Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama.
Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat
(SSP) yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik
di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat
adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan
muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh
daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan
disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang
berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran
yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak
menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada
tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia
berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi
primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001)
memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi
50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan
lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka
kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan,
gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia
anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi
menjadi lebih kompleks.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit epilepsi
2. Apa penyebab epilepsi
3. Bagaimana patofsiologi dari epilepsi
4. Apa saja tanda dan gejala dari epilepsi
5. Apa saja komplikasi dari penyakit epilepsi
6. Bagimana penatalaksanaan medis dari epilepsi
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari epilepsi
8. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit epilepsi

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari epilepsi
2. Untuk mengetahui etiologi dari epilepsi
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari epilepsi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala epilepsi
5. Untuk mengetahui komplikasi dari epilepsi
6. Untuk mengetahui mengetahui penatalaksanaan medis dari epilepsi
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari epilepsi
8. Untuk mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada
pasien epilepsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling
tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan
bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam
etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari
neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan
berbagai etiologi.

B. ETIOLOGI
Adapun penyebab epilepsi, yaitu: (Piogama, 2009)
1. Epilepsi primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya,
tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga bahwa
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

3
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya
kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena
dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat
kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan
anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum
kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-
faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia,
gangguan sirkulasi, dan neoplasma

C. PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi
berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang
abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua
jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas
muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-
anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh
letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan
bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan.
Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla
spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa
yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron
dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang

4
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi
dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi,
aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang
umum yang disertai penurunan kesadaran.

5
D. Tanda Tanda Gejala Awal Penyakit Epilepsi
Berikut adalah mengenai Tanda Tanda Gejala Awal Penyakit Epilepsi
setelah membahas arti penyebab dari penyakit epilepsi atau ayan.
1. Kejang Kejang
Sudah pasti jika tanda tnada penyakit epilepsi ini dapat mengalami
kejang kejang pada tubuh dan kejang kejang merupakan kondisi di
mana tubuh mengalami pergerakan yang tidak terkontrol dengan
tergeletak di lantai. Kejang kejang ini bukan termasuk penyakit yang
cukup serius yang harus diobati atau di tangani dengan tindakan atau
penanganan yang tepat dan cepat.
2. Kepala Menjadi Sakit
Sama halnya dengan pusing kepala, sakit kepala pun juga bisa
dijadikan Tanda Tanda Gejala Awal Penyakit Epilepsi, sakit kepala itu
ada jenis jenisnya, ada sakit kepala sebelah kanan, depan, kiri dan
belakangm atau bisa disebut dengan migran, jenis gejala ini mudah
terjadi pada siapa saja, bagi yang sedang mengalami epilepsi.
3. Kebingungan
Biasanya orang yang mengalami bingung ini pada penderita
penyakit alzheimer. Namun pada tanda tanda penyakit epilepsi juga
bisa mengalami hal seperti yang tertera di atas.
4. Mata Yang Tampak Terlihat Kosong
Orang yang sedang mengalami epilepsi sering kali mengalami
tatapan mata yang kosong, hal ini sudah banyak yang terjadi pada
penderita epilepsi, sebenarnya epilepsi ini sama saja dengan orang
yang sedang kesurupan atau kerasukan. yang ciri atau gejalanya pun
sama.
Ada juga jenis epilepsi yang biasanya dialami oleh anak-anak,
dikenal dengan nama epilepsi absence atau petit mal. Meski kondisi ini
tidak berbahaya, tetapi konsentrasi dan prestasi akademik anak bisa
terganggu.
Sumber: http://obatpenyakitepilepsi.com/tanda-tanda-gejala-awal-
penyakit-epilepsi/

6
E. KOMPLIKASI
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
( Elizabeth, 2001 : 174 )
F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1. Penatalaksanaan medis (Sri D, 2007)
Efek samping yg mungkin
Obat Jenis epilepsi
terjadi
Jumlah sel darah putih & sel
Karbamazepin Generalisata, parsial
darah merah berkurang
Jumlah sel darah putih & sel
Etoksimid Petit mal
darah merah berkurang
Gabapentin Parsial Tenang
Lamotrigin Generalisata, parsial Ruam kulit
Fenobarbital Generalisata, parsial Tenang
Fenitoin Generalisata, parsial Pembengkakan gusi
Primidon Generalisata, parsial Tenang
Penambahan berat badan,
Valproat Kejang infantil, petit mal
rambut rontok

2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain: (Sri D, 2007)
Jangan panik karena serangan akan berhenti sendiri
Bebaskan jalan nafas, longgarkan baju
Bila mulut terbuka, masukkan bahan empuk diantara gigi
Bila mulut tertutup jangan dibuka paksa
Miringkan kepala agar ludah keluar
Jangan memberi minum sebelum klien benar-benar sadar
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi

7
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
4. mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
5. menilai fungsi hati dan ginjal
6. menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
7. Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang.
Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada
keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien
mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-
kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan
sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau
anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
3. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan
diri.
4. Riwayat penyakit dahulu:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c. Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
d. Tumor Otak
e. Kelainan pembuluh darah
f. Demam.
g. Strok
h. Gangguan tidur

9
i. Penggunaan obat
j. Hiperventilasi
k. Stress emosional
5. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit
ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru,
sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan
oleh faktor keturunan.
6. Riwayat psikososial :
a. Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang
diderita
b. Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial
yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau ayan yang
lebih umum di masyarakat).
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada klien dengan epilepsi sewaktu dilakukan pengkajian,
biasanya klien mengalami kejang dan kesadaran compos mentis.
Tanda tanda vital Tidak terdapat kelainan.
b. Pemeriksaan umum
a) Kepala
Pengkajian kepala meliputi : ukuran , kesimetrisan,
distribusi rambut dan lingkar kepala. Pada klien dengan
epileapsi biasanya klien mengeluhkan nyeri oleh karena
adanya spasme atau penekanan pada tulang tengkorak
akibat peningkatan TIK sewaktu kejang.
b) Mata
Pengkajian mata meliputi ketajaman penglihatan,
gerakan ekstra ocular, kesimetrisan, penglihatan warna,
warna konjungtiva, warna sclera, pupil, reflek cahaya
kornea. Pada klien dengan epilepsi saat terjadi serangan
klien biasanya mata klien cenderung seperti melotot bahkan

10
pada sebagian anak lensa mata dapat terbalik sehingga
pupil tidak Nampak.
c) Hidung
Pengkajian hidung meliputi : fungsi penciuman,
kesimetrisan, amati ukuran dan bentuk, kebersihan dan
epitaksis. Pada penderita epilepsi jarang di temukan
kelainan pada hidung.
d) Mulut
Pengkajian pada mulut meliputi : pemeriksaan bibir
terhadap warna, kelembaban, lesi, gusi, lidah dan dalam
palatum terhadap kelembaban, pendarahan, jumlah gigi dan
tonsil. Pada penderita epilepsi biasanya ditemukan adanya
kekakuan pada rahang.
e) Telinga
Pengkajian pada telinga meliputi: hygiene, kesimetrisan,
ketajaman pendengaran.
f) Leher
Pengkajian pada leher meliputi : pemeriksaan gerakan
kepala ROM (Range Of Motion), pembengkakan dan
distensi vena. Pada sebagian penderita epilepsi juga
ditemukan kaku kuduk pada leher.
g) Dada
Pengkajian pada dada meliputi : kesimetrisan, amati
jenis pernafasan, amati kedalaman dan regularitas, bunyi
nafas dan bunyi jantung.
h) Abdomen
Pengkajian pada abdomen meliputi : pemeriksaan
warna dan keadaan kulit abdomen, auskultasi bising usus,
perkusi secara sistemik pada semua area abdomen, palpasi
dari kuardan bawah keatas. Pada penderita epilepsi
biasanya terdapat adanya spasme abdomen.
i) Ekstermitas

11
Atas : pengkajian meliputi : kesimetrisan, antara tangan
kanan dan kiri, kaji kekuatan ektermitas atas dengan
menyuruh anak meremas jarinya. Pada penderita epilepsi
biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstermitasBawah :
pengkajianya meliputi kesimetrisan antara kaki kanan dan
kiri, kaji kekuatan ektermitas bawah. Pada penderita
epilepsi biasanya terdapat aktivitas kejang pada ekstemitas
j) Genetalia
Pengkajian pada genetalia meliputi ; pemeriksaan kulit
sekitar daerah anus terhadap kemerahan dan ruam,
pemeriksaan anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid,
polip, atresia ani.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan CT scan digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak,
fokal abnormal, serebro vascular abnormal, dan perubahan
degenerative serebral. Pemindaian CT digunakan mendeksi
perbedaan kerapatan jaringan yang sering terjadi pada klien dengan
epilepsi
b. Elektroensefalografi (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam
proporsi substansial dari pasien epilepsy dan membantu dalam
mengklasifikasikan tipe kejang. Kelainan EEG yang sering
dijumpai pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge
atau epileptiform activity. Kadang-kadang rekaman EEG dapat
menentukan focus serta jenis epilepsi, apakah fokal, multifocal,
kortikal, subkortikal, misalnya Petit Mall. Spasme infantile
mempunyai gambaran hipsaritmia. Akan tetapi 8-12% penderita
epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal. Gambaran normal
EEG pada neonatus biasanya menunjukan gelombang bervoltase
lebih rendah dengan frekuensi 3-5 cps, kurang teratur dan sinkron.
Pada epilepsi EEG dapat membantu kita menegakan diagnosis
serta menentukan jenis serta fokusnya, dengan demikian dapat

12
membantu kita memilh obat yang cocok (misalnya hipsaritmia
dengan kortikosteroid, petit mal dengan dilantin, luminal).
c. Dilakukan pengkajian fisik dan neurologi, hematologi, dan
pemeriksaan serologic
d. Pemeriksaan jasmani meliputi pemeriksaan pediatric dan
neurologis dan bisa dikonsulkan kebagian mata, THT, hematologi,
endokrinologi, dan pemeriksaan jasmani lain seperti : pemeriksaan
tanda-tanda vital, jantung, paru, perut, hati, limpa, anggota gerak
lainnya.
e. Pemeriksaan labolatorium meliputi : Pemeriksaan darah tepi rutin,
kadar gula darah dan elektrolit sesuai indikasi, pemeriksaan cairan
serebrospinal. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada anak
dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi yang merupakan salah
satu penyebab dari epilepsi. Hitung darah lengkap dilakukan pada
klien dengan trauma kepala karena dapat terjadi peningkatan atau
penurunan yang mencolok pada jumlah hematokrit dan trombosit.
Elektrolit seperti Ca total, dan magnesium serum sering kali
diperiksa pada saat pertama kali terjadi serangan kejang karena
akan terdapat perubahan pada jumlah elektrolit tersebut., uji
glukosa biasa dilakukan pada bayi dan anak kecil yang mengalami
epilepsi untuk mendeteksi adanya hipoglikemia yang biasanya
terjadi.
f. Pemeriksaan psikologis dan psikiatris (tingkat kecerdasan yang
rendah, retradasi mental, gangguan tingkah laku, gangguan emosi,
hiperaktif.
g. Pemeriksaan radiologis, pada foto tengkorak diperhatikan
kesimetrisan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi
intrakranium yang abnormal, tanda peninggian tekanan intracranial
seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika, pneumoensefalografi
dan ventrikulografi untuk melihat gambaran system ventrikel,
rongga subaraknoid, serta gambaran otak, arteriografi untuk

13
melihat keadaan pembuluh darah otak apakah ada peranjatan,
sumbatan, peregangan, anomali pembuluh darah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan
dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan
yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik,
menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam
kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh.
Intervensi Rasional

Observasi:

Identivikasi factor lingkungan Barang- barang di sekitar pasien


yang memungkinkan resiko dapat membahayakan saat terjadi
terjadinya cedera kejang

Pantau status neurologis Mengidentifikasi perkembangan


setiap 8 jam atau penyimpangan hasil yang
diharapkan

Mandiri

Jauhkan benda- benda yang Mengurangi terjadinya cedera

14
dapat mengakibatkan seperti akibat aktivitas kejang yang
terjadinya cedera pada pasien tidak terkontrol
saat terjadi kejang

Pasang penghalang tempat Penjagaan untuk keamanan, untuk


tidur pasien mencegah cidera atau jatuh

Letakkan pasien di tempat Area yang rendah dan datar dapat


yang rendah dan datar mencegah terjadinya cedera pada
pasien

Tinggal bersama pasien dalam Memberi penjagaan untuk


waktu beberapa lama setelah keamanan pasien untuk
kejang kemungkinan terjadi kejang
kembali

Menyiapkan kain lunak untuk Lidah berpotensi tergigit saat


mencegah terjadinya kejang karena menjulur keluar
tergigitnya lidah saat terjadi
kejang

Tanyakan pasien bila ada Untuk mengidentifikasi


perasaan yang tidak biasa manifestasi awal sebelum
yang dialami beberapa saat terjadinya kejang pada pasien
sebelum kejang

Kolaborasi:

Berikan obat anti konvulsan Mengurangi aktivitas kejang yang


sesuai advice dokter berkepanjangan, yang dapat
mengurangi suplai oksigen ke otak

Edukasi:

Anjurkan pasien untuk Sebagai informasi pada perawat


memberi tahu jika merasa ada untuk segera melakukan tindakan
sesuatu yang tidak nyaman, sebelum terjadinya kejang
atau mengalami sesuatu yang berkelanjutan

15
tidak biasa sebagai permulaan
terjadinya kejang.

Berikan informasi pada Melibatkan keluarga untuk


keluarga tentang tindakan mengurangi resiko cedera
yang harus dilakukan selama
pasien kejang

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi
aspirasi, tidak ada dispnea

Intervensi Rasional

Mandiri

Anjurkan klien untuk menurunkan resiko aspirasi


mengosongkan mulut dari atau masuknya sesuatu benda
benda / zat tertentu / gigi palsu asing ke faring.
atau alat yang lain jika fase aura
terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal.

Letakkan pasien dalam posisi meningkatkan aliran (drainase)


miring, permukaan datar sekret, mencegah lidah jatuh
dan menyumbat jalan nafas
Tanggalkan pakaian pada
daerah leher / dada dan untuk memfasilitasi usaha
abdomen bernafas / ekspansi dada

16
Melakukan suction sesuai Mengeluarkan mukus yang
indikasi berlebih, menurunkan resiko
aspirasi atau asfiksia.

Kolaborasi Membantu memenuhi

Berikan oksigen sesuai program kebutuhan oksigen agar tetap


terapi. adekuat, dapat menurunkan
hipoksia serebral sebagai akibat
dari sirkulasi yang menurun
atau oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama
serangan kejang.

3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
a. adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
b. menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan
masyarakat

Intervensi Rasional

Observasi:

Identifikasi dengan pasien, Memberi informasi pada perawat


factor- factor yang berpengaruh tentang factor yang menyebabkan
pada perasaan isolasi sosial isolasi sosial pasien
pasien

Mandiri

Memberikan dukungan Dukungan psikologis dan

17
psikologis dan motivasi pada motivasi dapat membuat pasien
pasien lebih percaya diri

Kolaborasi:

Kolaborasi dengan tim psikiater Konseling dapat membantu


mengatasi perasaan terhadap
kesadaran diri sendiri.

Rujuk pasien/ orang terdekat Memberikan kesempatan untuk


pada kelompok penyokong, mendapatkan informasi,
seperti yayasan epilepsi dan dukungan ide-ide untuk
sebagainya. mengatasi masalah dari orang lain
yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.

Edukasi:

Anjurkan keluarga untuk Keluarga sebagai orang terdekat


memberi motivasi kepada pasien pasien, sangat mempunyai
pengaruh besar dalam keadaan
psikologis pasien

Memberi informasi pada Menghilangkan stigma buruk


keluarga dan teman dekat pasien terhadap penderita epilepsi
bahwa penyakit epilepsi tidak (bahwa penyakit epilepsi dapat
menular menular).

4. EVALUASI
1. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan
aspirasi
3. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar,
pasien tidak menarik diri (minder)
4. Pola napas normal, TTV dalam batas normal

18
5. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan
aktifitas sehari- hari secara normal
6. Organ sensori dapat menerima stimulus dan
menginterpretasikan dengan normal

19
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal,
kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari
neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan
berbagai etiologi.

B. SARAN
Kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa
keperwatan pada khususnya mengethui semua yang berkitan dengan
penyakit epilepsi beserta asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi.
Oleh karena itu penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai
masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka
seyogyanya kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara
menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal ini dilaksanakan agar
pasien tetap bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan
menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.

20
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit :
EGC, Jakarta.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta
Engram, Barbara.1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Vol 2
EdisiVI, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Auskulapius, Jakarta
Tarwoto, W. E. (2007). Keperawatan Medikal Bedah (Gangguan Sistem
Persarafan). Jakarta: CV. Sagung Seto

21

Anda mungkin juga menyukai