Anda di halaman 1dari 32

CARDIAC ARREST

1. Pengertian
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi segera setelah gejala nampak
(American Heart Association,2010).
Cardiac arrest adalah serangan jantung yang dipicu oleh kerusakan fungsi listrik
dijantung yang menyebabkan irama jantung tidak teratur (aritmia), sehingga fungsi
jantung untuk memompakan darak ke otak, paru-paru dan organ lainya terganggu.
Aritmia jantung adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan
oleh konduksi elektrikal abnormal atau otomatis (Mallapasi, 2008).

2. Sistem Konduksi Jantung


Sistem pembentukan dan penghantaran rangsangan dari jantung yaitu :
a. Nodus Sinoatrial (SA), antara vena cava superior dengan atrium kanan, bekerja
secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls denga frekuensi 60-90x/menit.
b. Nodus Atrioventrikuler (AV), diatas katup trikuspidalis dekat muara sinus
koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Mengeluarkan impuls dengan
frekuensi 40-60x/menit.
c. Berkas His dan serabut purkinje, menembus jaringan pemisah miokardium atrium
dan ventrikel, berjalan pada septum ventrikel dan bercabang 2 yaitu left bundle
branch dan righ bundle branch dan diterukan kecabang-cabang yang lebih kecil
yaitu serabut purkinje. mengeluarkan impuls < 40x/menit.

1
Beberapa sifat konduksi jantung yaitu :
a. Otomatis adalah kemempuan untuk menimbulkan impuls spontan
b. Irama pembentukan impuls teratur
c. Daya konduksi adalah kemempuan menyalurkan impuls
d. Daya rangsang adalah kemampuan bereaksi terhadap rangsangan.

3. Penyebab Cardiac Arrest


Penyebab utama terjadinya Cardiac arrest karena aritmia, Menurut American Heart
Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena
cardiac arrest dengan kondisi:
a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain;
jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung
untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama
setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk
terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena
tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk
terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa
kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru
merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya
penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan
cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal
seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang
memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arter koronari
dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan
adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa
menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.

2
f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac
arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ
jantung.

4. Klasifikasi Aritmia Jantung


Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
a. Gangguan dalam pembentukan impuls
1) Gangguan pembentukan impuls di sinus
Takikardi sinus
Bradikardia sinus
Aritmia sinus
Henti sinus
2) Gangguan pembentukan impuls di atrial (aritmia atrial)
Eksrasistol atrial
Takikardi atrial
Fibrilasi atrial
Pemacu kelana atrial
3) Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung)
Ekstrasistole penghubung AV
Takikardi penghubung AV
Irama lolos penghubung AV
4) Pembentukan impuls di ventricular (aritmia ventricular)
Ekstrasistole ventricular
Takikardi ventricular
Takikardi ventricular
Gelepar ventricular
Fibrilasi ventricular
Henti ventricular
Irama lolos ventrikular
b. Gangguan penghantaran impuls
Blok sino atrial
Blok atrio-ventrikular
Blok intraventrikular

3
5. Aritmia yang mengancam kehidupan (menyebabkan cardiac arrest)
a. Ventrikel Takikardi
Irama tidak teratur, frekuensi
b. Ventrikel fibrilasi
c. Ventrikulasr Asistole
d. Pulseless Electrical Activity (PEA)/ aktivitas listrik tanpa nadi
e. Torsade de Pointer (bentuk VT yang berubah aksis)

6. Proses terjadinya Cardiac arrest


Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi
ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada
keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya
mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah
CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya
gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,
pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan
gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian
terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah
tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asistole

4
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

7. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala Cardiac arrest muncul secara tiba-tiba dan mengalami penurunan
yang drastis yaitu :
a. Pasien tiba-tiba tidak berespon baik terhadap rangsangan suara, tepukan pundak
maupun cubitan
b. Tidak teraba nadi diarteri besar (karotis, femuralis dan radialis)
c. Tidak ada pernafasan normal ketika jalan nafas dibuka.

Gejala-gejala yang kadang mungkin sebelum mengalami serangan jantung mendadak


(cardiac arrest) seperti kelelahan, pingsan, pusing, nyeri dada, sesak nafas,
kelemahan, palpitasi atau muntah, tetapi serangan jantung mendadak sering terjadi
tanpa peringatan.

8. Penatalaksanaan
Cardiac arrest atau adalah keadaan darurat medis. Jika tidak segera diobati, hal ini
dapat menyebabkan kematian jantung mendadak. Dibutuhkan penanganan dengan
cepat dan tepat agar penderita dapat bertahan hidup. ketika jantung berhenti hipoksia
dapat menyebabkan kerusakan otak hanya dalam beberapa menit. kematian atau
kerusakan otak permanen dapat terjadi dalam 4-6 menit.
a. Cardio Pulmonary resuscitation (CPR)
Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar
yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi
layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal.
Segera lakukan CPR untuk mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital
tubuh. Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah rantai untuk
bertahan hidup (chin of survival); cara untuk menggambarkan penanganan ideal
yang harus diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari
rangkaian ini terputus, maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi
berkurang, sebaliknya jika rangkaian ini kuat maka korban mempunyai

5
kesempatan besar untuk bisa bertahan hidup. Chin of survival terdiri dari 4
rangkaian: early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advance care.
Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda
awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS.
Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan otak,
sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.

Sebelum Melakukan CPR penolong cepat memeriksa apakah pasien sadar atau
tidak. Jika tidak sadar cepat periksa pernapasan jika tidak bernapas secara normal
mulai lakukan CPR dan meminta bantuan. Jika penolong tidak terlatih CPR
dilakukan dengan cara mendorong keras dan cepat di dada pasien sekitar 100
kompresi/menit lakukan ini sampai defibrillator portable tersedia dan personil
bantuan datang.. Jika telah terlatih periksa jalan napas pasien dan berikan napas
buatan setelah 30 kompresi.

b. Defribillator
Merupakan alat yang digunakan untuk memberikan sengatan listrik melalui
dinding dada ke jantung. Digunakan untuk aritmia jenis fibrilasi ventrikel.
Defribillator telah banyak disediakan ditempat-tempat umum seperti bandara dan
mall.
c. Penanganan di Unit Gawat Darurat
Pemberian obat-obatan.
pemberian obat anti-aritmia untuk pengobatan darurat atau jangka panjang.
Jenis obat yang digunakan adalah jenis obat beta blocker, angiotensin-
converting enzyme (ACE) inhibitor, calcium channel blockers atau obat
Amiodarone (Cordarone)
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
ICD adalah alat yang menggunakan tenaga baterei yang ditanamkan di dekat
tulang selangkang kiri dan disambungkan lewat pembuluh darah sampai ke
jantung. Setelah kondisi pasien stabil direkomendasikan untuk implantasi ICD.

6
ICD terus memonitor irama jantung jika terdeteksi irama jantung terlalu lambat
maka ICD berfungsi sebagai alat pacu jantung untuk menormalkanirama
jantung.
Coronary Angioplasty
Prosedur ini dilakukan jika ada penyempitan aliran darah ke jantung. Bertujuan
untuk membuka blokir arteri korener sehingga aliran darah ke jantung lebih
lancar
Coronary Baypass Surgery
Prosedur lain untuk memulihkan aliran darah ke jantung. Hal ini meningkatkan
suplai darah ke jantung dan mengurangi peningkatan frekuensi denyut jantung.
Radiofrequency catheter ablation
Prosedur ini dapat digunakan untuk memblokir jalur listrik abnormal. Prosedur
ini di gunakan untuk mengobati aritmia.
Corrective Heart Surgery
Dilakukan jika pasien memiliki kelainan jantung bawaan, kerusakan katup
jantung, atau karena jaringa otot jantung yang sakit karena kardimiopati.
Operasi dilakukan untuk memperbaiki kelainan dan mengurangi resiko aritmia
fatal.

7
ARTERY CORONARY SYNDROM (ANGINA PECTORIS
DAN INFARK MIOKARD AKUT)

A. Angina Pektoris
1. Pengertian
Angina pectoris adalah keadaan iskemia miokard karena kurangnya suplai
oksigen ke sel-sel otot jantung (miokard) yang disebabkan oleh penyumbatan atau
penyempitan arteri koroner, peningkatan beban kerja jantung, dan menurunnya
kemampuan darah mengikat oksigen (Udjianti, 2010). Angina pectoris adalah nyeri
dada yang menyertai iskemia miokardium (Muttaqin, 2012).
Noer S (1996) dalam Wijaya & Putri (2013) Mengatakan bahwa angina
pectoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada
yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke
lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas
berhenti (istirahat).
2. Klasifikasi
Menurut Udjianti (2010), Wijaya & Putri (2013) angina pectoris diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Angina pectoris stabil menggambarkan nyeri dada yang timbul saat peningkatan
aktifitas fisik maupun stress emosional. Nyeri segera hilang dengan istirahat atau
penghentian aktifitas, durasi nyeri 3 15 menit.
b. Angina pectoris tidak stabil. Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip
dengan angina pectoris stabil. Peningkatan fekuensi serangan dan intensitas
nyerinya (durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pectoris stabil.
Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat istirahat ringan.
Kurang responsive terhadap nitrat.
c. Angina varian. Digambarkan sebagai nyeri dada yang biasanya terjadi selama
istirahat atau tidur.Nyeri disebabkan karena spasme arteri koroner. Klien dengan
angina varian mungkin tidak menunjukkan tanda aterosklerotik pada arteri
koroner. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut.
3. Etiologi
a. Aterosklerosis
b. Spasme arteri koroner

8
c. Penyebab lain yang dapat mempengaruhi diameter lumen pembuluh darah koroner
dapat dihubungkan dengan abnormalitas sirkulasi (hipoperfusi, hipovalemik,
anemia berat, adan masalah-masalah gangguan katup jantung).
4. Faktor resiko (menurut Wijaya & Putri 2013)
Diet, rokok, hipertensi, stress, obesitas, kurang aktivitas, DM, usia, herediter dan jenis
kelamin
5. Faktor pencetus serangan (menurut Muttaqin 2012)
Latihan fisik, pajanan terhadap dingin, makan makanan berat, stress atau berbagai
emosi. Menurut Wijaya & Putri (2013) adalah Emosi, stress kerja fisik terlau berat,
hawa terlalu panas dan lembab, terlalu kenyang dan banyak merokok.
6. Patofisiologi
G3uan suplai O2 ke
Faktor resiko
miokardium
aterosklerosis

ketidk seimbngn
Plak aterosklerosis pd
kbthn O2
dinding A.Koroner

P metabolisme
Penyempitan lumen artei,rupture Anaerob. pH
plak, trombosi, spasme arteri
Produksi asm lktat
Penyumbatan
A. Koronaria Angina pektoris

Mekanisme timbulnya angina pectoris didaskan pada ketidakadekuatan suplai


O2 ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Sewaktu beban kerja suatu jaringan
meningkat, maka kebutuhan O2 juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
darah adan O2 ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan
atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan
suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangya produksi nitrat oksida
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya

9
fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner
yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energy mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH
miokardium dan menimbulkan nyeri (angina pectoris).
7. Manifestasi klinik
a. Nyeri dada substernal atau retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan, daerah
interskapula atau lengan kiri
b. kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-
kadang hanya perasaan tidak enak di dada.
c. durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih dari 30 menit
d. nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin
e. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,
palpitasi, dizziness.
8. Pemeriksaan penunjang
a. EKG : Normal saat klien istirahat. Terdapat T inverted/iskemik, ST elevasi atau
depresi, gelombang Q patologis menunjukkan telah terjadi nekrosis.
b. Laboratorium darah
Kolesterol/trigliserida : meningkat
Enzim jantung dan iso enzim : CK, CK-MB meningkat (indicator AMI)
Darah lengkap : Anemia dan hematokrit menurun, lekositosis mengindikasikan
adanya inflamasi
Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas seperti hipokalemia/hiperkalemia
AGD/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru
akut/kronis
c. Radiologi
Foto toraks : melihat gambaran kardiomegali, terdapat stenosis aorta, penyakit
paru lainnya.
Echocardiogram : melihat adanya penyimpangan gerakan katup dan dilatasi
ruang jantung
Scanning jantung : melihat luas daerah iskemik pada miokard

10
Kateterisasi jantung (bila perlu) : melihat kepatenan arteri koroner, lokasi
sumbatan dengan tepat, dan memastikan kukuatan miokard.
9. Penatalaksanaan
a. Glyseril trinitrat, diletakan di bawah lidah
b. Nitrat, gerakan nitrat dapat digunakan untuk mengurangi frekuensi serangan
angina.
c. Penghambat beta, memberikan efek pada hormone sehingga nadi akan berdenyut
secara pelan dan tekanan darah menjadi rendah.
d. Antagonis kalsium, memgurangi tekanan pada oto arteri koronary
10. Komplikasi
Infark miokardium akut (serangan jantung), Kematian jantung secara mendadak, dan
Aritmia kardiac
11. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata, Riwayat kesehatan masa dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat kesehatan sekarang : Keluahan utama (pengkajian nyeri menggunakan
PQRST). Gejala dan tanda yang menyertai.
3) Pemeriksaan fisik
Data spesifik yang berhubungan dengan nyeri adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor pencetus (Provokatif)
Seringkali karena gerakan, kepanasan atau kedinginan, stres atau emosi,
makan banyak. Tidak terdapat faktor pencetus pada angina variant.
Kualitas nyeri (Quality)
Nyeri disebut seperti mencekik atau rasa berat dalam dada. Terasa ada
tekanan atau yang menekan, bisa juga hanya sebagian. Pasien bisa
mengeluh hanya ada sedikit ketidaknyamanan yang seringkali salah
interpretasi bahwa itu datang dari alat pencernaan.
Lokasi dan radiasi ke daerah lain (Regio)
Rasa nyeri yang sering di substernal. Nyeri menyebar ke daerah lain atau
hanya bisa timbul pada tempat-tempat tersebut.
Skala : Berat
Waktu (Time) : Pada angina tidak melebihi dari 30 menit
Datang dan menetapnya rasa nyeri singkat.

11
Gejala-gejala yang menyertai
Gelisah, mual, diaphoresis, tapi kadang tidak.
Faktor-faktor yang meringankan
Angina biasanya berkurang karena istirahat ditambah pemberian
nitrogliserin atau hanya istirahat saja.
Kepala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun, tampak perubahan
ekspresi wajah seperti meringis, merintih, terdapat atau tidak nyeri pada
rahang.
Leher : Tampak distensi vena jugularis, terdapat/tidak nueri pada leher.
Thoraks : Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung S3/S4
menunjukkan gagal jantung, kalau murmur menunjukkan gangguan katup atau
disfungsi otot papilar, perikarditis. Irama jantung dapat normal/teratur atau
tidak teratur. Paru-paru (suara napas bersih/krekels/mengi/wheezing/ronchi)
terdapat sputum atau tidak.
Abdomen : Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik/ulu hati. Bising usus
normal/menurun.
Ekstremitas : Dingin dan berkeringan dingin, kelemahan, pucat.
Respon psikologis : Gelisah/cemas, depresi, kontak mata kurang, denial,
marah.
b. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1) Nyeri akut b/d iskemik miokard
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada
Kriteria : Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada,
secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perifer.
Intervensi
Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya
R/ : Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi
Istirahatkan klien selama episode angina
R/ : Menurunkan kebutuhan oksigen miokard untuk meminimalkan resiko
cedera jaringan/nekrosis
Atur posisi semi fowler bila pasien napas pendek

12
R/ : Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan napas
pendek berulang
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam dan distraksi pada saat nyeri
R/ : Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
Pantau TTV tiap 5 menit selama serangan angina
R/ : TD dapat meningkat secara dini sehubungan dengan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang, batasi pengunjung bila perlu
R/ : Stres mental/emosi meningkatkan kerja mokard
Berikan makanan lembut. Biarkan pasien istirahat selama 1 jam setelah
makan
R/ : Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan kerja pencernaan,
menurunkan resiko serangan angina
Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Meningkatkan sedian oksigen ontuk kebutuhan miokard/mencegah
iskemik
Berikan anti angina sesuai indikasi
R/ : Untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen, megurangi
nyeri.
2) Penurunan curah jantung b/d perubahan irama, frekuensi, kontraktilitas,
volume sekuncup, preload, afterload.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi: Meaporkan penurunan episode
dispnea, angina dan disritmia menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi :
Pantau TTV
R/ : Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia dan menurunnya
curah jantung perubahan juga terjadi pada TD karena respon jantung.
Catat warna kulit
R/ : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung turun
Auskultasi bunyi jantung tambahan
R/ : S3, S4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi jantung
Pertahankan tirah baring pada posisi nyaman selama episode akut

13
R/: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan menurunkan kerja miokard
danm resiko dekompensasi
Berikan priode istirahat adekuat.
R/ : Penghematan energy, menurunkan kerja jantung
Berikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan
R/ : Meningkatkan sedian oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
memperbaiki kontraktilitas, menurunkan iskemia dan kadar asam laktat
Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri koroner
dan menurunkan tahanan vascular, sehingga menurunkan TD dan kerja
jantung.
3) Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2,
tirah baring, kelemahan umum, imobilitas.
Hasl yang diharapkan/criteria evaluasi-pasien akan: mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur/ maju dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal. Melaporkan tak ada
angina/terkontrol dalam rentan waktu selama pemberian obat.
Intervensi :
Tingkatkan istirahat (tempat tidur/kursi). Batasi aktivitas pada dasar
nyeri/respon hemodinamik.
R/ : Menurunkann kerja miokardia/konsumsi oksigen, menurunkan resiko
komplikasi.
Batasi Pengunjung dan/atau kunjungan oleh pasien
R/ : Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien; namun periode
kunjungan yang tenang bersifat terapiutik.
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh
mengejan saat defekasi
R/ : Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk dapat
mengakibatkan bradikardi juga menurunkan curah jantung, dan takikardi
dengan peningkatan TD.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas
R/ : Aktivitas yang maju meberikan control jantung, meningkatkan regangan
dan mencegah aktivitas berlebihan.

14
Kolaborasi rujuk ke program rehabilitasi jantung
R/ : Memberikan dukungan/pengawasan tambahan berlanjut dan partisipasi
proses penyembuhan dan kesejahteraan.
4) Defisiensi (kurang) pengetahuan b/d kurang terpajan informasi, keterbatasan
kognitif, tidak familiar dengan sumber informasi.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi-Pasien akan : Berpartisipasi dalam
proses belajar, menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakait dan
pengobatan.
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan pasien/orang terdekat tentang : Faktor risiko,
faktor pencetus, perawatan tindak lanjut dirumah
R/ : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu, mengidentifikasi secara
verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan
Berikan informasi dalam bentuk belajar bervariasi (contoh leaflet) tentang
faktor resiko, pencetus dan perawatan tindak lanjur di rumah
R/ : Penggunaan metode belajar yang bermacam-macam meningkatkan
penyerapan materi
Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus
R/ : Dapat menurunkan insiden/beratnya episode iskemik
Dorong pasien untuk mengikuti program yang ditentukan
R/ :Takut terhadap pencetus serangan dapat menyebabkan pasien menghindari
partisipasi pada aktivitas yang telah dibuat untuk meningkatkan perbaikan.
B. Infark Miokard Akut
1. Definisi
Infark miokard adalah suatu proses dimana jaringan miokard mengalami
kerusakan (nekrosis) dalam region jantung yang mengurangi suplai darah adekuat
karena penurunan aliran darah koroner (Rendi & Margareth, 2012). Infakr
miokardium akut didefinisikan sebagai nekrosis moikardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner (Muttaqin,
2012).
Infark miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena
kurangnya suplai darah dan oksigen pada mokard (ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen miokard) (Udjianti, 2010). Menurut Depkes RI (1998)

15
dalam Wijaya & Putri (2013) mengatakan bahwa infark miokard akut merupakan
sumbatan total pada arteri koronaria, dimana sumbatan ini mungkin kecil dan focal
atau besar dan difus.
2. Klasifikasi
a. IMA subendokardial : Nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel
dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens (Wijaya & Putri, 2013).
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap
iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah
subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti
hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai
peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi
ventrikel (Smeltzer & Bare, 2002)
b. IMA transmural : Pada lebih dari 90 % pasien miokard infark transmural berkaitan
dengan trombosis koroner. Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk
disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom
intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli
koroner (Smeltzer & Bare, 2002).
3. Etiologi
Penyebabnya dapat karena penyempitan kritis arteri koroner akibat arterosklerosis
atau oklusi arteri komplet akibat embolus atau trombus. Penurunan aliran darah
koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi. Pada setiap kasus terdapat
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard (Rendi & Margareth,
2012). Menurut Udjianti (2010) penyebabnya adalah coronary arteri disease, coronary
arteri emboli, kelainan congenital, ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
miokard, gangguan hematologi.
4. Faktor pencetus/predisposisi
a. Stres, cuaca yang dingin, pekerjaan fisik, merokok, minum kopi, usia > 40 tahun,
herediter, hipertensi, DM, obesitas dan diet tinggi lemak jenuh

16
5. Patofisiologi

Faktor resiko aterosklerosis

Plak aterosklerosis pd dinding A.Koroner

Penyempitan lumen artei,rupture


plak, trombosi, spasme arteri

Penyumbatan A. Koronaria
Kerusakan otot miokardium
G3uan suplai O2 ke miokardium

EKG : T Terbalik an ST
Iskemia miokardium

Sindroma koroner akut


Iskemik > 30

STMEI
Infark miokardium Infark
transmural infark subendokardeal
6. Manifestasi klinis (Rendi & Margareth, 2012).
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus tidak mereda, biasanya diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak dapat
tertahankan lagi.
c. Nyeri ini sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas pendek, pucat, keringat dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual serta muntah.
g. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menumpulkan pengalaman nyeri)

17
7. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Sel darah putih : Leokositosis (10.000 20.000 mm3) muncul hari hari kedua
setelah serangan infark karena inflamasi.
Sedimentasi meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan yang menunjukkan
adanya inflamasi.
Kardiak iso enzim : Menunjukkan pola kerusakan khas, untuk membedakan
kerusakan otot jantung dengan otot yang lain
Tes fungsi ginjal : Peningkatan kadar BUN dan kreatinin karena penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung.
AGD : Menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan
asam basa darah.
Kadar elektrolit : Menilai aabnormalitas kadar natrium, kalium atau kalsium
yang menbahayakan kontraksi otot jantung
Kolesterol atau trigeliserida : Dapat meningkatkan resiko ateriosklerosis.
Kultu darah : Mengesampingkan septicemia yang mungkin menyerang otot
jantung
b. EKG
Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard
Gelombang T inverse menunjukkan adanya iskemia miokard
Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard
c. Radiologi
Foto toraks : Menilao kardiomegali karena gagal jantung kongesti
Echosardiogram : Menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katub jantung.
Radioactive isotope : Menilai area iskemia serta non perfusi koroner dan
miokard.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pada saat serangan akut
1) Penanganan nyeri dapat berupa terapi farmakologi yaitu :
Morphin sulfat, nitrat dan penghambat beta bloker
2) Membatasi ukuran infark miokard dengan terapi farmakologi
Antikoagulan, Trombolitik, Antilipemik, dan Vasodilator perifer
3) Pemberian oksigen

18
Terapi oksigen segera dimulai saat awitan nyeri terjadi. Oksigen yang dihirup
akan langsung meningkatkan saturasi darah.
4) Pembatasan aktifitas fisik
Istirahat merupakan cara paling efektif untuk membatasi aktifitas fisik.
b. Penatalaksanaan jangka panjang
Pemberian dieuretik (chlorodiatiazide 50 mg setiap pagi)
Pemberian nitrates, secara sublingual 0,4-0,6 mg tablet 3-5 menit sebelum
melakukan aktifitas atau isosorbide dinitrat 5 mg
Pemberian penghambat beta (propanolol 10 mg setiap tiga kali sehari)
Antilipemik
Memperpanjang masa strahat
Tindakan pembedahan.
c. Percutaneous Transluminal Koronary Angioplasty. Adalah usaha untuk
memperbaiki alirah darah arteri koroner dengan menghancurkan plak atau ateroma
yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan
ujung yang berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami
gangguan dan diletakkan di antara daerah aterosklerotik. Balon dikembang
kempiskan dengan cepat untuk menghancurkan plak.
9. Komplikasi
a. Gagal jantung kongesti, Syok kardiogenik, Disfungsu otot papilaris, Defek septum
ventrikel, Ruptura jantung, Aneurisma ventrikel, Tromboembolisme, Perikarditis
dan Eritmia
10. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Keluhan utama : biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan
2) Riwayat penyakit saat ini (mengakaji riwayat keluhan utamanya dengan
menggunakan PQRST)
3) Riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan dan pola hidup
serta pengkajian psikososial.
4) Pemeriksaan fisik
B1 (Breating). Klien terlihat sesak, frekuensi pernapasan melebihi normal
san mengeluh sesak napas seperti dicekik

19
B2 (Blood). Lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Denyut nadi perifer
melemah. Tekanan darah biasanya menurun, bunyi jantung tambahan
ditemukan jika ada komplikasi. Batas jantung tidak mengalami pengeseran
(perkusi).
B3 (Brain). Kesadaran umumnya compos mentis. Tidak ditemukan sianosis
perifer. Pengkajian objektif klien, wajah meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari nyeri dada.
B4 (Bladder). Monitoring adanya oliguria pada klien dengan IMA,
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
B5 (Bowel). Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Penurunan
peristaltic usus, nyeri tekan pada keempat kuadran abdomen.
B6 (Bone). Aktifitas klien biasanya mengalami perubahan, Sering merasa
kelelahan, tidak dapat tidur. Tanda lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun pada saat beraktivitas.
b. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1) Nyeri akut b/d iskemik miokard
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada
Kriteria : Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada,
secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perifer.
Intervensi
Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya
R/ : Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi
Istirahatkan klien selama episode angina
R/ : Menurunkan kebutuhan oksigen miokard untuk meminimalkan resiko
cedera jaringan/nekrosis
Atur posisi semi fowler bila pasien napas pendek
R/ : Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan napas
pendek berulang
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam dan distraksi pada saat nyeri
R/ : Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
Pantau TTV tiap 5 menit selama serangan angina

20
R/ : TD dapat meningkat secara dini sehubungan dengan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang, batasi pengunjung bila perlu
R/ : Stres mental/emosi meningkatkan kerja mokard
Berikan makanan lembut. Biarkan pasien istirahat selama 1 jam setelah
makan
R/ : Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan kerja pencernaan,
menurunkan resiko serangan angina
Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Meningkatkan sedian oksigen ontuk kebutuhan miokard/mencegah
iskemik
Berikan anti angina sesuai indikasi
R/ : Untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen, megurangi
nyeri.
2) Penurunan curah jantung b/d perubahan irama, frekuensi, kontraktilitas,
volume sekuncup, preload, afterload.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi: Meaporkan penurunan episode
dispnea, angina dan disritmia menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi :
Pantau TTV
R/ : Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia dan menurunnya
curah jantung perubahan juga terjadi pada TD karena respon jantung.
Catat warna kulit
R/ : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung turun
Auskultasi bunyi jantung tambahan
R/ : S3, S4 atau krekels terjadi dengan dekompensasi jantung
Pertahankan tirah baring pada posisi nyaman selama episode akut
R/: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan menurunkan kerja miokard
danm resiko dekompensasi
Berikan priode istirahat adekuat.
R/ : Penghematan energy, menurunkan kerja jantung
Berikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan

21
R/ : Meningkatkan sedian oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
memperbaiki kontraktilitas, menurunkan iskemia dan kadar asam laktat
Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri koroner
dan menurunkan tahanan vascular, sehingga menurunkan TD dan kerja
jantung.
3) Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2,
tirah baring, kelemahan umum, imobilitas.
Hasl yang diharapkan/criteria evaluasi-pasien akan: mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur/ maju dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal. Melaporkan tak ada
angina/terkontrol dalam rentan waktu selama pemberian obat.
Intervensi :
Tingkatkan istirahat (tempat tidur/kursi). Batasi aktivitas pada dasar
nyeri/respon hemodinamik.
R/ : Menurunkann kerja miokardia/konsumsi oksigen, menurunkan resiko
komplikasi.
Batasi Pengunjung dan/atau kunjungan oleh pasien
R/ : Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien; namun periode
kunjungan yang tenang bersifat terapiutik.
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh
mengejan saat defekasi
R/ : Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk dapat
mengakibatkan bradikardi juga menurunkan curah jantung, dan takikardi
dengan peningkatan TD.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas
R/ : Aktivitas yang maju meberikan control jantung, meningkatkan regangan
dan mencegah aktivitas berlebihan.
Kolaborasi rujuk ke program rehabilitasi jantung
R/ : Memberikan dukungan/pengawasan tambahan berlanjut dan partisipasi
proses penyembuhan dan kesejahteraan.
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koroner

22
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi : Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan
berkurang/tidak meluas, daerah perifer hangat, tak sianosis, CRT 3-5 detik
TTV dalam batas normal.
Intervensi :
Observasi perubahan status mental
R/ : Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan
juga dipengaruhi mentalelektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli
sitemik
Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
R/ : Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh perfusi kulit dan penurunan nadi
Dorong latihan kaki aktif/pasif hindari latihan isometric
R/ : Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboflebitis
Pantau pemasukan dan catat haluaran urin
R/ : Penurunan pemasukan/mual terus menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi yang berdampak negative pada perfusi dan fungsi
organ.
Kolaborasi pantau data laboratorium, contoh GDA, BUN,
kreatinin,elektrolit
R/ : Indikator perfusi/fungsi organ
Berikan obat sesuai indikasi (Heparin/natrium warfarin, pemberian agen
trombolitik)
R/ : Menurunkan resiko tromboflebitis dan memperbaiki perfusi miokardium
5) Defisiensi (kurang) pengetahuan b/d kurang terpajan informasi, keterbatasan
kognitif, tidak familiar dengan sumber informasi.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi-Pasien akan : Berpartisipasi dalam
proses belajar, menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakait dan
pengobatan.
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan pasien/orang terdekat tentang : Faktor risiko,
faktor pencetus, perawatan tindak lanjut dirumah

23
R/ : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu, mengidentifikasi secara
verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan
Berikan informasi dalam bentuk belajar bervariasi (contoh leaflet) tentang
faktor resiko, pencetus dan perawatan tindak lanjur di rumah
R/ : Penggunaan metode belajar yang bermacam-macam meningkatkan
penyerapan materi
Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus
R/ : Dapat menurunkan insiden/beratnya episode iskemik
Dorong pasien untuk mengikuti program yang ditentukan
R/ :Takut terhadap pencetus serangan dapat menyebabkan pasien menghindari
partisipasi pada aktivitas yang telah dibuat untuk meningkatkan perbaikan.

24
PEMBAHASAN EKG ABNORMAL

A. Pengertian
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan
T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran
dan miokardium.(1)
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk
mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik
jantung. Dengan posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar,
informasi tentang kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik
pada EKG.(2)
Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari
evaluasi awal pasien yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda
lengket kecil diterapkan ke dada pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa
sistem, elektroda dapat diterapkan untuk bahu dada, dan sisi dada bagian bawah, atau
pinggul. Kabel digunakan untuk menghubungkan pasien dengan mesin EKG. Anda akan
diminta untuk tetap diam sementara perawat atau teknisi catatan EKG. Aktivitas listrik
yang diciptakan oleh pasien jantung diproses oleh mesin EKG dan kemudian dicetak
pada kertas grafik khusus. Ini kemudian ditafsirkan oleh dokter Anda. Ini membutuhkan
waktu beberapa menit untuk menerapkan elektroda EKG, dan satu menit untuk membuat
rekaman yang sebenarnya.(3)
B. Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara
kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya
gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai
patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada
irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan
gelombang P yang tinggi, lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P
lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada
stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang

25
tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi
dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit
jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa
kelainan tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan
pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat
ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya
misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR),
pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu
gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya
AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks
QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang
timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH).
Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya
kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada
PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2. Kelainan interval P-R
Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-
R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis,
intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P
dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan
seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T
mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3
: 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok
jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok
jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS
teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi terdapat
disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.

26
Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan
bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2
mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu
gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan
ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung
bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan
adanya left axis deviati on. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri
(LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S
di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau
V6 menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
- Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan
atau notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada
PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
- Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit
terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
- Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada
sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit
Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi
digitalis.
- Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV
nodal premature beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan
intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada

27
fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan
intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1
mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar.
Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya
disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark
miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat
diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk
perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di
hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark
ventrikel kanan
7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R
menyolok.
Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -
perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang
gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi
QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau
lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi

28
koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan
aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris
dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada
sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
C. Arti hasil EKG abnormal
Banyak dokter merekomendasikan EKG sebagai alat pencegahan-skrining untuk
mereka yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung. Sementara orang yang sehat
tidak perlu EKG sebagai bagian dari ujian tahunan banyak dokter akan
merekomendasikan pemeriksaan EKG jika mereka memiliki masalah. Jika seorang
pasien mengeluh nyeri dada palpitasi atau indikator lain dari masalah jantung dokter
mungkin akan merekomendasikan tes EKG segera. Tergantung pada beratnya situasi
dokter akan merujuk Anda ke pusat pengujian setempat segera atau meminta Anda untuk
menjadwalkan janji tersedia berikutnya.
EKG abnormal ditentukan dengan membandingkan hasil dari grafik EKG Anda
dengan grafik jantung standar atau normal. Spikes dan dips dalam grafik yang disebut
sebagai P akronim yang sama QR dan PR dan lainnya. EKG normal pembacaan
menunjukkan sedikit datar berenang di antara kontraksi dan relaksasi. Jika datar dips
tidak hadir mungkin merupakan indikasi dari masalah yang lebih serius. EKG normal
pembacaan akan memiliki lonjakan dan dips juga.
Cacat miokard penyakit katup jantung pembesaran jantung radang hati penyakit
arteri koroner dan masa lalu sambil menunggu atau akan datang serangan jantung hanya
beberapa dari masalah itulah EKG dapat membantu untuk mendeteksi. Kondisi di mana
EKG dilakukan juga dapat berdampak pada keakuratan hasil. Beberapa masalah jantung
tidak hadir sepanjang waktu dan karena itu tidak mungkin muncul dalam hasil EKG.
Dalam kasus dimana masalah jantung diduga tetapi tidak terdeteksi pada EKG monitor
Holter mungkin disarankan. Monitor ini dipakai biasanya untuk jangka waktu sampai
jam dan berfungsi sebagai jenis mini EKG tes. Pasien memakai monitor di rumah dan
terus menerus merekam aktivitas jantung. Dokter juga merekomendasikan bahwa pasien
menjadi rileks selama ujian karena setiap otot gemetar atau kontraksi dapat mengubah
hasil dan menghasilkan pembacaan yang tidak akurat.

29
Banyak orang yang terkejut mengetahui bahwa mereka memiliki pembacaan
EKG abnormal. Yang lebih mengejutkan adalah bahwa ketika dihadapkan dengan hasil
EKG normal beberapa dokter tampaknya tidak peduli. Ini doe tidak selalu berarti mereka
tidak memadai atau tidak peduli dokter itu lebih mungkin mereka percaya sesuatu yang
lain telah menyebabkan pembacaan abnormal. Kebanyakan ingin mengejar pengujian
lebih lanjut atau yang lain EKG. Kadang-kadang sebuah acara yang sederhana seperti
gula darah rendah dapat memiliki mempengaruhi mengubah dan menghasilkan
pembacaan palsu EKG. Lain kali EKG normal memerlukan pengujian lebih lanjut untuk
menentukan apa jika ada masalah benar-benar ada.
J. EKG yang mengancam
1. aritmia jantung
Aritmia pada jantung adalah irama yang abnormal, kadang lambat, cepat dan
tidak teratur. Berbagai irama jantung yang abnormal yang dikenal sebagai aritmia
jantung sering terjadi setelah serangan jantung merusak otot jantung. Ritme jantung yang
abnormal bisa tidak berbahaya, artinya tidak dapat merusak. Tetapi sebaliknya, arimia
yang serius dapat berakhir pada kematian mendadak. Dalam irama jantung yang tidak
normal, yang melambat biasanya dikenal dengan bradikardia/bradiaritmia. Sedangkan
irama yang cepat sering disebut takikardia/takiaritmia. Biasanya dalam kebanyakan
kasus, jika terkena gangguan ini, pasien memerlukan pacu jantung buatan. Merupakan
suatu alat elektrik yang mengaktivasikan jantung dengan baterai, tujuannya adalah untuk
mendapatkan satu irama jantung yang tetap perlahan. Tapi sebaliknya, biasanya kalau
untuk irama yang cepat, pasien dianjurkan untuk meminum obat yang diresepkan. Arimia
jantung/disritmia jantung, mungkin tampak sebagai denyut jantung yang terlalu cepat,
terlalu lamban, atau bahkan tidak beraturan. Stress, rokok, kafein dan alkohol menjadi
rangsangan utama dalam timbulnya aritmia jantung, walau pun kadang seseorang
tersebut sedang nampak sehat. Secara klinis, aritmia yang signifikan biasanya terjadi
pada orang dewasa yang lebih tua dengan penyakit arteri koroner ketika system listrik
jantung terganggu. Aritmia yang serius umumnya ialah produk-samping dari penyakit
arteri koroner yang merusak jantung, khususnya yang merupakan akibat dari serangan
jantung. Aritmia yang mengancam nyawa, khususnya fibrilasi ventricular, harus
dihentikan dalam beberapa menit untuk mencegah kematian tiba-tiba, khususnya pada
pasien yang mengalami serangan jantung akut. Terkesan sekilas aritmia cukup sederhana,

30
tapi akan menjadi sebaliknya bila dibiarkan tanpa ada tindakan apa pun. Banyak kasus
seperti paparan di atas terjadi.
2. Jenis-jenis Fibrilasi atrium
Paroxys malfibrilasi Atrium
Paroxysmal fibrilasi atrium (AF), sinyal-sinyal listrik yang abnormal dan detak jantung
cepat mulai tiba-tiba dan kemudian berhenti pada mereka sendiri. Gejala dapat ringan
atau berat dan terakhir untuk detik, menit, jam atau hari.
Gigih fibrilasi atrium
AF gigih adalah suatu kondisi di mana irama jantung normal berlanjut sampai berhenti
dengan perawatan.
Permanen fibrilasi atrium
AF yang permanen adalah suatu kondisi di mana irama hati normal tidak dapat
dipulihkan dengan perawatan biasa. Paroxysmal dan gigih fibrilasi atrium mungkin
menjadi lebih sering dan akhirnya mengakibatkan AF yang permanen.
Apa penyebab fibrilasi atrium?
Fibrilasi atrium (AF) terjadi ketika sinyal-sinyal listrik yang bepergian melalui hati
dilakukan normal dan menjadi tidak terorganisir dan sangat cepat.
Ini adalah hasil dari kerusakan sistem listrik jantung. Kerusakan ini paling sering adalah
hasil dari kondisi lainnya, seperti penyakit arteri koroner atau tekanan darah tinggi, yang
mempengaruhi kesehatan jantung. Kadang-kadang, penyebab AF tidak diketahui.

31
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2012). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistim


kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA, I. (2013). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012 - 2014. Jakarta:
EGC.
Rendi, M. C., & Margareth, T. H. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah dan penyakit
dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah (8 ed., Vol. 2).
Jakarta: EGC.
Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1: Keperawatan medikal bedah (keperawatan
dewasa) teori dan contoh askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :


EGC
Anonim. 2011. Electrocardigram.
http://www.medicinenet.com/electrocardiogram_ecg_or_ekg/article.htm diakses
25/06/2011 pukul 09. 11
Anonim. 2010. EKG or Elektrocardigram. http://www.heartsite.com/html/ekg.html diakses
25/06/2011 pukul 13.40
Hampton, Jhon R. 2006. Dasar-dasar EKG. Jakarta. EGC
Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta : ECG
Irfan Padoe. 2010. Kegunaan EKG dan Cara Merekam EKG
http://www.infokeperawatan.com/info-kesehatan/kegunaan-ekg-dan-cara-merekam-
ekg.html diakses 26/06/2011 pukul 19.30
Anonim. 2009. Buku Acuan Pemeriksaan Ekg.
http://www.med.unhas.ac.id/meu/index.php/option=com_docmantask... pdf diakses
25/06/2011 pukul 13.42
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC
Sudoyo. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Guyton, Arthur C, Jhon.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : ECG
Benson, Harold J. 2005. Anatomy and Physiology. New York : Mc Graw Hill

32

Anda mungkin juga menyukai