Konsep DBD
Konsep DBD
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
Agus Supriyono
Catur Kristianto
Jaka Prasetya
Widya Pratiwi
Departemen Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Tahun Akademik 2016 / 2017
FENOMENA KESEHATAN
DEMAM BERDARAH
A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan
IV yang ditularkan oleh nyamuk Aides aegypti dan Aides albopictus (Soegijanto, 2006: 61).
Klasifikasi demam dengue berdasarkan kriteria terbaru WHO: 2009, yang lebih
membedakan demam biasa dengan kemungkinan demam dengue, demam dengan warning sign
(tanda bahaya), dan dengue berat.
1. Kemungkinan Dengue
Mual/muntah
Ruam merah di kulit
Nyeri
Uji torniquet positif (+)
Leukopenia (penurunan jumlah leukosit < 4.000)
Hasil lab menunjukkan positif dengue
Persamaan Demam dengue (DD) atau Demam Berdarah Dengue (DHF) terlihat dari manifestasi
klinis dari DD dan DHF hampir sama, yang meliputi:
Demam mendadak 2-7 hari
Penurunan jumlah trombosit ( < 100.000/mL)
Pola demam yang membentuk seperti pelana kuda (turun pada hari ke-4)
Gejala tambahan seperti mual/muntah dan nyeri seluruh tubuh
Pembeda antara DD dan DHF adalah adanya manifestasi perdarahan, yang meliputi:
Adanya tanda perdarahan kecil di tubuh (ptekie)
Perdarahan lain yang tampak jelas (epistaksis dan gusi berdarah). Pada tingkat yang lebih
parah, dapat terjadi perdarahan organ, yang sering ditemukan pada feses berwarna hitam
atau bercampur darah segar.
Peningkatan nilai hematokrit (Ht)
Tubuh teraba dingin, akral terasa dingin, denyut nadi melemah
Penurunan kesadaran.
B. Etiologi
Virus dengue memiliki serotif 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk Aedes
aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain. (Arief Mansjoer: 2000).
Perbedaan ke-empat serotif ini sama sekali tidak berhubungan dengan tingkat endemisitas dari
demam dengue itu sendiri. (Mashoedi, 2007)
C. Patofisiologi
Infeksi virus akan mengaktifkan kompleks imun antibodi-virus yang akan melepaskan zat
(bradikinin, serotonin, trombin, histamin) yang akan merangsang prostaglandin E2 (PGE2) di
hipotalamus. Perangsangan PGE2 dapat mengakibatkan reaksi inflamasi berupa hipertermi.
Komplek imun antibodi-virus juga akan mengakibatkan depresi sumsum tulang yang
menghilangkan agregasi trombosit. Trombosit mengalami metamorfosis dan dihancurkan oleh
sistem retikulum endoplasma yang berakibat pada trombositopenia.
Pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain akan
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang berakibat ekstravasasi (rembesan) cairan
intravaskuler. Bocornya cairan intravaskuler akan menurunkan volume plasma, mengakibatkan
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan syok. Syok hipovolemik akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan mengakibatkan anoxia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat karena
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis demam dengue pada anak hampir tidak berbeda dengan orang
dewasa. Manifestasi klinis yang parah (syok, kebocoran plasma, dan trombositopenia) lebih sering
terjadi pada bayi, kemudian diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa. Namun resiko perdarahan
internal meningkat seiring pertambahan usia. (Hammond, 2005)
Hematuria dan menoragi jarang dialami oleh anak, namun sering terjadi pada orang dewasa.
Hematemesis dan melena lebih sering dijumpai pada anak.
Kebocoran plasma dan penurunan jumlah trombosit lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa
Adanya perdarahan spontan, hepatomegali, tanda kebocoran plasma seperti asites dan efusi
pleura, leukopenia < 4000mm3, dan usia anak di atas 5 tahun merupakan faktor resiko
signifikan dari syok pada anak dengan dengue (Gupta, 2011 )
E. Pemeriksaan Penunjang
Lab darah lengkap:
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3). Jumlah trombosit < 88.820/mm3
meningkatkan resiko perdarahan pada pasien DHF. (Yuwono, 2007)
Hb dan Ht meningkat > 20%. Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga
dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit
DBD. Jumlah trombosit dan hematokrit sendiri mempunyai hubungan bermakna, dimana
semakin turun jumlah trombosit, maka semakin tinggi nilai hematokritnya (Rasyada, 2014.
Leukopenia (jumlah leukosit < 4000/mm3). Jumlah leukosit sendiri tidak mempunyai
hubungan spesifik dengan kejadian syok akibat DHF (Agilatun, 2007), walaupun jumlah
leukosit cenderung turun pada kejadian DHF (Putro, 2015). Trombositopenia dan
leukopenia sendiri pada pasien anak dengan DHF tidak mempunyai hubungan signifikan.
(Masihor, 2013)
Fungsi hati: terdapat peningkatan SGOT (normal 5-40 unit) / SGPT (normal 7-56 unit)
lebih banyak dijumpai pada anak dengan DBD dan SSD dibandingkan dengan Demam
Dengue biasa (Hartoyo, 2008)
Uji serologi IgG dan IgM: Pasien dengan IgG (+) dan IgM (+) mempunyai manifestasi
klinis dan laboratorium lebih berat dibandingkan dengan pasien dengan IgG(+) IgM(-) dan
IgG(-)IgM(+) anti-dengue. (Sudaryono, 2011)
Vaksin untuk mencegah Demam Berdarah belum ditemukan karena itu satu-satunya upaya
pencegahan ialan dengan memberantas nyamuk penularnya.
Seperti nyamuk lainnya Aedes aegypti berkembang biak melalui proses perubahan bentuk
(metamorphosa) : Telur-Jentik-Kepompong-Nyamuk dewasa.
Bagi jenis nyamuk Aedes aegypti, proses perubahan bentuk ini terjadi dalam air jernih,
khususnya di tempat penampungan air yang biasa digunakan sehari-hari dan juga disetiap
genangan air yang airnya tidak langsung berhubungan dengan tanah.
Perubahan bentuk dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu 10 hari.
Memberantas nyamuknya saja dengan penyemprotan belumlah cukup, selama jentik-
jentiknya masih dibiarkan hidup.
Memberantas jentik tidak memerlukan biaya besar dan bebas dari efek samping. Lagi pula
jauh lebih mudah daripada menyemprot nyamuknya.
Menguras. Tempat-tempat penampunganair seperti bak mandi/WC, tempayan, drum dan lain-
lain sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate (abatisasi)
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air setelah mengambil airnya, agar nyamuk tidak
dapat masuk dan berkembang biak.
Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti
plastik bekas kaleng dan lain-lain.
Satu gram bubuk Abate cukup untuk 10 liter air atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya.
Bila tidak ada alat untuk mengukur, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres
(diratkan diatasnya) berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau menambahnya
sesuai banyaknya air yang akan diabatisasi. Takaran tidak perlu tepat betul. Abatisasi diulang
setiap 3 bulan.
TEMPAT YANG MEMPUNYAI RISIKO UNTUK TERJADINYA PENULARAN
Demam Berdarah dapat terjangkit di mana saja , baik di rumah maupun di tempat-tempat
umum (sekoah, tempat ibadah, hotel/penginapan, rumah sakit/Puskesmas, kantor, pabrik dan
tempat-tempat lain)
Survai oleh Departemen Kesehatan Tahun 1986-1987 di 9 kota menunjukkan bahwa nyamuk
Demam Berdarah ditemukan di 1 di antara 3 rumah dan 1 di antara 3 tempat umum.
Karena banyanya tempat yang mempunyai risiko tinggi untuk penularan, maka
pemberantasan jentik haruslah dilaksanakan oleh masyarakan secara menyeluruh.
Peran kepala daerah/wilayah, kepala kantor, guru, ulama, manajer pabrik/hotel dan setiap
pemimpin masyarakat termasuk kader sangat menentukan keberhasilan upaya pemberantasan
penyakit Demam Berdarah.
Karakteristik nyamuk Aedes Aegypti
Nyamuk Ae. aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito
Karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis - garis dan bercak - bercak putih
keperakan diatas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua
garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar
di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking).
Nyamuk Ae. aegypti betina menggigit dan menularkan virus dengue. Umumnya, nyamuk
ini menggigit di siang hari (pukul 09.00 10.00) atau sore hari pukul (16.00 - 17.00). Nyamuk
jenis itu senang berada di tempat yang gelap dan lembap. Penampilan nyamuk ini sangat khas,
yaitu memiliki bintik - bintik putih dan ukurannya lebih kecil dibandingkan nyamuk biasa. Pada
malam hari, nyamuk ini bersembunyi di tempat gelap atau di antara benda-benda yang tergantung,
seperti baju atau tirai.
4. Dewasa
Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada
bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk
betina tipe penusuk - pengisap (piercing - sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia
(anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu
menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus).
Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose sedangkan nyamuk jantan tipe plumose. Dada
nyamuk ini tersusun dari 3 rias, porothorax, mesothorax dan metathorax. Setiap ruas dada ada
sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki
ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian
dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada
gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran
punggung nyamuk Ae. aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk: lyre) pada tepinya
dan sepasang garis submedian di tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut
terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk
Ae. aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya. Ciri Ae. albopictus
hampir sama dengan Ae. aegypti, yaitu bercak-bercak putih di badan. Bila dilihat dengan kaca
pembesar tampak di median punggungnya ada garis putih.
1. Agilatun, Fiyya. 2007.Hubungan antara jumlah leukosit dengan kejadian syok pada
penderita demam berdarah dengue dewasa di rsup dr kariadi semarang.
2. Gupta, Vijay et all. 2011. Risk factor of dengue shock syndrome in children. Journal of
Tropical Pediatric (2011) 57 (6): 451-456
3. Hammond, et all. 2005. Differences in dengue severity in infants, children, and adults in a
3-year hospital-based study in Nicaragua. American Journal Tropical Medicine and
Hygeiene 2005, vol 73 no. 6 1063-1070.
4. Hartoyo, Edi. 2008. Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. SariPediatri, Vol
10 No. 3, Oktober 2008.
5. Mashoedi, Imam Djamaludin. 2007. Hubungan antara distribusi serotipe virus dengue dari
isolat nyamuk aedes spesies dengan tingkat endemisitas demam berdarah dengue.
6. Masihor, Jilly. 2013. Hubungan jumlah trombosit dan jumlah leukosit pada pasien anak
demam berdarah dengue. Jurnal e-Biomedik vol. 1 No. 1, Maret 2013. Hal 391-395.
7. Putro, Jati. Perbedaan titer trombosit dan leukosit terhadap derajat klinis pasien demam
berdarah dengue (dbd) anak di rsud dr moewardi surakarta.
8. Rasyada, Amrina. 2014. Hubungan nilai hematokrit terhadap jumlah trombosit pada
penderita demam berdarah dengue. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3)
9. Sudaryono, 2011. Perbedaan manifestasi klinis dan laboratorium berdasarkan
imunoglobulin pada penderita demam berdarah dengue.
10. Yuwono, Ignatius Faizal. 2007. Penurunan jumlah trombosit sebagai faktor resiko
perdarahan pada pasien demam berdarah dengue dewasa di rsup dr. kariadi semarang.