PENDAHULUAN
oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi
penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi
glomerulonefritis membrano-proliferatif.1
keganasan, obat - obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi,
trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas massif. Di klinik (75%-
paling umum dari sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun.1,2
2
sulit tentukan pada usia dewasa, karena biasanya kondisinya menyerupai penyakit
lain. Pada anak-anak, biasanya lebih banyak dialami oleh anak laki dibandingkan
perempuan, usia antara 2 -3 tahun. Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui
pasti, namun laporan dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16
tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak.
Menurut Raja Syeh angka kejadian kasus sindrom nefrotik di Asia tercatat 2
nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14
tahun.2,3
Sifat khusus dari penyakit sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering
gagalnya pengobatan dan timbulnya penyulit, baik akibat dari penyulitnya sendiri
maupun oleh karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom
yang bermakna. Bentuk infeksi yang sering dijumpai pada sindrom nefrotik
adalah peritonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis. Obat-obat yang digunakan
untuk terapi penyakit ini pada umumnya sangat toksik seperti kortikosteroid dan
kekambuhan dan resisten terhadap steroid. Mortalitas dan prognosis anak dengan
3
sindrom nefrotik bervariasi berdasakan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia
anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan. Namun sejak
menurun drastis dari lebih dari 50% menjadi sekitar 2-5%. Pada beberapa episode
SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap erapi
ginjal kronik).3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan
pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang
ginjal pada manusia, masing - masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang
vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang
ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria
(buli - buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urin ke lingkungan luar
tubuh.1
4
(masing - masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri oleh karena adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas
ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
Tabel 2.1
Topografi Ginjal
Anterior Ginjal kiri Ginjal kanan
5
Usushalus
Fleksura lienalis
1. Korteks
Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
Terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
5. Hilus renalis
suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis
Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor
Percabangan dari calix major.
8. Calix major
Percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis
Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calyx
proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal yang bermuara pada
kapiler,yaitu arteriol yang membawa darah dari dan menuju glomerulus serta
nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja
bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula,
yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
7
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh - pembuluh darah
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v. renalis akan bermuara pada vena
segmen T10-L1 atau L2, melalui n. splanchnicus major, n. splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
asam basa darah, pengaturan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam serta
Prostaglandin
berfungsi untuk pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan
vaskuler
Eritropoietin
berfungsi untuk merangsang produksi sel darah merah
1,25 dihidroksikolekalsiferol
berfungsi memperkuat absorpsi kalsium dari usus dan reabsorbsi fosfat
impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap
air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen.
Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal
dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
9
bowman serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.2
Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit, dan, air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
darah melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion - ion
hidrogen.2
Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion - ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, carier nya bisa hidrogen atau
ion kalium ke dalam cairan tubular, perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.2
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion - ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
dengan kadar albumin plasma kurang dari 3gr/dl, edema generalisata yaitu
gambaran klinis yang paling mencolok serta hiperlipidemia dan lipiduria. Saat
minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat
diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang
mellitus.9
2.3.3 Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer (GN
primer) dan sekunder (GN sekunder) akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit
o Paru
o Payudara
11
o Kolon
Limfoma non Hodgkin
Myeloma multipel
Karsinoma ginjal
2.3.4 Patofisiologi
yaitu:
reaksi antigen antibodi yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian
berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah
fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein gomeruli. Akibat
protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
diproduksi dari penyakit familial. Misalkan pada (1) sindrom nefrotik kongenital
berasal dari mutasi NPHS1 (nephrin) dan NPHS2 (podocin) yang mempengaruhi
membrane pori pori setelah lahir, serta mutasi saluran kation TRPC6 saat masa
Lipodistrofi sebagian dari mutasi pada gen yang mengkode Lamin A/C atau PPAR
dengan deposit padat dan faktor nefritik C3. (3) Sindrom Alport, mutasi pada gen
yang mengkode 3, 4, atau 5 rantai kolagen tipe IV, menghasilkan split basement
menghasilkan FSGS.6
iskemia, atau bahan oksidan dari lemak sehingga menyebabkan hipertensi kronis
trombotik, dan gagal ginjal akut. Nefropati diabetik merupakan cedera sklerotik
yang diperoleh dari penebalan GBM sekunder dengan efek hiperglikemia yang
meniru protein imunogenik lain yang bersal dari bagian tubuh yang lain. Bakteri,
jamur, dan virus dapat langsung menginfeksi ginjal dengan memproduksi antigen
menghasilkan sindrom Goodpasture yang melukai paru paru dan ginjal karena
kelas utama II (MCH) pada makrofag dan sel dendritik dalam hubungannya
Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein
(size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada
itu, konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui
MBG.3
Proteinuria dibedakan menjadi selekif dan non selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang
keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non selektif
15
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin.
epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya
MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan
permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor
tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga
endapan kompleks imun di sub epitel. Kompleks C5b 9 yang terbentuk pada
belum diketahui.3
menentukan derajat keruskan glomerulus. Jadi, yang diukur dalah index selectivity
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (High Seletive proteinuria) yang
Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selectivity Proteinuria) yang secara
klinik menunjukkan:
Hipoalbuminemia
albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik,
Edema
Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan
plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan
sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal
ditemukan secara bersama pada pasien sindroma nefrotik. Faktor seperti asupan
natrium, efek diuretik, atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi
glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan
terhadap sintesis protein oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi
dengan kadar albumin mendekti normal dan sebaliknya pada pasien dengan
yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density lipoprotein).
Selain itu, ditemukan pula peningkatan IDL (intermediate density lipoprotein) dan
atau rendah.3
VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN.
onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN
terjadi pada SN. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan
akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval
fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria daripada
dengan hiperlipidemia.3
2.3.6 Diagnosis
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, terjadi pada sekitar 95%
dari penderita SN. Tahap awal edema terlihat pada area tubuh yang resistensi
jaringannya rendah, seperti kedua kelopak mata, skrotum, dan labial. Edema dapat
menetap atau bertambah, baik lambat ataupun cepat, atau dapat hilang dan timbul
kembali. Lambat laun edema menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut, dan tungkai
bawah sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah nyata. Pada keadaan
lebih lanjut dapat timbul asites, pembengkakan skrotum, atau labia dan bahkan
efusi pleura. Edema bersifat pitting edema dan lebih tampak jelas pada wajah pada
20
pagi hari, dan kemudian menjadi predominan pada ekstremitas bawah pada siang
hari.6
Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang massif dan keadaan ini
rupanya tidak berkaitan dengan infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema
di mukosa usus.5
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema, atau keduanya. Pada
beberapa pasien nyeri perut yang kadang kadang berat, dapat terjadi.
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada,
kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan oleh edema
dinding perut atau pembengkakan hati (kongestif hepar). Kadang nyeri dirasakan
terbatas pada kuadran kanan atas abdomen. Nafsu makan berkurang berhubungan
tanpa efusi pleura maka pernafasan sering terganggu. Riwayat ispa sering terjadi
pada onset awal SN. Pasien dengan sindroma nefrotik dapat mengalami gross
2. Pemeriksaan penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan:
1. Proteinuria masif > 3,5 g/hari, Proteinuria ++++ ( dengan dipstick)
2. Hipoalbuminema (< 3g/dl)
3. Hiperlipidemia/dislipidemia
4. Lipiduria
5. Hiperkoagulabilitas 3,5
Pemeriksaan serum elektrolit, diantaranya BUN, kreatinin, kalsium (rendah
fosfor. Pasien dengan SN ideopatik dapat terjadi gagal ginjal akut oleh karena
8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun
primer.
Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal bila curiga adanya
2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium
dalam jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Diet
diet protein 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengn jumlah gram protein sesuai tekanan
Terapi farmakologis
Pada prinsipnya terapi SN terdiri dari terapi umum dan terapi spesifik.
1. Terapi umum
1.1 Pengobatan untuk edema
Dapat diberikan loop diuretic (furosemid) oral. Bila belum ada respon,
Furosemid). Bila tetap tidak respon beri furosemid secara IV, bila perlu
disertai pemberian infuse albumin, dan bila tetap belum ada respon
sama dengan ACEI, tetapi tidak didapatkan efek batuk seperti pada
ACEI.4,5
sekunder.4,5
imunosupresif.
2.1 Steroid
minggu selanjutnya diturunkan secara bertahap dalam 2-3 bulan. Steroid memberi
respon yang baik untuk minimal change, walaupun pada orang dewasa responnya
1. Selama 28 hari prednisone diberikan per oral dengan dois 60 mg/hari luas
maksimum 60 mg/hari. 9
secara intermitten selama 4 minggu. Pada pasien yang sering relaps dengan
2.2 Cyclophosphamide
untuk penderita yang mengalami relaps setelah steroid dihentikan (steroid-
dependent) atau mengalami relaps >3 kali dalam setahun (frequently relapsing)
dosis selanjutnya perlu disesuaikan dengan kadar CyA dalam darah. Pemberian
Lupus.4,5
2.3.8 Komplikasi
Keseimbangan nitrogen
Proteinuria masif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen
menjadi negatif. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup
oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang.
Kehilangan massa otot sebesar 10 20 % dari massa tubuh (lean body masss)
renalis cukup tinggi sedangkan pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil.
Emboli paru dan thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis) sering dijumpai
pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan melalui urin
(OH)2D plasma juga menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami
gangguan. 3
Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid yang terikat protein
plasma. Tiroksin yang bebas dan hormone yang menstimulasi tiroksin (TSH) tetap
Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh
banyaknya yang terbuang melalui urin. Jumlah sel T dalam sirkulasi berkurang
transferin dan zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat berfungsi normal.3
Gangguan fungsi ginjal
Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui
penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan
disertai proteinuria masif, asupan oral yang kurang, dn proses katabolisme yang
tinggi. Kemungkinan efk toksik obat yang terikat protein akan meningkat karena
BAB 3
PENUTUP
27
3.1 Kesimpulan
hiperkolesterolemia.
berikut, yaitu adanya edema, sering edema anasarka, proteinuria (protein urin 24
jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada
biopsi. Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik
primer memberikan respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira kira 50% diantaranya kan relaps berulang dan sekitar 10% tidak
DAFTAR PUSTAKA
2. Guyton & hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta:EGC, 2012
3. Prodjosudjati, W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi IV.Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007
4. Tjokroprawiro, A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga RS. Pendidikan Dr. Soetomo Surabya. Surabya:
Airlangga University Press, 2007
5. Pedoman Diagnosis Dan Terapi BAG/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS.
DOKTER SOETOMO SURABYA Edisi III. 2008
6. Robbins, Kumar, Buku Ajar Patologi Edisi 7 volume 2. Jakarta :EGC,2007
7. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC, 2005
8. Anthony S,Fauci, et all, Harrisons Manual Of Medicine :Mc Graw Hill, 2009.
9. Bettie, J, Dr, Guidline for the management of nephrotic syndrome, Renal Unit
Royal Hospital for sick children yorkhill division, NHS greter Glasgow,2007.