Anda di halaman 1dari 48

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 898/PER/RS/I/2014
TENTANG
PANDUAN INSTALASI STERILISASI PUSAT (CSSD)

RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT

a Bahwa Rumah sakit sebagai institusi penyedia


MENIMBANG : . pelayanan
kesehatan yang mengutamakan keselamatan
pasien dan
petugas selalu berupaya untuk mencegah
terjadinya resiko
infeksi rumah sakit;
Bahwa salah satu indikator keberhasilan dalam
b. pelayanan
rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi
nosokomial di
rumah sakit;
Bahwa pusat sterilisasi adalah tempat yang
c. penting di dalam
rumah sakit untuk mengendalikan infeksi dan
menekan
kejadian infeksi di rumah sakit;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
d. dimaksud
dalam a,b, c dan d, perlu diterbitkan Surat
Keputusan Direksi
tentang Panduan Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD)
di Rumah
Sakit Islam.

Undang- Republik Indonesia Nomor 44


MENGINGAT :1. Undang tahun 2009
tentang Rumah Sakit
Undang- Republik Indonesia Nomor 36
2. Undang tahun 2009
tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
3. Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah
Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
4. Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
Permenkes Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang
5. Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Surat Menteri Kesehatan Republik
6. Keputusan Indonesia

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Sterilisasi Pusat (CSSD) Rumah Sakit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
: Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan
KEDUA dan akan
dilakukan evaluasi setiap tahunnya.
: Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan
KETIGA maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Semarang
Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H
15 Januari 2014M

RUMAH SAKIT
Direktur Utama

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR : 898/PER/RS/I/2014

TANGGAL : 15 JANUARI 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan
untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora
dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika.

Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan yang


mengutamakan keselamatan pasien dan petugas selalu berupaya untuk
mencegah terjadinya resiko infeksi rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan
tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dengan
cara melakukan sterilisasi pada alat atau bahan tertentu yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan
dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah


rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai hal
tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu pemutus mata rantai kehidupan mikroba
termasuk endospora. Pusat sterilisasi adalah tempat yang penting di dalam
rumah sakit untuk mengendalikan infeksi dan mempunyai peran yang sangat
penting dalam upaya menekan kejadian infeksi di rumah sakit. Dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya, pusat sterilisasi sangat tergantung dengan
berbagai unit lain yang terkait antara lain, unsur pelayanan medik, penunjang
medik, bagian lain seperti perlengkapan, logistik, perlengkapan, rumah tangga,
pemeliharaan sarana, sanitasi dan lain-lain. Apabila terjadi hambatan pada
salah satu unit maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil
sterilisasi.

Alat dan bahan yang digunakan di rumah sakit sangat bervariasi dan dalam jumlah
yang banyak. Penggunaan alat dan bahan yang disterilkan juga demikian besar. Hal
ini merupakan dasar pemikiran Rumah Sakit untuk memiliki pusat sterilisasi
tersendiri dan mandiri dengan pengelolaan yang baik. Pusat sterilisasi/ Central
Sterile Supply Department (CSSD) merupakan salah satu instansi yang
berada dibawah Kepala Instalasi Kamar Bedah dan bertanggung jawab langsung
kepada

Direktur Pelayanan Rumah Sakit. Pusat sterilisasi ini bertugas memberikan


pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari mikroba
(termasuk endospora) secara cepat dan tepat. Untuk melaksanakan tugas
sterilisasi alat atau bahan secara professional, diperlukan pengetahuan dan
ketrampilan tertentu yang baik oleh perawat, apoteker, ataupun tenaga
non medik yang berpengalaman dibidang sterilisasi.

Angka infeksi nosokomial sangat tinggi, dibuktikan dari hasil survey prevalensi
di 11 rumah sakit di Jakarta dan RS. Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2003,
didapatkan angka ILO (infeksi Luka Operasi) 18,9 %, ISK (infeksi Saluran Kemih)
15,1 %, Pneumonia 24,5 % dan Infeksi saluran nafas lain 15,1 % serta infeksi
lain sebesar 32,1 %. Maka peran pusat sterilisasi (CSSD) untuk meminimalkan
resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya adalah sangat perlu diterapkan. Hal ini juga terkait dengan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pendidikan, pembinaan dan pelatihan serta monitoring dan
evaluasi terkait infeksi.

B. Falsafah
Pusat sterilisasi/ CSSD Rumah Sakit memberikan pelayanan sterilisasi alat dan
bahan dengan sebaik-baiknya untuk melayani dan membantu kebutuhan alat
dan bahan steril seluruh unit di rumah sakit.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Sebagai pedoman dalam pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna menekan
kejadian infeksi di Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus

a. Sebagai pedoman dalam pelayanan pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD).

b. Sebagai kontrol mutu dan pengawasan terhadap hasil sterilisasi.

c. Dapat membantu menurunkan angka kejadian infeksi atau infeksi nosokomial


di Rumah Sakit.

d. Sebagai panduan kerja bagi tenaga pemberi pelayanan pusat sterilisasi dalam
memberikan pelayanan.

e. Mewujudkan patient safety sebagai wujud pengendalian infeksi nosokomial di


rumah sakit.

D. Istilah

1. Aerasi adalah pemaparan kemasan yang baru disterilkan gas etilen oksida
pada sirkulasi udara untuk menghilangkan sisa gas etilen oksida.

2. AAMI singkatan dari Associaton for the Advancement of Medical Instrumentation

3. AHA ingkatan dari American Hospital Association

4. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan


membran mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme

5. Autoclaf adalah suatu alat/mesin yang digunakan untuk sterilisasi


dengan menggunakan uap bertekanan
6. Bacillus stearothermophylus adalah mikroorganisme yang dapat
membentuk spora serta resisten terhadap panas dan digunakan untuk uji
efektifitas sterilisasi

7. Bacillus subtilis adalah mikroorgisme yang dapat membentuk spora


dan digunakan untuk uji efektifitas sterilisasi etilen oksida

8. Bioburden adalah jumlah mikroorganisme pada benda terkontaminasi

9. Bowie-Dick Test adalah uji efektifitas pompa vakum pada mesin sterilisasi
uap berpompa vakum, penemu metodenya adalah j.h Bowie dan J. Dick

10. Dekontaminasi adalah proses untuk mengurangi jumlah


pencemar mikroorganisme atau substansi lain yang berbahaya sehingga aman
untuk penanganan lebih lanjut

11. Disinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem termal


(panas) atau kimia

12. Goggle adalah alat proteksi mata

13. Inkubator adalah alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan suhu
tertentu secara kontinyu untuk menumbuhkan kultur bakteri

14. Inkubator biologi adalah sedian berisi sejumlah tertentu mikroorganisme


spesifik dalam bentuk spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten
terhadap suatu proses sterilisasi tertentu dan digunakan untuk menunjukkan
bahwa sterilisasi telah tercapai.

15. Indikator kimia adalah suatu alat berbentuk strip atau tape yang
menandai terjadinya pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai
dengan adanya perubahan warna

16. Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dll pada mesin
sterilisasi yang menunjukkan mesin berjalan normal

17. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di Rumah Sakit dimana
pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa
inkubasi.

18. Lumen adalah lubang kecil dan panjang seperti pada kateter, jarum
suntik maupun pembuluh darah

19. Point of use : menunjukkan tempat pemakaian alat

20. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora

21. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk


spora melalui cara fisika atau kimia
22. Sterilan adalah zat yang mempunyai karakteristik dapat mensterilkan.

23. Termokopel adalah sepasang kabel termo-elektrik untuk mengukur


perbedaan suhu dan digunakan untuk mengkalibrasi suhu pada mesin
sterilisasi.

E. Manfaat

Sebagai pedoman penatalaksanaan pusat sterilisasi (CSSD) dalam


meningkatkan mutu pelayanan yang bertujuan untuk mencegah resiko
terjadinya infeksi di Rumah Sakit.

F. Landasan Hukum

1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan

6. Permenkes Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan


Lingkungan Rumah Sakit

7. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 2008

8. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan tahun


2010
7

BAB II

PERAN PUSAT STERILISASI (CSSD)

DI RUMAH SAKIT

Peralatan medis dan bahan penunjang yang digunakan dalam pelayanan kepada
pasien yang membutuhkan kondisi steril, biasanya dilakukan disetiap unit/
ruang yang membutuhkan. Rumah sakit harus menyediakan alat sterilisasi di
masing-masing unit/ ruang dan dengan menggunakan prosedur yang belum
dapat di standarkan. Sistem ini juga menyebabkan sulitnya melakukan kontrol
terhadap hasil/ mempertahankan kualitas hasil sterilitasi. Di masing-masing
unit/ ruang juga masih sulit dalam pengawasan proses dekontaminasi maupun
proses sterilisasi.

Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu, teknologi dan kebutuhan akan


pelayanan medis serta pelayanan yang mengutamakan safety patient, maka
rumah sakit perlu mengembangkan proses sterilisasi yang tersentral dan
terkoordinir sehingga seluruh rangkaian perlakuan terhadap alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam kondisi steril menjadi lebih efisien, ekonomis, dan
terkontrol dengan harapan safety patient semakin terjamin.

Pusat sterilisasi di rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi utama yaitu
menyiapkan alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah
sakit. Untuk lebih jelas dari fungsi dan tugas CSSD adalah dimulai dari
menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan dan
mendistribusikan peralatan dan bahan medis steril ke seluruh unit/ ruang di
rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.

A. Tujuan

1. Membantu unit/ ruang lain di rumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan
kondisi steril untuk mencegah terjadinya infeksi.

2. Menurunkan angka kejadian infeksi yang timbul akibat perawatan di rumah


sakit.

3. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.

4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilitas terhadap produk yang


dihasilkan.

5. Membantu effisiensi tenaga medis dan perawat dalam kegiatan pengelolaan


alat.

B. Tugas Pusat sterilisasi

Tugas utama dari pusat sterilisasi adalah:

1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.

2. Melakukan proses sterilisasi alat dan bahan

3. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh unit/ ruang
perawatan.

4. Mendistribusikan alat steril siap pakai yang dibutuhkan oleh ruang/ unit
khusus.
5. Mendistribusikan bahan steril siap pakai untuk semua unit/ ruang sesuai
kebutuhan.

6. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan, bahan yang aman digunakan untuk


pelayanan pasien dengan tetap memperhatikan mutu, keamanan dan efisiensi.

7. Mempertahankan hasil sterilitas yang memadai sesuai standar untuk


keperluan perawatan pasien.

8. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan melakukan evaluasi hasil


sterilisasi.

9. Melakukan dokumentasi setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, sterilisasi


dan distribusi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu dan
pencegahan pengendalian infeksi.

10. Melakukan pengawasan terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan


dan pengendalian infeksi bersama dengan komite Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi (PPI).

11. Memberikan penjelasan dan edukasi terkait masalah sterilisasi.

12. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf CSSD.

13. Meningkatkan kemampuan staf CSSD.

Tanggung jawab pusat sterilisasi di rumah sakit tergantung dari besar kecilnya
rumah sakit. Hal ini juga terkait dengan struktur organisasi dan proses sterilisasi
yang dilakukan.

C. Aktivitas Fungsional CSSD

Alur aktivitas CSSD adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan; alat kotor dari berbagai unit perawatan dan unit khusus diterima
oleh petugas CSSD.

2. Pencatatan; alat yang masuk ke CSSD dicatat dalam buku ekspedisi alat
masuk.

3. Perendaman; alat dimasukkan dalam bak dan direndam dalam cairan


desinfeksi 10-15 menit.

4. Pencucian; pencucian alat yang telah digunakan harus dibersihkan dengan


baik sebelum disterilkan.

5. Pembilasan; pembilasan dilakukan dengan air yang mengalir.


6. Pengeringan; dilakukan sampai kering betul.

7. Pengamatan dan pengesetan; alat dicek fungsi dan diperiksa kelengkapannya.


Dilakukan pengesetan sesuai kebutuhan dan jenis alat. Bahan linen hasil

pencucian loundry, diperiksa, dan dilakukan setting sesuai kebutuhan dan jenis
linen.

8. Pengemasan; alat dikemas dengan bungkus plastik tahan panas (pouces).

9. Labelling; setiap kemasan diberi label yang menjelaskan isi set alat,
tanggal sterilisasi, tanggal kadaluarsa, kode petugas dan indikator sterilisasi.

10. Produksi; membuat dan mempersiapkan bahan habis pakai untuk pelayanan
steril (kassa balut, depper, hand scoon, lidi kapas, dll).

11. Proses sterilisasi; dikerjakan oleh staf terlatih.

12. Penyimpanan; penyimpanan alat dan bahan steril pada rak bersih, dengan
memperhatikan kondisi penyimpanan.

13. Distribusi; dilakukan sesuai kebutuhan ruang perawatan/ unit khusus dengan
memperhatikan stok/ kebutuhan.

14. Pembersihan dan kontrol alat sterilisasi; dilakukan pemeliharaan alat sterilisasi
rutin setiap bulan sekali.

Akltivitas sterilisasi dilakukan setiap hari dengan frekuensi yang cukup sering.
Dan supaya aktivitas tersebut berjalan lancer, baik dan tidak terkendala,
diperlukan pemeliharaan, pengaturan jadwal dan maintenance yang teratur
terhadap mesin/ alat sterilisasi.

D. Prinsip Dasar Operasional CSSD

1. Setiap rumah sakit harus memiliki pusat sterilisasi alat dan bahan yang
mandiri yang mampu memberikan pelayanan sterilisasi di rumah sakit dengan
baik.

2. Memberikan pelayanan sterilisasi alat dan bahan medik untuk pelayanan


perawatan terhadap pasien untuk kebutuhan seluruh unit rawat inap dan unit
khusus di rumah sakit.
10

BAB III

KETENAGAAN

A. Status Kesehatan

Seluruh tenaga yang bekerja di pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD) diharapkan:

1. Sehat jasmani, rohani

2. Tidak pernah menderita/ sedang menjalani proses pengobatan TBC pada


setahun terakhir.

3. Mempunyai data kesehatan yang mencakup data fisik dan X-ray untuk
penyakit paru.

4. Cek up kesehatan dan mempunyai laporan mengenai sakit yang pernah


dialami selama bekerja di CSSD seperti infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
gastrointestinal, infeksi pada mata dan tertusuk jarum minimal setahun satu
kali.
B. Uraian Tugas dan Kualifikasi Ketenagaan

Kualifikasi tenaga yang bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas


tugas dan tanggung jawabnya. Pembagian tugasnya dibagi atas
penanggungjawab dan teknis pelayanan sterilisasi.

1. Kepala Instalasi Kamar Bedah

a. Uraian tugas:

1) Memberikan pengarahan terkait ketenagaan dan pekerjaan yang


berhubungan dengan pelayanan unit.

2) Mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, ilmu pengetahuan, ketrampilan


dalam pengembangan diri/ personel CSSD.

3) Menyiapkan konsep dan rencana kerja serta melakukan evaluasi terhadap


kinerja petugas CSSD.

4) Membuat perencanaan program kerja.

5) Bertanggungjawab kepada direktur pelayanan.

6) Melakukan pengendalian infeksi, supervise langsung, mengganti/ revisi


prosedur, mengevaluasi staf dan melaporkannya.

b. Kualifikasi Tenaga:

1) Pada RS kelas A dan B, minimal pendidikan S1 dibidang kesehatan atau S1


umum dengan masa kerja minimal 5 tahun dibidang sterilisasi.

2) Pada RS kelas C, minimal pendidikan D3 kesehatan atau D3 umum dengan


masa kerja 5 tahun dibidang sterilisasi.

11

3) Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi.

4) Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan.

5) Mengetahui tentang psikologi personel.

6) Berpengalaman kerja dikamar operasi/ unit sterilisasi.


7) Mempunyai kemampuan mengajar dan menulis terkait sterilisasi.

8) Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi.

2. Penanggungjawab CSSD

a. Uraian tugas:

1) Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan proses sterilisasi di


rumah sakit.

2) Mengarahkan semua aktivitas terkait supply alat medis steril bagi perawatan
pasien di rumah sakit.

3) Mengikuti ilmu pengetahuan terkini dalam pengembangan diri/ personel lain


demi kemajuan CSSD.

4) Menentukan metode yang tepat dan effektif bagi pelayanan sterilisasi

5) Bertanggungjawab terhadap penggunaan alat dan bahan sterilisasi secara


benar.

6) Memastikan bahwa proses yang diterapkan dalam pelayanan sterilisasi


diterapkan dengan baik.

7) Melakukan koordinasi dengan unit lain dan bekerjasama dalam mewujudkan


mutu pelayanan.

8) Memberikan masukan dan mengusulkan rencana program CSSD

9) Bertanggungjawab langsung kepada direktur pelayanan rumah sakit.

10) Membuat program orientasi tenaga baru.

11) Membuat rencana program terhadap kebutuhan alat dan bahan sesuai
kebutuhan.

b. Kualifikasi Tenaga:

1) Minimal pendidikan S1 kesehatan atau D3 kesehatan dengan pengalaman


kerja 3 tahun dibidang sterilisasi.

2) Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi.

3) Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari unit yang
dipimpinnya.

4) Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan.


5) Mengetahui tentang psikologi personel.

6) Dapat bekerja dengan baik dalam berbagai kondisi.

7) Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi.

12

8) Kondisi kesehatan baik secara jasmani maupun rohani.

3. Staf CSSD

a. Uraian tugas:

1) Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD

2) Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD

3) Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan

4) Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada

5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui


telp.

6) Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian yang relative membosankan.

7) Dapat menerima tekanan kerja.

8) Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.

9) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan,
gedung/ bangunan dan aset yang ada.

b. Kualifikasi Tenaga:

a. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan
sterilisasi.

b. Dapat belajar dengan cepat.

c. Mempunyai ketrampilan yang baik.

d. Personal hygiene baik.


e. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD.

f. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.

4. Administrator

a. Uraian tugas:

1) Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD

2) Bertanggungjawab terhadap bahan yang digunakan di CSSD

3) Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan

4) Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada

5) Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui


telp.

6) Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian terkait pelaporan.

7) Dapat menjalankan tugas administrasi dan stok CSSD dengan baik.

8) Dapat menerima tekanan kerja.

9) Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.

10) Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan,
gedung/ bangunan dan aset yang ada.

13

b. Kualifikasi Tenaga:

1) Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat.

2) Dapat belajar dengan cepat.

3) Mempunyai ketrampilan administrasi yang baik.

4) Personal hygiene baik.


5) Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD.

6) Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.

7) Disiplin dalam mengerjakan pelaporan bulanan, stok opname, anfrah BMHP,


dll.
14

BAB IV

SARANA DAN PRASARANA

Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja dan
membantu pelayanan di pusat sterilisasi rumah sakit. Dalam perencanaan
sarana fisik dan bangunan sebaiknya melibatkan staf CSSD. Mengingat pusat
sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana CSSD mempunyai tugas
pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan seluruh bahan dan alat
medik dari semua unit di rumah sakit dalam kondisi rsirsirsirsisteril serta
mendistribusikannya sesuai kebutuhan kondisi steril. Hal ini tidak lepas dari
menentukan lokasi/ tempat CSSD berada.

A. Bangunan CSSD

Yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :

1. RS dengan 200 TT, luas bangunan minimal 130 m2.

2. RS dengan 400 TT, luas bangunan minimal 200 m2.

3. RS dengan 600 TT, luas bangunan minimal 350 m2.

4. RS dengan 800 TT, luas bangunan minimal 400 m2

5. RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2 Denah ruang CSSD
(Lampiran 1)
15

B. Lokasi CSSD

Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/ bahan steril
terbesar di rumah sakit seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan, dll di rumah
sakit. Penetapan/ pemilihan lokasi yang tepat akan memudahkan dan
berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian infeksi di
rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan meminimalkan resiko kontaminasi silang
karena pengaruh lalu lintas/ transportasi alat steril. Unit CSSD diupayakan juga
dekat dengan loundry atau pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan
steril akan lebih mudah dalam penyiapannya.

C. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi

Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang
didesain sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang
antara ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian ruang CSSD juga
dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan alur kerjanya. Ruang CSSD
dibagi dalam 5 (lima) ruang yaitu :

1. Ruang dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk penerimaan barang kotor. Unit yang mengirimkan alat
kotor setelah digunakan melalui ruang ini. Ruang dekontaminasi harus dapat
menampung semua barang kotor yang akan dibersihkan dan akan menjalani
proses sterilisasi. Ruang dekontaminasi direncanakan, dipelihara dan selalu
dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk
melindungi petugas penerimaan CSSD dari benda-benda tajam, yang dapat
menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya.

a. Ventilasi

Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa mikroorganisme dari satu
termpat ke tempat lainsehingga dapat mengkontaminasi alat kesehatan yang
sudah melewati dekontaminasi, alat bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang
sudah steril. Oleh sebab itu, ruang dekontaminasi harus mempunyai sistem
ventilasi yang baik, yaitu:

1) Udara dapat keluar/ dengan dihisap. Ruang dekontaminasi dengan


menggunakan system sirkulasi udara yang mempunyai filter.

2) Tekanan udara harus negatif supaya tidak mengkontaminasi udara ruang


lainnya.

3) Tidak dianjurkan penggunaan kipas angin.

16

b. Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan kerja dan juga


kenyamanan para petugas di ruang dekontaminasi. Suhu dan kelembaban yang
direkomendasikan adalah:

1) Suhu udara ruangan antara 18 C- 22 C

2) Kelembaban udara antara 35 %- 75 %

c. Kebersihan
Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan ruang, alat dan bahan
yang ada di CSSd harus menggunakan pembersih yang sesuai.Debu, serangga
dan vermin adalah pembawa mikroorganisme penyebab/ penyebar infeksi.
Harus ada peraturan tertulis mengenai prosedur pengumpulan sampah,
pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini diberlakukan pada sampah dan
limbah baik yang menyebabkan infeksi dan yang berbahaya atau tidak.

Praktek kebersihan yang dilakukan diantaranya adalah:

1) Setidaknya sekali sehari dipel

2) Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat cuci dan peralatan.

3) Membuang sampah setiap hari, dan mengganti bahan-bahan yang kotor.

4) Langsung membersihkan setiap ada tumpahan cairan.

5) Teratur membersihkan rak penyimpanan, dinding, langit-langit, AC dan yang


lainnya.

6) Bekerjasama dengan sanitasi terhadap control binatang perusak.

7) Pemisahan sampah infeksius dan non infeksius.

d. Lokasi ruang dekontaminasi

1) Terletak dibelakang area rumah sakit.

2) Dirancang sebagai area terpisah dengan area disebelahnya.

3) Barang/ alat kotor langsug dating/ masuk ke ruang dekontaminasi.

4) Barang/ alat kotor dicuci/ dibersihkan dan/ atau didesinfeksi sebelum masuk
ke area bersih atau ruang setting sebelum masuk ke mesin sterilisasi.

5) Terdapat peralatan yang memadai untuk proses dekontaminasi, pembersihan


alat kesehatan.

2. Ruang Setting alat

Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan sebelum masuk
mesin sterilisasi disetting sesuai dengan kebutuhan alat yang dibutuhkan oleh

17
berbagai unit/ ruangan. Diruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan
dianjurkan ada tempat penyimpanan barang bersih.

3. Ruang Produksi dan Setting Linen

Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa,
kapas, cotton swabs, hand scoon, dan lain-lain. Diruang ini juga dilakukan
pemeriksaan linen dari loundry, dilipat dan dikemas berdasar setting linen
kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin, poliklinik, IGD dan ruang lain yang
membutuhkan. Pada daerah ini terdapat rak penyimpanan barang dan linen
untuk persiapan sterilisasi.

4. Ruang Sterilisasi

Dari ruang produksi dan setting linen, alat, bahan dan barang masuk ke mesin
sterilisasi. Proses sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan dan jenisnya. Desain mesin
sterilisasi pintu masuk alat bersih berbeda dengan pintu keluar saat alat sudah
steril. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi barang yang sudah steril
terhadap kontaminan. Untuk ruang sterilisasi dengan menggunakan Etilen Oksida,
sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit dan
memungkinkan udara keluar atau penggunaan exhouse.

5. Ruang Penyimpanan Barang Steril

Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila menggunakan mesin
sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang
simpan barang steril. Penerangan pada ruang ini harus memadai, suhu ruang
antara 18- 22 Celcius dan kelembaban 35-75 %, menggunakan tekanan positif
dan mempunyai dinding lantai keras tapi halus sehingga mudah dibersihkan.
Alat steril yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan yang ada jarak dari
lantai 19-24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak mempunyai jarak 5
cm dari dinding untuk memudahkan pembersihan. Hindari terjadinya
penumpukan debu pada kemasan dan jangan letakkan rak dekat dengan kran
atau saluran air lainnya.

Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah petugas


yang terlatih, sehat, terbebas dari penyakit menular terutama yang ditularkan
melalui droplet. Petugas didalam ruang penyimpanan bahan steril menggunakan
jas khusus yang sesuai dengan persyaratan. Lokasi ruang penyimpanan barang
steril tidak berada di lalu lintas utama dengan pintu khusus dan jendela yang
minim untuk mengurangi kemungkinan kuman dari luar masuk.

18
D. Pemeliharaan Mesin Sterilisasi

Beberapa hal mengenai pembersihan dan pemeliharaan alat CSSD adalah

1. Mesin sterilisasi harus benar-benar disiapkan setiap hari sebelum digunakan.


Pembersihan dilakukan setiap hari. Pembersihan mingguan atau periodic
dilakukan sesuai dengan yang disarankan produsen mesin.

2. Perbaikan terhadap komponen umum dapat dilakukan oleh RS dengan petugas


yang telah mendapat pelatihan dari supplier alat.

3. Perbaikan komponen hanya dilakukan oleh pihak supplier dan petugas RS yang
berkompeten.

4. Staf teknisi yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan CSSD harus terlatih
oleh lembaga berwenang atau pihak pembuat mesin sterilisasi tersebut.

5. Produsen mesin harus membuat instruksi tertilis untuk pemeliharaan mesin


sterilisasi.

E. Kalibrasi alat

Kalibrasi alat secara periodik dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kalibrasi alat harus dilakukan oleh orang terlatih terhadap jenis mesin sterilisasi.
Secara periodic minimal sekali dalam setahun dilakukan oleh BPFK atau Badan
Pengamanan Fasilitas Kesehatan Departemen Kesehatan atau agen tunggal
pemegang merk alat.

F. Pendokumentasian

Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan/


perawatan mesin. Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian
pemelihgaraan sarana medis RS, teknisi CSSD atau pihak yang membutuhkan
perawatan mesin tersebut.

Informasi yang dimuat adalah:

1. Tanggal permohonan servis/ maintenance mesin.

2. Model dan jenis alat.

3. Nama teknisi servis.

4. Alasan/ hasil servis (deskripsi yang dilakukan).


5. Jenis dan kuantitas suku cadang jika ada yang diganti.

6. Keterangan/ lain-lain,

7. Alat Pelindung Diri

Pusat sterilisasi (CSSD) harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai
kebutuhan tenaga kerja yang ada didalamnya. Apron lengan panjang yang
tahan terhadap cairan kimia, penutup kepala, masker dan goggle yang dipakai
oleh staf saat melakukan pekerjaan yang memungkinkan adanya percikanatau
kontaminasi cairan yang mengandung darah atau cairan infeksius lainnya.
Harus ada alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi dan penutup
kaki yang tahan air.

19

Penggunaan sarung tangan, gaun pelindung dan goggle harus dicuci setiap
selesai dipakai.
20

BAB VI

PELAYANAN PUSAT STERILISASI (CSSD)

Pusat sterilisasi (CSSD) melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan
alat dan bahan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya, CSSD selalu
berhubungan dengan unit lain diantaranya yaitu:

1. Bagian loundry/ pencucian.

2. Instalasi pemeliharaan sarana.


3. Instalasi farmasi.

4. Sanitasi.

5. PPI.

6. Gudang logistic/ perlengkapan.

7. Perawatan (rawat inap, unit khusus, dll).

A. Tatalaksana Pelayanan CSSD

1. Perencanaan dan penerimaan barang

a. Linen

b. Instrumen / alat

c. BHP (sarung tangan, kassa, jarum, dll)

2. Pencucian

a. Linen dilakukan dibagian loundry

b. Instrumen

3. Setting

a. Set Instrument

b. Set Linen

4. Pengemasan dan labeling

a. Linen

b. Instrumen

c. BHP

5. Proses sterilisasi

a. Linen

b. Instrumen
c. BHP

6. Penyimpanan dan distribusi

Disesuaikan dengan tanggal kadaluarsa, disesuaikan dan ditempatkan pada rak


sesuai ruang yang membutuhkan.

7. Pemantauan kualitas sterilisasi

a. Pemantauan proses sterilisasi dengan penggunaan indikator sterilitas: Indikator


fisika, kimia dan biologi.

b. Pemantauan hasil steril dengan test mikrobiologi.

21

8. Pencatatan dan pelaporan

B. Alur Kerja

Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam melakukan proses terhadap alat/ bahan.
Tujuan dibuatnya alur sebagai berikut:

1. Pekerjaan dapat effektif dan efisien.

2. Menghindari terjadinya kontaminasi silang.

3. Jarak yang ditempuh pekerja lebih simple dan tidak bolak-balik.

4. Memudahkan dalam pemantauan.

Alur kerja yang dilakukan di CSSD adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan alat dari pengguna (user).

2. Diserahkan CSSD melalui bagian penerimaan alat kotor.

3. Pengecekan/ seleksi dan dicatat.

4. Perendaman

5. Pencucian dan dekontaminasi


6. Pengeringan

7. Pengesetan

8. Pengemasan

9. Labeling

10. Proses sterilisasi

11. Gudang simpan steril

12. Distribusi

C. Tahap-tahap sterilisasi alat/ bahan medis

1. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda


yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba berbahaya bagi kehidupan,
sehingga menjadi aman untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses
dekontaminasi ini adalah untuk melindungi pekerja yang bersentuhan langsung
dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses dekontaminasi tersebut,
dari penyakit yang mungkin timbul akibat dari mikroorganisme pada alat
kesehatan tersebut.

a. Menangani dan Transportasi Benda Kotor

Alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus ditangani dengan
serius, dikumpulkan dan dibawa ke CSSD sedemikian rupa sehingga dapat
terhindar dari kontaminasi terhadap pengunjung, pasien, pekerja dan fasilitas
lainnya. Proses penanganannya adalah:

22

1) Peralatan habis pakai dipisahkan dari limbahnya. Ditempatkan oleh pekerjanya


langsung yang mengetahui potensi terjadinya infeksi dari peralatan tersebut.

2) Pisahkan benda tajam dan masukkan kedalam container khusus benda tajam

3) Kain dan linen dipisahkan dan masukkan ke unit loundry untuk penanganan
lebih lanjut.
4) Peralatan yang terkontaminasi ditempatkan dalam wadah khusus dan masuk
keruang dekontaminasi melewati petugas pencatatan

b. Pembuangan limbah

Limbah atau pembuangan harus dipisahkan dari alat pakai ulang . Diidentifikasi
dan dibuang sesuai kebijakan RS mengacu peraturan pemerintah.

c. Mencuci/ Cleaning

Semua alat pakai ulang harus melalui pencucian hingga benar-benar bersih
sebelum dilakukan sterilisasi.

d. Perlakuan Alat terkontaminasi

Pembersihan alat pakai ulang yang terkontaminasi harus sesegera mungkin


setelah dipakai. Hal ini dumaksudkan untuk mencegah kotoran menjadi kering
dan lebih sulit dalam pembersihannya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
maka:

1) Langsung dikirim ke CSSD segera setelah digunakan.

2) Dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir di tempat pemakaian


sesuai prosedur yang berlaku dan langsung dibungkus untuk menghindari
cipratan, tumpahan atau penguapan dan dibawa keruang dekontaminasi CSSD.

e. Menangani alat terkontaminasi diruang Dekontaminasi CSSD Mulai


pembersihan :

1) Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap.

2) Disortir berdasar cara pembersihannya.

3) Dibersihkan sebelum proses sterilisasi.

4) Gunakan teknik pencucian sesuai yang disarankan pada alat.

f. Bahan-bahan Pencuci (Cleaning Agents)

Supaya efektif, baha pencuci harus membantu menghilangkan residu dan


kotoran organic tanpa merusak alat. Bahan pencuci harus:
23

1) Sesuai dengan bahan yang disarankan pada alat dan metode mencuci yang
dipilih.

2) Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat
dipakai.

3) Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada. Protein
cukup bengan detergen yang bersifat basa. Garam mineral dengan
menggunakan detergen asam.

4) Pertimbangkan penggunaan enzyme pelarut protein untuk mencuci alat.

g. Metode Merendam dan Membilas

Mencuci bersih adalah proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan
hamper semua partikel yang tidak tampak, dan menyiapkan alat-alat agar aman
untuk proses desinfeksi dan sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan secara manual
maupun mekanikal atau kombinasi keduanya. Untuk memastikan kebersihan
al;at dan supaya tidak merusak alat, maka:

1) Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap.

2) Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20 C-43 C selama 15-20
menit dan atau dalam produk enzyme yang dapat melepaskan darah dan
protein lainnya untuk mencegah terjadinya koagulasi darah pada alat dan juga
membantu menghilangkan mikroorganisme.

3) Bilas dengan air keran yang mengalir untuk menghilangkan protein dan
partikel-partikel kotoran.

h. Mencuci Manual

1) Pencucian secara manual dilakukan pada intrumen atau alat yang lembut dan
rumit.

2) Gunakan sikat yang sesuai dengan kebutuhan alat atau yang disarankan oleh
produsen alat.

3) Bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 C-50 C. Lebih baik lagi
menggunakan air deionisasi atau air sulingan.

4) Setelah dicuci, dibilas, keringkan terlebih dahulu sebelum melalui proses


berikutnya.
i. Mencuci Mekanik

1) Menggunakan mesin cuci akan dapat meningkatkan produktifitas, lebih bersih


dan lebih aman untuk petugas.

2) Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan alat/


instrument.

3) Alat pembersih juga perlu dilakukan pembersihan secara rutin.

24

j. Desinfeksi Kimia

1) Pemilihan jenis desinfeksi berdasarkan pemakaian alat dan level desinfeksi


yang diperlukan untuk pemakaian tersebut.

2) Harus sesuai label instruksi dari produsen alat dan bahan tersebut.

2. Pengemasan

Pengemasan yang dimaksud adalah termasuk semua material yang tersedia


untuk membungkus, mengemas dan menampug alat-alat yang dipakai ulang
sebelum proses sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan
adalah sebagai perlindungan terhadap alat dan bahan terhadap segala
penyebab yang merusak kondisi steril.

Syarat Bahan Kemasan:

a. Dapat menahan mikroorganisme dan bakteri

b. Kuat dan tahan lama

c. Mudah digunakan

d. Tidak mengandung racun

e. Segel yang baik

f. Dapat dibuka dengan mudah dan aman

g. Masa kadaluarsa
Tipe-tipe Bahan Kemasan :

a. Kertas

b. Film Plastik

c. Kain (linen)

d. Kain campuran

Prosedur dan Langkah-langkah Pengemasan

Prosedur pengemasan harus mencakup :

a. Nama alat yang akan dikemas

b. Langkah-langkah yang tepat untuk persiapan sesuai instruksi produk dan


spesifikasinya.

c. Sesuaikan dengan metode sterilisasi yang digunakan

d. Tipe dan ukuran alat yang akan dikemas

e. Penempatan alat-alat dalam kemasan

f. Tips dan penempatan yang tepat indicator kimia eksternal dan internal

g. Metode atau teknik pengemasan

h. Metode pemberian segel kemasan

i. Metode dan penempelan label identifikasi isi kemasan

j. Aplikasi informasi pengendalian mutu, seperti nomer lot, tanggal, kode


petugas

25

k. Petunjuk penempatan kemasan di dalam mesin sterilisasi

l. Peringatan waktu pengeringan, pendinginan dan penanganan asetelah proses


sterilisasi

m. Informasi aplikasi pelindung


n. Petunjuk penempatan pada penyimpanan dan atau distribusi ke tempat
pemakaian

o. Informasi kepada pemakai untuk mencegah kemungkinan kontaminasi

3. Metode Sterilisasi

a. Sterilisasi Panas Kering

Terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorbsi oleh
permukaan luar dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam
permukaan sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Biasanya digunakan pada
bahan yang terbuat dari kaca.

b. Sterilisasi Etilen Oksida (EtO)

Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang
baik, dan juga siap melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan isinya
selama waktu aerasi

c. Sterilisasi uap

Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel


protein secara irreversible.

d. Mesin sterilisasi uap

e. Sterilisasi dengan Plasma

Sterilisasi ini digunakan pada plasma yang terbentuk dari hidrogen piroksida

f. Sterilisasi suhu Rendah Uap Formaldehid

Telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrumen.


Sayangnya formaldehid (dalam keadaan tunggal) tidak dapat digunakan untuk
sterilisasi alat rentan panas, khususnya dengan lumen kecil, karena daya
penetrasinya lemah serta aktivitas sporisidalnya juga lemah.

4. Pengujian alat sterilisasi


26

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring

Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan


proses sterilisasi dan cakupan program pelayanan proses sterilisasi seawal
mungkin, untuk dapat menemukan dan selanjutnya memperbaiki masalah
dalam pelaksanaan program.

1. Tujuan dilakukannya monitoring adalah:

a. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau disain dari sistem


pelayanan sterilisasi (bila perlu).

b. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan sterilisasi yang


dilaksanakan di lapangan, sesuai dengan temuan-temuan dilapangan.

c. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian


pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai
keperluan dan dipergunakan segera untuk perbaikan program.

2. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kontrol kualitas adalah :

a. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan.

Setiap item/kemasan yang akan disterilkan harus mencantumkan identitas


berupa nomor lot yang mencakup nomor mesin sterilisasi, tanggal proses
sterilisasi, dan keterangan siklus keberapa dari mesin sterilisasi.
Pengidentifikasian ini akan memudahkan pada saat diperlukannya
melakukan recall atau penarikan kembali kemasan yang sudah terdistribusikan.

b. Data mesin sterilisasi.


Untuk setiap siklus sterilisasi yang dilakukan informasi berikut harus
didokumentasikan :

1) Nomor lot

2) Informasi umum kemasan (misal : kemasan linen, atau kemasan instrument)

3) Waktu pemaparan dan suhu (kalau belum tercatat oleh mesin sterilisasi)

4) Nama operator

5) Data hasil pengujian biologis

6) Data respons terhadap indikator kimia

7) Data hasil dari uji Bowie-Dick

27

Dokumentasi ini akan bermanfaat dalam monitoring proses dan memastikan


bahwa parameter pada setiap siklus proses sterilisasi telah tercapai sehingga
akuntabilitas proses terjamin. Dengan melakukan dokumentasi ini maka apabila
ada barang yang harus ditarik ulang akan menjadi lebih mudah.

c. Waktu Kadaluarsa.

Setiap kemasan steril yang akan digunakan harus diberi label yang
mengindikasikan waktu kadaluarsa untuk memudahkan melakukan rotasi stok,
walaupun kadaluarsa tidak tergantung pada waktu melainkan pada kejadian
yang dialami oleh kemasan tersebut.

B. Evaluasi

Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada
tahap pengemasan, sterilisasi dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan
dalam rangka kinerja dari pengelolaan sterilisasi di Rumah Sakit

Tujuan dari evaluasi tersebut antara lain :

1. Meningkatkan kinerja pengelolaan sterilisasi Rumah Sakit


2.
3. Sebagai acuan/masukan dalam perencanaan sterilisasi, bahwa barang-barang
yang disterilkan di jamin kesterilannya.

4. Sebagai acuan dalam perencanaan system pemeliharaan mesin-mesin sterilisasi


5. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
sumber daya manusia.

28

BAB VI

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

A. Pencegahan Kecelakaan Pada Petugas

Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di


lingkungan CSSD menjadi tanggung jawab petugas CSSD setelah dilakukan
pembekalan terhadap petugas tehadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di
lingkungan CSSD. Pada dasarnya kecelakaan dapat dihindari dengan
mengetahui potensi bahaya yang dapat di timbulkannya. Dengan
memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman
maka resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat di turunkan secara signifikan.

B. Penerimaan Barang Kotor dan Daerah Dekontaminasi


Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat-zat
kimia di lingkungan CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam kondisi
yang ekstrim menyebabkan kematian. Upaya pencegahan dapat di lakukan
secara efektif dengan menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
penutup kepala, penutup kaki, gaun anti cairan, masker maupun goggle mata.
Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung jawab institusi bersangkutan,
tetapi adalah tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi dirinya dengan
menggunakan alat pelindung diri secara benar.

Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau,


jarum dll dapat menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya
dapat memungkinkan masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh
sehingga menyebabkan terjadinya penyakit.

Saran tindakan aman

1. Jangan sekali-kali memasukkan tangan ke dalam wadah berisi barang


terkontaminasi tanpa dapat melihat secara jelas isi dari wadah tadi

2. Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alat-alat, lalu
pindahkan alat/instrument satu persatu. Pastikan agar bagian yang runcing
dari instrument mengarah berlawanan terhadap tubuh kita pada saat transportasi.

3. Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang
tahan tusukan dan tidak dibuang pada tempat sampah biasa.

4. Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan


dari instrument lain dan posisikan sedemikian sehingga dapat mencegah
kemungkinan terjadinya luka pada petugas lain dengan penanganan normal

29

5. Ikuti petunjuk/rekomendasi pabrik untuk penanganan zat kimia secara aman, dan
gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia terhadap kulit
dan membran mukosa yang dapat menyebabkan luka bakar kimia

6. Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan, periksa


kondisi lantai untuk mencegah terjatuh akibat licin lantai, sebaiknya ada rambu-
rambu peringatan

7. Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu menggosok
dibawah permukaan air untuk mencegah terjadinya aerosol yang dapat terhirup.
C. Penyiapan Proses Sterilisasi dan Daerah Sterilisasi

Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih


yang sudah mendapatkan pelatihan tentang prinsip dasar sterilisasi dan cara
menggunakan mesin sterilisasi secara benar. Dengan demikian maka
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat diperkecil dan upaya untuk
menghasilkan barang-barang steril menjadi lebih terjamin.

Jenis-jenis luka yang dapat terjadi di daerah ini meliputi luka bakar pada kulit
maupun membran mukosa, akibat kelalaian pada penggunaan zat kimia maupun
akibat terlalu dekatnya posisi terhadap sumber panas (sterilisasi uap atau kereta
barang yang panas). Luka bakar elektris, akibat penggunaan instrument/alat listrik.
Luka pada mata akibat cipratan zat kimia sehingga pemakaian alat pelindung mata
diperlukan.

Saran tindakan aman

1. Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin
sterilisasi atau pada saat berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi

2. Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD lain
untuk menghindari petugas lain menyentuh kereta yang panas ini.

3. Tindakan hati-hati harus diperhatikan pada saat menggunakan “sealer panas “


dan pemotong kantung sterilisasi (pouches)

4. Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih

5. Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan


dengan memperhatikan sistem ventilasi dan sistem exhaust yang berhubungan
langsung dengan udara luar (ke luar gedung)

6. Pada saat memindahkan barang ke dalam cabinet aerasi, petugas harus


menggunakan sarung tangan dan tidak memegang barang dekat dengan tubuh
atau menghisap udara di atas barang yang di pindahkan tersebut

7. Pada saat memindahkan wadah dari mesin EO ke dalam aerator sebaiknya


kereta ditarik dan tidak di dorong

8. Setelah barang di masukkan ke dalam kabinet aerasi dan siklus aerasi sudah
di jalankan, maka fase siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai proses
aerasi selesai

30
9. Apabila ada petugas yang terpapar dengan EO segera bawa ke ruang gawat
darurat untuk evaluasi lebih lanjut.

D. Pencegahan Kecelakaan Pada Pasien

Petugas CSSD mempunyai tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya


kecelakaan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-
alat/instrument yang di gunakan. Melakukan proses dekontaminasi, disinfeksi,
pengemasan, sterilisasi, dan penanganan barang steril secara aseptic dan benar
sesuai dengan SOP yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk
mencegah terjadinya kecelakaan/luka pada pasien. Pasien penerima barang yang
belum di uji kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi
maupun penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi atau on-steril
(seperti instrument bedah) apabila di gunakan pada pasien dapat menimbulkan
infeksi nosokomial.

Saran tindakan aman

1. Lakukan pengujian terhadap instrument/alat sebelum di distribusikan dari


CSSD sesuai dengan petunjuk pabrik dan SOP di CSSD

2. Pastikan bahwa semua barang telah di dekontaminasi dan bebas dari pengotor,
kerusakan atau bahaya lain yang dapat mempengaruhi penggunaan barang /alat

3. Pastikan agar barang terkontaminasi selalu dalam keadaan tertutup pada saat
transportasi menuju daerah dekontaminasi

4. Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk melakukan proses sterilisai


mengalami pengujian secara teratur dan dijamin bekerja secara baik

5. Pastikan bahwa semua komponen instrument berada dalam keadaan lengkap,


dan berfungsi secara normal

6. Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus
berlangsung melalui pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian deteksi
udara dalam chamber (sistem mesin sterilisasi uap pre-vakum)

E. Penanganan zat-zat kimia di CSSD

Penanganan zat-zat kimia di CSSD sangat perlu di perhatikan mengingat banyak


zat kimia yang digunakan di CSSD bersifat toksik. Apabila penanganannya tidak
dilakukan dengan baik maka dapat membahayakan baik petugas CSSD itu
sendiri maupun pasien.

1. Alkohol
Alkohol dalam bentuk Etil atau Isopropil alkohol (60-90 %) digunakan sebagai
desinfektan intermediat dengan kemampuan bakterisidal, tuberkulosidal,
fungisidal, dan virusidal.

31

Tindakan pertolongan

a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik

b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan


oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata

a. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena

b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit

c. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit

d. Jangan biarkan korban menggosok mata

e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit

a. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat

b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit

c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara
perlahan

2. Formaldehid

Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya


digunakan sebagai disinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung
formaldehid dan methanol dengan kadar bervariasi (biasanya antara 12-15 %).
Bahaya terhadap kesehatan

Dosis toksik : Dosis letal pada manusia secara oral 0,5 - 5 g/kg BB
: 2-3 ppm, rasa gatal pada mata, 4-5 ppm lakrimasi,
Akut 10 ppm
lakrimasi berat,10-20 ppm susah bernafas, batuk,
terasa panas
pada hidung dan tenggorokan, 50-100 ppm iritasi
akut saluran
pernafasan
Lambat : Sensitisasi dermatitis
: Karsinogenik, gangguan menstruasi dan kesuburan
Kronik pada wanita,
percikan larutan pada mata dapat menyebabkan
kerusakan berat
s/d menetap, kornea buram dan buta
: Menyebabkan luka korosif mukosa gastrointestinal
Jika tertelan disertai mual,
muntah, perdarahan
Jika terhirup : Iritasi saluran nafas, nafas berbunyi, laringospasme
Kontak kulit : Iritasi pada kulit
: iritasi dan lakrimasi, pada konsentrasi pekat
Kontak mata menyebabkan
kornea buram dan buta

32

Tindakan pertolongan

a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik

b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan


oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata

a. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena

b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
c. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit

d. Jangan biarkan korban menggosok mata

e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit

a. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat

b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit

c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara
perlahan

d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup

e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron

f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pada pemaparan gastrointestinal

Pada keracunan formaldehid ringan, perlu dilakukan tindakan berikut:

a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk
pengenceran. Untuk orang dewasa maksimal 20 cc sekali minum, untuk anak-
anak maksimal 100 ml.

b. Kontra indikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon-aktif

c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel
dapat dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi

3. Etilen Oksida

Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi
kimia alat-alat kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organik terutama dalam
pembuatan etilen glikol, fungisida, dan fumigan bahan makanan dan tekstil.
33

Bahaya utama terhadap kesehatan

: Pemaparan jangka pendek: iritasi, daya cium


Inhalasi menurun, dispnea,
nyeri kepala, mengantuk, gejala mabuk, gangguan
keseimbangan
tubuh
: Pemaparan jangka pendek: reaksi alergi, kulit terasa
Kontak kulit panas,
melepuh, frostbite.
: Pemaparan jangka pendek: terasa panas, frostbite,
Kontak mata mata berair,
pemaparan jangka panjang: dapat menimbulkan
kontak
: Pemaparan jangka pendek: terasa panas
Tertelan terbakar, sakit
tenggorokan, mual, muntah, frostbite, diare, nyeri
perut, nyeri
dada, nyeri kepala, sianosis.
Pemaparan jangka panjang: Kerusakan hati, potensial
karsinogen

Tindakan pertolongan

a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik

b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan


oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata

a. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena

b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9% perlahan selama 15-20 menit

c. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.

d. Jangan biarkan korban menggosok mata


e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit

a. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat

b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit

c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara
perlahan

d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup

e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron

f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pemaparan gastrointestinal

a. Induksi muntah tidak dilakukan (kontra indikasi)

b. Aspirasi dan kumbah lambung tidak dianjurkan

34

c. Berikan karbon aktif dosis tunggal 1 gr/kg atau dewasa 30-100 gr dan anak-
anak 15-30 gr. Cara pemberian : dicampur rata dengan perbandingan 5-10 gr
karbon aktif dengan 100-200 ml air. Dewasa 10 gr tiap 20 menit, anak-anak 5 gr
tiap 20 menit

4. Lisol

Lisol merupakan nama lain dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat,
hidroksibenzena, asam fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak
digunakan sebagai desinfektan rumah tangga untuk membersihkan lantai,
kamar mandi/WC dan untuk menghilangkan bau busuk. Dalam bidang
kesehatan digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi antara 1-2
%. LDL oral pada manusia adalah 140 mg/kg.

Bahaya utama pada kesehatan

Pada kulit dan mukosa : Gatal dan mati rasa pada


dan keadaan
berulang atau berat: kemerahan,
gatal dan luka
bakar.
: Eritema, vesikel, dan akhirnya padat
Kronis pada kulit mengalami
dermatitis
kontak.
konjungtiv berwarn puti
Pemaparan mata : Iritasi a, kornea a h,
edema palpebra dan iritis, nyeri
abdomen,
muntah dan rash. Jika konsentrasi fenol
>5%
dapat menyebabkan luka bakar pada
pada mulut
dan esophagus.
Hipotensi dan
Efek pada sistem : syok
kardiovaskuler
: Urin berwarna gelap karena
Efek pada ginjal hemoglobinuri
Depresi pernafasan dan gagal
Efek pada pernafasan : nafas

Tindakan pertolongan

a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik

b. Berikan terapi suportif berup penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan


oksigenasi dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata

a. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena

b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit

c. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit

d. Jangan biarkan korban menggosok mata


35

e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit

a. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat

b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit

c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara
perlahan

d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup

e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron

f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pemaparan gastrointestinal

a. Segera beri pasien atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk
pengenceran. Untuk orang dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-
anak maksimal 100 ml.

b. Kontra indikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon-aktif

c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel
dapat di pertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi

5. Natrium Hipoklorit

Larutan pemutih pakaian yang biasa digunakan biasanya mengandung bahan


aktif Natrium hipoklorit (Na OCL) 5-10 %. Selain digunakan sebagai pemutih
juga digunakan sebagai disinfektan. Pada konsentrasi > 20 % zat ini bersifat
korosif dan bila tertelan akan berbahaya karena jika kontak dengan asam
lambung akan melepaskan asam klorat gas klor bebas dalam lambung yang
apabila terhirup dapat menyebabkan kerusakan paru-paru

Bahaya utama terhadap kesehatan

a. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik


b. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata

a. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yan terkena

b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit

c. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit

d. Jangan biarkan korban menggosok mata

36

e. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit

a. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat

b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit

c. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan air mengalir minimal 10
menit

d. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah /plastik tertutup

e. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron

f. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pemaparan gastrointestinal

a. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk
pengenceran. Untuk orang dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-
anak maksimal 100 ml

b. Kontra indikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon-aktif

c. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel
dapat dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi.
d. Pengenceran dengan demulsen seperti susu atau antacid

F. Alat pelindung diri

Instalasi pusat sterilisasi harus dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti
apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan atau karet yang tahan
terhadap cairan kimia heavy-duty, penutup kepala, masker “high-filtration”, dan
“tight fitting”gogle, khususnya dipakai oleh staf saat melakukan prosedur yang
memungkinkan terjadinya cipratan atau kontaminasi dari cairan yang
mengandung darah atau cairan tubuh lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk
memasuki ruang dekontaminasi dan penutup sepatu tahan air yang diperlukan
untuk melindungi sepatu dan masker, dan gogle harus dilepaskan saat
meninggalkan ruang dekontaminasi. Sarung tangan, gaun pelindung, dan gogle
harus dicuci setiap hari. Alat pelindung yang dipakai ulang harus dilaundry
setelah setiap pemakaian.

Anda mungkin juga menyukai