikasian unit biogas secara
mandiri. Selanjutnya petani ternak segera merasakan kebutuhan biogas yang lebih
banyak, dan akan terdorong untuk membuat lebih banyak unit biogas dan
memperbesar usahanya.
Ketika limbah tanaman maupun kotoran ternak disimpan bercampur air di
dalam kontainer atau tangki digester, limbah tanaman dan kotoran ternak
mengalami pembusukan. Oleh suatu proses yang disebut pencernaan anaerob
yang merupakan gas campuran metan (CH4) karbon di oksida (CO2) dan sejumlah
kecil nitrogen ammonia sulfur dioksida hidrogen sulfide dan hydrogen, kemudian
mengeluarkan gas methane (CH4), yang kemudian dikumpulkan (ditampung) dan
dinamakan biogas; kemudian dialirkan ke tempat lain dengan bantuan tekanan
udara (Tuti, 2006). Proses pencernaan anaerob yang merupakan dasar dan
reaktor biogas yang diproses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri
metanogenetik pada kondisi tanpa udara. (Thalib, 2008).

Prosedur Sederhana Pembuatan dan Penggunaan Unit Biogas


Untuk membuat unit produksi biogas bukanlah bahan mahal. Bahan-
Bahan yang diperlukan adalah minimal 3 buah cincin gorong-gorong, septik tank
untuk tangki digester, dan sebuah drum oli yang besar yang dapat memuat kira-
kira 200 liter bahan yang diperuntukkan sebagai gas methane (biogas). Bahan
lainnya, berupa pipa logam dengan diameter 2 cm, untuk ujung pipa pengeluaran
gas dan satu kran pengeluaran biogas. Selain itu dibutuhkan pula pipa karet atau
paralon seperlunya yang berdiameter 2 cm, yang berguna sebagai pipa
penyaluran gas dari tangki pencerna ke kompor untuk memasak, lampu gas dan
lainnya. Bahan pencegah kebocoran (ter, cat, las dan lainnya), serta kotoran

222
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

ternak, limbah tanaman (dedaunan dan jerami) sebagai bahan baku, petani dapat
membuat unit biogas sederhana. (Kamarudin, 2008)
Tempat terbaik dan teraman sangat penting untuk meletakkan unit
produksi biogas adalah sekurang-kurangnya 10 meter dari rumah. Terpisah dari
tempat memasak dan sumber air, sehingga limbah ikutannya tidak mencapai
sumber air bersih dan tidak mencemari kehidupan keluarga dan tempat
pengolahan pangan ketika memasukkan limbah tanaman dan kotoran ternak dan
bahan organik ke unit biogas. Namun, dianjurkan juga menempatkan unit biogas
tidak terlalu jauh dari rumah, agar tidak mengeluarkan lebih banyak biaya karena
membutuhkan pipa gas yang lebih panjang. Pipa gas harus dijaga dan dicegah
jangan sampai bocor dan jika dipasang menyeberang jalan, hendaknya dibenam
ke dalam tanah. (Sasse, 1992, dan Junaedi, 2002).
Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik di dalam kondisi tanpa
oksigen (anaerobic process). Proses ini berlangsung selama pengolahan atau
fermentasi. Gas yang dihasilkan sebagian besar terdiri atas CH4 dan CO2. Jika
kandungan gas CH4 lebih dari 50 persen, maka campuran gas ini mudah terbakar,
kandungan gas CH4 dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi kurang
lebih 60 persen. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukan biogas
0
berkisar 30 C. Untuk memperoleh suatu sistem unit produksi biogas yang benar-
benar menguntungkan, disarankan untuk mengembangkan beberapa hal, seperti:
(a) penanganan bahan dasar, manajemen proses, dan pemilihan jenis
mikroorganisme yang ikut aktif dalam proses pembentukan biogas; (b)
pemahaman mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi proses
pembentukan biogas, komposisi gas, dan cara penanganan gasnya secara aman;
(c) perlu disusun strategi pemasyarakatan sistem biogas, khususnya di daerah
perdesaan.

Potensi Pengembangan Biogas


Pada saat ini sebagai sumber bahan baku biogas tersedia secara
melimpah dan belum banyak di manfaatkan secara maksimal (Sasse,1992).
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif sangat memungkinkan
untuk diterapkan di masyarakat terlebih seiring makin mahalnya harga bahan
bakar minyak dan kadang-kadang langka keberadaannya. Beberapa potensi
limbah biomasa di seluruh Indonesia adalah 49.907, 43 MW. Biomasa seperti
kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan pertanian dan perkebunan (Tuti,
2008). Limbah kotoran hewan seperti, sapi, kuda, kerbau dan babi, juga di jumpai
di seluruh wilayah Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda. Secara umum
penggunaan limbah pertanian sebagai bahan dasar biogas lebih sulit dibandingkan
kotoran ternak, karena lebih lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hidrolis
bahan selulosa dari limbah pertanian dan hara.

Manajemen Penanganan Limbah dan Pembentukan Biogas


Pengelolaan limbah dilakukan agar dampak negatifnya dapat diminimalisir
dan dampak yang menguntungkan dapat dimaksimalkan dengan tetap

223
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

memperhatikan keseimbangan antara sistem produksi dengan lingkungan hidup.


Manajemen penanganan limbah adalah sangat penting, antara lain karena: (a)
mencegah pencemaran di udara, tanah dan air, serta (b) mengeksploitasi limbah
sebagai bahan baku yang dapat mendatangkan keuntungan. Kotoran ternak sapi,
babi, ayam dan limbah organik sisa-sisa tanaman, adalah bahan yang baik untuk
membuat biogas. Petani dapat menggunakan kotoran ternak saja, atau limbah
tanaman saja, ataukah campuran keduanya (Teguh et al., 2009)
Bahan-bahan organik berupa kotoran ternak dan limbah tanaman yang
tersedia, setelah dicampur merata, selanjutnya diberi air dengan komposisi 1:1,
aduk sampai terbentuk seperti pasta (adonan). Bila dilakukan dengan baik,
perlakuan tersebut mempercepat terbentuknya gas yang diinginkan, dimana untuk
menetralkan pH dapat ditambahkan kapur. Diperlukan membuat bidang pemicu
pembentukan gas sekitar dua bulan sebelum membuat unit biogas untuk pertama
kalinya. Membuat biang pemicu pembentukan gas dengan mencampur dan
mengaduk sampai merata 2 liter kotoran ternak (sapi, babi, ayam atau kuda) dan 2
liter air, campur dan aduk merata. Setelah tercampur baik seperti pasta, tuangkan
campuran tersebut pada wadah tertentu, seperti ember, jerigen, botol tanpa
penutup dan simpan ditempat terbuka.
Usahakan biang pembentukan gas ini tetap hangat, kocok tiap dua hari
sekali selama dua bulan untuk wilayah berkelembaban rendah. Biang
pembentukan gas ini, digunakan sebagai pemicu (starter), untuk mempercepat
pembentukan gas pada unit biogas (Sukoharjo, 2007; dalam: Kamaruddin 2008).
Diperlukan waktu kira-kira 2 sampai 4 minggu (tergantung bahan baku dan kondisi
lingkungan), untuk memulai pembentukan gas dari campuran bahan organik
tersebut. Pembentukan gas sekitar 8 minggu, separuhnya terbentuk pada 2
sampai 4 minggu pertama dan separuh berikutnya pada minggu ke-4 sampai ke-8,
serta berhenti sama sekali pada minggu ke-9. Setelah itu, kosongkan unit biogas
anda dan demikan seterusnya mengulangi pengisiannya sebagaimana langkah
kerja terdahulu.
Terdapat pula beberapa senyawa/bahan-bahan yang harus dicegah
karena dapat menghambat proses penguraian, seperti:
- Antibiotik dan Desinfektan
Mikroorganisme pada pencernaan (digester) anaerob dalam pembentukan
biogas umumnya bersifat toleran terhadap zat-zat antibiotik, diberi untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme pathogen (Daru, 2007), pencernaan mesofilik,
o
dimana temperatur pencernaan sekitar 36 C (kondisi ideal pertumbuhan
mikroorganisme pathogen). Pengaruh desinfektan terhadap proses pembentukan
biogas jelas terlihat bila kadarnya cukup tinggi. Biasa terjadi saat pembersihan
kandang peternakan menggunakan desinfektan dan limbahnya dialirkan ke dalam
bak pencernaan.
- Logam Berat
Logam berat terutama ion logam berat bebas dalam kadar dan kondisi
tertentu (melebihi persyaratan), dapat menghambat proses fermentasi anaerobik,
seperti: Cadmium (Cd), Copper (Cu), dan Chromium (Cr), dan beberapa lainnya.

224
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

(Teguh et al., 2009). Keunggulan biogas lainnya adalah merupakan bahan bakar
yang tidak menghasilkan asap dan sebagai pengganti bahan bakar minyak atau
gas alam yang dihasilkan oleh suatu proses yang disebut pencernaan anaerob.
Pencernaan anaerob merupakan gas campuran metan (CH4) karbon di oksida
(CO2) dan sejumlah kecil nitrogen, ammonia sulfur dioksida hidrogen sulfide dan
hydrogen. Secara alami gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan
sampah, dasar danau atau rawa, kotoran manusia, kotoran ternak, dan bakteri
dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa.
(Kamaruddin, 2008; dan Daru, 2007)
Kandungan metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung jenis bahan
baku yang dipakai. (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Gas (%) dalam Biogas dari Kotoran Ternak dan Sisa Pertanian

Campuran kotoran
Jenis gas Kotoran sapi
ternak & sisa pertanian
Metana (CH4) 65,7 55-70
Karbondioksida (CO2) 27,0 27-45
Nitrogen (N2) 2,3 9,5-3,0
Karbonmonoksida 0,0 0,1
Oksigen (O2) 0,1 6,0
Propane (C2H8) 0,7 -
Hydrogen Sulfida (H2S) Tidak terukur Sedikit sekali
2
Nilai kalor (kkn 1/m ) 6513 400-6700
Sumber : Harahap et al., 1978.

PUPUK SLUDGE BIOGAS: SOLUSI ALTERNATIF PELESTARIAN


LINGKUNGAN

Pencemaran tanah pertanian oleh logam berat mengakibatkan produk


pertanian pangan mengandung logam berat melebihi persyaratan yang
menimbulkan resiko tinggi bagi kesehatan konsumen. Pencemaran logam berat
terkait dengan pelaksanaan pengembangan pertanian intensif (disamping
industrialisasi dan urbanisasi), sehingga lambat laun lahan pertanian
terkontaminasi oleh logam berat dan polutan pengaplikasian (penetrasi) zat
anorganik. Pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi sumber bahan baku
biogas, diharapkan dapat menjadi salah satu solusi alternatif pencegahan
pencemaran logam berat pada tanah pertanian.
Daru (2007) mengemukakan bahwa selain biogas, juga dihasilkan sludge
dan effluent. Sludge dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (bio fertilizer). Dari hasil

225
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

penelitian diperoleh bahwa dalam sludge ini ditemukan vitamin B12 yang cukup
banyak, mencapai 3.000 mikro gram vitamin B12 per kg sludge kering. Sebagai
perbandingan, tepung ikan dalam ransum makanan ternak hanya mengandung
200 mikro gram per kg dan tepung tulang sekitar 100 mikro gram per kg.
Kenyataan ini membuktikan terbukanya peluang untuk pemanfaatan sludge dalam
sistem biogas menjadi makanan ternak (Wibowo et al., 1985; dalam: Daru 2007).
Hal ini juga mengindikasikan adanya peluang perolehan pendapatan ekonomi dari
pakan ternak yang dihasilkan tersebut.
Dibandingkan beberapa sumber energi lainnya (coalgas dan watergas),
3
biogas memiliki keunggulan tingkat nilai kalorinya. Setiap m biogas setara dengan
0,5 kg gas alam cair (liquid petroleum gases = LPG), 0,54 liter bensin, 0,52 liter
minyak diesel, dan dapat membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25 - 1,50 kilo
watt hour (kwh) (Tabel. 2).

Tabel 2. Perbandingan Kandungan dan Nilai Kalori Biogas dan Gas dari Sumber
Energi Lain

Kandungan (%) dan


No. Gas Alam Biogas Coalgas Watergas
Nilai Kalori
1. Metan 97,0 54,7 31,6 0,7
2. Karbon Dioksida 0,8 27,4 1,8 3,5
3. Karbon Monoksida - 0,1 6,3 43,5
4. Hidrogen - 1,1 53,0 47,3
5. Nitrogen 2,1 1,5 3,4 4,4
6. Oksigen - 0,7 0,2 0,6
3
7. Nilai Kalori (Kcal/m ) 967 590-700 586 302
Sumber : Daru, 2007.

Biogas digunakan untuk berbagai keperluan, seperti: (i) Bahan bakar untuk
memasak, pengeringan, penerangan, atau pekerjaan-pekerjaan lain yang
memerlukan pemanasan. Dibutuhkan peralatan yang didisain sehingga efisiensi
pembakarannya tinggi.; (ii) Sebagai bahan bakar penggerak motor (terutama motor
stationer). Untuk keperluan ini biogas sebelumnya harus dibersihkan dari
kemungkinan adanya gas H2S yang dapat menyebabkan korosi.
Multi fungsi biogas diantaranya sebagai: (a) sumber bahan bakar
digunakan berbagai keperluan; (b) sebagai sarana penanganan limbah untuk
mengatasi pencemaran, membantu terciptanya lingkungan yang sehat/sanitasi
lingkungan; (c) menghasilkan pupuk dari sludge yang dihasilkan; dan (d)
menghasilkan makanan ternak dari residu sistem biogas. (Tuti, 2006, dan
Himawanto, 2006). Sistem biogas yang dipadukan dengan sistem produksi seperti:
pupuk, kolam algae atau ikan, peternakan, pertanian, merupakan suatu siklus
biologi (daur hayati), mengurangi ketergantungan kebutuhan energi, melestarikan
sumberdaya energi yang ada, maupun mengurangi kerusakan lingkungan.

226
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

PRODUKSI, PENAMPUNGAN DAN PENGGUNAAN BIOGAS

Produksi dan Penampungan Biogas


Perlu diketahui bahwa jangan membakar gas yang pertama terbentuk,
karena mengandung udara di dalamnya dan dapat meledak. Beberapa hari setelah
drum penangkap biogas terangkat ke atas, dianjurkan membuka kran dan
mengeluarkan seluruh gas yang terbentuk tersebut. Agar ditangani dengan hati-
hati dan hindari adanya api di sekitar unit produksi biogas. Untuk mengeluarkan
gas yang telah terbentuk, tekan drum ke dalam campuran bahan organik dan air
sampai ke dasar tangki digester, untuk mempercepat pengeluaran gas yang
terbentuk dari unit biogas. Selanjutnya tutup kran dan unit biogas bekerja
mengumpulkan gas kembali.
Apabila dikerjakan dengan hati-hati, maka tidak ada lagi udara dalam gas
yang terbentuk kemudian dan aman untuk pembakaran. Tidak perlu mengeluarkan
lagi gas yang terbentuk dan gas itu aman untuk digunakan memenuhi kebutuhan
bahan bakar rumah-tangga. Penggunaan terbaik biogas yang telah ditampung dari
unit produksi biogas adalah untuk memasak. Bila unit produksi biogas bekerja
dengan baik, dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk memasak pangan
rumah tangga setiap hari. Kompor yang digunakan mempunyai pengatur
pembakaran, sehingga percampuran gas dan udara dalam komposisi yang tepat.
Jika nyala gas berwarna kuning, menandakan pembakaran tidak sempurna dan
tidak menghasilkan panas yang diperlukan.
Dengan mengatur perimbangan gas-udara dalam jumlah yang tepat, maka
biogas terbakar dengan baik, ditandai dengan nyala berwarna biru, maka diperoleh
nyala biru yang diinginkan. Jika nyala biru berubah menjadi kuning, mengartikan
bahwa ruang pembakaran tersumbat dengan arang pembakaran atau ada air
dalam slang dan perlu pembersihan dengan dicuci menggunakan air dan sabun.
Untuk siklus selanjutnya, kosongkan limbah organik dan sisakan kira-kira 4
liter bahan organik tersebut untuk digunakan kembali sebagai biang/starter
pembentukan gas berikutnya. Tangki digester dikuras sampai bersih, dan diperiksa
kebocorannya. Kemudian isi kembali dengan kotoran ternak dan limbah organik
yang baru, lalu campur air dengan perimbangan 1:1 dan tambahkan biang bahan
pemicu pembentukan gas yang telah disiapkan. Setiap memulai memproduksi
biogas, hendaknya membuang gas yang pertama terbentuk, dan hindarkan
membakarnya karena dapat menimbulkan ledakan pada gas yang baru
dinyalakan.
Beberapa tindakan pemeliharaan unit biogas adalah:
a. Selalu berhati-hati jika berada dekat dengan unit biogas, karena gas mudah
terbakar.
b. Jangan sekali-kali menyalakan korek api, merokok, membakar sampah atau
tindakan yang tidak di sadari lainnya, karena mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan pada gas.

227
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

c. Biogas jika terhirup dalam jumlah banyak disaat bernafas dapat menyebabkan
terganggunya pernapasan. Untuk menghindarkan hal tersebut maka selalu
memeriksa unit biogas termasuk pipa penghubungnya yang mudah bocor, dan
secepatnya dicat atau ditambal.
d. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh petani ternak dalam pembuatan
biogas adalah, biogas belum dapat didistribusikan ke tempat-tempat petani
ternak yang berlokasi jauh karena belum ada teknologi dan kapasitas masih
terbatas untuk mendistribusikan secara aman dan murah.

Teknologi Menurunkan Emisi Gas Metana


Dalam dekade terakhir pembuatan biogas kembali digalakkan terutama di
Pulau Jawa, didasari menurunnya ketersediaan bahan bakar minyak, mengurangi
emisi gas metana, dan menghasilkan pupuk organik. Teknologi menurunkan gas
metana pada komoditas peternakan masih perlu diinventarisir dan diseleksi agar
sesuai dan dapat diterapkan terutama pada peternakan rakyat. Kebanyakan upaya
yang ditempuh selain dapat menurunkan emisi gas metana dapat pula
meningkatkan produktivitas ternak (Abdullah et al., 2008). Dalam kegiatan
menurunkan emisi gas rumah kaca khususnya gas metana pada ternak rakyat,
perlu dikembangkan aspek kelembagaan (dalam hal ini kepemilikan ternak).
Sebagian besar peternak rakyat hanya memiliki sekitar 2 ekor sapi/RT dan dengan
pakan hijauan saja (Suharto, 2000), sehingga sulit mengaplikasikan pakan
konsentrat rendah emisi. Untuk itu, perlu dikembangkan biogas menjadi pasar
karbon yang dapat memberikan insentif kepada peternak kecil. Strategi penurunan
emisi gas metana pada komoditas ternak dapat dilakukan pendekatan sumber
energi gas metana yaitu gas metana enteric dan manura (kotoran).

Hasil Akhir dari Gas Metana


0
Kotoran ternak disimpan dalam kondisi anaerob (temperatur 15 C) maka
bakteri metanogenik memproduksi gas metana (Suryadi et al., dokumentasi tidak
di publikasi). Pengolahan kotoran ternak dengan teknik pemanfaatan energi
metana dalam bentuk biogas, dapat menurunkan 70% emisi metana ke atmosfer.
Hasil akhir berupa padatan yang berfungsi sebagai pupuk organik tanaman. Satu
kg kotoran ternak melepaskan sekitar 208-268 liter gas metana ke atmosfer.
Ransum ternak yang bergizi tinggi, menghasilkan kotoran berkadar metana
rendah. Sapi potong (11,4 juta ekor tahun 2007) adalah ruminansia besar
penghasil kotoran terbanyak (Ditjennak, 2007), disamping signifikansinya produksi
kotoran dan gas metana dari ternak lain.
Kuantitas produksi biogas kotoran ternak ditentukan kapasitas, jenis dan
kontruksi reactor (digester, fixed dome dan floating dome). Peternak di Jawa
kebanyakan menggunakan fixed dome (Abdullah et al., 2008). Digester biogas,
digunakan peternak terutama sebagai bahan bakar memasak, penerangan, pupuk
organik, dan keperluan lain. Dua teknologi umum untuk memperoleh biogas: (i)
proses fermentasi kotoran ternak memakai digester yang didesain khusus dalam

228
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

kondisi anaerob; (ii) dikembangkannya teori menangkap (menampung) gas metan


dari lokasi tumpukan pembuangan sampah tanpa harus membuat digester khusus
(Tuti, 2006).

ANALISIS EKONOMI PENGGUNAAN BIOGAS

Pada hakekatnya teknologi dapat membawa kesejahteraan, tetapi dapat


pula membawa bencana apalagi tidak dikaji sejak awal tentang hal merugikan
yang mungkin terjadi di masa yang datang, akibat/dampak dari teknologi yang ada
saat ini. Beberapa petani dan pengusaha yang bergerak di bidang pertanian, saat
ini merintis suatu usaha yang bersifat alami yaitu pertanian organik (Supriadi,
2009). Pertanian organik adalah pertanian yang banyak menggunakan bahan
organik sebagai sarana produksinya terutama limbah dari kotoran ternak yang
diolah menjadi pupuk organik lengkap.
Walapun tidak 100 persen terlepas dari penggunaan pupuk anorganik
sebagai sarana produksi, namun sudah menseimbangkan antara penggunaan
bahan organik dan anorganik untuk tujuan kesehatan lingkungan pertumbuhan
baik fisik maupun kimiawinya. Produksi biogas dari kotoran sapi dimaksudkan
untuk mendapatkan nilai tambah dari pemanfaatan pupuk kandang sebagai
alternatif bahan bakar yang murah. Teknologi biogas yang di introduksikan terdiri
dari skala rumah tangga sampai skala besar, menggunakan biaya yang murah
(kantong plastik) sampai konstruksi semen beton.
Penanganan limbah dengan sistem fermentasi anaerobik menggunakan
reaktor biogas memiliki beberapa keuntungan seperti: dapat mengurangi emisi gas
rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit,
menghasilkan pupuk dan energi. Pemanfaatan limbah seperti ini secara ekonomi
sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik.
Sasaran pengembangan teknologi biogas untuk menangani limbah agroindustri
diharapkan dapat memberikan nilai tambah ekonomi dan perbaikan lingkungan
hidup, seperti yang dikemukakan pada Tabel 3.
Secara sederhana efisiensi dan nilai ekonomi dari penggunaan biogas
sebagai substitusi bahan bakar gas yang umum dipergunakan adalah sebagai
berikut: bila satu tabung gas alam (LPG) berisi bersih (netto) 12 kg dengan harga
jual (HET) sekitar Rp. 75.000,- hingga Rp. 90.000,- dapat dipergunakan selama
satu bulan oleh satu keluarga, maka biaya yang dikeluarkan per hari adalah sekitar
Rp. 2.500,- hingga Rp. 3.000,-. Bila bahan bakar yang dipergunakan adalah
minyak tanah sebanyak 1 2 liter per hari dengan harga Rp. 9.000,- per liter, maka
akan menghemat sekitar Rp. 15.000,- hingga Rp. 15.500,- per hari.
Pada kondisi alami, gas terbentuk pada limbah pembuangan air atau
limbah yang mengandung bahan organik, tumpukan sampah (termasuk sampah
organik rumah tangga), dasar danau atau rawa, kotoran manusia, kotoran ternak,
serta bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses
mencerna selulosa. Selain itu, terdapat keuntungan besar dari proses pembuatan

229
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

biogas, karena limbah buangannya dapat digunakan sebagai pupuk untuk


menyuburkan tanaman.

Tabel 3. Parameter dan Hasil Analisa Kelayakan Ekonomi Pemanfaatan Reaktor


Biogas vs Generator Listrik

Reaktor Generator
Parameter dan Hasil Analisa
Biogas Listrik
1. Parameter
- Biaya investasi, Rp 18.448.000 7.500.000
- Biaya operasional dan perawatan, Rp/tahun 2.767.200 1.125.000
- Pendapatan, Rp/tahun 7.051.800 6.504.300
- Keuntungan, Rp/tahun 4.284.600 5.379.300
- Umur ekonomi, tahun 20 5
- Produksi gas, m3/hari 6 -
- Produksi gas, m3/tahun 2.190 12
- Suku Bunga , %/tahun 12 12
2. Hasil Analisa Kelayakan Ekonomi
- Net Present Worth (NPW), Rp 13.555.578 11891173
- Net Present Cost (NPC), Rp 39.117.444 11555373
- Net Present Revenue (NPR), Rp 52.673.023 23446546
- B/C Ratio 1,35 2,03
- Simple Payback, tahun 4,3 1,4
- Internal Rate Return (IRR), % 23,70 43,39
Sumber : Teguh et al., 2009.

Pemanfaatan Limbah Buangan Unit Biogas


Bila biogas yang terbentuk telah digunakan, maka akan tersisa limbah
buangan berupa pupuk organik yang kaya unsur hara. Kelebihannya, pupuk ini
tidak lagi mengundang parasit dan biji gulma yang dapat tumbuh, sehingga tidak
ada unsur ikutan yang berbahaya di dalamnya. Bahan organik tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk sehingga menjadi produk agribisnis yang
menguntungkan. Jika digunakan sendiri, penempatan pupuk tersebut tidak hanya
pada satu tempat, melainkan disebar tipis-tipis dan merata ke seluruh areal
pertanaman yang pada akhirnya menyuburkan tanaman.
Dengan adanya pembuatan bahan bakar dari biogas, maka para petani
merasakan berkurangnya pengeluaran untuk biaya bahan bakar (minyak tanah,
gas komersial di pasaran, arang dan kayu bakar) yang digunakan dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, dengan penggunaan biogas,
maka efisiensi waktu untuk memasak oleh anggota rumah tangga petani dapat
digunakan untuk bekerja selain di sawah, kebun maupun usaha kerajinan tangan
tingkat rumah tangga.
Beberapa keuntungan/nilai tambah terkait lainnya bila menggunakan
anaerobik, seperti:

230
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

1. Keuntungan Pengolahan Digester: (a) Digester anaerobik merupakan


proses pengolahan limbah yang alami; (b) Membutuhkan lahan lebih kecil
dibanding proses kompos aerobik atau penumpukan sampah; (c)
Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang; (d) Memperkecil
rembesan polutan.
2. Keuntungan Energi: (a) Proses energi lebih bersih; (b) Memperoleh bahan
bakar berkualitas tinggi dapat diperbaharui; (c) Biogas dapat dimanfaatkan
untuk berbagai penggunaan.
3. Keuntungan Lingkungan: (a) Menurunkan emisi gas metan dan karbon
dioksida secara signifikan; (b) Menghilangkan bau; (c) Memperkecil udara
keluar dari sampah; (d) Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk
kaya nutrisi; (e) Memaksimalkan proses daur ulang limbah yang sudah
terbuang; (f) Menghilangkan bakteri coliform hingga 90 persen
(memperkecil kontaminasi sumber air yang sudah ada).
4. Keuntungan Sosial dan Ekonomi: (a) Penggunaan kotoran ternak sebagai
biogas sumber energi RT dan pupuk tanaman, tentu mengefisienkan
pengeluaran rumah tangga petani dan peternak; (b) Lebih ekonomis
dibandingkan siklus ulang proses pembuatan limbah pertanian.
Bila seekor sapi potong dewasa mampu menghasilkan/mengeluarkan
sekitar 10-20 kg kotoran per hari dengan kisaran harga Rp. 300.000 - Rp. 400.000
per ton (Ilham et al., 2011), maka secara sederhana dapat diperkirakan besarnya
sumber bahan baku biogas dan pupuk yang diperoleh petani dan peternak dari
limbah peternakannya selama berlangsungnya pengusahaan pemeliharaan ternak
sapi tersebut. Serta besarnya pengeluaran untuk biaya sumber bahan bakar gas
dan pupuk yang dapat diefisienkan oleh petani dan peternak dengan
mensubstitusikannya dengan kotoran sapi peliharaan tersebut. Sementara itu dari
beberapa hasil penelitian diperoleh gambaran skala usaha yang dapat dinilai
menguntungkan adalah dengan pengusahaan sekitar 3 4 ekor sapi per rumah
tangga.
Manfaat dan keuntungan utama lainnya dari sisi sosial kelembagaan
adalah terjalinnya sifat sosial dalam kebersamaan dan tenggang rasa antar
masyarakat pengguna biogas metan (umumnya terdiri antar kelompok untuk satu
sumur/sumber). Sifat kebersamaan, rasa saling memiliki, saling berbagi, serta
saling merawat agar sumber biogas kelompok tetap berfungsi baik, yang
menunjukkan berfungsinya aktivitas kelembagaan suatu kelompok masyarakat.
Petani pemilik ternak maupun yang tidak/belum, memperoleh pupuk kandang dari
sekitarnya. Terjalinnya hubungan aktif antar kelembagaan di hulu (di
perdesaan/produsen) hingga hilir (pengguna/konsumen). Kelompok petani dan
peternak saling bertukar informasi berkaitan teknologi budidaya, pemasaran, dan
lainnya yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan usaha tani dan ternak.
Di satu sisi, dari beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan
diinformasikan bahwa meski komponen teknologi biogas sudah relatif cukup
mudah, tingkat kelayakan dan produktivitas biogas sudah baik, namun
kemampuan peternak masih relatif kurang. Demikian juga halnya bila dikaji dari

231
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

aspek keberlanjutan pengusahaan biogas yang sudah cukup baik dan tidak
memiliki dampak negatif, namun dari sisi penyebarannya masih relatif kurang.
Pemasaran dan penyebaran (distribusi) sebagai subsistem aktivitas bisnis dari
produk hasil suatu usaha, diarahkan pada perbaikan mekanisme berbagai
pendekatan yang umum berlaku dalam aktivitas suatu usaha pengolahan.
(Elizabeth, 2007b).
Kelompok tani merupakan salah satu wadah berbentuk kelembagaan yang
memiliki peran penting di perdesaan. Lembaga di perdesaan lahir untuk memenuhi
kebutuhan sosial masyarakatnya (Elizabeth, 2008). Sifatnya tidak linier, namun
cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya, antara lain berupa
kebutuhan: fisik, rasa aman (savety), hubungan sosial (social affiliation),
pengakuan (esteem), pengembangan pengakuan (self actualization) (Elizabeth,
2007b). Dengan demikian, menurut Elizabeth (2007a), pendukung utama
terlaksananya upaya pencapaian pengembangan pengusahaan dan penggunaan
biogas, sangat diperlukan ketersediaan perangkat kebijakan yang memadai,
teknologi dan informasi yang dibutuhkan, serta berfungsinya lembaga pendukung
lainnya seperti: penyuluhan, pemasaran, dan sistem pendekatan instansi terkait.
Lemahnya kinerja lembaga penyuluhan di perdesaan salah satunya dapat
mengakibatkan informasi harga umumnya hanya diperoleh dari sesama petani,
pedagang, pasar, dan media massa (Elizabeth, 2007c). Kondisi tersebut
mengindikasikan diperlukan penanganan, pembinaan dan sosialisasi manfaat dan
multi fungsi keuntungan pengusahaan dan penggunaan biogas. Oleh karena itu
diperlukan peran aktif dan keberpihakan semua pihak terkait, dengan kontinuitas
pengarahan, bimbingan, dan sosialisasi dari pihak penyuluh lapang terhadap
petani peternak akan manfaat dan multi fungsi serta keuntungan pengusahaan dan
penggunaan biogas.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. Pembuatan biogas dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dasar


sederhana berupa limbah tanaman pangan dan kotoran ternak. Disamping
murah dan mudah didapat, manfaat ganda yang dapat diperoleh dari
pembuatan biogas adalah berupa gas sebagai sumber energi, pupuk sebagai
penyubur tanah, sludge sebagai makanan ternak, dan meningkatkan sanitasi
lingkungan. Dengan berbagai manfaat tersebut, pembuatan biogas patut
dimasyarakatkan, khususnya di daerah perdesaan, dimana bahan baku cukup
banyak tersedia, sedang hasil fermentasi yang diperoleh dapat langsung
dimanfaatkan.
2. Biogas adalah bahan bakar yang bersih yang tidak menghasilkan asap seperti
halnya kayu, arang, sehingga alat-alat dapur dapat digunakan dengan tetap
bersih. Keuntungan besar dari proses pembuatan biogas adalah limbah
buangannya dapat digunakan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanaman.
Bagi rakyat Indonesia yang mayoritas bermukim di perdesaan, pengembangan
sistem biogas ini merupakan bioenergi bahan bakar yang ramah lingkungan,

232
Efektivitas Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Bahan Bakar dalam Mengatasi
Biaya Ekonomi Rumah Tangga di Perdesaan

dan terutama dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan taraf hidup


manusia. Untuk memperoleh suatu sistem unit produksi biogas yang benar-
benar menguntungkan, disarankan untuk mengembangkan beberapa hal,
seperti: (a) penanganan bahan dasar, manajemen proses, dan pemilihan jenis
mikroorganisme yang ikut aktif dalam proses pembentukan biogas; (b)
pemahaman mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi proses
pembentukan biogas, komposisi gas, dan cara penanganan gasnya secara
aman; (c) perlu disusun strategi pemasyarakatan sistem biogas, khususnya di
daerah perdesaan.
3. Teknologi biogas merupakan pilihan yang tepat untuk mengubah limbah
pertanian dan peternakan untuk menghasilkan energi dan pupuk sehingga
diperoleh keuntungan baik secara sosial terutama dari segi ekonomi
khususnya bagi rumah tangga di perdesaan. Limbah buangan gas yang
terbentuk dan telah digunakan akan menyisakan limbah buangan berupa
pupuk organik yang kaya unsur hara. Pupuk organik ini tidak mengundang
parasit dan biji gulma yang dapat tumbuh, sehingga tidak ada unsur ikutan
yang berbahaya di dalamnya, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk yang
menguntungkan bagi petani peternak. Teknologi biogas merupakan pilihan
yang tepat untuk mengubah limbah pertanian dan peternakan untuk
menghasilkan energi dan pupuk, sehingga diperoleh multi margin (keuntungan
ganda) baik secara sosial ekonomi maupun dari segi kelestarian lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.A., A. Thalib, Y.T. Anggraeni dan Mariyono. 2008. Teknologi Peternakan Sapi
Potong Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Peternakan. Buletin Ilmu Peternakan
Indonesia- Wartazoa 10(3): 149-156.
Daru, M. 2007. Pemanfaatan Kotoran Ternak dan Peningkatan Sanitasi Sumber Energi
Alternatif dan penimngkatan Sanitasi Lingkungan. Saat ini bekerja sebagai Peneliti
Madya di Direktorat Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi. Jurnal Teknologi
Lingkungan 1(1): 27-32. http/www/bogs/energy/ donlit tanggal,76 September 2011.
Elizabeth, R. 2008. Restrukturisasi Pemberdayaan Kelembagaan Pangan Mendukung
Perekonomian Rakyat Di Perdesaan dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan.
Prosiding Simposium Tanaman Pangan V, 2829 Agustus 2007. Puslitbang Tan.
Pangan. Bogor.
Elizabeth, R. 2007c. Diagnosa Dinamika Rasionalitas Masyarakat Peysan Tradisional
Sebagai Titik Awal Pembangunan Perdesaan. Prosiding Lokakarya Nasional
Akselerasi Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Pembangunan
Berawal Dari Desa. BBP2TP. Bogor.
Elizabeth, R. 2007b. Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Mendukung
Pengembangan Agribisnis Kedelai. Prosiding Seminar Nasional. Dinamika
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan
Ekonomi Rakyat. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP). Bogor.

233
Roosganda Elizabeth dan S. Rusdiana

Elizabeth, R. 2007a. Fenomena Sosiologis Metamorphosis Petani: Ke Arah Keberpihakan


Masyarakat Petani Di Perdesaan Yang Terpinggirkan Terkait Konsep Ekonomi
Kerakyatan. Forum Agro Ekonomi (FAE) Vol. 26. Juli 2007. PSE-KP. Bogor.
Harahap. F.M., Apandi dan S. Ginting. 1978. Teknologi Gasbio Pusat Teknologi
Pembangunan Institut Teknologi Bandung,
Indraswati, S. 2005. Pembangkitan Biogas dari Kotoran Sapi: Hidrolisis Termal Pada Tahap
Pengolahan Pendahuluan, Jurnal Teknik Kimia, Institut teknologi sepuluh
Nopember, Surabaya.
Ilham, N., E. Basuno, W.K. Sejati, R. Elizabeth., F.B. Dabukke, S. Nuryanti, Ashari. 2011.
Keragaan, Permasalahan dan Upaya Mendukung Akselerasi Program
Swasembada Daging Sapi. Laporan Akhir Hasil Penelitian. PSE-KP. Bogor.
Junaedi, M. 2002. Pemanfaatan Energi Biogas di Perusahaan Susu Umbul Katon Surakarta,
Laporan Program Vucer 2002, Dikti-UMS, Surakarta.
Kamaruddin, A.S. 2008. Pembuatan dan penggunaan Unit Produksi Biogas Sederhana
Skala Perdesaan. Penyuluh Pertanian Madya pada BPTP Makassar.
http/www/bogs/energy/ Tanggal, 6 September 2011.
Sasse, L. 1992., Pengembangan Energi Alternatif Biogas dan Pertanian Terpadu di Boyolali
Jawa Tengah, Borda-LPTP, Surakarta. Tim Inventarisasi dan Seleksi KRENOVA
BAPPEDA.
Suharto. 2000. Konsep Pertanian Terpadu (Integrated Farming System) Mewujudkan
Keberhasilan dengan kemandirian. Bahan Pelatihan Revitalisasi Keterpaduan
Usaha Ternak Dalam Sistem Usaha Tani. Bogor dan Solo, 21 Pebruari-6 Maret
2000. Puslitbang Peternakan Bogor. EAAP Publ. Denmark. 102: 117-120.
Sukoharjo. 2007. Laporan Akhir Inventarisai dan Seleksi Kreativitas dan Inovasi Masyarakat
(KRENOVA) Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007, BAPPEDA Sukoharjo, Sukoharjo.
Supriadi dan Murwati. 2009. Pembuatan Kompos dari Limbah kandang dengan sistem
Bumbung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan veteriner, Pusat
Penelitian dan Pengembahgan Peternakan Bogor, Bogor, 13-14 Agustus 2009, hal.
808-814
Thalib, A. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Asetogenetik Dari Rumen Rusa Potensinya
Sebagai Inhibilor Metanogenetis. JITV. 12 (3) : 197-206
Tuti H. 2006. Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Buletin
Ilmu Peternakan Indonesia- Wartazoa 10(3): 149-156.
Widodo, T.W., N. Ana, A. Asari dan R. Elita. 2009. Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian
untuk Energi Biogas. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong
Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian Tromol Pos 2 Serpong,
Tangerang 15310 BANTEN Tel.: (021) 537 6780, Fax: (021) 537 6784 Email:
teguh_wikan_widodo@yahoo.com. Serpong 28 April 2009. Download tanggal 7
September 2011.

234

Anda mungkin juga menyukai