ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kontradiksi antara Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahu
2012 dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa
Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan pasal
7A Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 menyatakan bahwa IUP dapat dialihkan
dengan syarat kepemilikan sekurangnya 51% saham pada pihak dimana IUP akan
dialihkan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa larangan pengalihan IUP harus dipertegas pada
Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksananya.
Kata kunci:
Pengalihan, Saham, Izin Usaha Pertambangan,
ABSTRACT
This thesis discusses the contradiction between the Government Regulation No. 24 of
2012 and Act No. 4 of 2009 on Mineral and Coal. Article 93 paragraph (1) of Law No. 4
of 2009 states that the Mining Business License (IUP) is not transferable to another party.
While Article 7A of Government Regulation No. 24 of 2012 states that IUP can be
transferred with the requierement, ownership of minimum 51% of shares the party where
IUP will be transferred. This research is a qualitative descriptive design. This research
result suggest that prohibition of transferring IUP should be emphasized in mining law
and in implementing regulations.
Key words:
Transfer, Share, Mining Permit
Kekuasaan negara atas sumber daya alam yang berada di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 Pertambangan Mineral Dan Batubara2, yaitu :
Pasal 4 :
(1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya demi
kepentingan rakyat
(2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
1
Potensi Sumber Daya Alam Indonesia, http://www.hpli.org/tambang.php# diunduh 24
September 2012.
2
Indonesia, Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU
No.4 Tahun 2009, LN No.4 Tahun 2009, TLN No. 4959.
Pasal 33 :
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian, negara dalam hal ini adalah pihak eksekutif yaitu pemerintah,
berhak untuk melakukan penguasaan terhadap kekayaan alam Indonesia, terutama
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Pasal 93 :
(1) Pemegang IUP and IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada
pihak lain.
(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya
dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu
(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan dengan syarat :
a. Harus memberitahu kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya; dan
b. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
UU Minerba tidak mengizinkan pemilik IUP maupun IUP Khusus6 untuk
memindahkan IUP dan IUP Khusus miliknya kepada pihak lain. Padahal yang terjadi
sebelumnya, Kuasa Pertambangan dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara (PKP2B) seringkali dialihkan kepada pihak lain. Penjelasan pasal 93 UU
Minerba mengatakan bahwa pengalihan saham atas Perseroan Terbatas (PT) pemilik IUP
atau IUPK dapat dialihkan, baik secara langsung maupun melalui bursa saham Indonesia,
6
Selanjutnya disebut IUPK
Pasal 7A :
(1) Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPk-nya kepada
pihak lain.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan udaha yang 51%
(lima puluh satu pesersen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang
IUP atau IUPK.
Pasal 7B :
(1) IUP atau IUPK yang dimiliki oleh BUMN sebagian WIUP atau WIUPK Operasi
Produksinya dapat dialihkan kepada pihak lain.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan usaha yang 51%
(lima puluh satu persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh BUMN pemegang
IUP atau IUPK
(3) Pengalihan sebagian WIUP atau WIUK Operasi Produksi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan dengan persetujuan Menteri.
Dengan adanya ketentuan pada Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2012 ini,
syarat suatu IUP untuk dapat dialihkan menjadi bertambah, yaitu hanya bisa dialihkan ke
Perseroan Terbatas yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau
IUPK sebelumnya. Syarat yang terdapat pada UU Minerba pun tetap berlaku, yaitu hanya
dapat dialihkan jika telah melalui tahapan eksplorasi tertentu. Dapat disimpulkan bahwa
suatu IUP atau IUPK hanya dapat dialihkan apabila telah melalui tahapan eksplorasi
tertentu dan hanya dapat dialihkan kepada Perseroan Terbatas (PT) yang 51% atau lebih
sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK. Ketentuan pasal 7a dan 7b
bertentangan dengan ketentuan pada pasal 93 UU Minerba yang mengatur bahwa
kepemilikan IUP tidak dapat dialihkan.
7
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No. 24
Tahun 2012, LN No. 45 Tahun 2012, TLN No. 5282. Selanjutnya disebut PP Nomor 24 Tahun 2012.
2. Pembahasan
8
Demokratisasi
adalah suatu proses menuju kepada suatu bentuk sistem politik yang demokratis.
(Hutington. Will More Countries Become Democratic? Dalam Journal Political Science Quarterly99 No.2
1984.) hlm. 93.
9
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(pasal 1 angka 5 UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).
10
Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di Indonesia, cet.1, (Jakarta:
RIneka Cipta, 2012), hal.5.
Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk
melakukan pertambangan
Setiap pihak yang hendak melakukan kegiatan usaha pertambangan11 harus
memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). IUP dapat diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada pejabat sesuai dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)
yang dimohonkan. Pejabat yang berwenang mengeluarkan IUP adalah:
IUP dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.14 Badan
usaha dalam hal ini adalah Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan perseorangan dalam hal
ini berupa orang perseorang, perusahaan firma, dan perusahaan komanditer. Sebelum
11
Usaha
pertambangan
yang
dimaksud
adalah
usaha
pertambangan
mineral
dan
usaha
pertambangan
batubara.
Pertambangan
mineral
adalah
pertambangan
kumpulan
mineral
yang
berupa
bijih
atau
batuan,
di
luar
panas
bumi,
minyak
dan
gas
bumi,
serta
air
tanah.
Pertambangan
batu
bara
pertambangan
endapan
karbon
yang
terdapat
di
dalam
bumi,
termasuk
bitumen
padat,
gambut,
dan
batuan
aspal.
(pasal
1
ayat
(4)
dan
(5)
UU
Minerba).
12
Ibid., UU Minerba. Pasal 37.
13
Ibid., PP nomor 24 tahun 2012, Pasal 6 ayat (3a).
14
Ibid.. Pasal 38.
Menurut Mr. N.M spelt dan Prof. Mr. J.B.J.M ten Bergen, izin merupakan suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin
dalam arti sempit).18 Berdasarkan pengertian tersebut, dalam izin dapat dipahami bahwa
suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Artinya, kemungkinan
untuk seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. dengan
demikian, pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang
atau pihak yang bersangkutan.19 Pendapat Van der Pot megenai izin agak berbeda dengan
pendapat Spelt dan ten Bergen. Menurutnya, izin merupakan keputusan yang
memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh
pembuat peraturan.20
Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2012, pengalihan IUP dapat dilakukan dengan
syarat memiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) saham pada PT dimana IUP
15
Ibid., PP No. 23 Tahun 2010, Pasal 8 ayat (3).
16
Ibid., Pasal 8 ayat (4).
17
Ibid., PP No. 24 Tahun 2012, Pasal 6 ayat (5).
18
Mr. N.M. Spelt dan Prof Mr. J.B.J.M ten Berge, disunting oleh Dr. Philipus Hadjon, SH, 1993,
hlm. 2-3.
19
Y. Sri Pudyatmoko. Perizinan Problem dan Upaya Pemenahan. Jakarta: Grasindo, 2009.
hlm.7
20
Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleng Djindang, 1995, Pengantar Hukum Administrasi
negara Indonesia, Cet. 8, Jakarta: Balai Buku Ictiar, hlm. 143.
Isi pasal tersebut secara jelas melarang dilakukannya pengalihan kepemilikan IUP dan
IUPK kepada pihak lain. Ayat selanjutnya pada pasal 93 ayat (2) berbunyi:
Untuk pengalihan kepemilikan dan atau saham di bursa saham Indonesia hanya
dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
Selanjutnya, pasal ini mengatakan bahwa kepemilikan dapat dialihkan melalui bursa
saham di Indonesia. Kata kepemilikan pada pasal 93 ayat (2) ini menjadi ambigu23
sebab tidak dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan pasal tersebut apakah kepemilikan
yang dimaksud adalah kepemilikan IUP dan IUPK yang sebelumnya dibahas pada pasal
93 ayat (1) atau kepemilikan lainnya. Sebab bunyi pasal 93 ayat (2) berbicara mengenai
hal lain juga, yaitu mengenai pengalihan saham pada bursa saham. Akibat dari
ketidakjelasan hal tersebut, terjadi berbagai penafsiran yang berbeda terhadap makna
kepemilikan tersebut. Terdapat pihak yang mengartikan pasal 93 ayat (2) merupakan
penjelasan lebih lanjut dari pasal 93 ayat (1), sehingga pengalihan kepemilikan IUP dan
IUPK tetap dapat dilaksanakan. Ketentuan pasal 93 ayat (1) yang berisi larangan
pengalihan kepemilikan IUP dan IUPK menjadi tidak diperhatikan. Pihak yang
mengartikan demikian diantaranya adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal tersebut tersbukti dari
dikeluarkannya Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 3/DBM/2010
tanggal 3 November 2010 tentang Pemindahan IUP. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa surat tersebut menyatakan bahwa pengalihan IUP tetap dapat
dilaksanakan.
Meskipun demikian, kekuatan hukum Surat Direktur Jenderal Mineral dan
Batubara tersebut menjadi sebuah pertanyaan hukum. Pasal 93 UU Minerba secara jelas
menyatakan bahwa IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan. Isi surat tersebut mengatur hal
21
Ibid., PP Nomor 24 Tahun 2012, Pasal 7 huruf a.
Ibid., UU Minerba, Pasal 93 ayat (1).
22
23
Ambigu adalah bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan,
kekaburan, ketidakjelasan, dsb); bermakna ganda; taksa. (KBBI, hlm. 31)
24
Indonesia,
Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.12 tahun
2011, LN No. 82 Tahun 2011. TLN. No. 5234, ps. 7.
25
Loc. Cit. Wawancara Ibu Isbayu Indri.
1. Sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengatur mengenai Implementasi dari
pengalihan kepemilikan IUP;
2. Berdasarkan hal tersebut di atas, pemegang IUP dapat mengalihkan kepemilikan
IUP-nya setelah menyerahkan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri,
Pemerintah Provinsi, atau Bupati/Walikota berdasarkan kewenangannya dengan
melampirkan dokumen yang diperlukan.
Surat tersebut merupakan pemberiahuan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Mineral
dan Batubara yang isinya mengizinkan pengalihan IUP untuk dilakukan. Penulis juga
menemukan surat serupa, yaitu izin untuk mengalihkan IUP pada surat bernomor No.
2140/30/DBB/2011 yang dikeluarkan pada tanggal 20 Oktober 2011. Lebih lanjut di
dalam surat tersebut dikemukakan bahwa pengalihan IUP dapat dilaksanakan dengan
mengikuti ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No.
472K/2001/DJP/1998 tertanggal 15 September 1998.
26
loc.cit.
Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2012 pasal 7A ayat (2) , pihak yang dapat
mengalihkan IUP adalah pihak yang memiliki paling tidak 51% (lima puluh satu persen)
saham pada pihak dimana IUP akan dialihkan. Dalam kasus akuisisi ini, IUP PT Borneo
Berkat Timur tidak dapat beralih kepada PT Tuah Turangga Agung sebab PT Borneo
Berkat Timur tidak memiliki saham pada PT Tuah Turangga Agung. Sebaliknya, PT
Tuah Turangga Agung dapat mengalihkan IUP yang dimiliki olehnya kepada PT Borneo
Berkat Timur.
Akusisi ini membawa perubahan terhadap pelaksana IUP yang dimiliki oleh PT
Borneo Berkat Timur. Permasalahan hukum yang terjadi adalah IUP yang diberikan
kepada PT Borneo Berkat Timur seharusnya digunakan oleh PT Borneo Berkat Timur
sendiri sesuai dengan peruntukkan IUP tersebut diberikan.30 Dengan beralihnya
kepemilikan saham pada PT Borneo Berkat Timur maka terjadi pergantian pengendalian
usaha yang dijalankan, diantaranya adalah kegiatan usaha pertambangan yang dijalankan
27
United Tractor Tuntaskan Akuisisi Saham Borneo Berkat Makmur Senilai USD 51 juta.
http://financeroll.co.id/news/52290/united-tractors-tuntaskan-akuisisi-saham-borneo-berkat-makmur-
senilai-usd-51-juta, diakses pada tanggal 31 Desember 2012.
28
Ibid.
Pasal
7
ayat
(5)
UUPT.
29
Ibid.
Pasal
7
ayat
(5).
30
Ibid. Pasal 41 UU MInerba.
Dalam kasus ini, dengan dilakukannya akuisisi sebesar 100% saham PT Borneo
Berkat Timur maka pihak yang menjadi pengendali dalam melakukan kegiatan usaha
tidak lagi sama. Kepemilikan saham PT Borneo Berkat Timur sepenuhnya menjadi milik
PT United Tractor. Penulis meyimpulkan, IUP yang semula diperuntukkan untuk PT
Borneo Berkat Timur untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan, saat ini bukan lagi
PT Borneo Berkat Timur yang melakukannya sebab pengendalian sepenuhnya ada pada
PT Tuah Tungga Agung.
Pada praktek seperti ini, kepemilikan IUP PT Borneo Berkat Timur memang tidak
beralih kepada PT Tuah Turangga Agung, tetapi pelaksana kegiatan usaha pertambangan
yang menjadi beralih. Secara tidak langsung terjadi pengalihan IUP PT Borneo Berkah
Makmur kepada PT Tuah Turangga Agung. Pengalihan IUP secara hukum tidak dapat
dilakukan sebab PT Borneo Berkat Makmur tidak memenuhi syarat kepemilikan
minimum saham 51% saham pada PT Tuah Turangga Agung sebagaimana yang
diwajibkan oleh ketentuan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012. Namun secara de facto,
IUP beralih kepada PT Tuah Turangga Agung.
Selain itu, PT Borneo Berkah Makmur juga memiliki anak usaha yang bergerak di
bidang usaha pertambangan yaitu, PT Piranti Jaya Utama. PT Piranti Jaya Utama adalah
31
Lihat lampiran Formulir Pengajuan IUP
32
wawancara
3. Penutup
Dari hasil analisis yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasal 93 ayat (1) menyatakan IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan kepada pihak
lain. Kemudian pada pasal 93 ayat (2) dinyatakan bahwa untuk pengalihan
kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan
setelah melalui kegiatan eksplorasi tahap tertentu. Pasal 93 ayat (1) berisi restriksi
pengalihan IUP dan IUPK, sedangkan pasal 93 ayat (2) berisi tentang pengalihan
kepemilikan dan saham di bursa saham. Kata pengalihan kepemilikan pada pasal
93 ayat (2) menibulkan kerancuan di dalam menafsirkan maksud kepemilikan
tersebut. Pasal 93 ayat (2) juga mengatur mengenai pengalihan saham di bursa
saham. Kedua hal yang diatur di dalam pasal 93 ayat (2) adalah dua hal yang
berbeda. Penulis menyimpulkan kepemilikan yang dimaksud dalam pasal tersebut
adalah kepemilikan saham. Sehingga pengalihan IUP berdasarkan UU Nomor 4
Tahun 2009 merupakan suatu tindakan yang dilarang. PP nomor 24 Tahun 2012
Pasal 7A ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 2012 menyatakan bahwa IUP dan IUPK
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Kemudian pasal 7A ayat (2) PP Nomor
Kementerian energi dan Sumber Daya Mineral. Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa:
Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kementerian
energi dan Sumber Daya Mineral, 2009.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Cet.1. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1999.
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk
Perusahaan. Cet.12. Jakarta: Djambatan, 2007.
Saleng, Abrar. Hukum Pertambangan, Cet.1. Jogjakarta: UII Press, 2004.
Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas. Cet.3. Bandung:
CV Nuansa Aulia, 2012.
Supramono, Gatot. Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di Indonesia. Cet.1.
Jakarta: RIneka Cipta, 2012.
Peraturan
Indonesia. Undang-undang Dasar 1945
Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003.
LN No. 70 Tahun 2003. TLN. No. 4297.