Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai
dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal
dengan nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual
dialami oleh lebih dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada
50% hingga 90%.Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada
usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat
juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6
minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10
minggu. 1,2
Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan
muntah yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat
dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga
mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling
berat dari mual dan muntah dalam kehamilan.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk
akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada
usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat
juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6
minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10
minggu.1

2.2 Epidemologi
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-
90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-
60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2%
diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000
kehamilan.2
Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia
kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh
pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari
kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.1,2
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-
1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia,
menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko
untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari
56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada

2
kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan
ketiga.4

2.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada
diketahui beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional.2 Tidak ada bukti bahwa penyakit ini
disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut 1,4 :
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana
hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.1,4
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap
perubahan tersebut.1,4
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.1,4
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.1,2,3
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya
terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada
beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya

3
hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus
peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.2

2.4 Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya
bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah
merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu
detektor muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik.
Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis
menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang
lebih tinggi pada sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area
postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-
bypass trigger zonemencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat
muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula
oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat
vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V,
VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot
iga dan otot abdomen.2
Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas
dalam, (2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter
krikoesofagus terbuka, (3) tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk
menutup nares posterior.Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen
yang dapat menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter
esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.2
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih
kontroversial.Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak
sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam

4
hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra
vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian
juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan
kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat
ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga
memperberat keadaan penderita. Disamping dehidrasi dan terganggunya
keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan
lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada
umumnya rbekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.1
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor
biologis, psikologi dan sosiokultural.1,2

Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.6


Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis
gravidarum diantaranya 1,2 :
1. Perubahan hormonal.
Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic
Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang
reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan
5
terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar
TSH dan pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar
ini tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar
tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh
peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH.2 Pada
beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya
keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid.2,7 Namun demikian teori ini
masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.2
Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual
dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya
korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil.
Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam
kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan
menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan
keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita
hamil.2 Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat
meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon
progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.2,3,7
2. Kelainan gastrointestinal.
Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan
progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan
sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua
ini pada akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan
gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum
biasanya saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.2
3. Kelainan hepar.
Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari
pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid

6
Oxidation(FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan
gangguan hati terkait dengan hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO
heterozigot dapat berkembang menjadi hiperemesis gravidarum yang terkait dengan
gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam
lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau,
mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban asam
lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas
mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO
heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat
fetus tidak mengalami defek FAO.2
4. Perubahan kadar lemak
Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol
total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan
dengan wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan
kelainan pada fungsi hepatik pada wanita hamil.2
5. Infeksi.
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat
memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti
yang bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum.
Penelitian terbaru di Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan
hiperemesis gravidarum. Namun, mual dan muntah yang menetap di luar trimester
kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi
H.pylori.2
6. Vestibular dan penciuman.
Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut
berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan
bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan
antara hiperemesis gravidarum dengan motion sicknessmenunjukkan petanda dari

7
gangguan vestibular subklinis dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis
gravidarum.2
7. Perubahan psikologis.
Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:2
a. Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah
kelainan konversi atau somatisasi.
b. Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.
c. Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.
Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri,
termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi
berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar
kehamilan. Tampaknya respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi
mual dan muntah selama kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan
fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita
pada setiap negara dan nilai-nilai budaya. Namun demikian, hiperemesis gravidarum
dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.1,2
2.5 Gejala dan Tanda
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis
gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah
tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4 :
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun,
turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.1,4

8
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering
dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit
ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi,
oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena
mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.1,4
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi
fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagaiEncephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini
terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum
Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat III
Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan Lebih buruk
apatis
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen-koma
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >> >>> Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Nadi Sampai 100x/mnt 100-140x/mnt meningkat
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, + ikterus Cekung, + ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin + > +2

9
2.6 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah.
Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus,
dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.
Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan
sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid
dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG)(pemeriksaan
penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2Pada keadaan tertentu,
jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapatdilakukan pemeriksaan fungsi tiroid
dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin
dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

10
2.7 Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala
muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:
1. Appendicitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat
menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut
sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound
tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan
appendictis akut dan tanpa appendicitis akut.3,7,8
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai
riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan
penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton
urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan
pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai
riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan Non-Steroidal Anti
Inflammation Drugs (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat
membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir
semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium
yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat
menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan
gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis
gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8
4. Hepatitis.

11
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah
menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic
Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis
gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita
hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis.
Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8
5. Pankreatitis akut.
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat.
Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri
atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri
menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum
amylase dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8
6. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga
disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari,
gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan
kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.3,7,8
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis.
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain :
1. Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses
fisiologis. 1,4
2. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi
pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan. 1,4

12
3. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih
sering. 1,4
4. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk
makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. 1,4
5. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman
sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. 1,4
6. Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari
kekurangan karbohidrat. 1,4
7. Defekasi yang teratur.1
2.8.2 Terapi obat-obatan
Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan
keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Pada pasien dengan hiperemesis
gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan
penanganan yaitu :
1. Obat-obatan.
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat
untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan
diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin
antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxincukup efektif dalam mengatasi
keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan
adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1dan secara tidak
langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam
menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis.
Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine,
promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazinebekerja pada

13
reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. Sementara
itumetocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek
antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian bawah dan
menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual
dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula.
Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron.Ondansetron biasanya
diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan
obat-obatan yang lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial
karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan
risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.1,4
2. Terapi Nutrisi.
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan Nasogastric
Tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat
mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi
infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran
porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah
makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan
rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang
emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet
diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal
perharinya.2
3. Isolasi.

14
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk
keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak
diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.1
4. Terapi psikologik.
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala
yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan.1
5. Cairan parenteral.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi
gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah
berkurang.2 Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk
dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang
dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume
normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk
keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan
secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium,
defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat
dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-
gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik.Daldiyono mengemukakan

15
salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan
sistiem poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1
Tabel 1. Daldiyono score9
No Gejala klinis score
1 Muntah 1
2 Voxs Choleric (Suara Parau) 2
3 Apatis 1
4 Somnolen, Sopor, Koma 2
5 T 90 mmHg 1
6 T 60 mmHg 2
7 N 120 x/menit 1
8 Frekuensi napas > 30x/menit 1
9 Turgor Kulit 1
10 Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
11 Extremitas Dingin 1
12 Washer Womens Hand 1
13 Sianosis 2
-
14 Usia 50 60
1
15 Usia > 60 -2
Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :
Defisit = Jumlah Poin x 10 % BB x 1 Liter
15
6. Terapi Alternatif.
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:
a. Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih

16
kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8
jam. Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna
mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2
Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada kehamilan.8

Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana


peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin
B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi
vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera
akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita
hamil terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini
diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat
juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada
ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator
perubahan tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat
mencetuskan mual dan muntah.
b. Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg
sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan
hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram
per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis
gravidarum.1 Belum ada penelitian yang menunjukan hubungan kejadian
abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe
17
diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor dan dapat mempengaruhi
peningkatan reseptor testoteron fetus.1,2
c. Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan
muntah.2 Lokasi tersering akupresur adalah di perikardium 6 atau titik Neiguan, yang
berlokasi pada tiga jari terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan. Sebuah
data referensi dari tujuh percobaan tentang akupresur titik Neiguan menunjukan
kegunaannya dalam mengontrol morning sickness dalam awal kehamilan; namun,
studi terbaru menunjukan tidak ada keuntungan akuprasur pada wanita hamil.1
7. Penghentian Kehamilan.
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin memburuk.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk.
Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi
komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit
diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain
pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.1
2.8 Komplikasi
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang
timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata
(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya
yang mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus,
pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin,
pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan
kongenital.2,4
2.9 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan
merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut
menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12

18
minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami
mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia
kehamilan 20 minggu.2
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada
usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit
ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.3

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Siti Kharunisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan merapi
Status Nikah : Menikah
Tanggal MRS : 28 September 2017, pukul 17.00 WIB
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak pagi sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut yang dirasakan pasien dirasakan seperti terbakar pada regio epigastrium.
Nyeri ini terasa hilang timbul, dan semakin terasa nyeri saat pasien melakukan
aktivitas dan makan. Intensitas nyeri semakin meningkat selama 15-25 menit dan
setelah itu berkurang dengan sendirinya. Nyeri tidak berkurang setelah makan.
Pasien juga mengeluhkan muntah sebanyak 2x mulai sejak paginya. Muntah
berisi makanan pada muntahan pertama dan berisi air pada muntahan kedua. Pasien
juga merasakan adanya mual-mual. Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien
takut muntah. BAB dan BAK dirasakan semakin menurun.

Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari, dengan
lama menstruasi 5-7 hari, pasien tidak merasakan keluhan saat menstruasi. Hari

20
pertama haid terakhir (HPHT) 23 Maret 2017 dan taksiran partus dikatakan tanggal
28 Desember 2017.
Riwayat penyakit Dahulu:
Pasien sudah mulai merasakan keluhan seperti ini sejak usia kandungan ke 20
minggu, sejak masuk usia kandungan ke 20 minggu pasien sudah bolak-balik masuk
RS sebanyak 6 kali dan dengan keluhan yang sama muntah-muntah dan nyeri perut.
Pasien sebelum di rawat di RS Abdul Aziz di rawat di RS Vincent.
Sebelum hamil pasien memiliki riwayat nyeri ulu hati, tetapi nyeri ulu hari yang di
rasakan semakin meningkat saat pasien hamil.

Riwayat penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan stroke, ibu pasien
juga memiliki riwayat diabetes mellitus.
Riwayat alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap obat-obatan, makanan dan lingkungan.
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada usia 17 tahuan dan pernikahannya telah berlangsung selama 1
tahun.
Riwayat kehamilan
Pasien tidak memiliki riwayat kehamilan sebelumnya, ini merupakan kehamilan
pertama pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit

21
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 149 cm

Status general
Kepala : Normal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Cor : S1S2, Reguler, Murmur (-), Rhongki (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Soepl (+), BU (N), NT (+) pada region epigastric
Ekstremitas : Oedem (superior -/inferior -), Hangat (-/-)

Status Ginekologi
Abdomen : FUT tidak teraba, distensi (-), BU (+)N
Turgor menurun
Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)
Vagina
Inspeksi V/V : Flx (-), Fl (-)
P (-), Livide (+)
VT : tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang


28 September 2017

22
Kimia Darah
SGOT 23 u/l (11 - 33)
SGPT 28 u/l (11 50)
Creatinin 1.03 mg/dl (0,50 1,20)
Glukosa sewaktu 83 mg/dl (70 110)
Natrium 136.63 mmo/l (135 147)
Kalium 3,70 mmol/l (3,5 5,5)

Urin Lengkap
Ph 7 (5 8)
Leukosit Banyak (negatif)
Nitrit Negatif (negatif)
Protein Negatif (negatif)
Glukosa N N
Keton (+2) (negatif)
Urobilinogen Negatif 1mg/dl
Bilirubin Negatif (negatif)
Eritrosit (+) 5-10 (negatif)
Clarity Agak keruh Jernih
Colour Yellow p.yellow-yellow

3.5 Diagnosis Kerja


Hiperemesis Gravidarum grade II
DS 5

3.6 Penatalaksanaan
- IVFD Ringer Lactate

23
3.7 Perjalanan Penyakit

Tanggal S O A P
28-09-17 Nyeri ulu T : 110/70 mmHg Hiperemesis Tx :
hati (+), N : 84 x/menit Gravidarum - Resusitasi cairan RL 20
Mual (+), R : 24 x/menit Grade II tpm
Muntah (-), Tax: 36,3oC - Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Metoclopramid 2 x 1
St. General ampul
Mata : An -/-, - Puasa 24 jam
cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn
Ekt : hangat +/+,
edema -/-

29-09-17 Mual (-), St.Present Hiperemesis Pdx : -


Muntah (-) T : 110/70 mmHg Gravidarum
N : 80 x/menit Grade II Tx :
R : 20 x/menit - Resusitasi cairan RL 1,5
Tax: 36,7oC liter / 2 jam
- Maintenance dengan
St. General D10% : RL 4:1, 36 tetes
Mata : An -/-, per menit
cowong -/- - Ondancentron 1 x 1
Thorax : Cor/Po dbn ampul
Ekt : hangat +/+, - Neurobion 3 x 1 ampul
edema -/- - Puasa sampai pukul 16.00
WITA (diet roti kering)

24
St. Gin
Abd : FUT ttb,
distensi (-), BU(+)N.
Turgor N
30-09-17 Keluhan (-) St.Present Hiperemesis Pdx : -
T : 110/70 mmHg Gravidarum
N : 82 x/menit Grade II Tx :
R : 20 x/menit Aff Infus
Tax: 36,5oC - Ondancentron 1 x 1
ampul
St. General - Neurobion 3 x 1 ampul
Mata : An -/-, - Diet Nasi
cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn Mx :
Ekt : hangat +/+, - Obs keluhan
edema -/- - Vital Sign
- Kontrol poliklinik
St. Gin kebidanan
Abd : FUT ttb,
distensi (-), BU(+)N, KIE : pasien dan keluarga
turgor kulit normal BPL

Vag : dbn

BB : 51 kg
Ketonurin : -

25
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena
berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala nyeri abdomen, mual
dan muntah, dimana keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai
pekerjaanya. Muntah tersebut dapat menimbulkan komplikasi dehidrasi karena
kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah sehingga
cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini
ditandai dengan ditemukan mata cowong, adanya peningkatan frekwensi denyut nadi,
lidah terasa kering, BAK yang sedikit-sedikit dengan frekwensi yang menurun dan
turgor yang menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya
riwayat telat haid sejak hari terakhir haid pada tanggal 23 Maret 2017, pasien sudah
melakukan tes kehamilan dengan hasil yang positif.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi
butirik dan aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton
positif (+2).
Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita
tampak lemah, mata cowong, akral dingin, dan muntah. Pada pemeriksaan urin
didapatkan keton positif. Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat
dehidrasi sedang, karena dalam pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada
pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi cepat (100x/menit), pernafasan agak
cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.

26
4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi
dan koreksi elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obat-
obatan, dan psikoterapi.Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan
pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien
ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan cairan rehidrasi inisial sebanyak
1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam
pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isitonik,
misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin
harus berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena
dapat menyebabkan delusional acidosisatau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan
dapat ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang
mengandung dekstrosa harus didahului dengan pemberian thiamin untuk mencegah
terjadinya ensefalopati Wernicke.1,2Cairan yang digunakan untuk memperbaiki
keadaan pasien ini adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan
pertimbangan bahwa pada pasien terjadipenurunan volume cairan intravaskuler dan
kecenderungan defisit cairan intraseluler dan interstisial.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri
rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas
hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik
0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2
Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk
mengistirahatkan saluran cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang saluran
cerna untuk mengeluaran asam lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna
sehingga muntah bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24
jam pertama hanya didapat dari cairan infus yang masuk. Setelah 24 jam coba
diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.

27
Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Inj. Ranitidin 3 x 1 amp
IV dan Inj. Metoclopramide 3 x I amp IV. Pengobatan sebaiknya diberikan setelah
periode klasik teratogenik terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari perama haid
terakhir atau pada usia kehamilan 5-10 minggu. Pada periode tersebut terjadi proses
organogenesis sehingga bahan kimia dapat mempengaruhi proses perkembangan
organ mencapai puncak tercepat.2 Tetapi pada pasien ini diberikan obat anti emetic
(ondancentron) pada usia kehamilan 8-9 minggu dengan pertimbangan bahwa
ondancentron lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan obat antiemetik
lainnya. Metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di Chemoreceptor
Trigger Zone (CTZ) dan obat ini menurunkan kepekaan saraf viseral yang
menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion
(mengandung vitamin B1, B6, B12) diberikan secara drip IV. Suplementasi
multivitamin secara bermakna mengurangi dan mencegah insiden hiperemesis
gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang merupakan koenzim yang berperan
dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara dari
aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik
yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring
keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita
perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun
muntah pada penderita. Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan
tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang
merupakan tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari
untuk melihat apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh
penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi
dehidrasi pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih
terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada penderita

28
ini. Pasien dirawat selama 4 hari, selama dua hari terakhir keluhan berkurang dan saat
hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak dirasakan lagi, ketonuri (-), makan
minum baik dan keadaan umum ibu baik.

4.3 Prognosis
Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari keadaan
umum pasien selama perawatan di rumah sakit semakin membaik. Keluhan mual dan
muntah sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien
sudah mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari
pemeriksaan fisik, tidak didapatkan mata cowong dan akral dingin. Kemudian dari
hasil pemeriksaan laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.

29
\BAB 5
RINGKASAN

Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya
hiperemesis gravidarum ini belum diketahui secara pasti. Penanganan yang diberikan
pada pasien ini adalah terapi cairan, diet, obat-obatan dan psikoterapi. Dilakukan
monitoring keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB tiap hari.
Dalam perjalanannya penderita mengalami perbaikan keadaan umum, keluhan
muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari pemeriksaan keton urin
memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang pada tanggal 28 April 2012.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available


from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari 2010).
2. Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In
: American Family Physician 2003; 68(1):pp.121-8.
3. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and Management.
In :Australian Family Physician 2007;36(9):pp.698-701.
4. Verberg M F G, Gillott D J, Al-Fardan N, Grudzinskas J G.
Hyperemesis gravidarum, a literature review. In : Human Reproduction
Update 2005;11(5):pp. 52739.
5. Neill A M, Piercy N C. Hyperemesis gravidarum. In : Royal College
of Obstetricians and Gynaecologists 2003;5:pp.2047.
6. Schoenberg F P. Summary of Data on Hyperemesis
Gravidarum. Available from:www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html.
(Accesed: 21 Januari 2010).
7. Progestian P, Indarti J, Nuranna L. Diagnosis dan Pengobatan
Rasional Hiperemesis Gravidarum. Maj Obstet Ginekol Indones 2002; 26(2):
97-104
8. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis
Gravidarum. Available
from: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: October
1st, 2005
9. Prosedur tetap ginekologi RSUP Sanglah Denpasar 2004.

31

Anda mungkin juga menyukai