Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2011).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2011).

B. Klasifikasi
CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage-stage
awal yaitu 1 dan 2 secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (Clearance Creatinin Test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5 sedangan
CRF (Chronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal Ginjal Kronik/ Chronic Renal Failure diabgi menjadi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
- Kreatinin serum dan kadar BUN normal
- Asimptomatik
- Tes beban kerja pada ginjal pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insfusiensi ginjal
- Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
- Kadar kreatinin serum meningkat
- Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insfisiensi ginjal :
1) Ringan (40%-80% fungsi ginjal dalam keadaan normal)
2) Sedang (15%-40% fungsi ginal normal)
3) Kondisi berat (2%-20% fungsi ginjal normal)
c. Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
- Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
- Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostatis cairan dan elektrolit
- Air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml dengan rumus Kockroft-Gault
sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mm/1.73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Sumber: Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FKUI
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteti renalis
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosissistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal
6. Penyakit metabolic, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif
a) Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
b) Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostate, struktur uretra, anomaly congenital
pada leher kandung kemih dan uretra
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi samapi dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat dieresis osmotic disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi ginjal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsi glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitive dan fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkontsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolism
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3)
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropotein menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolism
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbale balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbngan parathormon.

E. Manifestasi Klinik
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa saluran cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubin serum
meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritroprotein
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi
sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan anemia normokrom normositer
2. Kelainan saluran cerna
a. Mual muntah, hitchup
Dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa
lambung dan usus
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea dan kurang menjaga kebersihan mulut
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan eksresi enzim amylase
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction rub pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dengan dialysis rutin karena
- Toksik uremia yang kurang terdialisis
- Peningkatan kadar kalium phosphor
- Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea dibawah kulit
c. Kulit mudah memar
d. Rambut tipis dan kasar
6. Neuropskiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
- Kelemahan keletihan
- Konfusi
- Disorientasi
- Kejang
- Kelemahan pada tungkai
- Rasa panas pada telapak kaki
- Perubahan perilaku
9. Kardiomegali
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
disebabkan oleh destruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut; bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis:
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta
anemia akibat defisiensi sekresi ginjal
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
F. PATHWAY
G. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritoprotein, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastaik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolism vit D abnormal
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboraturium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin
- Asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
- Analisis urin rutin
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, clearance creatinin test (ctt)
- GFR/LFG dapat dihitung dengan formula Cockroft-Gault :
Laki-laki

CTT = (140-umur) x BB (kg)


Kreatinin serum (mg/dl)
Wanita : 0,85 x CCT
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan kebersihan kreatinin yaitu :

Bersihan kreatinin : Kreatinin urin (mg/dL?xVol.urin(ml/24jam)


Kreatinin serum (mg/dL) x 1440 menit
Nilai normal:
Laki-laki : 97-137 mL/menit
0,93-1,32 mL/detik
Wanita : 88-128 mL/menit
0,85-1,23 mL/detik
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
- Foto polos abdomen
- USG
- Nefrotogram
- Pielografi retrograde
- Pielografi antegrade
- Mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
- Retrogrm
- USG
I. Terapi
1. Hemodialisa
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah dari akumulasi hasil metabolism
tubuh seperti ureum dan zat beracun lainnya. Hemodialisis diindikasikan bagi pasien
dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis
waktu singkat (Dr. Nursalam M Nurs 2006) atau beberapa bentuk keracunan (Cristin
Brooker,2001). Pada proses hemodialisi, darah dialirkan melalui alat dialyzer (mesis
dialysis diluar tubuh) yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui
membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Prosedur ini memerlukan
jalan masuk ke aliran darah. Untuk itu sebelumnya dilakukan tindakan pembedahan
untuk menghubungkan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
2. CAPD (Continues Ambulatory Peritoneum Dialisis)
Metode pencucian darah dengan menggunakan peritoneum (selaput yang melapisi
perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan
kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui
peritoneum kedalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut kedalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu
tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan ke dalam cairan
tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan diganti dengan cairan yang baru.
Efek samping :
a. Sekali-kali perut terasa kembung, gatal-gatal, pegal linu atau kurang tidur. Bisa juga
mual-mual sampai muntah karena hiperkalemia
b. Jika mengalami hiperkalemia atau sesak napas akibat terlalu banyak minum kita bisa
mengatasinya dengan mempercepat waktu periode refill sehingga refill bisa dilakukan
sampai dengan 5 kali. Agar kalium yang berlebih cepat terbuang.
3. Cangkok Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal)
pertimbangan program transplantasi ginjal yaitu:
a. Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh faal ginjal sedangkan hemodialisis
hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup lebih lama
d. Komplikasi dapat diatasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk
mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CKD

1) Pengkajian Fokus Keperawatan


1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 th, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti pengobatan,
penggunaan obat lainnya.
2. Riwayat Penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, obstruksi saluran kemih dsb
3. Pola nutrisi dan metabolic; gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan
BB dalam kurun waktu 6 bulan
4. Pola eliminasi; gejalanya biasanya ketidakseimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien konstipasi, mual, muntah.
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
Lemah, aktivitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
composmentis sampau koma
b. Tanda tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi rate naik,dan terjadi dispnea nadi meningkat dan
regular
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena kekurangan nutrisi atau terjadi
penurunan bb
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning, teling kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor
dan terdapat kotoran hidung
e. Leher
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (ronkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltic, turgor jelek, perut buncit
h. Ektrimitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang dan
capillary refill lebih dari 1 detik
i. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/uremia, dan
terjadi perikarditis
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai 02 dan nutrisi ke
jaringan sekunder
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner

Anda mungkin juga menyukai